Jumat, 20 April 2012

Berhati Ikhlas


Drs. St. Mukhlis Denros
Manusia adalah makhluk Allah yang mulia karena menggunakan fungsinya sebagaimana yang dikehendaki Allah yaitu sebagai hamba, sebagai pengabdi yang dilukiskan dalam Adz Dzariyat; 56, “Tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku”. Ketinggian martabat yang disandang manusia akan runtuh bila melakukan kemaksiatan dan pelanggaran agama bahkan derajatnya lebih rendah dari pada binatang, ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya” [At Tin; 4-5].

Manusia secara keseluruhan adalah perpaduan tiga bahagian yaitu jasmani, rohani dan nafsu. Bila diibaratkan kepada kendaraan mobil maka jasmani sebagai tubuh kasar adalah wadah atau kerangka dari mobil atau nyawa adalah sebagai baterai atau accu kendaraan. Sedangkan nafsu disebut dengan jiwa adalah pengemudi atau supir yang bertanggung jawab terhadap baik atau selamatnya kendaraan yang dibawa. Bila mobil berjalan salah atau melanggar peraturan maka yang dihukum bukanlah mobil atau baterainya tetapi supirnya, ”Akan dihadapkan tiap-tiap jiwa segenap amalnya, Allah mengetahui apa yang mereka perbuat” [Az Zumar;70].

Lebih jauh Rasulullah dalam hadits diriwayatkan Bukhari dan Muslim bersabda, “Sesungguhnya dalam jasmainimu itu ada segumpal daging, jika daging itu sehat maka sehatlah seluruh jasmanimu, jika daging itu rusak maka seluruh jasmanimu rusak, itulah dia hari wadah dari jiwa”.

Hati memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, dia menentukan amal yang ikhlas atau amal yang jahat yang dilakukan bukan karena Allah tetapi diliputi oleh kabut syirik atau ingin dipuja manusia yang disebut dengan riya’. Seorang pujangga Islam bersair, “Wahai insan jagalah jiwamu dan hiasilah dengan keindahan, kamu disebut manusia bukan karena jasmani tetapi karena jiwamu”.

Dalam melakukan amal perbuatan Islam menuntut yang dilakukan karena mengharapkan ridha Allah, bila dilakukan dengan ikhlas maka Allah akan menghitung dan memperhitungkannya dan sebaliknya, ”Sekiranya kamu terangkan apa yang dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni orang yang dikehendaki-Nya dan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya” [Al Baqarah 2;284].

Sifat riya’ oleh Rasulullah dikatakan syirik kecil, sahabat bertanya, ”Apa itu syirik kecil ?” maka Nabi menjawab yaitu manusia datang untuk meminta balasan atas amal perbuatan yang mereka lakukan lalu Allah berkata kepada mereka, ”Pergilah kamu temui orang-orang yang karena mereka kamu beramal di dunia, niscaya kamu akan sadar bahwa apakah kamu memperoleh balasan kebaikan dari mereka”.

Hati manusia itu dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi ditolak atau diterimanya amal, hati yang rusak karena dihinggapi penyakit akan merusak amal perbuatan manusia. Demikian pula halnya dalam pergaulan antar manusia, orang lebih tertarik dan simpati dengan orang yang baik hati, penolong, penyabar, penyantun serta sifat-sifat Ilahiyyah lainya. Pergaulan akan harmonis bila dalam hati seseorang tidak tertanam sifat membenci, balas dendam, hasud lagi dengki serta penyakit hati lainnya. Orang yang hatinya tulus dan mulya dikatakan dengan baik hati, bila sebaliknya akan dijuluki busuk hati.

Dalam sebuah Hadits Qudsi Rasulullah bersabda, ”Orang yang beriman itu tak ubahnya seperti lebah, bila ia akan makan maka akan dimakan makanan yang baik-baik dan bila ia mengeluarkan sesuatu iapun mengeluarkan sesuatu yang baik dan bila ia hinggal di suatu ranting, ia tidak membuatnya patah” [Tarmizi]. Lebah mempunyai sifat yang baik yang pantas dijadikan sebagai contoh yaitu hidupnya saling berkumpul untuk memecahkan segala persoalan, makanannya bunga-sunga segar lagi muda, dia menyukai yang bersih, terbang dari satu pohon ke pohon lain bahkan dia mengeluarkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.

Terbang dari pohon satu ke pohon yang lainnya bagi lebah adalah pekerjaan yang biasa, walaupun ranting yang dihinggapi lapuk maka ranting tersebut tidak akan patah karena lebah tidak suka membuat kerusakan, dia cinta kebaikan dan keindahan, walaupun sering bepergian dari satu daerah ke daerah lain tetap terjaga keindahan dan keserasian lingkungannya.

Hal ini dapat diibaratkan bagi manusia yang berhati baik, dia selalu membuat kebaikan, sifatnya selalu terjauh dari sifat jahat, tidak mau melibatkan atau terlibat dalam keributan, ketika pindah dari Padang ke Lampung, orang Padang merasa sedih dan haru melepasnya dan sesampainya di Lampung disambut oleh tetangga baru yang siap bergaul dengannya, karena dia selalu rukun dan damai, dia terlepas dari hasut, dengki dan penyakit hati lainnya, persoalan kecil akan dihilangkan dan masalah besar diselesaikan, lebih banyak mengalah demi kehidupan damai.

Didalam Islam orang beriman ditatar agar selalu memelihara hatinya supaya tetap baik dan terjauh dari beberapa penyakit yang dapat menjerumuskannya ke neraka. Ada beberapa penyakit yang harus dihindarai yaitu; Al Ashir yaitu kufur nikmat, At Tabaghut saling membenci, At Tahasud ialah dengki, yang akan berakhir dengan Al Haraj yaitu saling membunuh. Hal ini dapat terjadi bila hati tidak baik yang selalu diselimuti sifat-sifat negatif dan jahat, tingkah manusia selalu diikuti oleh suara hatinya, bila dia melakukan kejahatan bukan berarti hatinya menyetujui, hati mengatakan bahwa perbuatan itu salah namun suara hati dikalahkan oleh suara hawa nafsu yang dikendalikan oleh syaitan.

Amal walaupun banyak akan hancur sia-sia bila dilakukan dengan tidak ikhlas karena Allah, sebagaimana peristiwa Hijrah dan berjuang dalam peperangan membela agama Allah akan bermakna kecil bahkan akan hilang seluruh pahala pengabdian dan pengorbanan bila berhijrah atau berjihad karena mengharapkan balasan dunia. Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya segala perbuatan bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya tiap orang memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang Hijrahnya itu ialah kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang Hijrah karena dunia atau untuk mengawini seorang wanita maka hijrahnya ialah ke arah yang ditujukannya itu”. [Harian Mimbar Minang Padang, 0505200]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar