Selasa, 17 April 2012

Strategi Menciptakan SDM Unggul


Oleh Drs.Mukhlis Denros
Bila imtaq berpadu dengan iptek di dalam diri seseorang, terbentuklah sumberdaya Muslim

Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia [SDM] dan pemberdayaan SDM tersebut, Yayasan Ahda Sabila bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Pembangunan [LPEP] Universitas Andalas Padang mengangkat sebuah diskusi dengan tema Strategi Optimalisasi Peningkatan Peran Institusi Pendidikan dalam Pembangunan SDM Unggul di Sumatera Barat.

Tampil sebagai pembicara Dr. H. Chatlinas Said dan Dr. Agus Nurhadi di Aula Fakultas Ekonomi Unand jalan perintis kemerdekaan 72 Jati Padang, ahad 27 Juli. Dr. Syarifuddin Karimi dari LPEP Unand dalam sambutannya sekaligus membuka acara ini dengan resmi mengatakan bahwa tujuan diangkatnya diskusi ini adalah untuk meningkatkan optimalisasi pembangunan sumber daya Muslim. Bila Imtaq [iman dan taqwa] dipadukan dengan iptek dalam diri seseorang berarti merupakan SDM Muslim. Bila pembangunan hanya mengarah kepada iptek saja tanpa imta maka kehidupan manusia akan pincang. Sebaliknya bila hanya mengarah kepada imtaq sementara melupakan iptek maka akan dijajah oleh orang lain dalam makna luas, bisa penjajahan ekonomi, budaya, ideologi dan politik.

Pemakalah pertama Dr. Chatlinas Said dengan judul Konsep Sumber Daya Manusia dan Permasalahannya mengatakan bahwa manusia yang utuh [insan kamil, ulul albab] dapat dilihat sebagai makhluk dua dimensi. Dikatakan demikian karena Khaliq, Allah azza wajalla menciptakannya dari dua unsur utama; tanah dan roh. Dari kedua unsur tersebut lahir dua macam daya, yaitu daya jasmani dan daya rohani.

Dari sinilah lahirnya ungkapan sumber daya manusia. Menurut konsep ini manusia dilihat sebagai sesuatu yang merupakan sumber yang menghasilkan berbagai daya. Kenyataan ini sama halnya dengan alam yang juga dipandang sebagai sumber lain yang menghasilkan daya pula yang dikenal dengan sumberdaya alam [natural resources].

Staf dosen IKIP Padang ini lebih jauh mengatakan bahwa kekuatan rohani yang dimiliki manusia mengandung dua komponen; komponen fikir dan zikir. Informasi ini terungkap pada ayat 190 surat Ali Imran yang dikenal sebagai ayat kauniyah. Dalam ayat ini manusia dituntut untuk menggunakan fikirannya setelah mengamati fenomena alam di langit dan di bumi.

Dikatakan bahwa manusia yang mampu menggunakan daya fikirnya adalah yang dapat mengingat Allah qiyaman wa qu’ udan wa’ala junubihim [dalam posisi berdiri, duduk bahkan berbaring] seraya merenungkan [fikir] tentang penciptaan langit dan bumi. Hasil renungan ini menyebabkan dirinya benar-benar merasa takjub terhadap kebesaran Allah Rabbi, bisiknya, betapa besar anugerah-Mu kepadaku, Maha Suci Engkau ya Allah. Ucapan ini disertai kesadaran akan kehinaan dirinya yang sering lupa berterima kasih kepada Rabb-nya. Dia meraka berdosa. Karena itu Rabbana waqina azaa bannar.

Kedua daya tersebut, fikir dan zikir perlu dikembangkan. Pak Chad sebagai peneliti masalah pendidikan di Sumatera Barat ini menjelaskan bahwa mengembangkan daya fikir semata akan membuat manusia kehilangan jati dirinya. Manusia akan mengembangkan fikirannya ke arah yang merusak fithrahnya.

Fenomena alam tidak lagi dikaitkan dengan Rabb semesta alam. Tidak pula dengan kekuatan luar yang abstrak. Kejadian-kejadian alam ditafsirkan hanya sebatas hukum-hukum alam, melalui observasi ilmiyah. Dengan kata lain, Comte menyatakan untuk tidak lagi mengaitkan segala sesuatu dengan Tuhan atau hal-hal lain yang sifatnya transendental. Bahkan Newton sampai kepada keyakinannya bahwa keberadaan bintang-bintang di angkasa luar, bebas dari tangan-tangan Tuhan.

Sistim tata surya, kata Laplace, tidak memerlukan legenda teologis. Pskologi moderj dan data sejarah berharga yang diperoleh abad ini telah menghilangkan peranan Tuhan di dalamnya. Berfikir bebas ini pulalah yang membawa seseorang psikolog besar mengatakan, God is nothing but projection of man on a cosmic screen [Tuhan itu tidak lain merupakan proyeksi dari kepribadian manusia kepada alam semesta].

Dalam kesimpulannya Chatlinas mengatakan bahwa konsep SDM yang banyak dianut oleh pemuka pendidikan kita masih menitikberatkan pada daya fikir. Pentingnya daya zikir masih dalam taraf lihat-lihat jauh. Hal itu terjadi karena belum mantapnya pemahaman sesungguhnya tentang SDM yang melihat manusia secara utuh.

Disamping itu kelihatannya pihak-pihak pengelola pendidikan masih menunggu model. Karena itu yang perlu difikirkan adalah bagaimana memantapkan konsep SDM yang utuh dan menyebarkan konsep ini kepada setiap jajaran yang memikirkan pembinaan SDM.

Acara ini dihadiri sedikitnya 250 orang peserta dari berbagai profesi, mulai dari guru, mahasiswa, hingga pemerhati masalah pendidikan di Sumatera Barat. Seorang guru bertenya, bagaimana strategi pencapaian SDM unggul ? Dr. Agus Nurhadi menjelaskan bahwa dalam islam ada beberapa isyarat tentang SDM unggul sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah Saw, dalam haditsnya, muslim yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari muslim yang lemah. Hadits lain mengatakan, tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah.

Selanjutnya Allahpun mengisyaratkan dalam surat Al Maidah ayat 35 dikatakan, iman yang dimiliki seorang muslim harus ditingkatkan sampai mencapai jenjang tawa yang diiringi dengan mendekatkan diri kepada Allah. Kemudian mencari peluang-peluang ibadah untuk semakin taqarrub ilallah, serta pekerjaan apapun harus dijalani dengan mujahadah, bersungguh-sungguh dan seoptimal mungkin. Orang yang mengikuti syariat inilah kelak akan memperoleh kemenangan. Kemenangan tidak akan diraih bila syarat-syarat kemenangan tidak dimiliki.

Dosen FMIPA Universitas Indonesia Jakarta ini melanjutkan bahwa daya zikir dan fikir yang dimiliki seorang muslim harus operasional, harus ada action atau tindakan. Untuk itu dibutuhkan jembatan, yaitu kekuatan kemauan. Ada tiga hal untuk mengoptimalkan kekuatan kemauan yaitu menghimpun tenaga, menggunakan tenaga dan mengembalikan tenaga.

Lebih jauh, pengurus Yayasan Nurul Fikri Jakarta ini mengungkapkan cara-cara menghimpun tenaga yaitu;
1. Tahu tujuan hidup, yaitu dalam tangka mencari ridha Allah melalui pengabdian kepada-Nya dalam segala asfek kehidupan.
2. Faham atas segala sesuatu yang dilakukan. Motivasi sebagai guru dan mahasiswa harus jelas, sehingga semua yang bermanfaat dikerjakan dengan sebaik-baiknya, dan segala yang mudharat dijauhkan.
3. Meninggalkan hal-hal yang sia-sia. Bila pekerjaan sia-sia dilakukan berarti seseorang telah membuang tenaga dan waktunya. Sebagai contoh marah, marah yang tidak pada tempatnya dapat menghilangkan tenaga.
4. Konsentrasi dalam bekerja sebagaimana kerja semut yang rapi dan terfokus. Rasululah bersabda bahwa amal yang kecil tapi iton [rapi] dan istimrar [kontinyu] lebih baik daripada amal yang banyak tapi acak-acakan.
5. Istirahat yang baik dengan pengaturan waktu yang tepat dan jelas. Rasulullah saw mengajarkan agar tidur diawal waktu dan bangun pada sepertiga bagian akhir malam untuk menyegarkan fisik. Jadi segarnya fisik bukan terletak pada kuantitas tidur, tapi pada kualitas, walaupun sebentar tapi teratur.

Dalam menggunakan energi, seorang muslim dituntut untuk teratur dalam segala aktivitas, seimbang [tawazun] dalam segala asfek kehidupan dan memusatkan pekerjaan yaitu jelas sasaran kerja yang akan dicapai,

Acara ini berlansung hingga menjelang shalar zhuhur dengan harapan bukan sekedar sebuah diskusi yang bisa habis begitu acara usai tapi bagaimana seorang muslim, guru, atau mahasiswa yang calon guru serta pemerhati masalah pendidikan dapat mencari strategi yang jitu dalam rangka meningkatkan SDM yang dimiliki untuk kesempurnaan pengabdian kepada Allah Swt. [Drs. Mukhlis Denros,majalah Ishlah Jakarta Edisi ...................]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar