TAUBAT CABE
RAWIT
Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Umum DPP Garda Anak Nagari
Staf Yayasan Perguruan Islam Al Azhar Batam
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Taubat itu harus menghentikan segala perbuatan dosa dan maksiat serta
meninggalkan lingkungan yang mendukung kemaksiatan itu, menjauhi teman-teman
yang mengajak untuk berbuat demikian, bukankah orang yang sudah membunuh 100
orang, perintah terakhir agar taubatnya berhasil baik adalah melakukan hijrah
dari negeri tempat dia berbuat maksiat itu, mencari negeri yang baik, bi’ah
shalihah yaitu lingkungan yang kondusif
Rasulullah
dalam beberapa haditsnya secara ekspisit menjelaskan sejumlah dosa yang
termasuk dalam kategori dosa besar. Seperti syirik, sihir, memakan harta riba, durhaka kepada
orangtua, saksi palsu dan sebagainya. Dosa seperti ini, bila sipelaku tidak sempat bertaubat,
akan mendatangkan balasan yang berat dan pedih dari Allah SWT. Artinya, taubat
dari dosa besar, masih mungkin dilakukan selama yang bersangkutan
sungguh-sungguh meninggalkan perkara dosa tersebut.
Disamping dosa
besar, ada pula dosa kecil. Umumnya sedikit orang yang memperhatikan dosa kecil
ini sebagai suatu kemaksiatan. Padahal
ampunan Allah terhadap hamba-Nya yang melakukan dosa, selama tidak dilakukan
berulang, lebih besar kemungkinan terkabulnya dibandingkan ampunan terhadap
dosa kecil yang dilakukan kembali secara berulang-ulang.
Dosa yang
dilakukan dianggap kecil akan menjadi besar oleh Allah, sebaliknya bila dosa
dianggap besar, maka ia akan menjadi kecil dalam penilaian Allah, Rasulullah
bersabda,”Sesungguhnya seorang mukmin itu melihat dosa-dosanya sepertinya ia
berada di bawah gunung besar yang ia takut menimpa dirinya. Sementara orang
yang banyak dosa itu adalah orang yang melihat dosanya seperti lalat yang ada
di hidungnya. Kemudian ia katakan begini [meremehkan].
Anas bin Malik
Ra, diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan hadist,”Sesungguhnya kalian akan
melakukan suatu amal yang dalam pandangan kalian amalan tersebut lebih kecil
dari rambut, sementara kami menganggapnya dizaman Rasulullah sebagai dosa
besar”. Bilal bin Rabah mengatakan,”Jangan memandang kecilnya suatu kemaksiatan,
tetapi lihatlah pada kebesaran Zat yang engkau lakukan maksiat terhadap-Nya”. Kita sering mendengar kata "Dosa" dalam perbincangan sehari-hari, namun pengertiannya
adalah; ''Dosa adalah apa yang
tergetar di hatimu dan engkau tidak senang kalau orang lain mengetahuinya'
[HR.Muslim].
Walaupun kesalahan, kekeliruan, dosa
dan maksiat yang dilakukan manusia, tapi peluang untuk baik masih diberikan
oleh Allah melalui taubat dan pensucian diri, Imam Al Gazali membagi pensucian
diri kepada empat hal yaitu;
Mensucikan diri dari hadas dan najis
dengan jalan thaharah melalui wudhu, mandi atau tayamum sehingga dengan
kesucian ini dapat menunaikan ibadah mahdhoh seperti shalat.
Mensucikan diri dari kegiatan
mengandung dosa yang dilakukan oleh indra manusia sehingga tangan tidak mudah
untuk mencuri dan memukul, kaki tidak ringan untuk menyepak lawan dan
sebagainya.
Mensucikan diri dari akhlak tercela
seperti sombong, takabur, hasad, dengki dan lain sebagainya sehingga memiliki
akhlakul karimah yang dipuji Allah dan disenangi oleh manusia.
Mensucikan diri dari niat yang tidak
baik dalam seluruh asfek kehidupan,
kesucian ini lebih penting dari segalanya dengan tidak melupakan kesucian
lainna. Dalam berbuat manusia dihiasi oleh niat-niat yang sengaja men yimpangkannya
dari ikhlas kepada Allah sehingga merusak ibadahnya.
Pada masa dahulupun ummat ini selalu
dirongrong oleh segala konspirasi untuk menjauhkan dirinya dari kesucian itu,
dalam mesjidpun terjadi usaha
penyimpangan aqidah sebagaimana yang tergambar
dalam surat At Taubah 9;108 ”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid
itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa
(mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.
di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
Berkaitan dengan ayat diatas, memang
demikianlah keadaan sahabat Rasulullah, mereka adalah orang yang siap
membersihkan dirinya dari segala bentuk kotoran yang melekat di badan dan
di hatinya. Masjid yang didirikan oleh
Abdullah bin Ubay sebagai tandingan terhadap masjid nabi adalah konspirasi
untuk menghancurkan islam yang dimotori oleh para munafiq, pada diri mereka
penuh dengan kotoran yang melekat sejak kenabian Muhammad Saw. Sebuah ancaman
diberikan Allah agar ummat islam tidak menegakkan shalat di masjid itu, lebih
layak mereka shalat di masjid yang didalamnya banyak orang-orang yang
mensucikan dirinya, itulah dia masjid Quba, yang landasan pendiriannya karena
taqwa; ”Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Kata ”nasuha” dalam ayat tersebut
diatas maksudnya ialah suatu taubat yang memberi nasehat baik pada diri sendiri
serta dilakukan dengan ikhlas yang sesungguh-sungguhnya karena mengharapkan
keridhaan Allah dan sunyi dari segala macam tujuan dan godaan yang lain-lain.
Para
alim-ulama berkata:
"Mengerjakan
taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu
terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada
hubungannya dengan hak seseorang manusia
yang lain, maka
untuk bertaubat itu
harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan
sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah
supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga
supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk
selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada
yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.
Apabila
kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya
itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya
ialah supaya melepas-kan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau
tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah
mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang
semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang
didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau
merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari
umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.
Sudah
jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w.
serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.
Allah
Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai
sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan."(an-Nur
24 : 31)
Allah
Ta'ala berfirman lagi: "Mohon
ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud 11: 3)
Dan lagi
firmanNya: "Hai sekalian
orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha -
yakni yang sebenar-benarnya."(at-Tahrim 66: 8).
Dari Abu
Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
bersabda:"Demi Allah, sesungguhnya saya itu niscayalah memohonkan pengampunan
kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh
kali." (Riwayat Bukhari)
Saudaraku, apakah kita merasa tenang
dengan dosa-dosa yang selama hidup belum kita serahkan kepada Allah agar
diampuni dengan taubat kepadanya, selama hidup kita pasti pernah berbuat dosa,
apakah kita sadari dosa itu atau tidak, sejak kecil mungkin kita pernah
meninggalkan shalat dengan berbagai alasan, bagi muslimah mungkin ada diantara
kita yang tidak memakai jilbab, puasa yang hanya sekali setahunpun kalau
dihitung-hitung mungkin hanya sekian
kali yang lengkap, masih banyak lagi puasa tertinggal yang belum kita bayar. Zakatpun sering kita abaikan padahal banyak
karunia Allah yang kita terima.
Sejak muda kita sudah berinteraksi dengan lawan jenis dengan istilah
pacaran, banyak sekali aktivitas negatif yang terjadi saat pacaran, bahkan
ketika sudah berumah tanggapun, walau sudah punya isteri kita masih punya pacar lain atau selingkuhan yang dianggap
wajar saja, kita berlaku baik ketika di rumah tapi kitapun punya kekasih lain,
sungguh kita adalah lelaki yang tidak setia kepada pasangan, kita adalah lelaki
bejat, kurang ajar dan durhaka, tapi pasangan kita masih mau setia melayani suaminya.
Saudaraku, berapa sudah hak orang
lain yang kita rampas, mungkin dahulu kita pernah jadi karyawan pada seseorang,
pasti ada yang bukan hak kita terbawa pulang, mungkin kita pernah bekerja pada sebuah
instansi, kolusi dan manipulasi serta korupsi kita lakukan, harta yang kita makan banyak bukan miliki
kita, apakah kita aman dengan harta itu, berapa besar kerugian negara yang kita
lakukan, sementara kita dianggap orang baik oleh keluarga, kolega dan
masyarakat, padahal kita adalah maling berdasi, orang tidak tahu kejahatan yang
kita lakukan, tapi kita sadar benar bahwa kita adalah orang yang kotor, penuh
dosa dan maksiat.
Bagaimana sakit hatinya sang tetangga yang tidak nyaman dengan keberadaan
kita di lingkungan itu, kita sering bangun siang, tidak mau ke masjid,
tidak mau berbaur dengan mereka bersama
kegiatan kemasyarakatan. Dalam rumah kita sering terdengar suara musik yang
keras, suara televisi yang menggema, suara itu jelas mengganggu tetangga,
bagaimana tidak terganggunya mereka,
kita sering datang dengan kendaraan bagus, pulang shopping membawa
barang-barang berharga, mereka tidak tahu apa yang kita beli, tapi besoknya
kita sengaja mendatangi tetangga hanya sekedar pamer barang-barang kita beli
kemarin.
Saudaraku, peluang taubat itu sudah diberikan Allah kepada kita, agar kita
bertaubat dari kesalahan, dosa dan maksiat yang kita lakukan, agar diri kita
ini bersih dengan ampunan Allah. Mungkin taubat itu sudah kita sanjungkan
kepada Allah, tapi ketika ada kesempatan untuk berbuat dosa, kita lakukan lagi
dosa itu berkali-kali dan kita bertaubat lagi untuk kali berikutnya, taubat
kita itu ibarat makan cabe rawit, pedasnya hanya seketika, saat hilang pedasnya
kita kunyah lagi sang cabe, yakinlah saudaraku, taubat yang demikian tidak akan
diampuni Allah, marilah kita bertaubat dengan sebenarnya,yaitu taubat nasuha,
yaitu taubat yang sebenar taubat, dengan tidak melakukan laku dosa-dosa itu.
Memang begitu sulit bagi kita yang terbiasa berbuat dosa kemudian
meninggalkan perbuatan itu, apalagi peluang untuk hal itu ada, pasti setiap
kita melakukan dosa ada rasa bersalah, ada rasa takut dengan azab Allah, dan
bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, tapi dikala sendiri, tidak ada orang
yang tahu, saat peluang itu terbuka, bahkan kita yang mencari-cari peluang untuk
berbuat dosa dan maksiat, memang tidak ada niat untuk berbuat dosa tapi
dorongan nafsu dan desakan syaitan lebih
besar, sehingga dosa itu terulang lagi dan
terulang lagi, nauzubillah min zalik.
Saudaraku, yang dimaksud dengan taubat itu harus menghentikan segala
perbuatan dosa dan maksiat serta meninggalkan lingkungan yang mendukung
kemaksiatan itu, menjauhi teman-teman yang mengajak untuk berbuat demikian,
bukankah orang yang sudah membunuh 100 orang, perintah terakhir agar taubatnya
berhasil baik adalah melakukan hijrah dari negeri tempat dia berbuat maksiat
itu, mencari negeri yang baik, bi’ah shalihah yaitu lingkungan yang kondusif.
Dari Abu
Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmran bin Hushain
al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah
mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan
zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu
perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas
diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda:
"Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan -
kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut
melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau
Shalallahu Alaihi Wassalam
memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada
pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau Shalallahu Alaihi Wassalam menyembahyangi jenazahnya.
Umar
berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya
Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" BeliauShalallahu Alaihi Wassalam
bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu
dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi.
Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari
orang yang suka mendermakan
jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla." (Riwayat
Muslim).
Semua
dosa dan maksiat yang diperbuat oleh hamba yang beriman kalau dia
bertaubat maka akan diampuni dosanya itu kecuali dosa syirik dan bid’ah, tentu
taubat yang sungguh-sungguh,tapi kalau dia tidak bertaubat maka terserah Allah
kelak untuk menentukan keputusan-Nya. Pelaku syirik dan ahli bid’ah tidak ada
tempat baginya dalam syurga, tempat mereka adalah di neraka, hal ini sesuai
dengan firman Allah dan hadits Rasulullah, Wallahu A’lam [Kubu Dalam Padang,
Jum’at 25 Rabiul Awal 1436.H/ 16 Januari 2015.M].
[Tulisan ini telah dimuat pada Tabloid Media Islam Kota Batam, April 2015 ]
1.
Al
Qur’an dan terjemahannya, Depag RI, 1999/2000
2.
Mukhlis
Denros, Kumpulan Ceramah Praktis, 2009
3.
A Ilyas Ismail,Dosa
Primordial, Selasa, Republika Online , 01 Februari 2011, 15:46 WIB
4. Imam An Nawawi, Riyadush Shalihin