Sabtu, 21 April 2012

Kiamat, Kapan Datang?



Drs. St. Mukhlis Denros

Percaya kepada hari akhir merupakan salah satu aqidah yang sangat penting bagi orang islam. Kepercayaan tersebut merupakan rukun iman yang kelima yang perlu dimiliki oleh muslim. Kepercayaan akan terjadinya hari akhir merupakan kepercayaan yang utama disamping kepercayaan kepada Allah. Dengan percaya kepada Allah kita yakin bahwa Dia adalah Pencipta segala yang ada di alam ini. Dan dengan percaya pada hari akhirat kita yakin adanya akibat dari setiap perbuatan atau amal manusia dan kejadian yang terakhir bagi setiap makhluk yang pernah ada di alam dunia. Dengan demikian kita mengetahui kewajiban yang perlu ditunaikan dan cita-cita yang perlu dicapai selama hidup di dunia untuk kini dan akhirat nanti, Allah berfirman;

”Makanya tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat yaitu kedatanganya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” [Muhammad 47;18]

Dari ayat di atas Allah menerangkan bahwa kiamat akan datang dengan tiba-tiba tanpa diketahui oleh siapapun dan kapanpun datangnya, dia merupakan rahasia Allah, tak seorang makhlukpun diberi tahu oleh Allah, akan tetapi Allah memberikan tanda-tanda yang mengiringi kejadian yang luar biasa.

Suatu ketika dalam hadits diriwayatkan bahwa Jibril bertanya kepada Rasulullah Saw perihal tibanya hari akhir. Pertanyaan itu dijawab beliau bahwa yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Kemudian Jibril berkata lagi, ”Beritahukanlah kepada saya tanda-tandanya”, Rasulullah bersabda, ”Apabila hamba sahaya [budak] wanita melahirkan tuannya dan apabila engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, serta para penggembala kambing hidup bermegah-megah dalam gedung yang besar-besar”.



Tanda-tanda akan tibanya hari kiamat sebagaimana telah dikemukakan termasuk tanda-tanda lain yang dianggap kecil. Kiamat walaupun tidak diketahui oleh manusia tapi dapat diliha tanda-tanda kecil yang mengawalinya dalam kehidupan masyarakat diantaranya;

Pertama, pemimpin orang yang rendah. Tanda kiamat akan datang salah satunya diawali dengan hadirnya pemimpin yang tidak berkualitas, merekalah yang rendah dalam bidang pendidikan sehingga dalam menjalankan roda kepemimpinan tidak sesuai degan keahlian. Mereka pemimpin yang rendah dalam bidang akhlak sehingga memimpin rakyak dengan tangan besi, mereka juga rendah dalam agama akhirnya rakyat yang harus disejahterakan malah diperas dan ditindas, Allah berfirman dalam surat Al Maidah 5;57, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil sebagai pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan”.

Bila yang hadir di panggung kekuasaan orang yang tidak berkualtas dari segi pendidikan, akhlak dan agama berarti tanda kiamat sudah tampak. Diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan orang yang tidak pandai membaca dan menulis, mungkin sebagai Menteri Agama orang yang tidak punya pengetahuan agama apalagi untuk mengamalkannya, mungkin sebagai Menteri Keamanan adalah orang yang selama ini membuat kekacauan, bisa saja seorang tersebut sebagai ketua lingkungan hidup padahal hutan habis dibabatnya.

Kedua, berpacu dengan kemewahan, orientasi hidup manusia dimasa ini semata-mata materi dan benda serta kemewahan sehingga mencari teman, mencari menantu dan pergaulan dipilih-pilih yaitu orang yang berharga lagi berharta. Harta dijadikan sebagai ukuran kebahagiaan dan kesuksesan. Kalau terdapat orang lain memiliki sesuatu walaupun tidak dapat menyaingi maka cukuplah puas kalau setarap dengan orang tersebut. Benar kata ungkapan, ”Milik tetangga terasa perlu untuk kita punyai”, artinya apa yang ada pada orang lain menjadi penting bagi kita, padahal dari ukuran penghasilan dia tidak pantas untuk memilikinya. Bila hidup telah berlomba-lomba dengan kemewahan segala macam cara akan dilakukan asal kebutuhan dapat dipenuhi, halal haram hantam sebagai panutan.

Kalau manusia telah berpacu dalam kemewahan berarti tanda kiamat sudah dekat sekali padahal Allah telah berfiman, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebihan” [Al A’raf 7;31].

Ketiga, budak wanita melahirkan tuannya. Dimasa itu seorang budak wanita diperlakukan oleh majikannya dengan kekerasan hingga dizinahi lalu lahirlah seorang anak dari perbuatan haram. Anak yang lahir mungkin akan dipelihara sebagai anak kandung sendiri oleh tuannya sementara wanita tadi tetap sebagai budak/ pembantu yang mengasuh dan membesarkan anak tuannya. Anak tadi tentu saja menjadi tuan dan memperlakukan ibu kandungnya sebagai budak karena dia beranggapan lahir dari tuan dan nyonya di rumah itu.

Pengertian lain, seorang itu mempunyai anak yang dikandung dengan kasih sayang, dibesarkan dengan lemah lembut, setelah dewasa bukan perlakuan manis yang diterimanya dari si anak tabi tuba sebagai balasannya, dia memperlakukan ibuna tidak ubadhnay sebagai budak. Mungkin terjadi peristiwa ini yang sedang dialami dimasyarakat kita, seorang anak yang tinggal di kota dengan segala kemewahan dan kesenangan bersama isterinya sementara orangtuanya tidak diingat yang hidupnya penuh penderitaan. Satu ketika isterinya hampir melahirkan, barulah dia panggil ibunya yang tinggal di desa untuk datang ke kota karena cucunya akan lahir. Ibu tersebut dipanggil anak ke kota selain sebagai tukang cuci popok anak dan pakaian isterinya, tukang masak dan membersihkan rumah. Secara tidak lansung dia telah memperlakukan ibunya sebagai budak, padahal Allah menempatkan penyembahan kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orangtua, ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapakmu”[An Nisa 4;36].

Keempat, tidak berpedoman kepada agama. Kalau banyak manusia sudah melupakan agama bahkan agama dinyatakan sebagai musuh dan penghambat kemajuan, alamat kiamat diambang pintu. Orang tidak lagi mengambil agama sebagai pedoman dalam segala bidang kehidupan tapi berkiblat kepada idiologi sesat yang diciptakan manusai seperti Kapitalis, Komunis dan Sosialis dan idiologi lainnya.

Dalam ekonomi akan dipakai suatu prinsip yaitu dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, inilah riba yang diciptakan Kapitalis. Dalam politik akan dipakai konsep Machiavelli yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, dalam bidang pendidikan faham Sekuler dihidup suburkan. Dalam kebudayaan akan berkiblat ke barat, beranggapan bahwa segala yang datang dari barat baik dan cocok untuk kita, bahkan barat dianggap sebagai contoh kemodernan.

Allah sejak dini telah menyatakan agar berhati-hati hidup di dunia ini karena idiologi yang diciptakan manusia tanpa pedoman agama membawa kerusakan dan kehancuran, ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah” [Al An’am 6;116].

Itulah tanda-tanda kecil yang akan mengawali terjadinya kiamat, kita tahu bahwa tanda-tanda ini sudah nampak sekarang di tengah-tengah peradaban dunia sehingga tinggal menunggu saja kapan kiamat itu akan terjadi dengan kehancuran total yang digambarkan Allah dalam At Takwir 81;1-14, ”Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan,dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan apabila lautan dijadikan meluap,dan apabila langit dilenyapkan”.

Bila seorang muslim yang beriman, tidak perlu mungkin kita menunggu kiamat besar akan terjadi, yang pasti kiamat kecil telah sering terjadi yaitu matinya seseorang, itu semua pelajaran bagi kita, yang penting sekali bagi kita adalah mempersiapkan segala bekal menghadapi hari kiamat kecil ataupun besar, kiranya layakkah kita dimasukkan ke dalam orang-orang yang beriman dan berbuat amal shaleh yang berhak meraih syurga-Nya, Allah berfirman, ”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbua baiklah bahwa bagi mereka disediakan syurga-syurga”[Al Baqarah 2;25].

Kapanpun kiamat akan terjadi bagi seseorang muslim tidak jadi masalah bila dia sanggup berbekal untuk menghadapi itu, besok atau lusa dia pasti terjadi, dan merupakan hak mutlak Allah untuk menentukan saatnya, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 12102001]


Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Ketika Laknat Allah Tiba


Oleh Drs. Mukhlis Denros


Dengan tanpa perhitungan Allah mencurahkan nikmat-Nya kepada manusia sehingga manusia dapat hidup tentram dan damai dengan segala fasilitas yang disediakan. Segala kebutuhan dan sarana hidup telah disediakan Allah untuk digali, diolah, dijaga dan dilestarikan sebagai amanat dari Allah, sejak dari hutan yang lebat lagi subur yang dapat menampung air sebagai persediaan dimusim kemarau, minyak yang terpendam di dalam bumi sebagai harta yang tak ternilai jumlah dan harganya sampai kepada lautan yang penuh dengan segala keperluan hidup manusia, semua itu untuk manusia, ”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam dan telah Kami berikan ia kendaraan di darat dan di lautan dan telah Kami berikan rezeki yang baik-baik, dan telah Kami lebihkan ia dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan yang sebenar-benarnya dilebihkan” [Al Isra’ 17;70].

Semua fasilitas tersebut bila tidak dijaga dan dipelihara oleh manusia maka kecelakaan, kesusahan dan malapetaka akan turun, hal ini terjadi karena ulah kelengahan manusia dan kejahilannya, ”Telah hadir kerusakan di bumi dan di laut dengan sebab tangan manusia, yang akhirnya Allah rasakan kepada mereka ganjaran dari sebagian yang mereka kerjakan, supaya mereka mau kembali kepada jalan Tuhan”[Ar Rum 30;41].

Konsep kembali kepada alam telah menyentakkan kita semua, bahkan produk pemikiran manusia yang selama ini kita andalkan keampuhannya terasa lumpuh. Sebagai muslim kita harus menyadari bahwa kita bukan saja kembali kepada hukum alam tetapi kita jusru harus kembali taat kepada hukum Allah. Selama ini memang kita seolah silau kepada ilmu dan teknologi dengan mengabaikan moral dan akhlak. Sementara itu manusia dengan ganasnya memakai ilmu dan tekhnologinya; telah berbuat semena-mena terhadap alam dengan alasan untuk pembangunan, apakah untuk membangun harus melakukan kerusakan ?

Hidup akan tentram dan damai, bila memperoleh jaminan dari Allah sebagai penguasa alam semesta; sehingga tidak ada rasa takut dalam memelihara sarana kehidupan ini. Sangatlah sia-sia bila manusia terlepas dari jaminan Allah walaupun nikmat Allah masih diterima tetapi diiringi oleh turunnya murka dan laknat Allah. Sedangkan orang yang berada dalam jaminan penguasa atau raja saja hidupnya merasa enak, apalagi di bawah lindungan dan jaminan Allah, dalam surat Al A’raf 7;96 Allah berfirman, ”Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan juga ayat-ayat Kami itu, maka mereka Kami siksa disebabkan perbuatannya”.




Begitu banyak sejarah yang terbentang di belakang kita yang dapat diambil sebagai pelajaranj, tadinya mereka jaya dibawah berkah Allah akhirnya hancur berantakan karena laknat Allah. Itu semua karena kekafiran dan keingkaran manusia sebagaimana halnya kaum ’Ad, Tsamud, Bani Israil serta hancurnya negeri Saba’, pada masa jayanya negeri ini dengan bendungan Maghribnya diperintah oleh seorang Ratu bernama Bulqis yang akhirnya dapat ditaklukkan dan diislamkan oleh Nabi Sulaiman. Karena tentram dan damainya negeri ini dengan kemakmuran kehidupan penduduknya sehingga terukir dengan indahnya dalam Al Qur’an sebagai sebutan ”Baldatun Thayibatun Warabbun Ghafur” yaitu Negeri Yang Baik Dibawah Ampunan Allah, sampai pada Dinasti Mahrib yang dilanjutkan oleh raja-raja yang tidak cakap dalam memerintah, menyebabkan runtuhnya negeri Saba ’ pada tingkat yang paling rendah.

Terjadilah perebutan kekuasaan silih berganti, saling bertengkar merebut harta warisan dan merebut mahkota serta saling bunuh bahkan terjadi perang antar saudara. Akhirnya kerajaan yang dipegang oleh Ibnu Amin al Azdi yang lalai dengan fungsinya sebagai raja pemimpin rakyat. Dia tidak mempunyai sifat-sifat utama, bahkan pengecut, pengkhianat negeri, bejat moral, lalim, melalaikan segala amanat yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang raja. Bendungan Maghribpun tidak diperhatikan lagi, dinding dan pintunya mulai rusak yang kian berat, batu-batunya pada lepas, disana-sini terdapat lubang menganga yang sangat menyedihkan, karena rakyat semakin melarat dan sengsara, seluruh penduduk telah melupakan ajaran Allah dan mengingkari nikmat Allah, mereka merusak semua bangunan umum termasuk bendungan raksasa itu yang setiap saat mengancam mereka.

Ketika terjadi hujan yang lebat dengan terus menerus, bendungan tersebut tidak mampu lagi menampung air yang semakin membanjir maka akhirnya bendungan Maghrib tersebut jebol dan hancur dengan menelan korban yang tidak sedikit dan negeri Saba’ hancur berantakan sebagai balasan atas kekufuran mereka, dalam surat As Saba’ Allah menerangkan,”Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar yang menghancurkan segalanya dan Kami ganti kebun-kebun mereka itu dengan kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berbuah pahit dan semacam pohon cemara dan sedikit pohon bidara”[As Saba’ 34;16-17].

Peringatan Allah tersebut bukan berarti kita dilarang mencari kebahagiaan di dunia, namun yang perlu menjadi perhatian kita adalah bahwa kita harus mengusahakan sesuai dengan kehendak Allah, sesuatu hal yang mustahil Allah menimpakan azab-Nya tanpa sebab dan tanpa kesalahan manusia. Semua malapetaka, laknat yang dialami ummat sebelumnya menjadi renungan kita dan pelajaran yang sangat berharga untuk meninjau kembali musibah yang kian datang dengan bertubi-tubi sejak dari banjir, gunung meletus, tanah longsor, hasil panen tidak menjadi dan musibah lain, ini baru peringatan ringan yang ditunjukkan Allah.

Laknat Allah akan tiba menimpa ummat Islam dalam berbagai segi, baik lahir maupun bathin disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Sejak awal ummat Islam telah diproklamirkan Allah sebagai ummat terbaik sebagai mana tersurat dalam surat Ali Imran 3;110, ”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan di kalangan manusia karena menyeru kepada yang ma’rug dan mencegah kepada yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

Prediket ”Khairu Ummah” yaitu ummat terbaik akan pudar dan hilang dengan menemui beberapa kemunduran menggilas masa jaya yang pernah dikecap, julukan itu diganti dengan kemunduran ummat Islam yang diawali oleh beberapa sebab yang diungkapkan oleh Ustadz Amir Saqib Arselan dalam bukunya ”Kenapa ummat Islam mundur dan ummat lain maju”yaitu;

1. Yang membawa kemunduran ummat Islam ialah kebodohan yang menjadikan mereka tidak dapat membedakan antara tuak dan cuka, suka menerima perkataan kosong dan bohong, yang seakan-akan suatu keharusan yang harus diterimanya dan ia tidak mengerti akan penolaknya.

2. Kerusakan budi pekerti, hilangnya perangai yang selalu diperintahkan oleh Allah dan Al Qur’an.

3. Kerusakan budi pekerti dan kebejatan moral para pemimpin ummat.

4. Para ulama yang suka mendekatkan diri kepada para pejabat dan pemuka dalam pemerintahan atau raja yang hidup dengan kemewahan.

5. Sifat penakut dan pengecut yang tumbuh dalam diri ummat Islam setelah mereka menjadi ummat yang terkenal pemberani dan tidak takut mati. [Harian Mimbar Minang Padang 12111999].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Kerjasama Menegakkan Islam



Oleh Drs. Mukhlis Denros

Islam adalah agama Samawi yang diwahyukan Allah melalui para Nabi dan Rasul yang sebelumnya disebut dengan Risalah Tauhid, amanat terakhir dipikul oleh Nabi Muhammad untuk mengembangkan agama ini ke seluruh dunia, Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam. Perkembangan islam selanjutnya hingga penyebaran da’wah mencapai seluruh penjuru dunia berkat ”amal jama’i ” yaitu kerjasama yang solid dari ummat ini karena kesadaran diri bahwa Islam bukanlah milik satu golongan manusia saja dan tidak bersifat lokal tapi universal dengan target tidak semata-mata mencetak shaleh individu tapi keshalehan kolektif.

Usaha itu dinamakan dengan da’wah yang telah disponsori oleh rasul, para sahabat dan shalafus shaleh. Allah menjelaskan tugas seorang mukmin adalah da’wah, mengajak manusia ke jalan-Nya dengan minhaji [tersistim], ”Ajaklah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik....” [An Nahl 16;125].

Untuk mengerjakan itu semua perlu adanya kerja sama dan sama-sama bekerja demi tegaknya dienul islam di dunia ini sebagai investasi amal kita untuk menemui Allah serta memenuhi kewajiban kita sebagai muslim yang dituntut untuk bekerja semaksimal dan seoptimal mungkin. Semuanya harus sesuai dengan tiga hal yaitu; niatnya harus ikhlas, termotivasi hanya karena Allah, caranya harus sesuai yang dipraktekkan Rasulullah dan tujuannya mencari mardhatillah [ridha Allah].


Perlu Kerja Sama
Bekerjasama untuk menegakkan agama Allah ini, ada beberapa keperluannya dan keperluan itu mendesak untuk dilaksanakan yaitu;

Pertama, islam sebagai dien mempunyai sifat syamil [sempurna] dan mutakamil [lengkap] yang mencakup seluruh asfek kehidupan; politik, ekonomi, sosial dan budaya, pendidikan, pertahanan dn lain-lain. Tidak ada satupun asfek kehidupan manusia yang luput dari perhatian islam, sejak dari urusan pribadi hingga masalah negara, masalah dunia hingga persoalan akherat semuanya jadi perhatian islam. Ketinggian islam tersebut tidak mungkin dikerjakan oleh satu atau dua orang, mustahil akan terujud tanpa adanya kerjasama.

Kedua, manusia sebagai makhluk mempunyai potensi yang terbatas, tidak lengkap dan mempunyai kelemahan serta kekurangan, dari segala kedhaifan manusia itu perlu adanya bantuan dari orang lain. Selain berupa bantuan fisik yang lebih penting dari itu adalah bantuan moral, motivasi untuk bergerak dan bekerja.

Urgensi Kerjasama
Amal jama’i atau bekerjasama dalam da’wah untuk menegakkan Kalimatullah di dunia ini penting sekali. Banyak hal yang harus dikerjakan dan manusia memang membutuhkan teman dalam berjuang, yaitu;
1. Fithrah Kauniyah artinya kerjasama itu merupakan fihrah makhluk Allah untuk berkumpul seperti semut dan lebah untuk mengerjakan kerja kecil apalagi besar maka mereka kerjakan secara bersama dengan istilah bergotong royong. Bahkan kawasan plantepun seperti bulan, bintang, mars beredar dalam sebuah kumpulan yang rapi dibawah pimpinan matahari.

2. Amal jama’i atau bekerjasama itu merupakan keperluan manusia yang sifat manusia itu yang suka bergotong royong, saling tolong menolong, seperti keperluan untuk makan, sandang dan papan kita, tak bisa disiapkan sendiri oleh masing-masing orang. Kita membutuhkan orang yang berkopetensi menyediakan sarana itu. Apalagi untuk berda’wah dan meninggikan agama Allah ini. Tentu tidak bisa kita kalau kita sendiri-sendiri yang berbuat tanpa koordinasi dan manajemen yang rapi.

3. Bekerjasama merupakan kepentingan dari harakah [gerakan] islam. Dien ini bukanlah semata-mata agama ritual, tapi juga sebuah idiologi dan pergerakan untuk mengadakan perbaikan di seluruh lini kehidupan manusia. Sebuah gerakan sekecil apapun juga digerakkan secara bersama, berkumpul didalamnya beberapa ahli untuk memikirkan dan memenej tujuan dari sebuah gerakan.

4. Bekerjasama merupakan kewajiban syar’i yang menuntut dan menuntun kita untuk saling bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan, mengujudkan ukhuwah, da’wah dan jihad. Semua itu harus dikerjakan dengan rapi dan solid, Allah berfirman dalam surat Ash Shaf 61;4, ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.

Fungsi Dan Peranan Amal Jama’i
Bekerjasama untuk menegakkan agama ini dirasakan perlu untuk ditumbuhkan kepada seluruh umat islam sehingga masing-masing menyadari partisipasinya dalam berda’wah dan berjihad sesuai dengan kapasitas masing-masing. Semua punya andil untuk tegaknya islam di daerah masing-masing, tidak ada salah seorangpun yang merasa lebih diutamakan lalu yang lain disingkirkan, semuanya punya beban moral untuk berbuat di jalan Islam ini sebagai pertanggungjawaban hidupnya disisi Allah kelak.

Pekerjaan yang terorganisir dalam sepuruh asfek kehidupan sangat penting diujudkan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, sebagaimana yang disinyalir oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik akan mudah dihancurkan oleh kebatilan yang terorganisir. Bahkan Rasulullah menyatakan bahwa mukmin yang baik itu adalah yang mampu bekerja seitqon [rapi] mungkin.

Adapun fungsi dan peranan amal jama’i itu adalah;
Pertama, amal jama’i itu berarti kerjasama yang berdasarkan kesepakatan melalui sebuah syura dengan berbagai pertimbangana dari anggotanya. Kesepakatan tersebut tidaklah keluar dari konteks Al Qur’an dan Sunnah. Disamping tidak terkesan dipaksakan juga sanggup untuk dilakukan berdasarkan ilmu dan wawasan masing-masing.

Kedua, amal jama’i itu berusaha membagikan amal sesuai dengan keahlian anggotanya masing-masing dengan pengkajian potensi masing-masing. Tidak semua anggota yang mempunyai keahlian yang sama, ada yang mampu mengadakan loby kepada yang lain, ada yang siap bertabligh yaitu menyampaikan ceramah, ada yang harus memperjuangkan aspirasi ummat melalui lembaga politik, yang jelas semua potensi bisa didistribusikan sesuai dengan jabatan masing-masing.

Ketiga, kerjasama dapat meringankan beban da’wah, karena da’wah itu bukanlah pekerjaan kecil dan mudah. Hasan Al Banna menggambarkan bahwa da’wah itu bukanlah hamparan permadani dan tidak pula kalungan melati, tapi hamparan kawat dan duri serta kalungan kematian. Ini adalah pekerjaan berat dan serius yang tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja dengan kerja serampangan. Namun walaupun demikian beratnya akan terasa mudah dan ringan bila dikerjakan dengan bekerjasama. Tidak satupun pekerjaan berat yang tidak dapat diselesaikan ketika mampu mengumpulkan potensi yang ada dengan pendisribusian pekerjaan sesuai dengan kafaah [keahlian] masing-masing.

Keempat, obyek da’wah dalam menegakkan islam itu banyak, sesuai dengan karakeristik islam yaitu syumul [menyeluruh] untuk itu sangat perlu adanya pendistribusian skil sesuai dengan obyek yang dituju seperti politik, ekonomi, pendidikan dan lainnya yang tidak lepas dari bingkai amal jama’i. Dengan amal jama’i akan mudah untuk mencapai tujuan dari masing-masing sektor.

Kelima, banyak keterangan Allah dan Rasul tentang keutamaan pekerjaan yang dilaksanakan dengan amal jama’i sehingga memperoleh ganjaran [pahala] yang berlipat ganda sebagaimana ibadah shalat yang dilakukan dengan jama’ah akan berpahala 27 derajat. Apalagi pekerjaan besar semisal da’wah dan jihad, tentu Allah tidak mengabaikan pahalanya.

Keenam, manusia adalah makhluk yang terbatas kemampuannya, untuk mengangkat beban yang begitu berat dan besar perlu adanya teman pendukung dan penyokong sekaligus keterlibatannya dalam kerja berat ini, demikian pula halnya keaslian da’wah yang dibawa oleh Rasulullah dikerjakan oleh para sahabat yang militansinya tidak diragukan hasil rekrumen yang sangat selektif.

Demikian pentingnya bekerjasama untuk mengujudkan ketinggian islam di duniaini, sejarah telah mencata bahwa ketika ummat tidak bersatu, sibuk dengan kerja masing-masing, tidak mau mengorganisir amal dalam barisan yang tersusun rapi, saat itu tunggulah kehancurannya. memang masih panjang kerja para da’i untuk mensosialisasikan amal jama’i apalagi da’i sendiripun enggan diajak untuk bekerjasama membangun dan membina umat dalam sebuah wadah da’wah yang terorganisir dengan solid, walaupun sebatas jama’ah minal muslimin untuk menuju jamaah muslimin yang hanya berbenderakan satu khilafah, niscaya kejayaan islam diambang pintu.

Para da’i atau siapa saja yang konsen dengan perjuangan menegakkan islam di dunia ini, agar kerja tersebut dapat dilaksanakan dengan rapi perlu mensolidkan da’wah yang kita miliki, kadangkala kita memikirkan islam pada sekup berdirinya sebuah khilafah yang akan memayungi ummat islam sementara konflik internal dalam jamaah da’wah suli untuk diselesaikan sehingga memperlambatr dan menghambat gerak da’wah.

Cakar-cakaran antara kita dalam sebuah tubuh lembaga da’wah memicu terbengkalainya kerja besar yang sudah dirancang sejak zaman kenabian Rasulullah Saw. Jangankan untuk mengurus ummat islam secara regional, nasional dan internasional sedangkan dalam organisasi da’wahnya sendiri perlu keterlibatan pihak luar untuk menyelesaikannya. Bila hal ini terjadi berarti kejayaan dan keberhasilan da’wah jauh panggang dari pada api.

Salah satu karakteristik da’wah itu mengatakan Islamiyyah qabla jam’iyah artinya islamisasi dahulu sebelum organisasi, sebelum melibatkan orang dalam sebuah lembaga, organisasi, apalagi lembaga da’wah perlu adanya takwin [pembentukan] kader-kader yang militan untuk menempati struktur lembaga tadi. Tidak solidnya jama’ah da’wah karena menerapkan terlebih dahulu prinsip yang terbalik yaitu Jam’iyah qabla islamiyah, mengutamakan organisasi sebelum islamisasi.

Belum jelas komitmen dan konsistensinya seseorang terhadap islam sudah diberi jabatan, apalagi posisi strategis sehingga amanah dalam pengembanan jabatan sering diabaikan. Wahai lembaga islam, organisasi da’wah, kita muhasabah diri untuk pembenahan ke depan lembaga yang kita miliki, solidkan barisan, rapikan shaf, jaga amanah untuk bersama-sama dan bekerjasama menegakkan islam di dunia ini, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 27062003].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Kepedulian Remaja Terhadap Agama


Drs. St. Mukhlis Denros

Kelahiran manusia di bumi ini bukanlah secara kebetulan, akan tetapi rencana matang dari Khaliqnya, bukan pula sekedar bernafas, makan minum, mencari harta, punya anak kemudian meninggal lalu habis perkara dan tidak ada masalah lain ? kalau hanya sekedar demikian tujuan kehidupan ini sangatlah sepele rencana Allah bahkan layak disebut rencana yang sia-sia, akan tetapi sebaliknya manusia hadir di dunia ini menyandang tugas yang begitu mulia untuk dilaksanakan dan diperjuangkan dalam sebuah pengabdian, penyembahan dalam segala aktivitas kehidupan, aktivitas ini harus bersentral kepada iman, yang diasah dan diasuh sejak usia dini sampai remaja, bahkan hingga kematian menjemput manusia, Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;79;
”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”

Remaja yang sejak kecil telah terbiasa mengenal Allah , maka dalam melaksanakan pengabdian kepada allah tidak menunda waktu seperti nanti saja kalau sudah punya pekerjaan, besoklah kalau sudah punya isteri atau lusa bila usia telah tua memanggil.

Persepsi ini sering hadir di tengah-tengah masyarakat kita terutama dikalangan remaja yang belum menyadari makna kehidupan, apalagi orangtua dan lingkungannya tidak menanamkan sejak dini nilai-nilai positif [agama]. Kegiatan agama masih dianggap sebagai pekerjaan yang pantas untuk mereka dalam usia tua, dengan terbatuk- batuk dan terbungkuk-bungkuk sebagai pertanda pintu kubur diambang telah dekat. Lebih parah lagi syurga dan neraka mereka anggap sebuah kayalan konyol, kehidupan dianggap sebagai tempat permainan yang tidak diperhitungkan kalah menangnya, yang tidak perlu diraih serta diperjuangkan dengan kekuatan. Hal ini dapat kita lihat dalam sebuah semboyan kehidupan anak muda yang tidak terbimbing, mereka hanya berkhayal untuk mendapatkan yang lebih baik tanpa usaha dan kerja keras, apa kata mereka ?
”Ketika kecil dimanja-manja, setelah besar kaya raya, saat tua berfoya-foya, kalau mati masuk syurga” atau ”kelapa muda kupas-kupasin, kelapa tua keras batoknya, masa muda puas-puasin, dikala tua tinggal bongkoknya”.

Di dunia dapatlah mereka mereguk kemanjaan dan kesenangan dari orangtua walaupun tidak berbuat apa-apa tetapi bagaimana dapat meraih syurga yang begitu mulia, apa mereka mengira syurga itu milik orangtua atau kepunyaan nenek moyangnya, orang bijak pernah berucap,”Jangan kau fikirkan tentang syurga, fikirkanlah bagaimana jalan menuju ke syurga itu”.

Kesadaran tentang agama inilah yang harus ditanamkan kepada remaja untuk menciptakan remaja yang mau bekerja, bersaing dengan prestasi mencapai cita-cita, bekerja dan berjuang tadi akan lebih membangkitkan semangat bila diterjemahkan dalam bentuk pengabdian kepada Allah sehingga dalam kegiatan apapun dia tidak menganggap kesia-siaan walaupun kegagalan sedang dihadapi, bukankah Allah menilai usaha seseorang bukan hasil dari usaha itu.

Pada akhir-akhir ini remaja yang tidak dirintis sejak kecil untuk mengerti tentang agama, banyak kegiatan yang mereka lakukan menyimpang dari norma dan nilai-nilai agama dan sebaliknya yang terdidik dalam gemblengan agama banyak melakukan kegiatan bermanfaat dan menunjang bagi kehidupannya seperti diskusi, pengajian, akktif di RISMA [remaja masjid], pesantren kilat, rohis dan lain-lainnya.

Kepedulian remaja kepada agama tercatat dalam organisasi islam dan masjid, karang taruna dan segudang aktivitas lainnya. Sesungguhnya berdasarkan pesan Al Qur’an surat At Taubah 9 ayat 18, para pengurus dan remaja masjid juga mempunyai tanggungjawab yang sama dengan orang mukmin pada umumnya dalam tugas memakmurkan masjid;
”Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapatpetunjuk”.

Sebagai elemen dari orang yang beriman, maka di tangan remaja dan pemuda ada tanggungjawab untuk menjadikan masjid sebagai tempat kegiatan yang menarik seperti diskusi, seminar, i’tikaf, pesantren Ramadhan dan lain-lain sehingga ramai dan semarak, penuh kegiatan keagamaan yang pada dasarnya menjadikan masjid lebih berfungsi bagi pengembangan sayap syi’ar islam dan pengkaderan generasi Rabbani.



Agaknya bila diperhatikan pada akar sejarah masa silam; terutama pada masa nabi dan para sahabat; masjid pada waktu itu mengesankan, amat makmur. Masjid telah dijadikan sebagai bukan untuk menunaikan shalat berjamaah saja melainkan seluruh kegiatan yang ada keterkaitannya dengan pengembangan dan penyerakan syiar islam banyak dibahas dan diselesaikan di dalam masjid, sehingga meskipun pada waktu itu belum ada organisasi remaja masjid, tetapi keadaan masjid jauh lebih makmur dan semarak dibandingkan saat sekarang ini [Majalah Serial Khutbah Jum’at no.116]

Kita mengharapkan di masjid akan muncul tokoh-tokoh muda yang punya tanggungjawab terhadap ummatnya sebagaimana generasi terdahulu, tokoh muda yang kita maksud adalah seperti tampilnya Yahya-Yahya baru diabad ini yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap agama, Allah menggambarkan pribadi Yahya sebagaimana firman-Nya dalam surat Maryam 19;12-14;
”Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dan dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka’’.

Generasi ini akan hadir bila orangtua membentuk, membina dan bekerja ke arah itu, tidak hanya berpangku tangan sambil berdo’a, Allah menegaskan dalam surat Ali Imran 3;104
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dalam sebuah hadits, Rasulullah menggambarkan bahwa nanti ketika di Padang Mashar, seluruh manusia dikumpulkan sejak dari manusia pertama hingga yang terakhir, wakatu itu banyak manusia yang merasa kepanasan yang luar biasa hingga keringatnya sampai keubun-ubun bahkan berenang dengan keringatnya tersebut sebab matahari jaraknya se jengkal saja dengan kepala manusia, akan tetapi terdapat beberapa orang yang tidak merasakan panas, diantara mereka adalah ”remaja yang hatinya selalu terpaut di masjid” dan ”pemuda yang ada peluang untuk berbuat maksiat tapi dia mampu menghindarinya” sungguh bahagia orang-orang ini dikemudian hari.

Sebenarnya remaja, pemuda ingin menampakkan kepada dunia bahwa mereka dapat berbuat, mampu bekerja untuk kepentingan agama islam dan da’wah, bahkan membantu program pemerintah, bangsa dan negaranya, selama orangtua masih memperhatikan dan mengarahkan mereka kepada jalan yang benar, pendidikan islam kuncinya sebagaimana sabda Rasulullah,”Didiklah anak-anakmu, sebab mereka akan menghadapi suatu masa yang sangat berbeda dengan masamu”, mungkin masa itu lebih buruk, kejam, zhalim dan maksiat berbaur di dalamnya, bila tidak dididik dengan iman dan islam tentu mereka bukan sebagai anak yang berharga di mata kita apalagi di hadapan Allah, lantas anak yang bagaimana yang kita banggakan nanti kepada Rasulullah saat bertemunya ? apakah anak shaleh atau anak thaleh,wallahu a’lam [Solok, 28012000]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Kepala Daerah Dambaan Ummat


Drs. St. Mukhlis Denros

Berakhirnya masa jabatan seorang Gubernur, Bupati atau Wali Kota akan jadi perbincangan umum baik di kedai kopi hingga fraksi di DPRD. Semua punya penilaian dan berhak menilai dengan standard masing-masing atas keberhasilan atu kegagalan kepala daerah yang terakhir ini, semuapun punya harapan serta dambaan agar kepala daerah yang akan datang lebih baik dari hari ini dari segi keberhasilan pembangunan fisik, mental ataupun pengamalan kehidupan beragama sehingga negeri ini yang bersemboyan religius yang bukan sekedar bahasa politis dan gincu untuk merayu rakyat memilih mereka.

Seandainya pengganti Gubernur, bupati/ wali kota yang akan datang adalah orang yang lebih buruk kualitas dan kapasitasnya, pilihan yang tepat adalah kepala daerah yang hari ini akan berakhir jabatannya, bila rakyat menghendaki tidak salahnya terpilih kembali.

Ketika Rasulullah Muhammad Saw wafat saat itu ummat Islam belum menentukan pemimpin yang menggantikan beliau, bukan tidak terfikir, sementara jenazah Rasul belum lagi dikebumikan tidak layak kiranya sudah bicara tentang pengganti beliau, apalagi kaitannya dengan sebuah jabatan.

Di sebuah tempat segerombolan ummat Islam sedang menyeleksi figur pimpinan mendatang, dari kaum Anshor mereka mencalonkan bakal calon dari kelompoknya demikian pula kaum Muhajirin telah pula punya jago yang diadu dengan lawan lainnya. Pencalonan itu akhirnya mentah kembali ketika Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab datang kemudian, kontan saja mereka berdua didaulat oleh hadirin untuk menduduki jabatan Khalifah pengganti Rasulullah.

Dua orang kandidat ini punya kelebihan yang luar biasa dibandingkan dengan yang lain, Abu Bakar adalah orang yang paling berjasa membela Rasul untuk kepentingan Islam, dialah yang menemani Rasul ketika Hijrah serta membantu seluruh kepentingan da’wah tak terkecuali dengan Umar, orang yang tegas terhadap kezhaliman, siap mempertaruhkan hidup dan matinya demi tegaknya Kalimatullah.

Abu Bakar memegang tangan Umar, lalu dia angkat tinggi-tinggi dan berseru, ”’Inilah pemimpin kita sekarang yang akan membawa ummat ini kepada kesejahteraan, sebagai pengganti Rasul dalam segala urusan ummatnya”, belum lagi tangan itu naik dengan ketinggian yang dimaksud oleh Abu Bakar, lansung Umar menarik tangannya dan berkata,”Selama masih ada Abu Bakar, maka aku tidak pantas menggantikan Rasulullah meraih posisi ini, dengan nama Allah, Abu Bakarlah khalifah kita...” kata Umar bin Khatab kepada hadirin, semuanya menyadari memang Abu Bakar yang lebih baik pada masa ini menggantikan jabatan pemimpin ummat, kehadirannyapun diterima oleh semua pihak, Umar dan Abu Bakarpun sebenarnya tidaklah ambisius untuk jabatan itu, karena jabatan bukanlah hadiah atau prestise tapi adalah sebuah beban dan amanat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Kita menginginkan tampilnya kepala daerah yang dapat menyelesaikan problem ummat bukan menambah runyamnya negeri ini, diapun bukan orang yang ambisius untuk sebuah jabatan dengan menghalalkan segala cara, bila datang kepadanya jabatan itu ditunaikan dengan baik, kehadirannyapun diterima seluruh kalangan karena perjuangannya bukan satu fraksi, satu golongan dan segelintir orang, tapi untuk semuanya, untuk seluruh anak negeri ini agar terlepas dari kesengsaraan.

Abu Bakar Ash Shiddiq menempatkan jabatannya dengan penuh hati-hati, meletakkan pegawainya sesuai dengan keahlian masing-masing tanpa melihat asal keturunan, artinya dia tidak menghidup suburkan budaya KKN, karena ini akan menghancurkan tatanan kepemimpinan dalam masyarakat yang punya budaya dan moral Islami kemudian disokong oleh adat istiadat yang baik.

Ketika akhir jabatan Umar bin Khattab akan selesai, lalu sebuah tim formatur sedang mencari kandidat, salah seorang dari kandidat yang diagungkan adalah Abdullah bin Umar, mendengar hal itu lansung Umar protes, ”Janganlah kalian berikan jabatan itu kepada keluargaku walaupun dia mampu, cukuplah kepada saya saja, terlalu besar tanggungjawab saya nanti di hadapan Allah, saya tidak sanggup”.




Abdullah bin Umar pantas menempati posisi itu karena kualitasnya, dia diterima oleh segala kalangan dan golongan, tapi karena jabatan itu menggantikan jabatan ayahnya, Umar dan Abdullahpun tidak mau menerimanya, akan timbul nanti suatu tuntutan masyarakat kalau posisi yang diraih hasil kolusi dan nepotisme.

Selama hampir enampuluh tahun negara kita hancur karena ulah permainan KKN sehingga jabatan itu tidak dijabat oleh mereka yang ahlinya, sebenarnya Rasulullah pernah memberikan sinyal kepada kita, ”Bila pekerjaan tidak dijabat oleh ahlinya tunggu saja kehancurannya”.

Ummat saat ini menantikan seorang kepala daerah adalah orang yang berhati ikhlas dalam amalnya, dia berbuat hanya dimotivasi mencari ridha Allah, walaupun akhirnya mendapat ridha dari yang lain. Imam Al Gazali pernah berkata, ”Barangsiapa yang mencari akherat maka dia akan mendapatkan dunia dan siapa saja yang mencari dunia semata maka dia tidak akan mendapatkan akherat”, selama ini kita mungkin belum menemukan pemimpin yang ikhlas dalam mengemban negeri ini terbukti seluruh amalnya bersifat show dan bernada wah sementara esensialnya kosong, kita lihat lampu jalan yang kemilau, telefon umum yang ada disetiap sudut, ini pembangunan fisik yang sangat dibutuhkan, tapi kenyataannya semua itu hancur oleh anak negeri sendiri, karena kepala daerah hanya sibuk pembangunan untuk keperluan fisik sementara pembangunan mental diabaikan, realita bisa kita saksikan saat Reformasi digagas oleh mahasiswa maka seluruh bangunan yang menghabiskan dana milyaran rupiah hancur seketika oleh huru hara dan penjarahan.

Masjid di zaman orde baru banyak yang dibangun melalui Yayasan Muslimin Pancasila, akan tetapi masyarakat tidak memanfaatkannya, mana mungkin mereka akan memakmurkan masjid bila hati dan nurani mereka tidak dibangun sebelumnya, itulah sebabnya Rasulullah tidak buru-buru membangun masjid, tapi beliau berjuang membangun masjid di hati ummatnya.

Jadi janganlah kita mengutuk keberhasilan seorang kepala daerah dari bangunan fisik saja, pembangunan mental juga perlu dipertanyakan, MTQ penting tapi pengamalan dari MTQ itu lebih penting, masjid perlu tapi kemakmuran masjid itu sangat perlu.

Kita juga mendambakan seorang kepala daerah yang bisa diajak berdialog, berdiskusi, dikritik dan ditegur, bukan kepala daerah yang serba benar, tidak mengenal salah, mereka juga manusia sama dengan kita, khilaf, lupa dan lalai bisa menyerang siapa saja termasuk kepala daerah. Umar bin Khattab suatu ketika jalan-jalan di pasar, dalam pasar itu seorang ibu-ibu mengeritiknya tentang dibatasinya jumlah mahar yang harus disediakan seorang calon suami, dengan senang hati Umar mengaku kesalahannya dan mencabut pendapat pribadinya itu, katanya, ”Ibu itu benar dan Umarlah yang salah”.

Terlalu banyak harapan rakyat, ummat terhadap bakal calon Gubernur, Bupati dan Wali Kota, mereka membutuhkan seorang kepala daerah yang super, yang ideal, hal ini wajar saja, agar kepala daerah tersebut adalah mereka yang terbaik dari yang baik, bila tidak ada yang lebih baik, tak usahlah kepala daerah itu diganti, idealnya memang demikian, untuk itu perlu usaha kita semua untuk menjaring, menyaring dan memilih bakal calon hingga menjadi calon dambaan ummat,wallahu a’lam. [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 24122008].



Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Kehidupan Rumah Tangga Muslim


Drs. St. Mukhlis Denros

Khadijah binti Khuwailid adalah isteri Rasulullah yang pertama, seorang janda hartawan lagi bangsawan di kota Mekkah. Cerdas otaknya dan luhur budinya, mempunyai kedudukan sangat terhormat di mata kaumnya. Komunikasi dengan Rasulullah, mula-mula terjadi dalam soal perdagangan, Rasulullah seringkali diberi pokok berniaga Khadijah. Tetapi karena tertarik kepada keluhuran budi Rasulullah, kejujuran dan kebenaran segala perbuatan/ perkataan beliau akhirnya Khadijah memohon agar perhubungan yang ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan untung rugi itu dilanjutkan dengan perhubungan yang lebih murni, dieratpaterikan dengan ikatan perkawinan.

Perkawinan adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama. Inilah pandangan ahli-ahli moral. Hidup bersama tanpa nikah hanya membuahkan kesenangan semu atau selintas waktu. Kebahagiaan hakiki dan sejati diperdapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh pernikahan. Itulah sebabnya agama samawi seperti Islam menganjurkan pernikahan, menggemarkan ummatnya agar menyukai perkawinan itu. Dengan tegas Allah berfirman, ”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu pandang baik untukmu” [An Nisa’ 4;3].

Rasulullah menyerukan kepada para pemuda,”Hai para pemuda, siapa yang diantara kamu yang sudah sanggup kawin, hendaklah dia menikah, karena perkawinan itu adalah memelihara pandangan mata agar tidak liar dan dapat memelihara keliaran seks/ nafsu birahi”.

Islam tidak menyukai mereka yang berpendirian anti kawin, apalagi mereka yang pandangan hidupnya, buat apa kawin, jika tanpa kawin kepuasan nafsu mudah didapat dikehidupan bebas pria dan wanita”.

Faham free seks sangat ditentang islam. Menurut islam, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata menyalurkan dorongan syahwat, tetapi lebih dari itu membentuk keluarga, rumah tangga sejahtera bahagia yang dari padanya lahir anak-anak yang shaleh, tambatan mata bagi ibu dan bapak yang selanjutnya menjadi penerus generasi. Disinilah bedanya antara binatang tanpa akal yang membimbingnya, sedang kepada manusia dikaruniai Tuhan akal agar dapat memimpin penyaluran nafsu birahinya secara bertanggungjawab.

Dalam rumah tangga tidak bisa ditinggalkan demikian saja seorang teman dan pendamping suami yaitu isteri selama ikatan perkawinan masih utuh dalam mendayung biduk rumah tangga menuju pulau bahagia, sebagai mana Khadijah dan Rasulullah yang hidup bahagia walaupun perbedaan usia yang sangat mencolok.

Sebagai wanita yang telah banyak makan asam garam kehidupan, Khadijah sering memberi nasehat yang dapat menentramkan dan menghibur suaminya. Tatkala Rasulullah pulang dari gua Hira’ dalam keadaan ketakutan karena menerima wahyu yang pertama dari Allah, Khadijah orang yang pertama menentramkan hati beliau, ”Bergembiralah hai anak pamanku”, kata Khadijah menghibur. ” Tetaplah hatimu, demi Allah yang menentukan jiwa Khadijah, engkau ini benar-benar akan menjadi nabi bagi umat kita. Allah tidak akan mengecewakan engkau. Bukankah engkau selalu berusaha merapatkan persaudaraan ? Bukankah engkau selalu menolong anak yatim, memuliakan tamu dan mengulurkan tangan kepada setiap orang yang ditimpa malam dan sengsara”.

Pergaulan antara suami dan isteri harus mencerminkan pribadi muslim dengan menjauhkan sifat dan sikap yang dapat melukai fisik maupun perasaan isteri demikian pula isteri tidak boleh berlaku yang tidak baik pada suaminya. Termasuk pergaulan yang baik dari isteri terhadap suami ialah tidak mengadukan suami atau menyebut perlakuan suami yang kurang menyenangkan atau menceritakan gangguan suami terhadap dirinya terhadap kaumnya. Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya aku tidak suka dengan perempuan yang keluar dari rumahnya menyeret bajunya yang panjang seraya mengeluh tentang suaminya” [HR. Thabrani].

Hal yang membantu pergaulan yang baik ialah ketaatan isteri kepada suami dalam setiap perintahnya selama hal itu bukan merupakan maksiat kepada Allah, karena tidak boleh kita taat kepada makhluk dalam hal yang merupakan maksiat kepada Allah, akan tetapi ketaatan itu hanya dalam perbuatan taat kepada-Nya.
Termasuk ketaatan adalah apabila isteri tidak menentang pendapat suami walaupun ia berangggapan bahwa dirinya benar asal saja hal itu bukan larangan agama.

Penerimaan isteri atas pendapat suami dalam urusan-urusan biasa selain dosa-dosa adalah lebih baik dan utama. Seringkali terjadi akibat perselisihan pendapat, serta kegoncangan dalam kehidupan keluarga yang kadang-kadang menyebabkan pemutusan ikatan perkawinan, seorang pujangga pernah berkata, ”Wanita yang menginginkan suaminya selalu menuruti kemauannya, maka hendaklah terlebih dahulu ia selalu taat kepada suaminya”.




Memang suami harus dipandang sebagai tuan dan teman yang abadi dalam hidup, sekaligus sebagai pelindung bagi isteri. Karena itu ada beberapa etik dan cara bergaul yang harus diperhatikan oleh isteri kepada suaminya sebagai berikut;
.
1. Dikala suami sedang berbicara dengan isteri jangan sekali-kali isteri meninggalkannya, perhatikan pembicaraannya dengan baik.
2. Apabila suami memberikan pertimbangan terhadap suatu masalah, isteri harus mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
3. Isteri tidak boleh membantah suami dengan keras, bersikaplah yang bijaksana . Untuk sementara isteri sebaiknya mengikuti kehendak suaminya, setelah suasana , memungkinkan kalau pertimbangan suami itu tidak sesuai atau tak cocok, ajukan suatu pertimbangan lain dengan cara yang sabar dan bijaksana sehingga tujuan kedua pihak bisa dicapai .
4. Kalau suami marah karena suatu hal, hendkanya isteri berlaku sabar dan diam untuk sementara, jangan dibantah atau ditentang, karena kalau ditentang akan menimbulkan suasana yang semakin panas yang akan mengganggu kehidupan rumah tangga.
5. Isteri hendaknya mengerjakan perintah suami dengan segera, tapi tenang dan sabar, asal saja perintah itu tidak melanggar hukum atau ada setempat.
6. Jika suami duduk-duduk istirahat, hendaklah isteri menghampirinya dan kalau ia mengajak bicara berilah perhatian sepenuhnya dan ikutilah pembicaraannya itu dengan seksama, hingga menampakkan suasana hidup rukun dan damai. Kalau perlu mintalah izin kepadanya untuk mengambilkan teh, kopi atau makanan-makanan kecil kesukaannya, sehingga dapat membangkitkan kembali kemesraan cinta dan kegairahan hidup baginya, karena ia merasakan kesetiaan isterinya.
7. Jika isteri mau pergi kemana saja, ia harus minta izin kepada suaminya. Setelah ia mendapat izin barulah isteri boleh pergi.
8. Sekali-kali isteri tidak boleh menyambut suaminya dengan bermuka masam atau berdahi kerut, berbadan dan berpakaian kotor.
9. Isteri harus juga menghormati keluarga suami, seperti ibu bapaknya dan saudara-saudaranya.
10. Jika suami membawa anak dari isteri yang lain, isteri harus ikut memelihara anak itu dengan baik dan dengan kasih sayang pula.
11. Isteri berkewajiban mengasuh dan memelihara anak-anak dengan sebaik-baiknya serta memberikan contoh-contoh yang baik.
12. Isteri hendaknya selalu menyertai suaminya diwaktu malam, jika kebetulan isteri sudah makan terlebih dahulu, hendaknya ia mendampinginya duduk saat makan itu.
13. Isteri tidak boleh sama sekali membicarakan soal-soal hutang pada suaminya atau soal-soal lain yang dapat mengganggu ketentraman suaminya.
14. Isteri harus selalu bangun pagi untuk menunaikan shalat, kemudian mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan suami dan anak-anaknya untuk ke tempat pekerjaan dan sekolah.
15. Isteri dilarang keras menceritakan rahasia rumah tangganya dan rahasia suaminya kepada orang lain, sekalipun kepada sahabat karibnya. Rahasia itu misalnya tentang sangkutan hutang, keburukan suami, saingan atau musuh suami, ketidakmampuan suaminya dalam memberi nafkah lahir dan batin dan lain-lainnya. Sebab dengan memberitahukan kepada seorang saja lambat laun akan tersiar kepada semua orang rahasia suaminya itu.
16. Bagi seorang isteri yang sibut dalam pekerjaan sehari-hari, hendaknya ia menyempatkan waktu libur untuk menghibur dan bersenang-senang bersama suaminya, dengan menikmati hidangan yang enak-enak bila uang belanja mengizinkan.

Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan isteri untuk mengekalkan hubungan mesra dengan suami, terutama kepada pasangan-pasangan muda. Jadikanlah ini sebagai tip untuk kebahagiaan rumah tangga. Bila hal tersebu diterapkan insya Allah suami tidak akan melirik wanita lain yang dapat meretakkan perkawinan. Jadilah isteri yang setia kepada suaminya, rumah ibarat restauran terlezat baginya, rumah bagai tempat pengaduan yang menyenangkan setelah sekian jam sibuk dengan pekerajaan, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 09112001]
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com




Jangan Terpengaruh Doktrin Menyesatksn


Drs. St. Mukhlis Denros

Sepanjang sejarah yang berlalu sepanjang itu pula terjadinya perubahan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh kondisi, situasi dan miliu. Akibatnya persepsi manusia zaman dahulu dengan manusia zaman sekarang berbeda. Kebenaran hari ini dapat ditolak dengan pendapat esok, ajaran dahulu akan terbantah oleh ajaran baru yang berdasarkan pengolahan dan kecerdasan manusia, karena ajaran yang lalu tidak ada standard juga bersifat relatif. Besar kemungkinan pendapat baru yang dipakai akan tergilas oleh pendapat lain yang lebih baru dan baik menurut zamanya atau akan kembali mencari dan menganut paham yang lalu dengan sedikit dipolesi pembaharuan, sebagaimana paham komunis terkubur dengan runtuhnya teori Darwin.

Michael Gorbachev, Presiden Uni Sovyet ketika itu, bersama Glasnot dan Prestroikanya menghembuskan angin segar bagi tokoh dan agamawan untuk menjalankan ibadahnya masing-masing tanpa merasa takut ataupun dimusuhi setelah sekian tahun dengan dada sesak tertekan ajaran Komunis yang memberi kekuasaan negara untuk memusuhi agama.

Di Uni Sovyet [kini setelah lemah menjadi negara-negara kecil dan Rusia] mesjid dan gereja tidak dapat dan dilarang untuk tempat ibadah, lalu terjadi perubahan dan dapat difungsikan seluruh rumah ibadah yang sebelumnya dijadikan sebagai musium. Berdasarkan Glasnot dan Prestroinkanya Gorbachev menurut penilaian sebuah tim bahwa dia telah berjasa dalam merintis perdamaian dan berhak menerima hadiah Nobel. Kita tidak tahu setelah generasi berikutnya bisa saja ajaran baru menyingkirkan atau menjungkirbalikkan hembusan angin segar ini menjadi angin panas yang mematikan.

Dari perjalanan sejarah kita lihat adanya empat doktrin yang berpengaruh di dunia ini, satu sama lain saling bertentangan dan tidak sepandangan, inilah Atheisme, Politeisme, Pertapaan dan Islam.

Pertama, Atheisme; paham ini berpendapat bahwa alam terjadi dengan sendirinya menurut ukuran yang telah ada. Manusia tidak perlu percaya kepada Tuhan karena kepercayaan itu hanya akan menghambat pemikiran, kebebasan dan pembangunan, adanya aturan yang menata manusia hanya sekedar hasil interaksi manusia dengan lingkungan, tentu saja peraturan ini landasannya hanya hawa nafsu manusia yang membuatnya. Paham ini mengajarkan bahwa manusia tidak akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Tuhan tapi dia bertanggungjawab kepada penguasa, bila perbuatannya tidak sesuai dengan penguasa maka tempatnya di penjara.

Sifat dari faham ini materialistik, menilai segala sesuatu berdasarkan kebendaan. Ukuran keberhasilan manusia ditentukan seberapa banyak dia mengumpulkan benda. Disini tidak mengenal kalah dan menang karena konsep yang dipakai yaitu Machiavellis, dia seorang pakar politik yang mengajarkan tujuan menghalalkan segala cara. Cara yang digunakana tidak perlu tahu apakah baik atau tidak asal tujuan tercapai, sehingga kebaikan bukan suatu ukuran, bahkan kejahatan dinilai suatu kebaikan.

Faham ini melahirkan Nasionalisme yang beranggapan negaranya teratas dari segala negara lain, maka timbullah nafsu untuk menguasai bangsa lain, penindasan, penjajahan dan perkosaan hak-hak azasi manusia yang berlangsung untuk beberapa lama dari pemuas pribadi. Doktrin ini mengajarkan bahwa hidup manusia hanya di dunia ini saja dan akan hancur sesuai dengan masanya tanpa dibangkitkan di alam kubur, sehingga wajar kalau watak mereka perusak dan penghancur agama-agama dan penganutnya disiksa.

Kedua, Polytheisme, doktrin ini menakui bahwa alam diciptakan oleh banyak tuhan yang disebut dengan dewa. Kalau manusia ingin selamat hidup di alam ini harus berbakti kepada dewa-dewa yang kekuasaannya terbagi-bagi menjadi tuhan perusak, pencipta, pemelihara dan dewa-dewa lainnya sesuai dengan keinginan mereka untuk menciptakannya. Jadi tuhan tercipta dari keinginan atau pendapat manusia yang melahirkan pemujaan kepada patung-patung, orang-orang yang dianggap keramat atau pohon-pohon atau kuburan yang dikatakan memiliki kekuatan setara dengan Tuhan atau memang dewa yang bersemayam didalamnya. Faham ini ada kalanya mengakui bahwa tuhan memiliki anak, sebagaimana orang-orang Yahudi mengangkat Uzair dan orang Nasrani yang menobatkan Isa sebagai anak tuhan.

Satu alasan yang beranggapan bahwa Isa sebagai anak Tuhan karena dia lahir tanpa melalui proses perkawinan atau tidak ada bapaknya, kalau alasan ini dipakai jelas tidak kuat, kenapa bukan Adam saja yang dianggap sebagai anak Tuhan karena dia lahir lebih ajaib dari Isa. Isa masih ada ibu yang mengandungnya sedangkan Adam lahir tanpa ayah dan tidak ada ibu, mana yang lebih keramat?

Ketiga, Pertapaan; ajaran ini percaya bahwa alam diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, tapi bukan untuk kesenangan. Alam ini sebagai penjara dan penyiksaan terhadap diri manusia, dengan pendapat segala penderitaan yang dialami di dunia ini sebagai balasan dosa yang telah dilakukan sedangkan segala kebahagiaan adalah balasan kebaikan yang telah dilakukan, untuk menyelamatkan diri dari dunia harus berkontemplasi atau bertapa, baik pertapaan fisik seperti tidak melakukan aktivitas, berdiam diri dengan duduk pada satu tempat, tidak makan dan tidak minum serta berpakaian yang serba jelek, atau mereka mengekang keinginan terhadap dunia, karena dunia hanya menjanjikan kesengsaraan, kenikmatan dunia adalah semu, akhiratlah atau hidup setelah kematian itulah kehidupan yang layak dikejar.

Doktrin ini melahirkan anti sosial, tidak peduli dengan lingkungannya bahkan mereka cendrung mengasingkan diri melalui hidup di goa-goa atau dalam pengembaraan sepanjang hidupnya, salah satunya membentuk pendetaisme sebagai pendeta yang mengharamkan perkawinan, membunuh fihrah dan nalu bri manusia dengan mengekang diri tanpa menikah sebagaimana layaknya manusia, tak ubahnya dengan biaraisme. Apakah dengan ajaran ini betul-betul terkekang naluri manusiawinya ? Ternyata di beberapa negara bertebaran anak-anak haram yang tidak tahu siapa bapaknya.

Salah satu fithrah manusia yaitu memiliki nafsu biologis yang harus disalurkan sesuai dengan jalan yang benar melalui pernikahan. Mungkin secara formal dia dapat dikatakan mampu sebagai pendeta atau biarawati tapi dibalik itu penyelewengan seks akan terjadi dalam berbagai bentuk. Manusia bukan malaikat, dan tidak bisa menuruti kehidupan malaikat. Kalau doktrin pertapaan ini dituruti maka memiliki sifat pesimis, dia anggap dunia ini tidak berharga sehingga segala kesenangan wajar didalamnya yang layak direguk manusia dijauhi atau dicampakkannya.

Keempat, Islam, bukanlah ajaran yang timbul dari nalar atau nafsu manusia tapi adalah wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad. Ajarannya sesuai dengan fithrah dan naluri manusia yang ditentukan oleh Allah, yang disebut dengan islam bukan Muhammadisme sebagaimana yang dikatakan oleh para orientalis, karena islam bukan ajaran yang timbul dari fikiran Nabi Muhammad, dia hanya sebagai penyampai kebenaran kepada manusia.

Islam mengakui bahwa dunia diciptakan oleh Allah, Tuhan Yang Esa, baik sifat ataupun perbuatannya sedangkan manusia hanya sebagai hamba yang wajib mengabdikan diri kepada-Nya, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku” [Adz Dzariat 51;56].

Kesenangan atau kesengsaraan yang diterima manusia di dunia ini bukanlah balasan dari Allah tapi sekedar ujian, apakah yang menerima kesenangan akan bersyukur atau kufur, atau apakah mendapat kesengsaraan akan bersabar atau putus asa, dunia dengan kebahagiaan dan kesenangan serta kesengsaraan dan penderitaan hanya sebagai media testing saja.



Karena perjalanan sejarah serta pengaruh ajaran-ajaran lain, kini islam telah pula berbaur dan bercampur, bukan ajarannya yang bercampur lalu menghilangkan ajaran islam yang asli akan tetapi oleh pemeluknya yang telah menyalahi ajaran islam, menyelewengkan ajarannya. Doktrin aheisme dalam islam tampak pada pemeluk yang kurang yakin dengan Allah atau sama sekali menghilangkan ajaran islam tetapi atribut islam masih melekat. Hal ini terjadi bila kemiskinan menimpa yang berkepanjangan lalu sudi menuduh Allah tidak adil, Allah telah hilang dari kehidupannya. Ajaran politheisme masuk dalam islam dengan penyembahan kepada para wali, pengabdian kepada batu atau kuburan, inilah yang disebut dengan syirik.

Sedangkan pertapaan menyelusup dalam ajaran islam dengan ajaran tidak mau melaksanakan sunnah Nabi yaitu nikah, dengan mengadakan petualangan ke tempat-tempat sunyi sebagai seorang sufi dengan pakaian compang camping, meminta-minta serta malas berbuat, beranggapan dunia ini miliki orang kafir dan milik kita ialah akherat. Padahal islam menuntut ummatnya untuk berbuat bagi dunia dan mencari ladang akherat. Bila ajaran ini terpatri dalam benak pemeluknya jadilah islam itu terpenggal-penggal.

Ada ummat islam berwatak atheisme, predikatnya islam tapi pelaksanaannya politheisme. Orang yang dibesarkan dalam lingkungan islam tapi pemikirannya bercorak pendetaisme atau biaraisme, sedangkan Allah telah memperingatkan agar kita berhati-hati dengan ajakan ajaran syaitan yang berkedok kebaikan, ”Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam islam itu keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata” [Al Baqarah 2;208].

Kewajiban semua ummat islam tanpa kecuali untuk tetap berada dalam lingkaran poros islam secara kaffah lahir dan batin, pemikiran dan amalnya sesuai dengan islam, tidak terpengaruh dengan tiga ajaran baik atheisme, politheisme, maupun pertapaan. Untuk itu ummat islam harus berhati-hati bahkan menentang ajaran tersebut minimal membenahi pribadi dan keluarga masing-masing. Tantangan islam bukan hanya atheisme, politheisme dan pertapaan tapi juga faham dan ajaran yang lain secara nyata bertentangan dengan islam yaitu materialisme, kapitalisme, zionisme, salibisme serta isme-isme lainnya.

Permusuhan ini akan tetap berkepanjangan sampai akhir zaman sebagaimana bangsa Arab yang dibantai oleh Yahudi Zionis Israel, sebagaimana ummat islam yang terpaksa menggadaikan aqidahnya karena bujuk rayu propaganda mereka melalui bantuan sosial dan gerakan-gerakan lainnya yang tersusun rapi, Allah memperingatkan, ”Mereka Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu sehingga kamu mengikuti millah mereka” [Al Baqarah 2;2;120] ’’Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu hingga kamu meninggalkan agama ini, jika mereka mampu” [Al Baqarah 2;217].

Kepada kita semua, perlu kiranya untuk mewaspadai segala bentuk doktrin yang menyesatkan, jalan keluarnya adalah tarbiyah islamiyah yang kontinyu dan menyeluruh agar hidup kita ini imun [kebal] dari segala serangan. Dengan tarbiyah juga akan membentuk kepribadian islami dengan karakter; salamatul fikrah, yaitu fikiran yang selamat, tidak terkontaminasi oleh racun-racun yang menyesatkan, salimul aqidah, yaitu aqidah yang selamat dari noda-noda syirik, shahihul ibadah, yaitu ibadah yang mengacu pada tuntunan Rasululah dan mathinul khuluq yaitu prilaku yang sollid, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 20, 27/09 dan 11102002].


Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Hindari Prilaku Ekstrim


Drs. St. Mukhlis Denros

Orang yang tidak senang kepada Islam memberikan beberapa tuduhan dan julukan kepada ummanya dengan nama fanatik kepada ummat islam yang berpegang teguh kepada ajaran islam, fundamentalis disebabkan sepak terjang ummat islam berpedoman kepada islam dan julukan ekstrim yaitu berlebihan dalam agama. Ekstrim yaitu berlebihan dalam agama. Ekstrim dalam bahasa Arab disebut dengan Tatharuf Diniy yaitu melampaui batas tengah agama, sedangkan islam mengajak kepada jalan tengah dalam segala hal, baik dalam ibadah, menuntut ilmu dan mencari harta, ”Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu”[Al Baqarah 2;143].

Umat pilihan yang adil yaitu umat yang pertengahan; tidak mementingkan kerohanian saja, tidak pula mementingkan kebendaan melulu, dia mementingkan dunia dan akherat, nabi bersabda, ”Hindarilah sikap melampaui batas dalam agama karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah binasa karenanya” [Ibnu Abbas].

Julukan fanatik, fundamentalis dan ekstrimis hanya ditujukan kepada islam padahal ummat-ummat lain tidak luput dari julukan ini, satu contoh; umma lain mendirikan rumah ibadah di perkampungan islam tentu saja ummat islam tidak menerima dengan melakukan protes kepada yang berwenang. Melihat ketidaksenangan ummat islam atas berdirinya rumah ibadah tersebut lansung saja dikatakan fanatik, lalu bagaimana dengan tindakanmereka mendirikan rumah ibadah itu ? apa bukan prilaku fanatik ? karena mereka berpegang teguh kepada ajaran agamanya, sebenarnya julukan itu bukan untuk ummat islam saja, demikian pula dengan fundamentalis atau ekstrem bukan milik umat islam saja sebagai jalan menghina ummat islam.

Ekstrem dengan pengertian berlebihan dalam agama tidak pula disukai dan bertentangan dengan tanda-tanda;

1. Fanatik Kepada Satu Pendapat
Sikap ini mengakibatkan tidak mengakui pendapat orang lain karena menganggap pendapat merekalah yang benar, seolah-olah mereka berkata, ”hak saya untuk berbicara dan kewajiban anda untuk mendengar, hak saya untuk menetapkan suatu dan kewajiban tuan untuk melaksanakannya”, orang yang memiliki sifat ini cendrung menyalahkan orang lain, mereka mau berdebat mati-matian untuk membela dan mempertahankan pendapatnhya walaupun pendapat itu nyata kesalahannya.

2. Kewajiban Yang Tidak Diwajibkan Allah
Dia memberi beban kepada diri sendiri untuk melaksanakan yang sulit padahal ada pekerjaan yang mudah, seperti musyafir atau orang sakit boleh tidak puasa pada bulan Ramadhan dengan jalan mengqadhanya pada hari yang lain, shalat tidak kuat berdiri boleh dilakukan dengan duduk, tidak kuat duduk silahkan berbaring, shalat bagi musyafir diringankan Allah melalui jamak atau qashar, bahkan dalam cuaca dingin walaupun dalam keadaan junub dia khawatir atas kesehatan dan keselamatannya kalau kena air, Allah meringankan dengan tayamum, keringanan yang diberikan Allah tapi tidak diikuti akhirnya menyulitkan diri sendiri.
Mewajibkan sesuatu yang sunnah, seperti sujud tilawah/ sajadah karena sudah terbiasa lalu bila tidak dilaksanakan seolah-olah ada yang kurang dalam shalatnya, demikian pula dengan peringatan hari-hari besar islam, Rasulullah tidak pernah mengerjakan, tapi dalam satu tahun tidak dilaksanakan Maulid nabi lalu merasa berdosa, ini berarti memberatkan diri sendiri padahal biaya untuk itu tidak sedikit yang habis sedangkan manfaatnya tidak seberapa, ”Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” [Al Baqarah 2;185].

Namun nabi Muhammad dalam shalat sendiri sangat panjang ayat yang dibacanya tapi ketika shalat berjamaah bacaan beliau sangat ringan sebagaimana sabda beliau, ”Adakalanya aku hendak memanjangkan shalatku, lalu ku dengar tangis anak sehingga kuringankan shalatku, karena aku mengetahui kegelisahaan ibunya terhadap tangis anaknya” [HR.Anas]

3. Memperberat bukan pada tempatnya.
Allah memberikan kemudahan dalam segala hal,hanya ummatnya saja yang kadangkala belum tahu ajaran islam, sebagai contoh; orang yang baru masuk islam harus diringankan dulu kewajiban agamanya terhadapnya dengan shalat memakai bahasa Indonesia sebisanya atau dengan gerakan saja, puasa anak kecil cukup setengah hari dalam rangka memberikan latihan. Ketika memberantas khamar Rasulullah melakukan dengan tiga periode bukan sekaligus, pertama diberitahukan bahwa khamar itu sedikit manfaatnya sementara para sahabat masih meminumnya, periode kedua dikatakan bahwa boleh minum khamar tapi jangan shalat karena dikhawatirkan nanti bacaan shalatnya tidak benar, barulah yang ketiga dengan tegas bahwa khamar itu haram diminum sedikit atau banyak, mabuk ataupun tidak bukan alasan untuk membolehkan meminumnya.

4. Bersikap kasar dan keras.
Watak ekstrim yang keempat yaitu berlaku kasar dan keras dalam segala hal, baik dalam berkomunikasi, berkata ataupun dalam bertindak. Islam telah memberikan batasan boleh berlaku kasar dan keras dalam dua hal dan tempat yang tepat yaitu; di tengah peperangan dalam menghadapi orang kafir, ”Hai orang-orang yang beriman perangilah orang-orang kafir yang ada di sekelilingmu”, boleh berlaku kasar yang kedua yaitu dalam menegakkan hukum Allah, ”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya 100 kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah”[An Nur 24;2].

5. Buruk sangka kepada Manusia.
Karena dirasuki sifat buruk sangka, orang akan menyebarkan kesalahan dan keburukan orang lain, menyebarkan fitnah dan isu, bahkan condong menuduh orang telah terjerumus dalam kekafiran padahal nabi telah bersabda,”Hindarilah dari pra sangka, karena sesungguhnya prasangka adalah sebohong-bohong ucapan”[Bukhari dan Muslim]. Dalam surat Al Hujurat 49;12 Allahpun telah berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prangsangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”.
Orang yang bijaksana dan tidak terlibat dalam karakter ekstrim adalah orang yang sibuk meneliti aib dan kekurangannya diri sendiri, dialah orang yang baik,tidak ada waktu untuk melihat kekurangan orang lain.

6. Terjerumus Dalam Jurang Kekafiran
Karena posisi yang dimiliki cukup baik lalu menganggap golongan sendirilah yang lebih islam sementara golongan lain sesat dan keluar dari islam tanpa dasar yang kuat. Sebagai contoh sejarah telah mencatat ketika terjadi pertempuran Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah yang diawali perjanjian tahkim antara keduanya. Muawiyah ditetapkan sebagai khalifah sedangkan Ali diturunkan dari kekhalifahan akhirnya pengikut Ali berantakan sehingga timbul tiga golongan; golongan pertama mereka menerima tahkim karena capek berperang, golongan ini hatinya tetap kepada Ali sedangkan perut dan pedangnya pindah ke Muawiyah, yang menolak tahkim setia kepada Ali sampai kapanpun, inilah yang menjadi kaum Syi’ah, dan golongan ketiga yaitu menolak tahkim tetapi ingkar kepada Ali, golonga inilah yang terkenal dengan Khawarij yang menuduh Ali dan Muawiyah kafir sampai Ali tewas di ujung pedang mereka.



Dalam sebuah hadits nabi bersabda, ”Apabila seseorang mengkhafirkan saudaranya maka kata kafir itu akan kembali kepada salah satunya”. Akibat terbesar atau watak ekstrim yang sangat berbahaya yaitu keenam ini, akhirnyapun sampai terjadi pembunuhan. Allah telah memberikan suatu batasan dan julukan agar ummat islam berlaku dalam lingkaran pertengahan, jangan terjerumus dalam watak ekstrim yaitu tidak fanatik kepada suatu pendapat dengan jalan banyak belajar dari perbedaan tersebut, tidak memperberat suatu pekerjaan padahal Allah memberikan kemudahan dan keringanan, berlaku lemah lembut dalam pergaulan walaupun dengan orang berlainan aqidah bukan berarti toleransi yang salah kaprah, selalu bersangka baik kepada manusia walaupun yang datang kabar buruk maka selidikilah terlebih dahulu.

Walaupun ummat islam berbeda-beda aliran dan pendapat maka aqidah janganlah dipertentangkan dengan saling mengkafirkan sebelum nyata benar ajaran yang dibawa, karena Allah yang berhak memberikan predikat kafir kepada seseorang. [Harian Mimbar Minang Padaang, 29101999]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Hidup Terarah Dengan Islam


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Manusia disebut juga dengan ”Homo Religius” yaitu manusia dasarnya beragama sehingga cendrung kepada kebenaran sebagai pedoman hidup yang dapat membawa kepada keselamatan, dasar agama yang dimiliki manusia digambarkan Allah dalam surat Al A’raf 7;172-174, ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, ”Bukankah Aku Tuhanmu?” mereka menjawab, ”Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”.

Dari ayat ini jelas dan tegas sekali bahwa sebelum manusia lahir ke dunia ini telah dibekali dengan agama yaitu ajaran Tauhid yang siap menjadikan Allah sebagai Tuhan, sehingga layak kalau kebenaran dijauhkan atau ajaran Tauhid dicampuradukkan, manusia tetap mencarinya sampai menemukan kebenaran yang hakiki.

Menurut Ki.H.MA. Mahfudz ada empat bukti yang terdapat didalam jiwa manusia yang menyatakan bahwa manusia sewaktu di alam ruh dahulu itu sudah menyaksikan sifat-sifat Tuhan, yaitu;
1. Adanya rasa takut dalam jiwa manusia, yang disebabkan karena menyaksikan sifat-sifat kemahagagahan dan kemahakuasaan Allah.
2. Adanya rasa harap dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat kemahapenyayangan dan kemahapengasihan Allah.
3. Adanya rasa indah dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat kemahaindahan Allah.
4. Adanya rasa agama [bertuhan] dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat Allah dalam keseluruhannya.

Kehadiran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad adalah kelanjutan risalah dari nabi-nabi sebelumnya sekaligus menuntun fithrah manusia agar tetap berada pada posisi tauhid yang benar lalu melepaskan watak jahiliyah, Sayyid Qutb dalam bukunya Petunjuk Jalan, 1980 menyebutkan sebuah sistem. Manusia...sekiranya mereka hidup dengan mempraktekkan seluruh sistem Allah, mereka adalah muslim, dan sekiranya mereka hidup dengan mempraktekkan sistem-sistem ciptaan manusia, mereka sebenarnya melakukan sesuatu yang berlawanan dengan undang-undang alam, bertentangan dengan fithrah kejadian dan fithrah diri mereka sendiri, dengan sifat diri mereka sebagai sebagian daripada kejadian...pertentangan ini akan mengakibatkan kehancuran, baik cepat atau lambat...

Tuntunan kehidupan manusia tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Ilahi [GBHI] yang disebut dengan Al Qur’an serta gerak hidup, sepak terjang dan prilaku nabi Muhammad Saw dengan nama Hadits. Al Qur’an yang merupakan dasar hukum pertama bagi ummat Islam adalah pedoman yang akan mengarahkan jalan hidup manusia sampai kepada tujuan akhir yaitu akherat.



Mereka mempelajari Al Qur’an untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribadinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, tentang persoalan kehidupan yang dihidupinya, ia dan golongannya. Ia menerima perintah itu untuk segera dilaksanakan setelah mendengarnya. Persis bagaimana prajurit di lapangan menerima ”perintah harian” untuk dilaksanakan segera setelah diterima. Karena itu, tidak seorangpun yang minta tambah perintah sebanyak mungkin dalam satu pertemuan saja. Karena ia merasa hanya akan memperbanyak kewajiban dan tanggungjawab di atas pundaknya. Ia merasa puas dengan kira-kira sepuluh ayat saja, dihafal dan dilaksanakan.

Dengan kehadirannya manusia di alam ini sebagai hamba Allah walaupun bekal hidup berupa agama [Islam] telah ada sejak lahir tapi godaan dan gangguan yang membawa ke jalan kesengsaraan terlalu banyak di bawah komando syaitan la’natullah. Kalau tauhid seseorang terbiming sejak kecil oleh syariat Allah [ajaran Islam] maka bagaimanapun kerasnya kehidupan, indahnya dunia tidak akan menyilaukan mata dan tidak akan mengaburkan perjalanan, semakin banyak batu ujian semakin mulus perjalanan manusia menuju kampung akherat.

Sesungguhnya cobaan yang pernah dikenakan kepada Adam di syurga sama sekali seperti cobaan yang dikenakan kepada kita,sehingga dengan ketulusan kita berhak mewarisi syurga yang kekal di akherat. Apakah yang sebenarnya menjadi ukuran keberhasilan atau kegagalan kita menghadapi ujian tadi?

Ada diantara kita menghadapi ujian, sedangkan ia berada di atas kursi kekuasaan atau sedang tergantung pada tiang gantungan. Ada diantara kita ujiannya dalam bentuk pangkat kekuasaan yang tinggi atau tinggal dalam gubuk reot. Semua ini merupakan keadaan sementara dalam menghadapi ujian atau cobaan, kendatipun nampak sesuai saja dengan fithrah manusia, namun manusia belum tentu berhasil lulus dan mencapai kebahagiaan, sebaliknya tidak pula memastikan, bahwa manusia pasti gagal menghadapinya.

Kebahagiaan abadi akan dicapainya dengan menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang taat dan dalam tindakannya hanya semata-mata menuntut ridha Allah, kendatipun ia berada dijana saja dan dalam keadaan apa saja. Kebenaran Islam dapat diuji dengan ilmu pengetahuan dan dijamin Allah sampai akhir zaman, kalau manusia mencari kebenaran lain sesuai dengan hawa nafsu tentu akan rusak langit dan bumi beserta segala isinya sedangkan Islam menjanjikan keselamatan hidup lahir dan bathin.

Orang yang hidupnya menyenangi seni maka kehidupan ini bagi dia adalah suatu keindahan, yang menyenangi ilmu pengetahuan maka kehidupan ini akan dilaluinya dengan mudah, agar hidup kita terarah tiada lain mengkaji, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran Islam, Allah berfirman, ”Allah hendak memimpin orang yang menuruti kehendak-Nya ke jalan bahagia” [Al Maidah 5;15]

”Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kebahagiaan hiduplah bagi mereka dan tempat kembali yang baik” [Ar Ra’du 13;29].

”Inilah Al Kitab [Al Qur’an] tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertawa” [Al Baqarah 2;2].

Suatu ketika Rasulullah pernah membuat suatu garis lurus pada sebuah tanah, kemudian beliau berkata,”Ini adalah syirathal mustaqim, barangsiapa yang menuruti jalan ini dia akan selamat. Di luar jalan ini banyak sekali jalan-jalan yang sesat, agar kalian berhati-hati”, syirathal mustaqim adalah Islam yang menuntun manusia agar hidupnya terarah dan bermakna sejak di dunia hingga akherat, selain itu bathil dan menyesatkan, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 18052001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Hadiah Rasul Buat Remaja Muslim


Drs. St. Mukhlis Denros

Islam bukan sekedar mengikat ummatnya dalam satu ikatan saja tapi harus terlihat di dalamnya secara keseluruhan sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;208, ”Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam islam itu secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Bila seseorang telah berada dalam islam maka segala cetusan hati yaitu niat harus murni karena mencari ridha Allah, ibadah harus sesuai dengan apa yang pernah dipraktekkan Rasulullah Saw, maupun akhlak juga harus bercermin pada ajaran islam sejak dari pribadi, keluarga, tetangga, masyarakat sampai kepada pergaulan antar bangsa.

Akhlak dalam pergaulan bukan hanya meliputi yang tertera dalam tulisan yang sederhana ini saja tapi masih banyak lagi yang belum diungkapkan karena keterbatasan ruang pembahasan, yang jelas bagi seorang muslim dia harus mampu menjaga kesucian dirinya. Jangan sampai terjerumus dalam langkah-langkah perbuatan zina, apalagi masuk kepada wilayah zina sebenarnya yang sangat dikutuk oleh Allah Swt. Akibat dari perbuatan zina itu terlalu banyak yang tersangkut, baik pribadi, keturunan maupun masyarakat.

Orangtua, guru atau masyarakat harus membenahi diri untuk menyelamatkan generasiini dari kehancuran moral dan kejahatan akhlak, pemuda dan pemudi harus mampu mempertahankan kesucian diri, untuk itu sikap, lingkungan dan pakaian ujudkanlah sesuai dengan cara islam.

Rasulullah menghibur para pemuda dan pemudi yang mampu mempertahankan kesucian dirinya bahwa nanti di Padang Mashar jarak Matahari dengan Bumi hanya sejengkal saja, tidak ada yang dapat menaungi manusia kecuali Allah. Naungan itu diberikan kepada salah seorang yang mampu mempertahankan diri dari perbuatan zina walaupun peluang itu ada. Selain itu beliau menyatakan bahwa pemuda dan pemudi yang mampu menjaga kesucian dirinya hingga masuk pintu pernikahan merupakan sebuah prestasi yang luar biasa.

Jika kita mengingat kembali makna ikrar syahadat, betapa malu dan sungkannya kita kepada Allah. Kita senantiasa obral janji, namun tidak ada buki sedikitpun. Hidup kita jauh dari nilai-nilai syahadat yang senantiasa kita kumandangkan, rasanya tidak layak kita masuk syurga Allah yang indah itu bila pembuktian syahadat tidak terujud, aqidah kita masih dangkal, ibadah kita belum lagi memadai, akhlak kita lebih banyak menonjolkan aurat daripada menutupinya, wawasan islam kita sangat sempit, ukhuwah kita tinggal semboyan saja.

Mumpung belum terlambat, sadarlah bahwa kita mempunyai pola hidup sendiri, dengan aturannya begitu rapi dan indah. Termasuk dalam aturan berbusana muslimah dan berpenampilan. Cukuplah bagi kita busana yang diharumi oleh minyak iman, berhiaskan permata amal shaleh dan pergaulan suci dalam lingkungan malaikat dan bidadari yang jauh dari maksiat dan langwi [perbuatan sia-sia]. Bila ikrar dari syahadat telah mampu kita ujudkan, benarlah pesan Muhammad Qutb dan harapannya kepada remaja muslim;

Kita memerlukan hilangnya kerlingan mata yang sumbang, jiwa yang liar, ketawa yang genit, lenggang lenggok yang penuh erotik, kata-kata yang porno, perasaan birahi yang kebuluran hendak menerkam mangsanya.

Kita memerlukan akhlak, rasa hormat dan adat lembaga.

Kita memerlukan wanita sebagai pembina generasi yang bersemangat kemanusiaan, bukan sekedar gumpalan daging yang hangat dan tubuh menggiurkan.

Kita menginginkan agar perasaan-perasaan kita terangkat dari lembah nafsu seks, sentimen kita menjadi serius dan sungguh-sungguh; dan jiwa kita menjadi bersih jernih.

Kita memerlukan pemdua-pemuda yang jiwanya mantap dan tentram, agar mereka mampu mencurahkan selruh tenaganya dan mampu berjuang. Dan yang semacam itu tidak dapat diharapkan dari pemuda yang menghabiskan waktunya bergelandangan di jalan-jalan raya seperti anjing kelaparan, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 13062003]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Do'a untuk Palestina


Drs. St. Mukhlis Denros
Ya Allah ya Ilahi, hari ini belahan bumi islam bersimbah darah dan air mata, masih ada mayat-mayat yang bergelimpangan yang tidak jelas akan dikubur dimana, mereka menjadi korban keganasan orang-orang kafir lantaran hanya sebagai muslim. Bosnia belum lagi reda, Afghanistan tidak tahu ujungnya, Kasymir tetap bergolak dan Palestina mustahil terujud kedamaian bila kedengkian orang-orang kafir masih membara.

Benar ya Allah apa yang Engkau firmankan, ”Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu [kaum muslimin] sebelum kalian ikuti langkah-langkah mereka”.

Ya Ilahi Rabbi, dengan ketundukan hati, kesucian jiwa dan kepasrahan, dengan segala kelemahan kami memanjatkan do’a untuk saudara kami yang ada di Palestina, mereka berhadapan dengan anjing-anjing Yahudi dan Amerika hanya untuk mempertahankan identitasnya sebagai muslim. Paling tidak ya Allah sikap kami ini ujud solidaritas dan simpati kami kepada mereka, tidak ada yang dapat kami berikan sebagai bantuan atas perjuangan mereka kecuali sepenggal do’a.

Ya Allah ya Tuhan kami, mereka menuduh kami sebagai teroris, fundamentalis dan ekstrimis karena rasa benci mereka yang luar biasa. Bila islam dan muslim identik dengan fundamentalis maka jadikanlah kami seorang fundamentalis, bila islam dan muslim identik dengan ekstrimis maka jadikanlah kami seorang ekstrimis, asal semua itu engkau ridhai.

Ya Allah ya Tuhan kami, kobarkanlah semangat juang putra-putri Palestina dengan inifadhahnya, gelorakan ruh jihad di dada pejuang Hamas demi terujudnya kemenangan itu, sadarkanlah Yaser Arafat atas kekeliruan dan kebodohannya selama ini yang dimanfaatkan Israel dan Amerika untuk membinasakan rakyat Palestina serta mengangkangi perjanjian yang tidak ada artinya.

Ya Allah, hadirnya kami hari ini memanjatkan do’a untuk Palestina dan kehancuran Israel adalah sebagai bukti bahwa kami bukanlah antek-antek Yahudi di negaka ini sekaligus kami tidak membuka sedikitpun peluang bagi Yahudi untuk masuk ke negara kami.

Ya Allah ya Rabbi, sasaran mereka bukanlah Palestina dan Afghanistan saja, tapi dimana saja ummat islam itulah sasarannya. Negara dan daerah kamipun telah dimasuki oleh Yahudi-Yahudi Melayu yang mendukung progam Free Masonry, Woman Club, Rotari Club dan lembaga-lembaga lainnya yang merupakan tangan-tangan Yahudi di Indonesia.

Ya Allah ya Tuhan kami, kobarkan semangat iman dan jihad di dada kami, tinggikan ghirah [rasa cemburu] pada ajaran islam, gerakkan hati kami untuk membela agama-Mu dimanapun kami berada. Jadikanlah da’wah bagi kami panglima dalam perjuangan ini, sadarkanlah kaum muslimin yang pro Yahudi untuk mereka bertaubat dan menyesali sikap yang demikian, hancurkanlah sehancur-hancurnya antek-antek Yahudi di dunia ini yang dikomandoi oleh Amerika La’natullah, sebagaimana engkau hancurkan mereka dalam perang Khaibar dahulu.

Ya Allah ya Rabbi, wahai kaum muslimin, masalah al Quds bukan masalah rakyat Palestina dan Bangsa Arab saja, namun permasalahan bersama ummat islam dimanapun mereka berada, di belahan bumi utara, selatan, timur dan juga barat. [Harian Mimbar Minang Padang, 29112002].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com