Jumat, 20 April 2012

Busana Muslimah dan Aqidah




Drs. St. Mukhlis Denros
Pakaian atau busana merupakan alat penting untuk menjaga kesucian dan menunjukkan identitas apalagi dalam ajaran islam ada batasan tertentu tentang aurat yang boleh tampak dan dilarang untuk dipandang oleh orang lain. Pakaian merupakan alat penting untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menyeret kepada zina sekaligus melindungi diri dari cuaca dan sebagai identitas pribadi yang memakainya.

1. Batas Aurat Pria dan Wanita
Aurat berasal dari bahasa Arab. Dalam kamus dijelaskan bahwa aurat adalah hal yang jelek untuk dilihat atau sesuatu yang memalukan bila dilihat. Sedangkan menurut syara’ yang dikatakan aurat ialah sesuatu yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan pada orang lain yang tidak dihalalkan Allah untuk melihatnya.

Adapun batas aurat wanita adalah segenap tubuhnya selain muka dan telapak tangan, demikian pendapat kebanyakan ulama. Dalil-dalil yang dikemukakan para uama mengenai aurat wanita adalah, ”Wahai Nabi, ”Katakanlah kepada isteri-isterimu dan putra-putrimu, serta para isteri orang mukmin, agar memakai jilbab. Karena dengan cara demikian mereka akan mudah dikenal dan tidak akan mudah diganggu orang. Dan adalah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”[Al Ahzab 33;59].
Seluruh tubuh wanita itu merupakan aurat yang wajib bagi mereka menutupinya, kecuali muka dan kedua telapak tangan, firman Allah dalam surat An Nur 24;31, ”Dan janganlah mereka memperlihatkan tempat-tempat perhiasan kecuali yang biasa nampak”.

Maksudnya janganlah mereka memperlihatkan tempat-tempat perhiasan kecuali muka dan telapak tangan, sebagaimana yang diterangkan oleh hadits dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Aisyah, ”Dari Aisyah berkata, bahwa Nabi Muhammad telah bersabda, ”Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah baligh kecuali dengan memakai kerudung”. Dari Ummu Salamah, bahwa ia menanyakan kepada Nabi Saw, ”Bolehkah wanita shalat dengan memakai baju kurung dan selendang, tanpa kain dan sarung ? ” Nabi menjawab,”Boleh, asal baju itu dalam hingga menutupi punggung dan kedua tumitnya”.

Aurat yang wajib ditutupi oleh laki-laki sewaktu shalat ialah kemaluan dan pinggul. Mengenai yang lain, yakni paha, pusat dan lutut, maka terdapat pertikaian disebabkan bertentangan dengan hadits-hadits tentang hal itu. Orang mengatakan bahwa itu aurat, mengambil alasan kepada hadits berikut, ”Dari Muhammad bin Jahsi, Rasulullah lewat pada Ma’mar yang kedua pahanya sedang terbuka, maka sabdanya, ”Hai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu aurat” [Bukhari].
Sejarahpun telah mengungkapkan bahwa Rasulullah dengan para sahabat ketika itu sedang memperbaiki dinding masjid Madinah, lalu angin bertiup kencang sehingga menyibakkan gamis beliau, betis beliau nampak, dengan kejadian ini Rasulullah lari dengan muka merah dan rasa malu yang sangat.
Berarti walaupun menurut fiqh bahwa batasan aurat laki-laki adalah dari pusat sampai ke lutut tapi Siroh membuktikan dan mengatakan bahwa betis lelakipun tidak pantas diperlihatkan kepada orang lain apalagi paha sehingga tidak pantas seorang lelaki muslim dengan aktivitas apapun seperti olah raga hanya memakai celana pendek.




2. Hubungan Busana dengan Aqidah
Aqidah atau keimanan memiliki asfek yaitu lisan, artinya mengakui beriman kepada Allah, maka ia harus mampu mengucapkan keimanan itu, tiada yang pantas terjawab dari bibirnya selalu ”Sami’na wa atha’na” kami mendengarkan dan kami taati, sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur 24;51, ”Sesungguhnya jawaban orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum diantara mereka ialah ucapan ”Kami mendengar dan kami patuhi” dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Asfek iman kedua yaitu hati, disamping iman terucap dengan lisan dia juga harus terhunjam di hati, difirmankan oleh Allah, ”Orang-orang Baduy itu berkata, ”Kami telah beriman”, katakalah kepada mereka, ”Kamu belum beriman”, tetapi katakanlah, ”Kami telah Islam” karena iman belum masuk ke dalam hatimu....’[Al Hujurat 49;14].
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Allah mereka bertawakkal” [Al Anfal 8;2].
Bila iman hanya terhunjam di hati, artinya seseorang percaya kepada Allah dan seluruh syariatnya hanya sekedar di hati saja berarti samalah dia dengan Iblis dan Fir’aun karena kedua tokoh ini juga beriman kepada Allah di hatinya saja tapi lisannya ingkar apalagi amalnya.

Asfek yang ketiga yaitu amal, seseorang bila beraqidah tauhid harus mampu membuktikan imannya melalui amal karena iman harus setali dengan amal sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ashr 103;1-3, ”Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh....”. atau peringatan Allah dalam surat Ash Shaffat 61;2-3, ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat, amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.

Ketiga asfek tadi yaitu lisan, hati dan amal dapat diujudkan berarti jadilan dia sebagai muslim atau mukmin yang konsekwen. Untuk mengujudkan iman tadi salah satu diantaranya pada busana yaitu pakaian yang sesuai dengan norma Islam.

3. Hubungan Busana dengan Ibadah
Allah berfirman dalam Adz Dzariyat 51;56, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia itu kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Yang dimaksud dengan ibadah bukan yang terangkum dalam rukun islam saja tapi seluruh aktivitas yang dilakukan berdasarkan syariat islam dalam rangka mencari nafkah. Dengan demikian setiap gerak dan gerik dan yang dipakai, yang dimakan dan yang diminum oleh seorang muslim jika dilandasi dengan iman adalah dalam rangka beribadah kepada Allah.

4. Hubungan Busana dengan Akhlaqul Karimah
Doktor H. Suhairi Ilyas MA, mengungkapkan tentang hubungan busana dengan akhlaQ, Busana bukan hanya merupakan hubungan yang erat dengan aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Busana memberikan pengaruh terhadap diri pribadi yang memakai busana tersebut ataupun terhadap pribadi-pribadi di sekitarnya.

Seorang wanita yang berbusana muslimah tanpa disadarinya busana tersebut akan mempengaruhi dan membentuk wataknya sesuai dengan akhlak mulia seorang muslimah. Bila berbusana bintang atau artis kesayangannya umpamanya, tanpa disadarinya tingkah dan akhlaknya akan mengarah pula pada tingkah laku dan akhlak artis pula.

Sebaliknya bila seorang artis yang biasanya memakai busana setiap harinya dengan selera zaman dan hawa nafsu belaka, akan tetapi setelah dia mempelajari tentang akhlak mulia dan kepribadian muslimah, akhirnya dengan penuh kesadaran diapun akan memulai memakai busana muslimah yang menjunjung tinggi akhlak mulia.

Demikian hubungan timbal balik antara busana dan akhlak seseorang. Sedangkan hubungan/ pengaruh antara busana dengan akhlak masyarakat dapat kita jelaskan seperti berikut;
Apabila seorang wanita islam memakai busana muslimah yang sempurna setiap pergi ke suatu tempat/ keluar rumah, maka dikala dia lewat di hadapan kumpulan pemuda, pada umumnya para pemuda yang melihat dan memperhatikannya akan berfikir dua kali atau lebih untuk mengganggunya atau menggoda. Bahkan mereka merasa segan dan hormat karena pantulan akhlak mulia yang terpancar dari celah-celah busana muslimah yang dipakainya itu.




5. Dasar Busana Muslimah
Dienul islam tidak saja mengatur hubungan antara manusia dengan Ilahnya tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia. Bahkan islam mengatur seluruh asfek kehidupan insani. Ajaran islam memang lengkap dan detail, semua hal, mulai dari urusan meja makan bahkan WC sampai urusan negara ada aturannya. Dari masalah pribadi, keluarga, masyarakat sampai urusan ummat seluruh dunia semua ada aturan mainnya dan sama kadar perhatiannya.

Tak satu perbuatanpun yang dilakukan oleh manusia atau ucapan yang keluar dari mulutnya kecuali ajaran islam telah mempunyai sikap yang jelas. Entah untuk memerintahkan, melarangnya, menganjurkannya, tidak menyukainya atau memasukkan ke dalam kelompok mubah.

Semua bentuk tingkah laku moral, adat istiadat, perbuatan dari yang kecil sampai yang paling besar semua mendapatkan perhatian yang serius dari ajaran islam. Bahkan hal-hal yang pelaksanaannya berdasarkan instingpun seperti makan, minum, tidur dan berpakaian islam sudah membuat aturan dan batas-batas moralnya, ”Hai anak-anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan...[Al A’raf 7;2]. ”Hai anak-adak Adam, janganlah kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga, ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya...’’[Al A’raf 7;27].

Demikianlah dua ayat yang menerangkan masalah pakaian, Allah menjelaskan juga masalah pakaian dalam pergaulan rumah tangga sebagaimana yang tertera dalam surat An Nur 24;58, apalagi busana khusus bagi muslimat dan mukminat, yang penjelasannya tercantum dalam dua surat dan dua ayat yang menjadi pokok masalah. Pakaian muslim yang dimaksud adalah jilbab. Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya ”Jalaabib” artinya pakaian yang lapang/luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutupi aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan saja yang ditampakkan, Allah berfirman, ”Hai Nabi, Katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan para wanita yagn beriman supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya mereka lebih patut dikenal, maka merekapun tidakdiganggu. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[Al Ahzab 33;59].

”Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, supaya mereka manahan penglihatannya, dan memelihara kehormatannya, dan tidak memperlihatkan perhiasannya [kecantikan] kecuali yang nyata kelihatan [muka dan telapak tangan]. Maka julurkanlah kerudung-kerudung mereka hingga ke dadanya. Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya/ kecantikannya kecuali kepada suami mereka...”[An Nur 24;31].

Dalam haditspun kita temukan dalil bahwa berjilbab bagi seorang wanita yang mengaku beriman dan telah baligh adalah wajib, ”Berkata Aisyah, ”Mudah-mudahan Allah mengasihi para wanita muhajirat ketika Allah turunkan ayat ”Dan julurkanlah kerudung-kerudung mereka itu hingga ke dadanya...” mereka sama merobek kain-kainnya yang belum berjahit, lalu mereka gunakan buat kerudung”.

Ummu Athiyah berkata, ”Kami [kaum wanita] diperintahkan mengeluarkan para wanita yang sedang haid pada hari raya dan juga para gadis pingitan untuk menghadiri [menyaksikan] jama’ah dan do’a kaum muslimin, tetapi wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat shalatnya. Seorang wanita bertanya, ”Ya Rasulullah salah seorang kami tidak mempunyai kain jilbab”, jawab Nabi, ”Hendaklah temannya meminjamkan jilbab kepadanya”.

Mengenakan jilbab atau kerudung itu diwajibkan bagi wanita muslimat, sama dengan kewajiban-kewajiban yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lainnya. Dalam arti kata, jilbab atau kerudung itu wajib hukumnya, apabila tidak dilaksanakan maka ia berdosa, apabila dilaksanakan ia berpahala, dengan kata lain, jilbab atau kerudung itu mempunyai sangsi yang besar sebagaimana halnya shalat, puasa, zakat dan lain-lain, atau mempunyai sangsi besar apabila dilaksanakan. Semua itu wajib bagi wanita muslimat yang beriman.

Seorang wanita wajib menutup auratnya dengan baik yaitu mengenakan busana muslimat yang dinamakan dengan jilbab sejak ia telah baligh sebagaimana telah diceritakan oleh ibunda Aisyah, bahwa adiknya yang bernama Asma binti Abu Bakar pernah datang menghadap Rasulullah dengan pakaian agak tipis, Rasulullah berpaling dan bersabda, ”Wahai Asma, bila seorang wanita telah baligh tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini” lalu Rasulullah menunjukkan pada muka dan telapak tangannya”[HR. Abu Daud].

