Rabu, 18 November 2015

Islam ala kadarnya






ISLAM  YANG ALAKADARNYA
Drs. St. Mukhlis Denros
 Ketua Umum Garda Anak Nagari
Staff Yayasan Perguruan Islam Al Azhar Batam
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009

Kalaulah seorang muslim itu melakukan hal-hal yang wajib ditambah
dengan yang sunnah-sunnah, dia tinggalkan segala yang dilarang Allah, menjauhi syirik dan meninggalkan maksiat maka hal itu sudah dapat
dipastikan dia adalah muslim yang baik.

Beruntunglah kita yang beragama islam sejak lahir karena orangtua kita muslim sehingga kitapun otomatis muslim yang dididik sejak di rumah tangga dan sekolah dengan didikan islam, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam meneybutkan “setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah atau suci, maka orangtuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Majusi atau Nasrani”.  Artinya walaupun kita lahir dalam keadaan muslim, tapi peluang untuk kafir besar sekali, yang dilakukan oleh orangtua kita, apakah orangtua di rumah tangga yaitu ayah dan ibu, orangtua di sekolah yaitu bapak dan ibu guru atau orangtua di masyarakat sekitar.

Seorang muslim yang baik, pasti menginginkan agar anaknya beragama islam dalam rangka untuk menjaga keturunan, yaitu keturunan Islam, tapi bagi mereka yang menikah  dengan lain agama, akan terjadi dualisme pendidikan di rumah tangga, sehingga ada anak yang muslim dan lainnya kafir. Sungguh keberuntungan diberikan Allah kepada seseorang lahir dalam kalangan muslim sehingga dia jadi seorang yang beragama islam, juga keberuntungan bila seseorang bershahadat menyatakan diri masuk Islam setelah bergelut dengan keyakinannya,  sebagai muslim  adalah nikmat yang tidak terkirakan dari Allah.

Banyak nikmat Allah sudah direguk manusia, baik nikmat lahir maupun bathin, sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi, sehingga sulit kita untuk mengkalkulasikannya, nikmat itu diantaranya digambarkan Allah dalam firman-Nya; ”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).  [Ibrahim 14;32-34].

Dari sekian nikmat Allah itu maka islam adalah nikmat yang besar yang patut disyukuri karena tidak semua orang menerima dan mendapat hidayah islam ini. Nikmat islam dan iman hanya diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dan ini merupakan hak preogratif Allah tanpa bisa dicampuri oleh siapapun. Walaupun demikian islam tersebut akan diberikan memang kepada orang-orang yang mencarinya atau orang-or"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya" [Ali Imran 3;19]

                Berarti semua bentuk isme dan dien lain selain islam adalah bathil dan sia-sia, alangkah meruginya manusia bila salah memilih agama apa yang layak untuk dijadikan sebagai pegangan hidup, tapi tidak sedikit pula manusia yang mengetahui kebenaran islam namun enggan untuk mengakui kebenarannya karena beberapa faktor.
Allah memberikan ultimatum secara terbuka di dunia ini kepada manusia yang tidak mengakui dan meyakini islam sebagai agama yang layak diikuti, bagi mereka yang menganut ajaran apa  saja walaupun nampaknya indah, ilmiah, sesuai dengan zaman dan selera manusia tapi tidak agama wahyu yang kita sebut dengan islam, maka semua penyembahan mereka, pengabdian mereka terhadap agama itu sia-sia dan bahkan mendapat kerugian yang sebesar-besarnya, Allah menjelaskan dalam firman-Nya; “Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”[Ali Imran 3;85]
Itulah keyakinan azasi seorang muslim terhadap islam sebagai agama baginya walaupun banyak asfek islam yang belum mampu dia laksanakan, tapi tentang keyakinan ini  tidak dapat diragukan lagi, seawam-awamnya mereka terhadap islam tidak mungkin mengingkari asfek ini. Mengingkari salah satu dari lima hal tersebut apalagi semuanya jelas telah keluar dari iman tauhid yang diajarkan oleh nenek moyang dan orangtua kita.
Dapat kita saksikan, betapa banyaknya ummat manusia yang tidak terlahir dari kalangan keluarga muslim sehingga sulit sekali dari mereka untuk mendapat hidayah Islam kecuali  orang-orang yang dikehendaki Allah, dengan mempelajari islam akhirnya memutuskan diri sebagai mualaf, bergabung dalam barisan muslim dengan segala konsekwensinya.

Rukun Islam menyebutkan beberapa konsekwensi seorang muslim diantaranya shalat, zakat, puasa dan haji setelah mendalami kalimat shahadat. Shalat merupakan tiang agama yang harus ditegakkan oleh seorang muslim dan tidak bisa dianggap enteng perintah ini. Abdullah ibnu Mas'ud Ra berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah." (HR. Bukhari)

Dari Abu Qatadah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku menfardhukan atas umatmu shalat lima (waktu). Dan Aku janjikan janji bahwasanya barangsiapa yang menjaga shalat itu pada waktunya, maka Aku masukkan ke sorga. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka tidak ada janjiKu padanya".

Karena pengetahuan agama yang tidak cukup, iman yang dangkal dan ibadah yang sekedarnya, banyak  sekali ummat islam yang tidak shalat, padahal pada satu sisi orangnya baik, pekerja keras untuk mencari nafkah bagi kepentingan keluarganya, tapi sayang sekali dia tidak melakukan shalat, ketika ketika banyak mengunjungi warga yang sedang sakit, sebelum sakit mereka adalah warga yang rajin shalat, tapi ketika  jatuh sakit saat itu dia tinggalkan shalat, alangkah ironinya, seharusnya saat sakit itulah saat-saat semakin dekat kepada Allah, siapa tahu ajal semakin dekat, tapi tidak shalat apalah jadinya, apalagi sakit yang diderita sekian hari, sekian bulan, maka otomatis shalat tidak dikerjakan dengan alasan tidak mampu berbuat apa-apa karena terserang penyakit.

Padahal dalam islam sudah dituntunkan bahwa ummat ini banyak mendapatkan dispensasi dalam ibadah apalagi dalam keadaan sakit, kalau tidak mampu berdiri maka lakukanlah shalat dengan duduk, tidak sanggup duduk maka berbaringlah, dalam keadaan sakit yang parah, dengan gerakanpun tidak sanggup maka lakukan dengan isarat atau kedikan mata saja, sehingga tidak ada alasan untuk tidak shalat, berhalangan menggunakan air maka dapat dilakukan dengan bertayamum.

Di kampung-kampung kita menemukan masyarakat yang tidak shalat karena mereka beranggapan shalat cukup dengan mengingat Allah saja, bahkan ada aliran sesat yang mengajak masyarakat untuk mendalami suatu ilmu, semakin bagus ilmunya semakin meninggalkan shalat, mereka mengutamakan hakekat saja dan meninggalkan syariat. Ada pula yang  menyatakan yang penting hati bersih, karena shalatkan untuk membersihkan hati, padahal siapa yang lebih bersih hatinya di dunia ini selain Rasulullah tapi beliau luar biasa ibadah shalat dilakukannya.

Kita juga bisa melihat ada masyarakat yang menghabiskan waktunya dari siang sampai siang lagi hingga malam sampai malam lagi untuk mencari rezeki dengan berbagai profesi, hal itu dia peroleh dengan keberhasilan yang luar biasa, rezekinya bagus, usahanya maju, anak-anaknyapun banyak yang pandai mencari uang dengan berbagai pekerjaan tapi keluarga itu walaupun muslim tapi tidak satupun yang shalat.

            Itu baru masalah shalat, banyak dari kaum muslim yang tidak melakukannya bahkan ilmu tentang shalatpun hanya sekedarnya, padahal diantara kita banyak yang sudah sarjana pada satu bidang tapi untuk mempelajari islam sangat enggan sekali, sehingga keislamannya hanya alakadarnya, ironinya mereka yang terpelajar tadi banyak yang terlibat praktek syirik, kurafat, tahayul dan bid’ah. Padahal ayat pertama kali turun adalah perintah untuk membaca, menelaah dan mengkaji tentang kebenaran penciptaan manusia oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala;  "bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” [Al Alaq 96;1-5].

Perintah membaca ditujukan kepada ummat Islam agar jadi orang yang punya ilmu pengetahuan, dengan membaca pula Allah mengokohkan ilmu pada dada manusia, lebih jauh dari itu posisi seorang  muslim yang berilmu dilebihkan beberapa derajat dari mereka yang tidak berilmu. Memang tidak mungkin masing-masing kita mengetahui tentang semua seluk beluk islam, tapi paling tidak hal-hal yang pokok dan   merupakan kewajiban harian kita mengetahuinya.

Masalah bersuci dan urusan shalat selayaknya kita mengetahuinya melalui membaca atau belajar dengan seorang ustadz secara talaqi sehingga jangan sampai seorang muslim tidak bisa membedakan shalat jamak dan qashar, atau tidak bisa membedakan antara adat dan ibadat, bahkan ada yang tidak tahu antara  syirik dan tauhid.

Betapa malangnya kita, yang diberikan Allah posisi mulia sebagai muslim tapi tidak bisa menempatkan posisi itu dengan baik, keislaman kita hanya sekedarnya saja, dianggap dengan mengucapkan dua kalimat shahadat selesai semua perkara tanpa melakukan praktek ibadah dan pengabdian yang sempurna kepada Allah.  Satu ketika datang seseorang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyatakan dirinya sebagai Mukmin, artinya orang yang telah beriman, maka Rasulullah menyatakan bahwa orang itu sebagai Muslim, karena iman belum menghunjam ke hatinya, Hal itupun diungkapkan Allah dalam firman-Nya  “orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar." [Al Hujurat 49;14-16].

Agar kita tidak sekedar muslim atau muslim alakadarnya maka gunakanlah waktu untuk menimba ilmu agama melalui kajian, membaca dan  diskusi untuk menambah wawasan keislaman, karena menuntut ilmu agama merupakan kewajiban semua muslim, apakah laki-laki ataupun perempuan. Dengan menuntut ilmu agama maka dapat dipastikan seorang muslim mengetahui tentang seluk beluk agamanya, minimal hal-hal yang prinsip. Kalaulah seorang muslim itu melakukan hal-hal yang wajib ditambah dengan yang sunnah-sunnah, dia tinggalkan segala yang dilarang Allah, menjauhi syirik dan meninggalkan maksiat maka hal itu sudah dapat dipastikan dia adalah muslim yang baik.

Mumpung Allah masih memberikan waktu kepada kita dalam detik, menit, jam, hari, minggu, hingga bulan dan tahun bahkan beberapa  tahun lagi berarti Allah masih sayang kepada kita, agar kita gunakan kesempatan itu untuk membenahi diri kita sebelum ajal, memohon ampun atas segala dosa dan menuntut ilmu agama secara intensif guna mencapai derajat muslim kenuju mukmin, meraih tingkat mukmin menuju taqwa, sehingga ketika ajal datang kita sudah ada modal untuk menghadapi kehidupan yang baru yaitu alam barzakh dan akherat,  Wallah A’lam [Cubadak Solok, Jum’at  19  Rabiul Awal 1436.H/ 10 Januari 2015.M].

 [Tulisan ini telah dimuat pada Tabloid Media Islam Kota Batam, edisi Agustus 2015]

Taubat Cabe Rawit








TAUBAT CABE RAWIT
Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Umum DPP Garda Anak Nagari 
Staf Yayasan Perguruan Islam Al Azhar Batam
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009


Taubat itu harus menghentikan segala perbuatan dosa dan maksiat serta meninggalkan lingkungan yang mendukung kemaksiatan itu, menjauhi teman-teman yang mengajak untuk berbuat demikian, bukankah orang yang sudah membunuh 100 orang, perintah terakhir agar taubatnya berhasil baik adalah melakukan hijrah dari negeri tempat dia berbuat maksiat itu, mencari negeri yang baik, bi’ah shalihah yaitu lingkungan yang kondusif

Rasulullah dalam beberapa haditsnya secara ekspisit menjelaskan sejumlah dosa yang termasuk dalam kategori dosa besar. Seperti syirik, sihir, memakan harta riba, durhaka kepada orangtua, saksi palsu dan sebagainya. Dosa seperti ini, bila sipelaku tidak sempat bertaubat, akan mendatangkan balasan yang berat dan pedih dari Allah SWT. Artinya, taubat dari dosa besar, masih mungkin dilakukan selama yang bersangkutan sungguh-sungguh meninggalkan perkara dosa tersebut.

Disamping dosa besar, ada pula dosa kecil. Umumnya sedikit orang yang memperhatikan dosa kecil ini sebagai  suatu kemaksiatan. Padahal ampunan Allah terhadap hamba-Nya yang melakukan dosa, selama tidak dilakukan berulang, lebih besar kemungkinan terkabulnya dibandingkan ampunan terhadap dosa kecil yang dilakukan kembali secara berulang-ulang.

Dosa yang dilakukan dianggap kecil akan menjadi besar oleh Allah, sebaliknya bila dosa dianggap besar, maka ia akan menjadi kecil dalam penilaian Allah, Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya seorang mukmin itu melihat dosa-dosanya sepertinya ia berada di bawah gunung besar yang ia takut menimpa dirinya. Sementara orang yang banyak dosa itu adalah orang yang melihat dosanya seperti lalat yang ada di hidungnya. Kemudian ia katakan begini [meremehkan].

Anas bin Malik Ra, diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan hadist,”Sesungguhnya kalian akan melakukan suatu amal yang dalam pandangan kalian amalan tersebut lebih kecil dari rambut, sementara kami menganggapnya dizaman Rasulullah sebagai dosa besar”. Bilal bin Rabah mengatakan,”Jangan memandang kecilnya suatu kemaksiatan, tetapi lihatlah pada kebesaran Zat yang engkau lakukan maksiat terhadap-Nya”. Kita sering mendengar kata "Dosa" dalam  perbincangan sehari-hari, namun pengertiannya adalah; ''Dosa  adalah apa yang tergetar di hatimu dan engkau tidak senang kalau orang lain mengetahuinya' [HR.Muslim].
Walaupun kesalahan, kekeliruan, dosa dan maksiat yang dilakukan manusia, tapi peluang untuk baik masih diberikan oleh Allah melalui taubat dan pensucian diri, Imam Al Gazali membagi pensucian diri kepada empat hal yaitu;
Mensucikan diri dari hadas dan najis dengan jalan thaharah melalui wudhu, mandi atau tayamum sehingga dengan kesucian ini dapat menunaikan ibadah mahdhoh seperti shalat.
Mensucikan diri dari kegiatan mengandung dosa yang dilakukan oleh indra manusia sehingga tangan tidak mudah untuk mencuri dan memukul, kaki tidak ringan untuk menyepak lawan dan sebagainya.
Mensucikan diri dari akhlak tercela seperti sombong, takabur, hasad, dengki dan lain sebagainya sehingga memiliki akhlakul karimah yang dipuji Allah dan disenangi oleh manusia.
Mensucikan diri dari niat yang tidak baik dalam  seluruh asfek kehidupan, kesucian ini lebih penting dari segalanya dengan tidak melupakan kesucian lainna. Dalam berbuat manusia dihiasi oleh niat-niat yang sengaja men yimpangkannya dari ikhlas kepada Allah sehingga merusak ibadahnya.
Pada masa dahulupun ummat ini selalu dirongrong oleh segala konspirasi untuk menjauhkan dirinya dari kesucian itu, dalam mesjidpun terjadi  usaha penyimpangan aqidah sebagaimana yang tergambar  dalam  surat At Taubah 9;108 ”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
Berkaitan dengan ayat diatas, memang demikianlah keadaan sahabat Rasulullah, mereka adalah orang yang siap membersihkan dirinya dari segala bentuk kotoran yang melekat di badan dan di  hatinya. Masjid yang didirikan oleh Abdullah bin Ubay sebagai tandingan terhadap masjid nabi adalah konspirasi untuk menghancurkan islam yang dimotori oleh para munafiq, pada diri mereka penuh dengan kotoran yang melekat sejak kenabian Muhammad Saw. Sebuah ancaman diberikan Allah agar ummat islam tidak menegakkan shalat di masjid itu, lebih layak mereka shalat di masjid yang didalamnya banyak orang-orang yang mensucikan dirinya, itulah dia masjid Quba, yang landasan pendiriannya karena taqwa; ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Kata ”nasuha” dalam ayat tersebut diatas maksudnya ialah suatu taubat yang memberi nasehat baik pada diri sendiri serta dilakukan dengan ikhlas yang sesungguh-sungguhnya karena mengharapkan keridhaan Allah dan sunyi dari segala macam tujuan dan godaan yang lain-lain.
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 2 dengan judul “Taubat” menuntun kita untuk bertaubat kepada Allah atas segala dosa dan maksiat yang dilakukan.
Para alim-ulama berkata:
"Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang  manusia yang  lain,  maka  untuk  bertaubat  itu  harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.
Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepas-kan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.
Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan."(an-Nur 24 : 31)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud 11: 3)
Dan lagi firmanNya: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya."(at-Tahrim 66: 8).
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:"Demi Allah, sesungguhnya saya itu niscayalah memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)
            Saudaraku, apakah kita merasa tenang dengan dosa-dosa yang selama hidup belum kita serahkan kepada Allah agar diampuni dengan taubat kepadanya, selama hidup kita pasti pernah berbuat dosa, apakah kita sadari dosa itu atau tidak, sejak kecil mungkin kita pernah meninggalkan shalat dengan berbagai alasan, bagi muslimah mungkin ada diantara kita yang tidak memakai jilbab, puasa yang hanya sekali setahunpun kalau dihitung-hitung mungkin  hanya sekian kali yang lengkap, masih banyak lagi puasa tertinggal yang belum kita bayar.  Zakatpun sering kita abaikan padahal banyak karunia Allah yang kita terima.
Sejak muda kita sudah berinteraksi dengan lawan jenis dengan istilah pacaran, banyak sekali aktivitas negatif yang terjadi saat pacaran, bahkan ketika sudah berumah tanggapun, walau sudah punya isteri kita masih  punya pacar lain atau selingkuhan yang dianggap wajar saja, kita berlaku baik ketika di rumah tapi kitapun punya kekasih lain, sungguh kita adalah lelaki yang tidak setia kepada pasangan, kita adalah lelaki bejat, kurang ajar dan durhaka, tapi pasangan kita masih mau setia  melayani suaminya.
Saudaraku,  berapa sudah hak orang lain yang kita rampas, mungkin dahulu kita pernah jadi karyawan pada seseorang, pasti ada yang bukan hak kita terbawa pulang,  mungkin kita pernah bekerja pada sebuah instansi, kolusi dan manipulasi serta korupsi kita lakukan,  harta yang kita makan banyak bukan miliki kita, apakah kita aman dengan harta itu, berapa besar kerugian negara yang kita lakukan, sementara kita dianggap orang baik oleh keluarga, kolega dan masyarakat, padahal kita adalah maling berdasi, orang tidak tahu kejahatan yang kita lakukan, tapi kita sadar benar bahwa kita adalah orang yang kotor, penuh dosa dan maksiat.
Bagaimana sakit hatinya sang tetangga yang tidak nyaman dengan keberadaan kita di lingkungan itu, kita sering bangun siang, tidak mau ke masjid, tidak  mau berbaur dengan mereka bersama kegiatan kemasyarakatan. Dalam rumah kita sering terdengar suara musik yang keras, suara televisi yang menggema, suara itu jelas mengganggu tetangga, bagaimana tidak  terganggunya mereka, kita sering datang dengan kendaraan bagus, pulang shopping membawa barang-barang berharga, mereka tidak tahu apa yang kita beli, tapi besoknya kita sengaja mendatangi tetangga hanya sekedar pamer barang-barang kita beli kemarin.
Saudaraku, peluang taubat itu sudah diberikan Allah kepada kita, agar kita bertaubat dari kesalahan, dosa dan maksiat yang kita lakukan, agar diri kita ini bersih dengan ampunan Allah. Mungkin taubat itu sudah kita sanjungkan kepada Allah, tapi ketika ada kesempatan untuk berbuat dosa, kita lakukan lagi dosa itu berkali-kali dan kita bertaubat lagi untuk kali berikutnya, taubat kita itu ibarat makan cabe rawit, pedasnya hanya seketika, saat hilang pedasnya kita kunyah lagi sang cabe, yakinlah saudaraku, taubat yang demikian tidak akan diampuni Allah, marilah kita bertaubat dengan sebenarnya,yaitu taubat nasuha, yaitu taubat yang sebenar taubat, dengan tidak melakukan laku dosa-dosa itu.
Memang begitu sulit bagi kita yang terbiasa berbuat dosa kemudian meninggalkan perbuatan itu, apalagi peluang untuk hal itu ada, pasti setiap kita melakukan dosa ada rasa bersalah, ada rasa takut dengan azab Allah, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, tapi dikala sendiri, tidak ada orang yang tahu, saat peluang itu terbuka, bahkan kita yang mencari-cari peluang untuk berbuat dosa dan maksiat, memang tidak ada niat untuk berbuat dosa tapi dorongan nafsu dan desakan syaitan  lebih besar, sehingga dosa itu terulang lagi dan  terulang lagi, nauzubillah min zalik.
Saudaraku, yang dimaksud dengan taubat itu harus menghentikan segala perbuatan dosa dan maksiat serta meninggalkan lingkungan yang mendukung kemaksiatan itu, menjauhi teman-teman yang mengajak untuk berbuat demikian, bukankah orang yang sudah membunuh 100 orang, perintah terakhir agar taubatnya berhasil baik adalah melakukan hijrah dari negeri tempat dia berbuat maksiat itu, mencari negeri yang baik, bi’ah shalihah yaitu lingkungan yang kondusif.
Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmran bin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau Shalallahu Alaihi Wassalam   memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau Shalallahu Alaihi Wassalam  menyembahyangi jenazahnya.
Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" BeliauShalallahu Alaihi Wassalam bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih  utama dari  orang yang suka  mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla." (Riwayat Muslim).
Semua dosa dan maksiat yang diperbuat oleh  hamba yang beriman kalau dia bertaubat maka akan diampuni dosanya itu kecuali dosa syirik dan bid’ah, tentu taubat yang sungguh-sungguh,tapi kalau dia tidak bertaubat maka terserah Allah kelak untuk menentukan keputusan-Nya. Pelaku syirik dan ahli bid’ah tidak ada tempat baginya dalam syurga, tempat mereka adalah di neraka, hal ini sesuai dengan firman Allah dan hadits Rasulullah,  Wallahu A’lam [Kubu Dalam Padang,  Jum’at  25  Rabiul Awal 1436.H/ 16 Januari 2015.M].
[Tulisan ini telah dimuat pada Tabloid Media Islam Kota Batam, April 2015 ]

Literatur:
1.      Al Qur’an dan terjemahannya, Depag RI, 1999/2000
2.      Mukhlis Denros, Kumpulan Ceramah Praktis, 2009
3.      A Ilyas Ismail,Dosa Primordial, Selasa, Republika Online , 01 Februari 2011, 15:46 WIB
4.      Imam An Nawawi, Riyadush Shalihin