Sedangkan bila wanita telah berusia lanjut yang berhenti haidnya dan tidak lagi bisa mengandung. Hukumnya mengenakan jilbab sunnat saja, begitu juga anak kecil yang belum baligh sunnat hukumnya memakai jilbab tidak wajib yang didalamnya ada unsur-unsur pendidikan dan latihan, ”Dan wanita-wanita yang sudah tua dan tidak mengharapkan perkawinan lagi, tiada salahnya mereka menanggalkan pakaian luarnya dengan tidak menampakkan perhiasannya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [An Nur 24;60].

Ayat ini tidak menekan wanita yang sudah tua harus mengenakan jilbabnya atau pakaian luarnya. Yang demikian itu lebih baik dan lebih sopan atau utama dibandingkan dengan yang tidak memakai jilbab. Tetapi bukan berarti mereka boleh menanggalkan seluruh pakaiannya sehingga tampak semua auratnya, yang boleh ditanggalkan hanya pakaian luarnya atau jilbabnya saja.

6. Sahnya Sebuah Busana Muslimah
Muslimah yang sudah menemukan jati dirinya akan semakin membungkus diri dari padangan laki-laki yang bukan haknya, jika kesadaran itu semata-mata didasari oleh anggapan bahwa jilbab adalah mode yang sangat trend, bukan juga didasari pada anggapan bahwa jilbab adalah sekedar simbul atau jilbab kebudayaan Arab saja. Sungguh semua itu tak layak menjadi dasar bagi wanita muslimah dalam mengenakan jilbab.

Kalaupun masih ada yang mencoba membungkus diri, namun masih menyisakan sebagian betis dan telapak kaki serta lengan bawah apalagi rambut, itu merupakan persoalan tersendiri. Bagi muslimah berbusana dimotivasi oleh iman. Tetapi ada pula motivasi lain seseorang mau mengenakan jilbab diantaranya; karena didasari oleh iman, ilmu dan taqwa kepada Allah, tak ada yang memaksa dan tidak pula dipaksa. Jika karena hendak menonjolkan eksistensi dan perbedaan diri dengan maksud riya’ yaitu supaya dipandang dan memperoleh sanjungan orang lain, ini jelas tidak ikhlas. Bukan karena ditimpa oleh sesuatu peristiwa yang menyentuh hati, sehingga ia bertekad untuk melaksanakan hukum islam salah satu diantaranya mengenakan jilbab, karena faktor lingkungan, kebudayaan dan pendidikan yang diterimanya dan karena pengaruh tekanan pihak tertentu.

Namun begitu motivasi orang mengenakan jilbab masih lebih baik dari orang yang tidak berjilbab karena niat yang tadinya suci tapi setelah mendalami islam lama kelamaan keikhlasan tadi akan terujud. Apalagi senantiasa mengoreksi diri dan melakukan penelaahan tentang asfek ajaran islam. Sedangkan wanita muslimat yang tidak mau memakai jilbab juga disebabkan oleh beberapa hal diantaranya; karena kemunafikannya, karena kebodohan, karena penuh dosa dan maksiat, karena faktor lingkungan dan tekanan pihak lain.
Busana muslimah, tentu kita tidak mau membuat aturan tersendiri dalam memakainya. Kita tidak pilih kasih, semua anggota badan harus ditutupi meskipun itu anggota badan yang paling indah menurut ukuran dan penilaian kita. Dispensasi hanya berlaku bagi muka dan telapak tangan, tidak lebih dari itu, adapun standard baiknya busana muslimah itu adalah;
1. Busana atau jilbab yang menutupi seluruh tubuhnya selain yang dikecuaikan yaitu muka dan telapak tangan.
2. Busana yang bukan untuk perhiasan kecantikan, atau tidak berbentuk pakaian aneh menarik perhatian dan tidak berparfum [wangi-wangian].
3. Tidak tipis sehingga menerawang dan tampak bentuk tubuhnya.
4. Tidak sempit sehingga tampak bentuk lekuk tubuhnya.
5. Busana yang tidak menampakkan betis/kakinya.
6. Tidak menampakkan rambutnya walaupun sedikit dan tidak pula leher dan dadanya.
7. Busana yang tidak menyerupai pakaian seorang lelaki dan tidak menyerupai pakaian dan tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir/ non muslim.
8. Busana yang pantas dan sederhana.

Dalam memakai busana muslimah ada aturannya yang harus diperhatikan dan ketika apa saja sehingga seseorang muslimah wajib mengenakan jilbab dan pada waktu tertentu boleh membukanya. Dari beberapa hadits maupun dalam Al Qur’an sendiri mengandung keterangan tentang jilbab atau kerudung ini kita dapat memetik pokok-pokok penting tentang waktu-waktu seorang muslimah memakai jilbab diantaranya;
a. Waktu muslimah hendak keluar rumah, baik siang maupun malam, baik keluarnya itu untuk suatu kewajiban ataupun untuk keperluan lain, maka kewajibannya untuk mengenakan jilbab.
b. Apabila mereka menerima kehadiran orang laki-laki di rumahnya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
c. Apabila ada pengunjung lelaki yang hadir disamping/ di sekitar/ di dekat rumah kediamannya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
d. Apabila mereka berada di tempat terbuka untuk umum atau tempat orang lain sering hilir mudik dan dapat jelas memandangnya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
e. Jilbab boleh dilepas apabila berada dalam rumahnya yang tidak ada laki-laki lain kecuali muhrimnya atau yang telah dinyatakan dalam surat An Nur 24;31 ”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka [anak tiri] atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”.


7. Hikmah Memakai Jilbab
Apabila wanita muslimah mau dan mampu berbusana muslimah secara sempurna maka banyak hikmah yang akan didapatkan yaitu;

Pertama, keberadaannya akan mudah diidentifikasi [dikenal] sebagai muslimah, sebagaimana yang termaksud dalam surat Al Ahzab 33;59, ”Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”.

Kedua, mencegah terjadinya pelecehan seksual yang sangat merendahkan wanita itu.

Ketiga, dapat mewujudkan tertatanya eika dan tatanan moral masyarakat. Saat ini hampir setiap hari kita menemukan berita pemerkosaan yang dilakukan oleh kaum remaja. Salah satu penyebabnya adalah tumbuhnya ransangan dari kaum wanita yang berdandan seronok. Ransangan itu kemudian disalurkan kepada pacar, WTS, atau melakukan pemerkosaan. Begitulah rusaknya tatanan moral sebagai akibat pencampakan hijabul mar’ah [hijab wanita].

Keempat, mampu mewujudkan izzah [harga diri] islam. Inilah hikmah yang terpenting. Bila hal ini telah terujud maka ummat islam tidak lagi hanya menjadi obyek dari peradaban barat. Sebaliknya, suatu saat ummat islam yang akan memimpin dunia.

Adapun sumbangan nyata dari kaum muslimah adalah kemampuannya dalam menangkis arus mode jahili dengan makin tegaknya jilbab. Sungguh mode jahili yang sekarang berkembang memang secara sengaja bertujuan untuk merusak islam lewat kaum muslimahnya. Suatu penyusupan yang sangat halus dan rapi. Sebab itu sudah saatnya kita menyadari bahwa Paris sebagai pusat mode internasional, dengan perancang dari Yahudi dan Nasrani, senantiasa berusaha memerangkap kita. Tujuannya akhirnya adalah menelanjangi Adam dan Hawa. Betapa jahat dan kotornya misi yang mereka rancang itu.

Setiap muslimah boleh saja mereka pakai make up, hiasan matanya ialah menundukkan pandangan, hiasan bibirnya adalah lipstik kejujuran, hiasan pipinya adalah rasa malu, dia senantiasa menggunakan sabun istghfar untuk membasuh debu-debu maksiat dan daki-daki dosa, sedangkan jilbabnya menjaga rambut dari ketombe, aksesorisnya giwang kesopanan, gelang tawadhu’, cincin ukhuwah, kalung kesucian dan tempat berhiasnya adalah salon iman, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 22,29/08, 05/09-2003].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar