Kamis, 12 April 2012

Hijrah Melukiskan Kemantapan Iman

Drs. St. Mukhlis Denros


Dalam surat Al Anfal 8;30 Allah berfirman, ”Dan ketika orang-orang kafir memperdaya kamu, mereka akan melukai dan membunuh atau mengusir engaku, sungguh mereka telah berdaya upaya, tetapi mereka tidak menginsafi dan menyadari bahwa Allah adalah lebih pandai [sebaik-baik] berdaya upaya”

Oleh karena itu patutlah kiranya ummat islam mengenang kembali peristiwa hijrah ini, hampir selama 13 tahun Nabi Muhammad berjuang di Mekkah untuk meluruskan aqidah ummat agar meninggalkan berhala-berhala pujaan, menyingkirkan watak-watak jahiliyyah yang dapat menyeret manusia kepada peradaban buruk. Namun usaha selama 13 tahun ini tidak banyak membuatkan hasil, hanya beberapa orang saja yang dapat ditempat, digembleng dengan keimanan yang teguh, disamping itu ada yang telah beriman tapi disembunyikan dan ada pula mulai tertarik dengan ajaran islam tapi belum saatnya untuk menyatakan imannya.

Selama gerak da’wah dilakukan Nabi selama itu pula tekanan, tindasan dan halang rintangan dilancarkan kafir Quraisy dengan maksud agar pengaruh ajaran yang dibawa Muhammad jangan menyebar dan menyeluruh ke pelosok penduduk Mekkah sehingga tidak jarang terjadi penyiksaan bahkan pembunuhan dilakkan dengan kejamnya terhadap orang yang tertarik kepada islam. Untuk menyelamatkan iman ummat islam yang telah tumbuh inilah maka dilakukan hijrah yaitu menyingkir dan mundur dari perjuangan untuk menyusun kekuatan baru.

Hijrah pertama tanpa disertai Nabi Muhammad, berlansung pada 615 Masehi [tahun kelima sesudah kerasulan]. Hijrah pertama ini terjadi sesudah Nabi menyaksikan dari hari ke hari intimidasi kaum kafir Quraisy kepada kaum muslimin yang baru tumbuh makin menjadi-jadi. Beberapa sahabat Rasulullah, bahkan ada yang disiksa dan dibunuh. Ketika itulah Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Abesinia [Ethiopia sekarang] yang diperintah oleh Najasi yang ketika itu masih beragama Nasrani.

Hijrah kedua terjadi tidak lama sesudah isteri dan paman nabi, Siti Khadijah dan Abu Thalib meninggal dunia. Merasakan gangguan yang makin menjadi-jadi, Rasulullah pergi ke Thaif, sekitar 60 kilo meter imur laut Mekkah. Di Thaif, Rasulullah melancarkan da’wahnya kepada berbagai kabilah, baik yang hendak berziarah ke Ka’bah maupun kabilah-kabilah setempat.

Ketika intimidasi dari kafir Quraisy semakin gencar dan pengintaian gerak da’wah nabi semakin ketat maka dilakukan hijrah ke Madinah dengan meninggalkan rumah tangga, harta benda dan kehidupan keluarga demi menyelamatkan aqidah, ada yang berpisah dengan anak dan isteri, ada yang harus bercerai dengan ayah dan bunda dan saudaranya, ada yang bercerai dengan kekasih, semua itu bukan penghalang asal iman tetap terpateri dan karena imanlah kehidupan serta kesenangan dunia ditinggalkan.

Iman membutuhkan pembuktian, salah satu diantaranya adalah hijrah, bagi yang kuat melakukannya, tahu jalan ke Madinah, kalau imannya sudah mantap tidak ada pilihan lain selain berangkat, entah untuk berapa lama di rantau orang yang belum tahu bagaimana masa depan disana. Bila mengaku beriman tapi tidak siap memasuki ujian ini maka Allah meletakkan mereka pada derajat yang rendah kecuali mereka lemah dan tidak tahu jalan ke Madinah maka ampunan bagi mereka. An Nisa’ 4;98-99 yang artinya, ”Kecuali mereka yang teriandas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah. Mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.

Ujian pertama yang dihadapi adalah melepaskan segala kesenangan dan keterikatan kepada kampung halaman [Mekkah] berupa kesenangan harta benda, pergaulan dan kecintaan. Bila ini dapat diatasi akan menghadapi ujian berikutnya yaitu perjalanan panjang yang melelahkan, belum lagi dihadang oleh kafir Quraisy, begitu diketahui mereka terpaksa digiring kembali ke Mekkah, disiksa bahkan nyaris dibunuh.

Dalam perjalanan ini tiada tempat berteduh selain padang pasir tandus, panas menyengat dikala siang hari, dingin mencekam dikala malam, belum lagi habisnya bekal dalam perjalanan dan penderitaan lainnya yang akan dialami bahkan nyawapun terancam. Tapi ini adalah ujian iman untuk membuktikan kesungguhan dalam beragama dan kecintaan kepada Allah.

Bukti kecintaan ummat kepada Allah yaitu siap menghadapi ujiannya dan bukti kecintaan Allah kepada hamba-Nya ditaburi ujian hidup sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al Baqarah 2;214 yang artinya, ”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncang dengan bermacam-macam cobaan...”

Tatkala Rasulullah akan meninggal Mekkah, di suatu tempat yang bernama Hazawwarah, di luar kota Mekkah, nabi berdiri sebentar menatap kota yang akan ditinggalkannya dan berdo’a kepada Rabbul Jalali, ”Demi Allah, sesungguhnya engkau, ya Mekkah adalah satu bumi yang palng aku cintai dan dicintai Allah. Demi Allah, kalau tidaklah karena aku di usir dari bumi Mu dalam keadaan terpaksa, pastilah aku tidak akan keluar”.

Akhirnya untuk mendapat restu Ilahi menghadap hari depan Rasulullah dan para sahabat, beliau selanjutnya memohon do’a, ”Ya Ilahi kobarkanlah rasa cinta yang mendalam dalam hati kami kepada kota Madinah,seperti kecintaan kami kepada Mekkah, atau lebih lagi. Ya Allah, sehatkanlah udaranya bagi kami, kurniakanlah berkah segala makanannya untuk kami dan singkirkanlah jauh-jauh segala penyakitnya, dan jadikanlah serasi untuk diri kamu”.

Bagaimanapun hijrah telah berlalu 14 abad yang lalu tapi mutiaranya tetap menggema di hati ummat sampai kapanpun, bukti kemantapan iman pada ummat sampai kapanpun, bukti kemantapan iman pada ummat dizaman kita bukan hijrah fisik sebagaimana yang dilakukan dimasa Rasulullah tapi hijrah hati nurani, iman dituntut pembuktian dengan melaksanakan hukum Allah melalui aktivitas amaliah ibadah. [Buletin Risalah Da’wah Al Furqan Solok No. 71/Meii 1995 ]

Do'a Hamba Kepada Khaliqnya

Drs. St. Mukhlis Denros
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah 2;186, ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a kepada-Ku…”

Do’a menurut bahasa adalah minta pertolongan, memanggil, memuji, memohon, sedangkan dari segi istilah yaitu permohonan hamba kepada Allah sebagai Khaliq [Pencipta]. Do’a selain berbentuk permohonan kepada Allah juga akan berujud ibadah sebagaimana Rasulullah bersabda, “Do’a adalah sumber ibadah”. Selain do’a itu perintah dari Rasul dia juga perintah Allah, bukankah Allah telah menyebutkan bahwa orang yang tidak mau berdo’a termasuk orang yang sombong, orang yang sombong terhalang baginya untuk masuk syurga, “Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan do’amu, orang yang menyombongkan diri hingga tak hendak beribadah kepada-Ku sungguh mereka itu akan masuk neraka dalam keadaan hina dina” [Al Mukmin; 60]

Manusia diperintahkan berdo’a karena adanya dua unsur yaitu, unsur manusiawi; manusia dalam berusaha memiliki kemampuan yang terbatas, tidak semua rencana manusia dapat berhasil dengan sukses, jadi harus sabar dan tabah menunggu hasil dengan mengharapkan bantuan Allah. Unsur Ilahi; Allah memiliki segala ketentuan walaupun manusia telah merancang dan merencanakannya, akan tetapi banyak menemukan kegagalan, keberhasilan manusia disamping dilakukan dengan kerja keras dan rencana yang matang juga berkat rahmat dan mau’izhah Allah.

Dalam kajian-kajian psikologis [ilmu jiwa] do’a dipandang sebagai obat bagi orang yang mengalami tekanan jiwa, stress, putus asa, keterbelakangan dan lain-lain. Oleh karena itu Dr. Zakiah Darajat sampai pada satu kesimpulan bahwa do’a yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dapat memberikan makna penyembuhan bagi stress dan gangguan kejiwaan. Do’a juga mengandung manfaat bagi pembinaan atau dengan kata lain do’a mempunyai kreatif, preventif dan konstruktif bagi kesehatan jiwa.

Dalam berdo’a Allah menggambarkan tabiat manusia, yaitu manusia yang lupa dengan karunia Allah, ”Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia kembali melalui jalannya yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk menghilangkan bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan” [Yunus; 12].

Orang yang demikian, do’anya hanya sebagai pelarian saja, bila berhasil dia lupa, seolah-olah keberhasilan itu tanpa bantuan Allah, Allah menegaskan, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri, tetapi apabila dia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a “ [Fusshilat; 51].

Sedangkan sikap pribadi mukmin ialah; dia akan berdo’a dikala lapang apalagi dikala sempit, dia akan berdo’a dikala sedang dan susah dan bila berhasil usahanya maka semakin tunduk kepada-Nya, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang ingin supaya dikabulkan do’anya diwaktu mendapat kesusahan, maka hendaklah dia banyak berdo’a diwaktu lapang” [HR. Turmuzi].

KEUTAMAAN DO’A
Ada beberapa hal keutamaan do’a yaitu:
1. Mendapat penghargaan Allah
Diriwayatkan oleh Turmuzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tidak satupun yang lebih dihargai oleh Allah daripada do’a”.

2. Menjauhi Murka Allah
Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang tidak memohonkan kepada Allah, maka Allah akan murka kepada-Nya”

3. Menangkal Taqdir Buruk
Diterima dari Aisyah, bersabda Rasulullah Saw, “Tidak mempan sikap berhati-hati terhadap taqdr, sedangkan dia itu akan memberi manfaat, baik terhadap hal-hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Dan sungguh, bala atau malapetaka itu turun, lalu disambut oleh do’a, maka bergulatlah kedua mereka itu sampai hari kiamat” [HR. Bazzar, Turmuzi dan Hakim].

TATA TERTIB BERDO’A
Dalam berdo’a ada beberapa tata tertib yang harus dipatuhi bagi seorang muslim yaitu;
1. Mencari Yang Halal
Rasulullah bersabda kepada Saad bin Abi Waqqas, “Hai Saad, jagalah soal makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang makbul do’anya. Demi Allah yang nyawa Muhammad di tangan-Nya, jika seseorang memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima do’anya selama 40 hari. Dan siapa juga hamba yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka nerakalah lebih layak untuk melayaninya”.

2. Memperhatikan Saat Yang Tepat
Ada do’a yang dikabulkan Allah dikala berdo’a pada waktu-waktu dan tempat tertentu seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga terakhir dari malam hari, waktu sahur, ketika turun hujan, antara adzan dan iqamat, ketika sedang sujud [diluar shalat], saat memulai pertempuran, ketika dalam ketakutan atau berhiba hati.

3. Merendahkan Diri
Allah berfirman, “Bermohonlah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan suara, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas” [Al A’raf;55]. Menurut Ibnu Jarir, tadarru’ maksudnya ialah merendahkan diri dan pasrah mentaati-Nya. Sedangkan khufyah ialah dengan hati yang khusyu’ dan keyakinan yang sangat mengenal ke Esaan dan ke Tuhanan-Nya dalam hubungan antara kita dengan-Nya, jadi bukan dengan suara keras dan riya’.

Hal lain yang merupakan syarat dan tata tertib dalam berdo’a ialah; menghadap kiblat jika dapat, mengangkat kedua tangan setentang kedua bahu, memulainya dengan memuji Allah dan shalawat Nabi, do’a yang tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturrahim, dengan keinginan yang pasti agar dikabulkan, memohon doa yang lebih baik, menghindari yang tidak baik terhadap diri dan keluarga, mengulangi do’a sampai tiga kali, memulai dari diri pribadi bila berdoa untuk orang lain, dan tidak menganggapnya lambat akan dikabulkan Allah, Rasulullah bersabda, ”Tentu do’a seseorang akan dikabulkan Allah selama orang tidak gegabah mengatakan, ”Saya telah berdo’a, tetapi do’a itu tidak juga dikabulkan Allah”.

Do’a merupakan ibadah baik dikabulkan ataupun tidak, seorang mukmin dianjurkan senantiasa berdo’a dikala siang dan malam, dikala susah dan senang, lambat atau cepatnya terkabul sebuah do’a ini merupakan hak mutlak Allah, kenapa kita mengharapkan supaya Allah cepat mengabulkan do’a yang kita sanjungkan, sementara segala perintah Allah lambat untuk dilaksanakan bahkan terlalu banyak kemaksiatan yang kita ukir di dunia ini sehingga wajar do’a-do’a kita tergantung di awang-awang tanpa tanggapan dari-Nya, ini semua berpulang kepada tanggap atau tidaknya kita terhadap panggilan Ilahi, wallahu a’lam [Buletin Risalah Da’wah Al Furqan Solok nomor 42/ Nofember 1994].




Strategi Optimalisasi Pemberantasan Maksiat

Oleh Drs. Mukhlis Denros

Kemajuan zaman dengan perangkat ilmu pengetahan dan teknologinya membawa ummat manusia kepada kehidupan seribu tahun yang silam, hal ini tidak dapat dipungkiri, karena memang dinamika kehidupan manusia yang dibekali Allah dengan akal mampu mencapai sesuatu yang dahulu dianggap mustahil, tapi kita dibuktikan kebenarannya.
Dengan kemajuan tersebut tata nilai dan norma menjadi sirna, adat yang telah melembaga tidak lagi berperan, budi pekerti bukan lagi suatu ukuran, pada satu sisi kemajuan zaman membawa manfaat, namun disisi lain nilai-nilai kemanusiaan dihancurkan. Hal yang dahulu tabu bila dilakukan, kini dianggap hal biasa, dahulu untuk melakukan suatu perbuatan tercela seseorang tidak berani melakukannya di kampung sendiri karena dapat mencoreng muka seluruh masyarakat tetapi sesuatu hal yang memalukan kini telah menjadi trend [kecendrungan yang menarik] di tengah masyarakat.

Ujud dukungan masyarakat terhadap program pemerintah terutama POLRI yang menyatakan perang dengan segala bentuk kemaksiatan telah digelar suatu acara diskusi panel di Gedung Olah Raga IKIP Padang, pada hari Ahad 13 Nofember 1994 dengan tema ”Strategi Optimalisasi Pemberantasan Kemaksiatan di Sumatera Barat” yang dihadiri lebih kurang 1800 peserta dari seluruh daerah Sumatera Barat, terdiri dari pelajar/ mahasiswa, masyarakat dan ulama.

Acara dibuka dengan resmi oleh Gubernur Sumatera Barat yang diwakili oleh Bidang Kesra. Dalam sambutannya menyatakan bahwa kemaksiatan adalah sesuatu yang sebenarnya ada dalam setiap zaman, bedanya, maksiat zaman sekarang lebih meningkat, padat, menyebar dibandingkan zaman dahulu. Sumber maksiat itu dari otak manusia yang tidak memiliki/ tipis imannya. Lebih jauh beliau mengatakan; Pengaruh globalisasi ada dua sisi yang dapat dianggap, sisi hitam menimbulkan akibat negatif adalah nilai-nilai luar yang tidak sesuai norma kita, dan sisi putih yaitu bentuk positif.

Sebagai bangsa yang memiliki nilai adat dan agama, bila datang arus dari luar kita berkewajiban mengajak dialog atau mengajari mereka tentang nilai-nilai kita, tidak mustahil dengan dialog yang baik merekapun mengerti, bahkan tidak sedikit akhirnya mereka memeluk agama Islam, sedangkan arus yang ada di dalam harus kita perkuat, jangan sampai luntur dengan arus luar yang dapat merusak.

Acara ini dilaksanakan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Da’wah [LP2D] Al Madany Padang, yang menampilkan tiga panelis, yaitu Kapolda Sumbar, Rektor IKIP dan Ketua Yayasan Al Madany.

Kapolda Sumbar Drs. Nana S. Permana pada makalahnya yang dibacakan oleh Kadidbinmas Hasan Basri Saropi mengatakan tentang pengertian maksiat yang ditinjau dari UU nomor 13 tahun 1961, adalah pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, pemabukan, perdagangan manusia, pengisapan [rentenir] dan pergelandangan.

Penggunaan kata maksiat dalam mengggelar operasi Pekat [penyakit masyarakat] bukan merupakan istilah hukum, melainkan lebih bersifat sosiologis atau pendekatan keagamaan, maksudnya menurut Kapolda Sumbar selanjutnya agar masyarakat mudah memahaminya dan segera dapat menerimanya, oleh karena Sumatera Barat menganut paham adat basandi syara’, syara’ badandi kitabullah. Maksiat sudah jelas menurut agama tidak ada yang meredhainya atau membenarkannya.

Lebih jauh Kapolda menyebutkan hasil-hasil yang telah dicapai Kepolisian dalam melaksanakan operasi pekat, yang lebih banyak korbannya adalah generasi muda, pelajar atau mahasiswa, padahal mereka adalah generasi penerus yang diharapkan untuk tampil dimasa datang. Demikian penjelasan Kapolda Sumbar pada diskusi ini dengan judul, ”Tinjaulah Beberapa Fenomena Kemaksiatan Kontemporer di Sumatera Barat serta Permasalahan yang Mengitarinya”.

Panelis kedua tampil atas Rektor IKIP Padang, yang disampaikan oleh Dr. Aliasar, M.Ed dengan makalah berjudul, ”Peranan Lembaga Pendidikan Dalam Menanggulangi Kegiatan Kemaksiatan”, memaparkan, manusia dilahirkan ke dunia bukan atas kemauan atau kehendak manusia yang bersangkutan, tetapi atas kemauan Allah yang menetapkan jenis kelaminnya, dimana akan dilahirkan dan dimana juga akan dimatikan. Allah tidak hanya menciptakan manusia itu saja, tetapi bagaimana cara-cara manusia itu melakukan kegiatan untuk hidup di dunia, diberikan oleh Allah dengan jelas.

Manusia yang berbuat bertentangan dengan petunjuk Allah, itulah yang dikatakan kemaksiatan. Yang patuh menurut petunjuk Allah, itulah yang berjalan di jalan aturan yang benar. Peranan lembaga pendidikan dalam menanggulangi kemaksiatan, beliau menjelaskan ada dua jenis perananya, yaitu;
1. Secara Prefentif, yang dilakukan dengan jalan memberi formasi tentang aturan-aturan hidup yang telah diwahyukan Allah kepada Rasul-Rasul-Nya, wahyu tersebut dijadikan pegangan hidup bagi setiap warga belajar. Bila informasi dianalogkan dengan ilmu, maka ilmu tersebut harus diterapkan [diamalkan/diapliksikan] dalam kehidupan, langkah berikutnya adalah meyakinkan warga belajar bahwa aplikasi yang telah dilakukan dalam kehidupan, maka lakukanlah reinforcemart, yaitu peyakinan dan penguatan agar warga didik mengulangi kembali perbuatan yang telah mereka lakukan berkali-kali semua itu harus diikuti pula dengan evaluasi untuk mengambil keputusan dalam rangka memperbaiki cara-cara menerapkan aturan Allah dalam kehidupan.
2. Secara Curatif, yaitu memperbaiki yang rusak dengan jalan;
- Mengadakan pendekatan kepada orang yang telah kena maksiat.
- Bantu dia untuk menemukan kesesatan yang dia lakukan.
- Bantu orang yang telah sadar dari maksiat untuk menjauhi dari maksiatan, secepatnya ganti dengan amal yang shaleh.
- Atur strategi untuk melawan kemaksiatan itu.

Panelis terakhir dalam diskusi panel ini tampil pengurus Yayasan Al Madany Padang, yaitu H. Suhary Ilyas, MA dengan judul makalahnya ”Konsep Islam dalam Menanggulangi Kemaksiatan”.

Menurut beliau, ada beberapa hal yang menyebabkan tumbuhnya kemaksiatan khususnya kemaksiatan perzinaan/pelacuran, antara lain;
1. Kelemahan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri, sejak dari SD sampai PT, kelemahan pendidikan agama ini akan mengakibatkan merosotnya nilai-nilai iman dan taqwa, bila iman telah merosot dengan mudah timbulnya kemaksiatan.
2. Pengaruh TV, Vidio, Bioskop dan buku/ gambar porno. Sementara nilai iman generasi muda telah merosot lalu mereka disuguhi tayangan-tayangan televisi, film, bacaan dan gambar-gambar porno yang meransang gejolak hawa nafsu mereka yang sedang dilanda badai pubertas, sedangkan filter tidak ada.
3. Kurangnya rasa tanggungjawab/ kontrol orangtua terhadap anaknya, hal ini dapat dilihat dalam sebuah kasus penggerebekan yang dilakukan pada sebuah hotel, terjaringlah seorang pelajar SLTA, yang mengaku bahwa dia tidak pernah diperhatikan oleh orangtuanya, karena orangtuanya sibuk.

Dengan bahasa yang padat, singkat dan tepat, penelis ketiga ini mengungkapkan lebih jauh penyebab kemaksiatan, selain tiga hal diatas adalah kurang pekanya masyarakat terhadap gejolak kemaksiatan, kurangnya rasa tanggungjawab moral, pedagang dan pengusaha, yang hanya mengutamakan untung sementara generasi muda dirusaknya dari hasil produksinya. Disamping itu, lanjut beliau secara umum kita melihat da’wah Islam cukup ramai di dinegeri kita ini, namun sejauh itu kita merasakan da’wah tersebut belum lagi memberikan hasil yang optimal karena kurang efektifnya pelaksanaan da’wah tersebut. Antara lain dapat kita temukan indikasi-indikasi sebagai berikut;
a. Da’wah ita lebih banyak menekankan amar ma’ruf, tetapi kurang memberikan tekanan pada nahi mungkar.
b. Da’wah kita lebih banyak mengejar kulit dari isi. Kita bersemangat membangun masjid akan tetapi kurang bersemangat dalam memakmurkan masjid.
c. Kurangnya kerja sama lembaga/ organisasi, perusahaan dan lain-lain, artinya selama kita sama-sama berda’wah tapi tidak bekerja sama dalam da’wah.
d. Kurangnya manajemen da’wah, karena selama ini da’wah saling tumpang tindih, tidak ada program apalagi evaluasi da’wah.

Dari semua penyebab kemaksiatan itu, bapak Suhairy Ilyas memberikan terapi yang jitu yang dapat diterapkan oleh pemerintah, generasi muda, tokoh masyarakat dan alim ulama, terapi itu adalah;
- Meningkatkan iman dan taqwa.
- Mencegah secara prefentif
- Menuntut tanggungjawab orangtua
- Menuntut partisipasi masyarakat
- Memberi ancaman hukuman bagi mereka yang terlibat
- Meningkatkan efektifitas da’wah.

Selama tujuh jam diskusi ini digelar yang disambut meriah oleh seluruh peserta, dari jam 09.00-15.00 dkurangi shalat Zhuhur dan makan siang. Yang jelas kemaksiatan tidak mungkin diberantas habis, tapi kita hanya memperkecil volumenya. Dengan harapan mereka yang hadir dalam diskusi panel adalah orang-orang yang tidak mau dekat dengan maksiat, lalu kehadirannya di tengah masyarakat adalah sebagai pioner untuk ikut serta memberantas kemaksiatan.

Acara ini telah tiga kali dipanggungkan oleh Yayasan Al Madany, tema yang berbeda dengan sekup Sumatera Barat sebagai upaya untuk menemukan kesatuan fikrah antara ulama dan umara dalam memandang permasalahan dan mencari jalan keluarnya.
Dari diskusi panel ini dapat disimpulkan;
1. Adanya operasi pekat [penyakit masyarakat] yang dilakukan oleh Kapolda perlu dukungan semua pihak sehingga operasi ini berhasil dengan baik.
2. Kalau menemukan fenomena kemaksiatan yang nampak di tengah masyarakat maka diharapkan untuk ikut peduli terhadapnya, dengan jalan menginformasikan kepada pihak yang terkait. Pembenahan seluruh bentuk hubungan pendididkan menjadi tanggungjawab kita semua.
3. Pendidikan agama yang ada sekarang agar ditinjau kembali untuk mencetak generasi masa depan yang lebih baik, konsep iman dan taqwa agar dapat dijabarkan dengan tepat serta ada prioritas pembinaannya.

[Drs. Mukhlis Denros, Majalah SKJ Jakarta, edisi 166 April 1995].

Menegakkan Nilai-Nilai Ekonomi Islam

Oleh Drs. Mukhlis Denros

Generasi muda berdiskusi tentang kehidupan di Masjid Al Hidayah 15 A Metro Lampung Tengah. Forum Persaudaraan Muslim yang diketuai Subagiyo telah mengumpulkan sekitar 60 anak muda yang tergabung dalam organisasi HMI, PMII, IMM, PII, IPM, Pemuda Muhammadiyah, Risma,Senat Mahasiswa pada Perguruan Tinggi yang ada di Lampung Tengah. Forum diskusi itu dihadiri pula oleh beberapa tokoh masyarakat, untuk mengkaji ekonomi Islm. Dalam seminar sehari ekonomi islam, tanggal 10 Januari 1988. pemakalah dihadirkan Drs. Andi Punoko, Asrean Hendicahya SE, Toto Sugiarto Bsc, serta Samijo Jarot.

Konsepsi Islam mengenai zakat, infaq, wakaf, shadaqah dan waris adalah wujud nyata cita-cita membangun masyarakat islam, yaitu memperkecil kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, antara si kuat dengan si lemah. Di dalam melaksanakan kehidupan perekonomian, pada satu sisi Islam melarang pemborosan dan pada segi yang lain melarang berbuat bakhil, sebagaimana firman Allah dalam surat al Furqan ayat 67, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak pula kikir”.

Demikian ungkap Drs. Andi Punoko dalam menyampaikan makalahnya yang berujudul “Azas solidaritas dan keseimbangan dalam ekonomi Islam”, selanjutnya dosen UBL [Universitas Bandar Lampung] itu mengatakan, “Pada satu segi islam memerintahkan yang kaya untuk tidak melupakan yang miskin, Allah berfirman, “Dan berilah kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan” [Al Isra’; 26].

Namun pada sisi lain Islam melarang yang miskin untuk mempertahankan status kemiskinannya. Pada bagian laginnya pemakalah menyebutkan, ”Konsep Islam tentang perekonomian telah mempunyai landasan-landasan yang logis, formal dan praktis”.

Tapi konsep itu sering kali seperti mutiara di bawah timbunan pasir di gurun, kafilah berlalu di atasnya atau onta menghirup air di sekitarnya. Sedang mutiara entah kelihatan atau tidak, rupanya konsep dan kenyataan hanya tinggal manusianya saja”.

Hal ini disambut oleh Asrean Hendicahya SE, ”Bukan berarti dengan tidak munculnya ekonomi Islam, berarti Islam lepas tangan dalam mengatur manusia berekonomi. Hanya saja manusia yang mengakui Islam belum konsisten- istiqamah untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam membangun sistim ekonomi”.

Dalam makalah ”Berekonomi Menegakkan Nilai-nilai Ilahiah”, Sarjana Ekonomi Jebolan Unila [Universitas Lampung] ini mengetengahkan kritik terhadap Kapitalisme dan Sosialisme, ”Ternyata dari kedua sistim kapitalisme-sosialisme mempunyai benang merah yang menghubungkan keduanya, yaitu mencapai tingkat kepuasan materialistik-kapitalisme melalui individualistik dan sosialisme melalui kolektivitas mengejar kesejahteraan material sebagai tujuan akhir, yang kadang kala tumbuh menjadi watak Hedonisme”.

Pada pertengahan makalahnya ketua Umum terpilih HMI cabang Bandar Lampung ini mengatakan, ”Karena konsepsi mereka tentang alam, manusia dan Allah sebagai kebenaran mutlak salah, maka pemikiran merekapun mengenai alam, manusia dan Allahpun salah, sehingga melahirkan prilaku yang salah pula. Prilaku yang salah melahirkan kebiasaan yang salah, maka akan melahirkan budaya yang salah. Budaya yang salah tentu akan menciptakan suasana yang keruh dan ketidak teraturan bagi naunsa kehidupan manusia, yang tentu tidak kondusif bagi aktualisasi fithrah diri”.

Toto Sugianto Bsc dengan makalahnya, ”Mengapa Bank Islam?” memberi harapan akan terbentuknya Bank Islam di Indonesia dengan melihat fakta yang telah terujud di malaisia, New York, China dan negara lainnya, bahkan di Bandungpun telah nampak dengan berdirinya ”Koperasi Islam”. Gagasan Bank tanpa bunga didasarkan pada konsep hukum Islam Syirkah [Persekutuan], Mudharabah [bagi hasil] dan adanya larangan yang keras atas diperkenankannya riba. Modal Bank tanpa bunga dapat dibentuk dengan hasil pengumpulan zakat, modal saham, tabungan-tabungan sedangkan usahanya sama seperti bank-bank lainnya, seperti pemberian modal kepada yang membutuhkan, pelayanan simpan pinjam, garansi bank, serta membuka rekening-rekeni ng lancar lainnya, yang kesemuanya berdasarkan kepada sistem Mudharabah. Para wiraswastawan yang memperoleh modal dari Bank Islam ini harus membagi labanya dengan Bank Islam, dengan presentase yang telah disepakati bersama.

Lebih jauh beliau mengatakan, ”Kewajiban untuk menanggung kerugian dibebankan kepada Bank. Apabila tidak ada laba, bank hanya dapat menagih sejumlah yang dapat mereka tagih atau diberikan persen. Kerugian tersebut dianggap suatu pengikisan harta kekayaan atau modal sendiri dan bank mendapatkan kembali jumlah yang tersisa saja, adanya penggantian bunga dengan bagi hasil, tingkat keuntungan modal yang dipinjamkan bank dan pelunasannya sepenuhnya bergantung kepada produktivitas perusahaan yang diusahakan, sehingga bank sangat hati-hati untuk menguji dan menetapkan produktifitas proyek tersebut”.

Sementara itu Samijo Jarot dalam menyampaikan makalah yang berjudul, ”Kemiskinan sebuah agenda ketimpangan sosial dan ekonomi”, mengetengahkan, ”Penyebab kemiskinan dan kelaparan tidak ada kaitannya dengan kepadatan penduduk, dan kemiskinan tidaklah berdiri sendiri, kemiskinan selalu bergandengan dengan kemewahan sekelompok kaum elit yang menghabiskan uangnya untuk mengkonsumsi barang-barang merah”.

Hal ini beliau paparkan dengan fakta yang dapat diambil : di Karachi, anda akan melihat perkampungan pensiun militer dengan gedung-gedung besar dan kolam bunga yang gemerlap, tidak jauh dari situ ratusan penduduk antri untuk memperoleh satu dirijen air minum.

Di Ethipia, ketika jutaan orang berebut mencari sesuap makan dari bantuan asing yang sampai, penguasa negeri itu menghabiskan dua milyar dolar untuk membeli senjata.

Di Banglades tahun 1974, ketika negeri itu ditimpa kelaparan, diperkirakan ditimbun lebih dari empat juta ton beras karena kebanyakan rakyat tidak sanggup membelinya, sementara itu pemilik sawah, tanah yang kaya berbaris sepanjang malam di kantor agraria untuk membeli tanah yang akan dijual oleh petani-petani kecil yang kelaparan sebagai upaya mereka yang terakhir.

Kemudian Samijo Jarot sebagai penyampai makalah terakhir mengambil suatu tesis, ”Kekurangan pangan, kekeringan, kepadatan penduduk, budaya kemiskinan dikalangan orang miskin, belum bisa dijadikan alasan penyebab terjadinya kemiskinan. Penyebab utama ialah adanya ketimpangan sosial dan ekonomi. Adanya orang miskin karena situasi lingkungannya yang membuat dia miskin, dengan mengambil contoh seorang buruh yang rajin, ia akan tetap miskin karena upah yang rendah, hingga mempersulit posisinya untuk tawar menawar, sementara orang yang kaya, yang memiliki modal dapat membayar buruh dengan upah yang amat rendah”, inilah yang dimaksud Adi Sasono sebagai kemiskinan struktural.

Seharian penuh peserta seminar diajak untuk mengkaji tentang Ekonomi Islam, yang akhirnya oleh team perumus dapat disimpulkan:
1. Di dalam menjalankan sarwa kehidupan, dan interaksi antar manusia, Islam selalu memakai azas solidaritas dan keseimbangan, untuk mewujudkan harmoni antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
2. Setiap bentuk aktifitas manusia, harus merujuk pada nilai-nilai pengabdian. Dan aktivitas manusia akan menjadi pengabdian bila mendasarkan diri pada pencarian ridha Allah. Sedang berekonomi adalah salah satu bentuk kegiatan manusia memunculkan nilai-nilai Ilahiah. Tentang pemunculan proses nilai-nilai Ilahiah di dalam prilaku ekonomi oleh ummat Islam, memerlukan proses yang panjang yang dapat dihindari kemungkinan akan berbenturan dengan nilai-nilai lain.
3. Sistem perekonomian yang dihadapi oleh ummat Islam pada saat ini adalah sistem perekonomian yang mengarah kepada makin melebarnya ketimpangan-ketimpangan sosial di dalam masyarakat.
4. Salah satu prangkat yang kiranya layak untuk diangkat sebagai sarana yang dapat memecahkan problem ketimpangan sosial di dalam masyarakat adalah bank tanpa bunga.
5. Proses awal untuk tegaknya nilai-nilai Ilahiah dalam perekonomian adalah penyadaran ummat tentang perlunya aktualisasi nilai-nilai Ilahiah dalam diri masing-masing, kemudian untuk dilembagakan dalam kehidupan masyarakat bersama dengan asfek-asfek yang lain. [Mukhlis Denros, Majalah SKJ Jakarta Nomor 81/ Maret 1988].



Tegakkan Keadilan



Oleh Drs. Mukhlis Denros

Semua orang menghareapkan keadilan berlaku di masyarakat dan dia berharap diperlakukan pula secara adil. Inilah suatu wujud dari masyarakat yang baik yang didambakan oleh seluruh lapisan ummat. Bila keadilan ini telah jauh dan sirna dari persada ini, maka manusia harus menuntutnya dengan jalan apapun, walau nyawa sebagai tebusannya. Amatlah tidak harmonis bila keadilan ini tidak terujud dalam masyarakat, maka akan banyak masyarakat yang diperlakukan dengan sewenang-wenang di luar jalur hukum yang berlaku.

Istilah adil ialah;” menempatkan sesuatu pada tempat atau proporsi yang sebenarnya”, sebagaimana misal bila anda meletakan peci di kaki, itu namanya tidak adil walaupun peci itu buruk. Demikian pula halnya bila anda menempatkan sepatu di kepala, itupun tidak adil meskipun sepatu itu mahal harganya, sebab tidak sesuai dengan tempatnya. Kebalikannya ialah dzalim, yaitu tidak menempatkan sesuatu yang benar. Sepatu walaupun harganya mahal tapi tempatnya dikaki dan peci walaupun harganya murah maka tempatnya di kepala.

Dalam menegakkan hukum, ajaran Islam tidak memandang posisi atau jabatan orang yang dihukum, yang dipandang Islam ialah keadilannya, siapa saja yang salah maka berlakulah hukum baginya, tidak ada istilah kebal hukum.

Janganlah karena sesuatu hal kita tidak meletakkan keadilan. Keadilan ini dituntut dimana saja dan berlaku untuk siapa saja, bahkan kepada anak sekalipun orangtua harus berlaku adil, jangan karena anak sulung atau anak bungsu lalu diperlakukan lebih dari anak yang berada di tengahnya, sehingga anak di tengah diperlakukan semaunya saja, inipun tidak adil. Allah berfirman, ”Janganlah kamu membenci suatau kaum yang menyebabkan kamu tidak menjalankan keadilan, berlaku adillah, karena adil itu dekat kepada taqwa” [Al Maidah;8].

Dalam suatu riwayat yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ketika itu Gubernur Mesir salah seorang sahabat Rasulullah yang bernama Amru bin Ash. Salah seorang anak dari Amru bin Ash terlibat dalam suatu permainan perlombaan lari dengan seorang putra penduduk Mesir. Perlombaan berlansung dengan baiknya, namun kemenangan berada di tangan anak penduduk asli tersebut sedangkan anak dari Amru bin Ash menderita kekalahan.

Melihat peristiwa kekalahan tersebut dengan penuh emosi dan harga diri yang telah direndahkan, lalu dikejarnya anak penduduk asli tersebut dan dicambuknya, tidak sampai disitu saja, bahkan keluar kata-kata yang menyakitkan, ”Engkau berani mengalahkan anak orang berpangkat tinggi”.

Atas kejadian itu, maka pemuda Mesir itu merasa diperlakukan tidak adil. Dia ingin keadilan ini tegak dan terwujud walaupun pada peristiwa yang kecil ini. Dengan diam-diam berangkatlah dia ke Madinah untuk menemui dan mengadukan peristiwa yang dialaminya ketika berada di Mesir kepada Umar bin Khattab. Umar selaku Khalifah lansung mengadakan pemeriksaan atas pengaduan pemuda yang datang dari Mesir tadi, lalu dipanggillah ke Madinah Amri bin Ash beserta anaknya untuk menghadap Khalifah.

Setelah hadir semuanya di Madinah, pengaduan dari pemuda dan pemeriksaan dari Khalifah tidak dapat dipungkiri, dengan penuh tanggungjawab Amru bin Ash dan putranya mengakui kejadian itu. Kemudian Umar bin Khattab mengambil cambuk dan memberikan kepada pemuda Mesir untuk melakukan qishash kepada putra Amru bin Ash, Sekarang cambuklah orang yang mencambukmu, walaupun ia anak orang berpangkat tinggi” perintah Khalifah.

Pembalasan telah dilakukan oleh pemuda itu terhadap putra Amru bin Ash, kemudian Umar memerintahkan untuk mencambuk ayahnya, yaitu Amri bin Ash sendiri. Kata pemuda itu, ”Cukuplah ya Amirul Mukminin, sebab ayahnya tidak pernah berbuat demikian kepada saya”.

Sejarah mencatat, pada hari itu telah terjadi penuntutan keadilan dari seorang rakyat kepada anak seorang Gubernur yang terpandang dan terkemuka. Keadilan adalah hak seluruh manusia, penjajahan berarti perlakuan yang tidak adil suatu negara kepada negara lain, maka hak nya menuntut dengan perlawanan apapun, tidak selesai di meja perundingan, maka lanjutan politik ialah peperangan, itu semua untuk menuntut hak dan menegakkan keadilan.

Demikian pula halnya tentang keadilan yang dilakukan Allah untuk seluruh manusia dengan seadil-adilnya. Orang beriman dan beramal shaleh untuk adilnya ditempatkan di syurga, orang yang kafir dan ingkar, maka tempatnya yang layak dan sesuai ialah neraka, inipun perlakuan yang adil. Sebab tidaklah adil bila orang beriman dan beramal shaleh diletakkan sebagai balasan baginya di neraka dan sebaliknya, ”Allah dapat memberikan balasan kepada orang yang berbuat kejahatan sesuai dengan amalan mereka, dan memberi balasan orang yang berbuat kebaikan dengan kebaikan pula”[An Najm;31].

Kalau kita ingin mencari keadilan di duni aini pada zaman sekarang nampaknya sulit, walaupun banyak bertebaran kantor-kantor pengadilan tidak menjamin tegaknya suatu keadilan. Keadilan kini tinggal slogan kosong saja atau utopia seorang pelamun, dimana banyak manusia yang berbuat sewenang-wenang, saling tindas, tusuk, hantam, saling menginjak dan saling menjatuhkan, dengan uang, pengaruh dan kedudukan, semua dapat disulap dan lepas dari hukum, bahkan sangat disesalkan, seorang yang tidak tahu apa-apa lalu diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain, yang telah diatasnamakan dirinya.

Siapa lagi yang akan menegakkan keadilan kalau bukan diri kita sendiri, baik selaku orangtua, pemuda dan anggota masyarakat. Dari generasi kini hendaklah memberikan contoh teladan yang baik, untuk dilaksanakan generasi yang akan datang sehingga tampakkanlah yang salah itu memang salah, lalu dijatuhkan hukum kepadanya, dan tegakkan yang benar itu memang benar, keadilan dan kebenarannya. Janganlah kaburkan keadilan dan kebenaran itu, jangan dikaburkan karena keadilan akan tetap tegak dihadapan Mahkamah Tertinggi yang dipimpin Allah yang Maha Adil, tak satupun manusia yang luput dari hukumnya,[Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta nomor 109, Zulhijjah 1410 H].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Shalat dan Persoalannya



Oleh Drs. Mukhlis Denros

Shalat merupakan ibadah wajib dalam ajaran Islam yang dilakukan sehari semalam lima waktu dengan tata cara tertentu, shalat merupakan upaya yang mampu menahan seseorang dari berbuat keji dan mungkar. Dengan shalat seseorang mendekatkan diri kepada Allah membina hubungan vertikal juga memupuk hubungan herizontal antara manusia. Pada satu segi shalat mendatangkan kecelakaan bagi pelaksananya karena tidak melaksanakan dengan baik sesuai dengan aturan yang ditentukan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Maun ayat 4-5, ”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya”.

Shalat seseorang dapat dikatakan celaka karena shalatnya lalai dalam waktu, misalnya shalat zhuhurnya dilakukan ketika waktu ashar akan tiba, atau shalat asharnya dilakukan ketika waktu shalat maghrib akan tiba, begitupun dengan shalat-shalat wajib lainnya yang dilaksanakan dengan mengundur-undur waktunya.

Kecelakaan bagi yang mengerjakan shalat juga diakibatkan kurangnya konsentrasi, artinya hatinya senantiasa dihantui dan dikacaukan dengan berbagai urusan dunia yang fana ini. Shahun asal kata dari lupa sesuai dengan surat Al Ma’un, ada tiga kelupaan yang dilakukan orang yang shalat sehubungan dengan arti shahun yaitu;

1. Shahun Qablaha, yaitu lupa sebelum melakukan shalat, artinya ia sudah lupa dengan shalatnya sebelum takbir dimulai, fisiknya siap untuk shalat tapi hatinya masih berada di seberang.

2. Shahun Fiha, yaitu ketika shalat dimulai dia lupa dengan shalatnya yang teringat adalah segala pekerjaan yang ditinggalkan, sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dibaca dan jumlah rakaatnya.

3. Shahun Ba’daha, suatu pengertian orang lupa setelah shalat dilaksanakan, begitu salam diucapkan lansung saja bangkit tanpa zikir dan berdo’a walaupun sejenak, seolah-olah dia tidak mengerjakan shalat.

Dari ketiga kriteria di atas rasanya lebih baik shahun qablaha, bila dia lansung sadar untuk membenahi niatnya kembali atau shahun ba’daha, dikatakan masih lebih baik karena shalat telah selesai, konsentrasinya pada shalat telah usai bersamaan usainya shalat, dari pada lalai dalam shalat. Walaupun demikian kesempurnaan shalat harus djaga demi kebaikan shalat agar tidak termasuk dalam golongan shahun yaitu lupa. Orang yang shalat dengan baik akan membekas pada prilakunya sehari-hari dengan pengaruh positif sebagai berikut;

1. Menanamkan Sifat Disiplin
Orang yang shalat tidak akan menyia-nyiakan waktu karena dia terikat oleh waktu-waktu shalat yang harus segera ditunaikan, sebelum berangkat dia sudah dapat memperkirakan dimana nanti shalatnya, andaikata tdak ada waktu karena perjalanan yang jauh dia siap dengan shalat jamak/ qasharnya, demikian pula dalam bertamu dia akan memilih waktu yang tidak mengganggu ketenangan tuan rumah dalam shalat karena kedatangannya.

2. Cinta Kebersihan
Orang yang shalat sebelumnya harus membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat yang diawali dengan wudhu terlebih dahulu, orang islam harus mandi paling sedikit sekali dalam sehari. Melalui wudhu dapat menghilangkan dosa dan noda sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Muslim, bahwa muka yang dicuci ketika wudhu akan keluar dari padanya dosa dari memandang, kedua tangan yang dicuci akan mengeluarkan dosa yang dilakukan tangan, kedua kaki yang disiram dengan bersh akan keluar dosa yang dilakukan oleh kaki.

3. Air Muka Jernih
Dua orang yang sama-sama putih kulitnya, yang satu shalat sedangkan yang satunya tidak, maka akan nampak berbeda kejernihan mukanya masing-masing. Bahkan orang yang berkulit hitampun nampak jernih dibandingkan orang berkulit putih yang tidak shalat, di akherat nanti bekas whudu akan memancar sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Al Hadid ayat 12, ”Yaitu pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, dikatakan kepada mereka, ”Pada hari ini ada berita gembira untukmu, yaitu syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”.

4. Ada Bekas Sujud di Mukanya
Orang yang melaksanakan shalat akan nampak tanda bekas sujud di wajahnya, begitupun dalam pribadinya ada perubahan ke arah kebaikan dalam tindak dan prilakunya sehari-hari, seperti kesabarannya kian bertambah, demikan pula ketabahan dan kerendahan hatinya. Allah berfrman dalam surat Ma’arij; 19-23 ,”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”.

5. Mencetak Kedermawanan
Akhir shalat dengan ucapan salam ke kiri dan salam ke kanan, secara hakekatnya salam ke kanan memperhatikan nasib ummat islam di sebelah kanan dengan do’a selamat, salam ke kiri dengan simbul memperhatkan nasib ummat di sebelah kiri.
Tidaklah layak orang yang shalat dengan segala kemegahan dan kekayaan yang ada, sementara ummat islam kiri kanannya dalam keadaan kelaparan dan kepapaan. Ucapan salam saja tidak akan mampu merubah nasib mereka tanpa ada uluran tangan untuk membantu meringankan beban mereka.

6. Takut Berbuat Dosa
Orang yang shalat akan tercegah dari perbuatan jahat, hatinya tidak akan tergerak untuk melakukan kejahatan, bila shalat dilakukan, sementara diikuti pula dengan kejahatan berarti orang tersebut shalatnya tidak membekas. Dalam surat Al Ankabut ayat 45, Allah Swt berfirman, ”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar”.

7. Membela Islam
Ibadah shalat membentuk jiwa cinta kepada islam dengan konsekwensinya rela membela islam dengan lisan, kekuasaan, harta benda maupun fisik dengan kemampuan masing-masing. Rasulullah Saw pernah meramalkan bahwa nanti ajaran islam yang pertama kali di dunia yaitu shalat, bila orang tidak shalat mustahil dia akan menegakkan hukum islam yang lain, karena shalat merupakan tiang dari agama, begtu tiang hancur maka bangunan yang lain ikut roboh.

8. Selalu Ingat Kepada Allah
Dengan shalat berart mengadakan hubungan vertikal kepada Khaliq [Allah Maha Pencipta] dengan segala kerendahan hati bermunajat dengan permohonan dan ampunan. Banyak orang yang meninggalkan shalat lalu hdupnya diliputi oleh kehancuran karena Allah telah menjanjikan, ”Ingatlah Aku, maka Aku akan ingat kepadamu, berdo’alah kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan”, Allah Swt berfirman dalam surat Thaha ayat 14, ”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan drikanlah shalat untuk mengingat-Ku”.

Dan dalam surat Ar Ra’du ayat 28 Allah Swt berfirman, ”Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.

Shalat disamping sebagai sarana ibadah bagi orang islam dia juga ciri dan pembeda dengan orang lain. Rasululllah Saw pernah bersabda bahwa yang membedakan orang islam dengan orang kafir adalah shalat. [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta no. 227/ Mai 2000]



Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Perkawinan Sebuah Dilemma




Drs. St. Mukhlis Denros

Remaja beranggapan, masa pacaran ada baiknya, dengan tujuan untuk mengetahui terlebih dahulu tentang hakekat perkawinan. Dengan adanya pemahaman ini berarti kita telah mampu membuat seimbang antara perasaan dan rasio, kalau memang demikian dapatlah dikatakan baik. Tetapi fakta yang dijumpai sekarang ini sebaliknya, jusrtu karena pacaranlah segala bentuk haram dihalalkan, yang dilarang dibolehkan, sehingga sebelum memasuki jenjang perkawinan telah menerima persekot, karena terjadi ”kecelakaan”, hamil beberapa bulan dahulu. Akhirnya perkawinan terjadi karena terpaksa kawin.

Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan merupakan ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal. Fungsi dan peranan perkawinan mempunyai arti sebagai suatu ikatan lahir dan bathin antara pria dan wanita, untuk membentuk suatu rumah tangga dalam rangka mencukupii kebutuhan hidup jasmani dan rohani, serta pergaulan yang sah dan didirikan atas dasar kesucian.

Perkawinan adalah bentuk paling sempurna dari kehidupan bersama, inilah pandangan ahli-ahli moral, hidup bersama tanpa nikah hanyalah membuahkan kesenangan semu atau sekilas waktu. Kebahagian hakiki dan sejati diperdapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh pernikahan. Firman Allah ”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu pandang baik untukmu” [An Nisa’ 4;3], Rasulullah bersabda, ” Hai para pemuda, siapa diantara kamu yang sudah sanggup kawin, hendaklah dia menikah, karena perkawinan itu untuk memelihara pandangan mata agar tidak liar dan dapat memelihara keliaran nafsu birahi”.

Yang dimaksud mampu bukan sekedar umur saja, tetapi mencakup pada fisik dan psikologis, sehat rohani, jasmani, bertanggungjawab, berpengetahuan, cinta dan kasih sayang, serta agama harus menjadi pedoman yang kuat dalam menjadikan hidup keluarganya. Dunia perkawinan tidak hanya melulu merupakan ketentraman dan kesenangan, cukup banyak tantangan serta cobaannya. Bukan hanya cukup dalam hal materi saja yang menentukan seseorang untuk membina rumah tangga yang baik, juga suasana tentram dan harmonis.

Tahan dan tidaknya rumah tangga, aman dan buruknya rumah tangga, terutama tergantung dari niat yang diletakkan pada pernikahan membangun rumah tangga tersebut, ”Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah, Dia ciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, guna membentuk rumah tangga dengan dia dan dijadikannya cinta birahi dan kasih sayang diantara kamu berdua” [An Nur 24;21].

Banyak motive perkawinan yang menyimpang dari jalur yang sebenarnya; karena ingin menguras hartanya sehingga setelah melarat tinggal dibuang saja, karena terpaksa dengan kehendak orangtua dan lain-lainnya, sehingga akan sulit terpelihara ketentraman dalam rumah tangga. Sering kita temukan rumah tangga setiap hari tidak pernah aman dan tentram, keributan selalu terjadi, perang mulut sampai alat rumah tangga melayang yang diakhiri dengan perceraian, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang mengawini perempuan karena kekayaannya saja atau kecantikannya saja, maka Allah akan memberikan kehinaan perempuan itu kepadanya” [Al Hadits].

Tidak jarang pula masalah yang kita temui dalam masyarakat terjadi pertentangan antara cinta dan cita-cita. Saling mendukung atau menghambat itu adalah peran demi mencapai masa depan yang lebih baik selaku suami isteri. Misalnya seorang mahasiswa yang sudah punya pacar yang serius, timbul masalah, kawin atau tidak, bila kawin bisa menyebabkan kuliah terbengkalai karena harus mengurus isteri dan anak padahal keuangan terbatas. Tidak kawin juga repot, karena salah-salah bisa terjerumus ke dalam hubungan yang terlalu intim sebelum perkawinan.

Itulah sebabnya mahasiswa sering bingung, dan kebingungan itu menimbulkan sikap untuk tidak peduli soal pacaran dahulu, tetapi nanti kalau gelar kesarjanaan sudah diraih, hatipun mulai was-was karena umur sudah lanjut namun pacar belum juga punya, maka bingung dan gelisah menggoda. Yang perlu ditanamkan dalam jiwa seorang muslim adalah masalah jodoh yang merupakan hak mutlak Allah, ada orang yang sudah pacara puluhan tahun tapi tidak juga menikah dengan kekasihnya itu tapi ada yang hanya dikenalkan oleh orangtuanya cukup dua jam saja akhirnya menjadi suami isteri yang bahagia, dan memang pacaran bukanlah tuntunan islam yang selayaknya tidak dilakukan oleh setiap muslim, islam sangat menjaga hubungan pria dan wanita sebelum nikah dalam rangka menjaga kesucian hingga terjadinya pernikahan itu, wallahu a’lam [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta No. 75/ September 1987].

Pendidikan Dalam Keluarga




Oleh Drs. Mukhlis Denros

Allah berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6 yang artinya,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”. Salah seorang isteri Nabi Muhammad Saw yang bernama Aisyah tidak suka kepada madu, jangankan untuk meminum madu, sedang mencium baunya saja dia tidak suka. Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw meminum madu di rumah isterinya bernama Hafsah, setelah itu masuk ke kamar Aisyah, tapi bau madu masih tercium, Aisyah tidak senang dengan keadaan Nabi Saw yang demikian.

Karena cintanya kepada isterinya, untuk menyenangkan hati isteri tercinta itu nabi bersabda,”Demi Allah mulai saat ini aku haramkan madu untukku”. Dengan keputusan nabi tersebu, Allah menerangkan sebuah teguran dalam ayat 2 pada surat At Tahrim,”Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu, kamu mencari kesenangan isteri-isterimu dan Allah adalah pengampun lagi penyayang”.

Dari ayat diatas dapat ditarik pengertian;
1. Jangan mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.
2. Suami punya kewajiban untuk menyenangkan isteri dan sebaliknya tetapi jangan berlawanan dengan perintah Allah Swt.
3. Kesenangan yang diberikan kepada isteri jangan sampai menyebabkan Allah murka.

Pada ayat itu Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad Saw agar menarik kembali sumpahnya, karena sumpah yang bertentangan dengan hukum Allah batal jadinya, nabi Saw harus membayar kifarat [denda], sedangkan pada ayat tiga nabi Muhammad Saw mengadakan pembicaraan rahasia dengan isterinya Hafsah, tetapi Hafsah membongkar rahasia tersebut kepada Aisyah, lalu Allah mengabarkan kepada nabi Saw bahwa Hafsah membocorkan rahasia mereka.

Pada ayat empat, Allah memerintahkan kepada Aisyah dan Hafsah untuk bertaubat agar tidak melakukan perbuatan tersebut karena telah menyusahkan nabi Saw yaitu;

1. Karena Aisyah yang tidak suka dengan madu dan menunjukkan sikap yang tidak baik kepada nabi maka nabi bersumpah untuk tidak minum madu lagi, kemudian Allah menegur nabi agar mencabut sumpahnya.

2. Hafsah telah membocorkan rahasia rumah tangganya kepada orang lain, lalu Allah menyuruh mereka berdua untuk bertaubat dengan ancaman yang tercantum pada ayat lima surat ini,:”Jika nabi Saw menceraikan kamu, boleh jadi Allah akan memberikan ganti kepadanya isteri-isteri yang lebih baik dari kamu yaitu; patuh, beriman, taat, bertaubat, suka beribadat, mau berpuasa, baik janda ataupun perawan”.

Jadi isteri yang baik menurut ukuran Allah, tanpa memandang janda ataupun perawan ialah;
1. Patuh kepada Allah dan kepada suami.
2. Beriman kepada Allah dengan segala konsekwensinya.
3. Taat kepada Allah juga kepada suaminya.
4. Suka mengoreksi kesalahan lalu merubahnya.
5. Rajin beribadah kepada Allah.
6. Suka berpuasa, terutama puasa wajib.

Pada ayat enam dari surat At Tahrim menyatakan,”Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, didalamnya terdapat malaikat yang kasar lagi bengis, yang tidak maksiat kepada Allah dan taat atas perintah yang diperintahkan Allah dilaksanakannya”.

Menurut Al Maraghi, yang dimaksud dengan keluarga yaitu isteri, anak dan siapa saja yang berada dalam tanggungjawab kita, sedangkan menurut Sayid Qutb, keluarga adalah anak, isteri, ibu dan kerabat lainnya.

Bagaimana keadaan neraka yang digambarkan oleh Allah :
1. Bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, yaitu manusia yang masih mempunyai dosa dan orang-orang kafir serta batu sembahan yang dijadikan Tuhan oleh manusia.
2. Di dalam neraka tersebut terdapat malaikat yang kasar dan kejam, apa yang diperintahkan Allah mereka tidak pernah membantah, dia tidak memiliki rasa kasih sayang kepada penghuni neraka, dan tidak akan mau mendengarkan jerit tangis penghuninya.

Dengan demikian tidaklah sesuai dengan pendapat anak muda sekarang, mereka senang hidup di neraka karena disana mereka akan bertemu dengan wanita-wanita cantik, bintang film yang seksi serta wanita yang tenggelam dalam kemaksiatan. Jangankan tentang kecantikan, sedangkan daging dan tulang manusia yang masuk neraka akan hancur dimakan api.

Sehubungan dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka, Umar bin Khattab pernah mengadu kepada nabi Saw, untuk menjaga diri sendiri adalah hal yang mudah, lalu bagaimana cara menjaga keluarga?, apakah harus dikawal terus menerus, apakah selalu diawasi kemana dia pergi ?, Nabi memberikan jawaban yaitu,”Engkau tanamkan dalam jiwanya agar dia jangan melakukan perbuatan yang dilarang Allah, dan masukkan pula didadanya ajaran agar dia mengerjakan perbuatan yang diperintahkan Allah”.

Lukmanul Hakim dalam membimbing anaknya terlebih dahulu dia tanamkan keyakinan, aqidah didada anaknya dengan landasan yang kuat, bila aqidah telah kokoh barulah dia membimbing anaknya untuk shalat. Karena aqidah merupakan pokok utama dalam agama, bila aqidah telah kuat;
1. Jangankan hanya melaksanakan shalat, sedangkan bila nyawa yang diminta demi agama Allah akan dikerahkan.
2. Jangankan untuk meninggalkan ucapan kotor, bahkan ketika kesempatan besar terbuka untuk korupsi dan maksiat kepada Allah dia mampu menahan.

Mudah-mudahan Allah melimpahkan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita ummat islam, agar taat melaksanakan ajaran Islam dan terhindar dari perbuatan maksiat, wallahu a’lam [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta No. 126/ Desember 1991]

Pendangkalan Aqidah Ummat




Drs. St. Mukhlis Denros

Dalam mengatur tugas hidup ini, manusia sebagai Khalifah Allah di bumi senantiasa dihadapkan kepada pertarunan sengit, baik pertarungan tradisi, masyarakat, alam dan tekhnologi serta peradaban modern, maupun pertarungan dengan egonya sendiri [tuntutan nafsu sendiri]. Dalam mempertahankan keimanan pada zaman yang serba canggih ini, ummat islam harus berhadapan dengan kekuatan materialisme, zionisme dan sekulerisme yang berusaha menggerogoti keyakinan ummat, ibarat rayap yang hinggap pada sebuah pohon, bagaimanapun dan dimanapun sasaran yang jelas bagi mereka ialah ummat islam. Kalau ummat islam tidak dijadikan seorang kafir, mereka cukup puas kalau dapat menjadikan ummat islam tidak tahu apa-apa dengan ajarannya, baik masalah kecil apalagi sampai masalah besar.

Ada beberapa hal kecil yang nampaknya sepele, akan tetapi mampu mendangkalkan aqidah, islam hanya sekedar formalitas, tercatat pada lembaran sensus atau KTP saja. Jangan aktif melaksanakan keseluruhan perintah Allah, sedangkan sisi luar dari islam itu sendiri tidak pernah dinampakkan. Misalnya saja, masihkah terucap kalimat ”Astaghfirullah” dikala kita terkejut, atau ”Subhanallah” saat keindahan dan kekaguman menyeruak di kalbu. Masihkah terukir ucapan sanjungan ”Alhamdulillah” dikala kita menerima dan mereguk nikmat Allah ? Masih dapat dikatakan baik bila hanya diam daripada keluar ucapan yang mengandung dosa.

Ketika berjanji mampukah kita mengatakan, ”Insya Allah” [semoga Allah memperkenankan] atas keterbatasan dan ketidakmampuan manusia. Lebih baik tidak berjanji daripada hanya untuk mengingkari. Dalam situasi dan kondisi bagaimanapun relakah kita dengan lidah tanpa kendali mengucapkan ”Allah” atau akan kita alihkan dengan kalimat ”Tuhan Yang Maha Esa”. Tatkala mendengar kabar orang meninggal dunia, masihkah dengan kerendahan kita mengakui kebesaran Allah dengan mengucapkan, ”Inna lillahi wainna ilaihi raji’un”.

Memang hal di atas merupakan pekerjaan ringan, tetapi mampu menggeser kedudukan dan eksistensi iman, sementara kita berbaur dengan tradisi dan kemajuan zaman, ucapan Allah diperlakukan hanya dikala memohon do’a agar dapat kedudukan, setelah kedudukan diperoleh Allah dilupakan. Ucapan ”Assalamu’alaikum” telah diganti dengan kata-kata ”Merdeka” atau yang lebih sopan ”selamat siang” atau ”selamat malam”.

Dalam menyampaikan rasa gembira dan salud kepada teman-teman yang berhasil dalam prestasinya, tidak hanya sekedar berjabat tangan, adu pipi, kecup bibir didepan umum mulai dibudayakan. Islam dan iman telah ditelanjangi oleh bau farfum, kerlap kerlip lampu dan hingar bingarnya musik di gedung megah yang penuh dengan acara kemaksiatan, kontes mode, kontes ratu kecantikan sampai lomba ratu sejagat sengaja diadakan untuk mengalihkan perhatian umum, terutama pemuda untuk meninggalkan agamanya, kemudian terjun ke gelanggang menyaksikan dari satu kontes ke kontes lainnya, manusia telah asyik tenggelam bersama alkohol dengan aromanya sampai mereguk nikmatnya kulit-kulit mulus yang memang diperdagangkan.

Pendidikan nampaknya bukan lagi menjadikan manusia baik, penyantun kepada orangtua, pengabdi kepada khaliqnya, tetapi hanya sekedar berilmu dan pintar dengan harapan kelak menjadi orang kaya, berkedudukan dan beruang [punya duit]. Kalau sekedar hanya untuk pintar sangat mudah, suapi saja dengan berbagai ilmu. Tetapi untuk menjadikan manusia yang baik sangat sulit, dia harus dilatih dalam keluarga dengan dasar keimanan yang kuat, sehingga kehadirannya dalam keluarga menjadi ”Qurratu a’yunin” penyejuk mata dan penyenang hati, bukan musuh yang harus dipelototi serta dihardik dengan menampakkan kekasaran.Masyarakatpun merupakan tantangan yang harus dihadapi, dia mampu menyeret warganya ke lembah maksiat, nilai manusia dijunjung karena jabatan.

Sisi kecil dari islam, yaitu ucapan ”Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” dikalangan pemuda masjid, Risma atau organsasi pemuda islam lainnya. Ucapan itu merupakan hal yang wajar dan memang harus dilestarikan, karena terseret budaya yang tidak islami banyak manusia yang tercetak menjadi algojo, orang-orang bejat, koruptor dan manipulator. Dalam keluarga mungkin telah maksimal orangtua memerankan diri untuk menanamkan keyakinan [aqidah] kepada anaknya, tetapi bisa kabur dan dangkal kembali bila lingkungan masyarakat tidak menunjang ke arah itu.

”Selamat siang dan selamat malam” lebih dipopulerkan, bahkan dalam pertemuan yang tidak diselenggarakan di masjid, ketika menyampaikan sambutan/ pidato ucapan ini menjadi tabu, seolah-olah hanya layak dipakai di masjid dikala berkhutbah saja, sedangkan islam itu luwes, dapat dipakai tanpa memperhatikan apakah ini siang, sore atau malam, di ujung pencakar langit atau di surau di ujung desa.

Salah satu yang mengilhami tulisan ini ialah ketika penulis menyimak siaran radio tengah malam, tanpa sengaja tuning tepat mengenai program siaran radio Malaisia saat menyampaikan siaran berita yang diawali dengan ucapan ”Assalamu’alaikum”, hati ini tersentuh, terpaut, seolah mereka dengan kita sangat dekat, sahabat akrab yang tidak dibatasi oleh wilayah negara dn tembok bangsa. Lama penulis terdiam setelah membalas salam tersebut ”Wa’alaikum salam”. Merenung sejenak, alangkah kuatnya getaran ucapan itu, sehingga mampu menggetarkan sendi-sendi perbedaan bangsa, ras dan negara, yang nampak hanya mereka sahabat kita, ikhwan kita ummat islam. Sehingga hati inipun rindu mendengarkan ucapan ”Assalamu’alaikum” lewat siaran Televisi dan Radio Republik Indonesia yang tercinta ini, bukan hanya dalam acara mimbar agama islam***. [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta no. 86/ Agustus 1988].

***Ketika tulisan ini dibuat Saat itu yang ada baru TVRI dan RRI yang mendominasi yang cendrung sekulerisme, beda di ero Reformasi ini, semua telah berubah 23092007]

Buku Kumpulan Khutbah Jum'at



[JANJI ALLAH DAN UPAYA MERAIHNYA]



Oleh Drs. Mukhlis Denros

Keimanan seseorang harus dibuktikan melalui aplikasi amaliyah sehari-hari dalam seluruh sektor kehidupan, keimanan yang terhunjam di hati, terucap dilisan dan terujud melalui amaliah, inilah iman yang benar sehingga kehadirannya ibarat pohon yang besar, akarnya kokoh, dahannya menjulang ke langit dan setiap musim memberikan buah kepada penghuni bumi, itulah ibarat orang-orang yang beriman kepada Allah.

Iman mereka tadi tidaklah sia-sia tapi akan diberi balasan oleh Allah baik di dunia maupun di akherat, tergantung sejauh mana mampu mempertahankan, memperjuangkan iman tersebut sehingga janji Allah dapat diraih. Inilah janji-janji Allah kepada orang beriman;

Pertama, tetap pada posisi makhluk terbaik; walaupun manusia pada awalnya tercipta dalam posisi fithrah [suci], baik dan mulia tapi ketika perjalanan hidupnya jauh dari nilai-nilai yang diharapkan oleh Allah maka akan jatuh pada posisi yang sangat hina;
“ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),’[At Tin 95;4-5]

Ketika keimanan masih disandang saat itu keadaan manusia masih berhaga disisi Allah, tapi bila telah melakukan kemaksiatan, waktu itu lunturlah posisinya tadi. Untuk itu perlu adanya komitmen dalam keimanan sehingga tidak mudah diluntur dan dilenturkan oleh keadaan, lebih jauh Allah menerangkan ketika orang beriman telah meninggalkan kmitmen imannya maka tak bedanya dengan binatang ternak bahkan lebih;
”Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” [At Tin 9;6]

Kedua, terbebas dari gangguan syaitan; godaan makhluk yang satu ini memang luar biasa bahkan mereka tidak akan berhenti untuk menggoda sesuai dengan kualitas incarannya, bila yang dihadapi orang yang bagus imannya maka syaitan yang diutuspun yang punya kiat untuk menaklukkan. Namun demikian bagi mereka yang imannya bagus, syaitan tidak berdaya untuk menghadapinya yaitu iman yang jauh dari nilai-nilai kesyirikan, inilah iman yang punya kualitas tauhid.
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh Maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata “[Al Jatsiyah 45; 30]

Ketiga, diberi pahala; semua yang dilakukan bagi seorang mukmin akan dinilai, bila maksiat yang dilakukan akan dibalasi dengan dosa dan siksa dan bila amal baik akan diberi pahala, dan itu merupakan sunnah Allah. Rasulullah satu ketika menasehati para sahabat untuk berhati-hati terhadap amal kecil, siapa tahu dengan amal tersebut lansung dicatat oleh malaikat untuk masuk syurga selama-lamanya, dan berhati-hati pula dengan dosa kecil, siapa tahu dengan dosa itu kita akan dicatat oleh malaikat sebagai penduduk neraka selama-lamanya. Semua amal yang dilakukan seorang mukmin akan bernilah pahala selama tetap tujuannya mencari ridha Allah, niatnya ikhlas dan caranya juga sesuai yang dituntunkan Allah dan Rasul-Nya.
“Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”[Al Insyiqaq 84;25]

Keempat, diberi ketenangan hidup; letak tenangnya hidup manusia tergantung sejauh mana dia mengaplikasikan nilai-nilai iman dalam kehidupannya. Obat resah, gelisah, putus asa dan tidak puas dengan dunia tiada lain iman dan amal bagi mereka yang mau mencari ketenangan yang hakiki, sementara ketenangan selain itu adalah ketenangan semu, yang mudah sekali membuat orang kecewa;
‘Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir’ [At Taubah 9;26]

Kelima, diberi kehidupan yang baik; maknanya adalah kehidupan yang diridhai Allah walaupun dengan fasilitas yang sangat minim. Godaan yang hadir untuk mencelakakan manusia terlalu banyak; bisa harta, tahta dan cinta sehingga idealisme perjuangan dalam hidup mudah sekali bertukar tergantung kebutuhan temporer, karena manusia mengartikan kehidupan yang baik sesuai dengan hawa nafsunya.

Bagi seorang yang miskin, kondisi ini menurut Allah untuknya adalah baik, bila dia menjadi kaya mungkin komitmen agamanya akan berkurang sebagaimana Qarun di zaman Nabi Musa dan Tsa’labah di era Rasulullah. Seorang yang posisinya sebagai prajurit adalah lebih baik daripada sebagai panglima, karena Allah tahu bila dia jadi panglima akan banyak penyelewengan yang dilakukan. Jangan kita mengartikan baik itu menurut hawa nafsu dan pemikiran kita tapi lihatlah apa yang diprogram Allah, semua yang dijadikan Allah, semua kejadian dan peristiwa ada hikmah dibalik itu;
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui”Al Baqarah 2;216].

Sulit bagi kita untuk menebak hal yang baik itu baik untuk kita atau yang buruk itu akan berkibat buruk bagi kita karena semua itu rahasia Allah, namun janji Allah bahwa manusia beriman akan diberi kehidupan yang baik adalah persi Allah dan wajib kita ikuti;
‘’Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan’’ [An Nahl 16;97]

Keenam, diberi ampunan; setiap manusia berdosa tergantung besar atau kecilnya, disengaja atau tidak. Bila dosa yang dilakukan tidak dinetralisir dengan taubat menjadi beban bagi pelakunya, orang yang baik bukanlah orang yang tidak berbuat salah tapi adalah orang yang berusaha untuk memperbaiki dirinya, segala dosa dan kesalahan perlu dimintakan ampunan kepada Allah dan untuk mengabulkannya ini merupakan hak preogatif Allah, tapi untuk orang yang beriman Allah menjanjikan itu dengan syarat bertaubat nashuha;
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” Al Fath 48;29]

Itulah janji Allah kepada orang-orang yang beriman, untuk membuktikan janji tersebut tergantung sejauh mana komitmen dan konsekwen kita dalam keimanan dan amal shaleh, Allah akan memenuhi janji-Nya sesuai dengan syarat itu, bila tidak jauh panggang daripada api, mari kita raih, wallahu a’lam. [Solok, 11042000]

BUKU KUMPULAN KHUTBAH JUM’AT
[JANJI ALLAH DAN UPAYA MERAIHNYA]
Diterbitkanoleh
Arkola

Untukkepentinganpribadidankeluargasertahadiahuntuktemansejawat, souvenir untukmasyarakat, kebutuhanmajelista'limdanorganisasidalamjumlah yang banyak, bukuinidapatdiperoleh di toko-tokobuku di seluruh Indonesia ataulansungkealamatpenerbit, tentumendapatkandiscoun yang menarik, HubungiPenerbitArkoladenganalamat ; Jln. Ngagel Jaya Utara 176 Surabaya, Telp. 5683042

Buku Memanusiakan Manusia




Drs. St. MukhlisDenros


Kalau kita membicarakan prihal manusia maka kita telah melibatkan diri kita sendiri untuk dibicarakan, tentu secara subyektif. Hal ini akan menutupi diri manusia itu dari segala kekurangan yang ada, dengan sengaja menampakkan segala kebaikannya. Misalnya seorang yang mengisi buku hariannya, dia akan membuat kata-kata yang indah atas kejadian yang pernah dialaminya, berkenalan dengan orang yang terpandang, maka peristiwa itu akan berkesan di hatinya. Kisah itu dengan mudah terukir dalam lembaran buku harian sebagai kenangan.

Tetapi bila seseorang berkenalan dengan orang yang biasa atau lebih rendah derajatnya, atau dia ditabrak becak ketika berangkat ke pasar,sulitlah baginya untuk menuliskannya pada lembaran kenangan atau akan dilupakannya. Itulah manusia yang menilai dirinya tentulah yang baik-baik saja.

Allah sebagai Khaliq, Pencipta manusia maka Allah menampakkan sosok manusia apa adanya secara obyektif. Manusia diciptakan dalam keadaan sebaik-baik kejadian, tetapi Allah pula yang akan merendahkannya, tetapi semua itu karena ulah manusia sendiri.

Sebelum membicarakan manusia dengan segala sifatnya secara obyektif yang telah disampaikan Allah melalui Al Qur’an, lebih baik diketahui terlebih dahulu siapa manusia itu sebenarnya, sebab inilah pertanyaan hakiki yang harus menemukan jawabnya. Bila manusia tidak menemukan jawab terhadap dirinya sendiri, maka dia berada dalam lembah ketidak puasan, dia selalu ingin tahu, memang sifat manusia adalah ingin tahu.

Para ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang manusia, baik ditinjau dari segi psikologi maupn darei segi religi [agama]. Manusia adalah makhluk yang mempunyai bdi atau akal [Homo Sapien], makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan fikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun [Homo Laquen], makhluk yang pandai membuat perkakas [Homo Faber], makhluk yang biasa ketawa, makhluk yang berorganisasi [Zoonpoliticon], makhluk yang suka main [Homo Ludens], makhluk yang beragama [Homo Religius], makhluk yang menjadi Khalifah Allah [ Homo Divinans], dan manusia adalah makhluk yang bisa menyerahkan kerja dan kekuasaannya kepada orang lain [Homo Deleqous].

Sedangkan konsep Al Qur’an tentang manusia terjawab dalam surat Adz Dzariat ayat 56, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepada-Ku”.

Manusia adalah hamba, pengabdi, budak dari Allah, tidak ada yang pantas dijadikan Tuhan, tempat mengabdikan diri kecuali kepada Allah. Pengadian ini banyak caranya dan bisa dilaksanakan dengan perantara makhluk Allah yang lain, bukan karena makhluk tetapi karena Allah. Untuk manusia karena Allah, untuk negara karena Allah, untuk ibu bapak karena Allah. Bila pengabdian ini dilaksanakan untuk manusia karena manusia, untuk negara karena negara, untuk ibu bapak karena ibu bapak, maka manusia telah keluar dari fungsinya dan telah keluar pula dari jawaban hakiki yang telah diberikan oleh Allah.

Allah dalam Al Qur’an mengemukakan sifat manusia tersebut dalam dua segi, sifat positif [baik] dan sifat negatif [buruk]. Sifat positif pada manusia disamping sifat ketuhanan seperti pengasih penyayang, pengampun dan pemurah juga dilengkapi dengan sifat khusus yaitu jujur, taqwa, tekun, ikhlas, tawakal, zuhur, rajin dan sebagainya.

Sedangkan sifat negatif tidak kalah banyaknya dari sifat positif yang dimiliki manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah, zhalim dan ingkar, pembanh, melewati batas, sombong, banyak tanya dan lain-lainnya, ”Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah ” [Al Ma’arif;19].
”Sesungguhnya manusia itu bersifat zhalim dan ingkar” [Ibrahim;34].
”Dan bila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian bila Tuhan mereka merasakan kepada mereka sedikit rahmat dari padanya, tiba-tiba dari sebagian mereka menyekutukan-Nya” [Ar Rum;33].

Dengan mengetahui sifat negatif dan positif dari manusia yang dilibatkan Al Qur’an kepada kita,maka hal itu merupakan perisai bagi kita untuk membentengi diri ini jangan sampai memelihara sifat negatif tersebut dalam hidup ini, sebab sifat negatif tidak akan membawa manusia kepada kesenangan, kebahagiaan dan kebaikan, ”Dan janganlah kamu jerumuskan diri-diri kamu ke dalam kebinasaan dan baikkanlah, karena sesungguhnya Allah kasih sayang kepada orang-orang yang membaikkannya” [Al Baqarah;195].

Semua tingkah polah manusia baik yang positif maupun yang negatif akan diterimanya dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, ”Siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun sebesar zarrah [debu] ia akan melihatnya, dan siapa yang mengerjakan keburukan walaupun sebesar zarah ia akan melihatnya”[Al Zalzalah; 7-8].”Pada hari ini, lidah, tangan dan kaki mereka sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan” [Yasin; 65].

Senantiasalah dalam keadaan sadar kita singkirkan sifat negatif yang ada, jangan terlanjur sampai mendarah daging, sehingga menjadi adat kebiasaan yang sukar dihilangkan, lalu kita pupuk dengan suburnya secara terus menerus sifat fositif untuk kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan kita sendiri baik di dunia maupun di akherat kelak. [Metro, Januari 1987].

BUKU
MEMANUSIAKAN MANUSIA
diterbitkanoleh
PENERBIT BIP/QIBLA JAKARTA

Untukkepentinganpribadidankeluargasertahadiahuntuktemansejawat, souvenir untukmasyarakat, kebutuhanmajelista'limdanorganisasidalamjumlah yang banyak, bukuinihanyadapatdiperoleh di toko-tokobuku GRAMEDIA di seluruh Indonesia ataulansungkealamatpenerbit, tentumendapatkandiscoun yang menarik, Hubungi

QIBLA Jln. Kebahagiaan No. 11 dan 11a, Jakarta 11140
Telf [021] 260 1234- [021] 260 1555
Direct; [021] 634 1230, Facsimile [021] 634 0757
Email; redaksi.qibla@gmail.com


Buku Renungan Ramadhan




Drs. St. MukhlisDenros

Puja danpujisyukurselalutersanjungkepada Allah Swt yang telahmemberikankaruniadanrahmat-Nyakepadakitasemuasehinggapadadetikinikitamasihberadadalambimbinganwahyu-Nyayaitu Al Qur’anulKarim, semogadalammenapakikehidupaninitaufiqdanhidayah Allah selalumengiringiperjalananhidupkita.

ShalawatdansalamsemogatercurahkepadaNabi Muhammad Saw yang telahmengorbankanseluruhpotensihidupnyauntukkepentinganda’wah demi menegakkandienulislam di duniainiwalaupunresikokehidupanselalumenghadangtapibeliautidakmerasagentarsedikitpunsehinggamuncullahketegasansikapketikaitu,”SeandainyamerekameletakkanMataharipadapundakku yang kanandanmeletakkanbulanpadapundakku yang kirimakaakutidakakanmeninggalkanda’wahinisampaiislamjayaatauakubinasakarenanya”.

SemarakRamadhandimanapunakankitarasakan yang mengiringida’wahislamhinggakerumahtanggamuslimdimanapunmerekaberada, salahsatusaranaituadalahtulisan di media dansiaran radio yang mayoritasmasihdigemariolehmasyarakatkitapadaumumnya. Buku-bukuislampundikejarolehaktivisRamadhansebagaiwahanamenambahilmujugamengisiruangRamadhandengansebuahrenunganmendalammencarimaknakehidupan yangdilaluiini.

Peluangdimanapunjugauntukmenyampaikanpesan-pesanislamselaludimasukisehinggada’wahtaditidakterkesan formal di mimbarsajatapijugabisadisampaikansaat-saatmenjelangbedukditabuhdan azan dikumandangkan yang diiringidenganberbukapuasa, suatukenikmatan yang luarbiasadengansuasanasantainamunrohaniterisidenganwejangansingkattanpamenggurui, demikian pula disaatshalattarawihdiagendakan pula ceramahsingkatmelaluimimbarRamadhan.


Tulisan yang dikemasdalambukukecildengantajukRENUNGAN RAMADHAN inipenuliskumpulkandarisekianbahanceramah yang pernahpenulissampaikan di mimbarRamadhan di masjid ataumushalladanpernah pula disiarkanpada Radio Marganusadan Radio Al Jihad sekitartahun 1984-1990 di Metro Lampung. TenggangwaktuTahun 1999-2004 pernahdisiarkan di Radio Citra Koto BaruKabupatenSolok Sumatera Barat.SelainitutulisaninipunsudahpernahdimuatpadaHarianMimbarMinang PadangselamasatubulanpenuhpadaRamadhan 1421 Hijriyahtahun 2000.


Terima kasih kepada Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat yang berkenan mengumpulkan ceramah ini untuk dipublikasikan, semoga ada manfaatnya bagi kepentingan da’wah dimanapun berada, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah menjadikan buku kecil ini sebagai bahan untuk mengisi ruang Ramadhan dengan aktivitas ibadah dan renungan kehidupan.

Ucapan terima kasih pula kami sampaikan kepada semua pihak yang membantu penulis dengan sokongan moral sehingga bahan-bahan ceramah yang tadinya terserak dimana-mana kemudian dapat dikumpulkan dalam sebuah buku kecil sederhana ini, semoga bermanfaat hendaknya untuk kepentingan da’wah islam sampai kapanpun.


RENUNGAN RAMADHAN
diterbitkanoleh

PENERBIT CV. PUSTAKA SETIA BANDUNG

Untukkepentinganpribadidankeluargasertahadiahuntuktemansejawat, souvenir untukmasyarakat, kebutuhanmajelista'limdanorganisasidalamjumlah yang banyak, bukuinidapatdiperoleh di toko-tokobuku di seluruh Indonesia ataulansungkealamatpenerbit, tentumendapatkandiscoun yang menarik, Hubungi

PENERBIT CV. PUSTAKA SETIA, Jalan BKR [Lingkar Selatan] Nomor 162-164, Telp. [022] 5210588 – 5224105, Fax [022] 5224105, E-Mail; Pustaka_Seti@yahoo.com
BANDUNG, JAWA BARAT 40253


Buku Khotbah Jum'at, Pustaka Setia




[MewujudkanSikapBenar, JujurdanTegas
Dalamkehidupan]
Oleh Drs. Mukhlis Denros

Dengan figur Rasulullah Saw, Islam mampu merambah pelosok dunia yang disampaikan melalui akhlak mulia. Inilah satu modal kenapa Islam mudah diterima orang. Akhlak yang diterapkan sesuai dengan fithrah nurani manusia. Diantara akhlak muslim yaitu benar, jujur, dan tegas dengan tidak melepaskan kelemahlembutan, Allah berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 70, ”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.

Sungguh jauh berbeda antara antara pengertian perkataan yang benar [gaulan sadida] dan perkataan yang keras [qaulan syahida]. Kaum muslimin dituntut untuk berbicara benar, tidak mencla-mencle atau lemah pendirian. Namun dalam penyampaiannya digunakan ucapan yang lembah lembut dan santun. Bahkan ketika berbicara dengan musuh sekalipun, ”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi kawan yang akrab” [ Fushilat ;34].

Islam merupakan suatu dien yang persuasif dan sangat menghargai jati diri manusia. Islam tidak ingin memaksakan doktrinnya untuk diterima begitu saja oleh manusia, Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya dien [agama] mudah dan tidak seorangpun yang mempersulitnya kecuali pasti dikalahkannya. Bertindaklah tepat, lakukanlah pendekatan, sebarlah berita gembira, permudahlah dan gunakan siang dan malam serta sedikit waktu fajar sebagai penolongmu” [HR. Bukhari].

Dalam kondisi akhlak manusia yang makin menuju ke arah kehancufran ini, kebenaran menjadi barang langka. Sulit untuk menemukan kebenaran hakiki dari mulut manusia. Yang ada, bahkan banyak, adalah manusia yang mengaku benar. Begitu pula, sangat sulit menemukan manusia yang pandai merasa. Yang banyak ditemukan adalah manusia yang tidak pandai merasa. Akankah kebenaran punah dari muka bumi ini ?

Perlulah kitanya mengungkapkan apa yang dikatakan Imam Al Gazali tentang hal ini. Menurut beliau, benar [shidq] ada enam, yakni:

Pertama, shidqu anniyah wal iradah yaitu niat yang benar dan motivasinya hanya mengharapkan ridha Allah. Inilah yang disebut dengan ikhlas.

Kedua, shidqu lisan, yaitu ucapan yang tidak bercampur dengan dusta dan kepalsuan, artinya lisan yang selalu benar meskipun dalam bercanda.

Ketiga, shidqu azmi, yaitu tekad yang baik dan cetusan yang murni.

Keempat, shidqu wafa bil azmi, adalah sikap teguh dalam melaksanakan tekad.

Kelima, shidqu amal; amal yang benar yaitu sesuainya ucapan dengan perbuatan yang dilandasi oleh aqidah yang mantap.

Keenam, shidqu fi maqamatuddin; orang yang benar dalam melaksanakan agama sehingga mampu mencapai derajat taqwa.

Rasulullah sejak masih remaja telah nampak kejujurannya sehingga beliau bergelar Al Amin. Walaupun demikian, setelah beliau menjadi Rasul tidak sedikit orang yang curiga dan khawatir atas kerasulannya. Apalagi para pendatang selalu tidak puas dalam menerima informasi tentang kerasulannya. Bahkan beliau dituduh gila, tukang sihir dan perusak persatuan kabilah.

Salah satu prinsip Muslim selain shid [benar] adalah lemah lembut kepada muslim dan bersikap tegas kepada orang kafir, Rasulullah bersabda, ”Belum beriman salah seorang kamu sehingga mencintai saudaranya sama dengan mencintai dirinya sendiri” [HR. Muslim].

Untuk merealisasikan kasih sayang sesama muslim, Rasululah sendiri diperintah agar bersikap rendah hati kepada para pengikutnya, firman Allah dalam surat As Syu’ara ayat 215, ”Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari orang-orang mukmin”.

Panduan sikap lunak kepada orang-orang mukmin adalah sikap A’izah alal kafirin maknanya penuh gengsi dan prestise terhadap orang kafir. Merasa bangga dengan keimanan di dalam dada dan tidak merasa hina atau rendah di hadapan kekufuran. Tidak tunduk kepada jahiliyah dan hawa nafsu. Sifat ini adalah ciri khas para penolong agama Allah sejak generasi pertama dahulu, ”Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka”[Al Fath;29].

Sifat a’izah dan ashidda membuat seorang mukmin memandang kecil kesenangan duniawi yang dimiliki orang-orang kafir, dan akheratlah kesenangan abadi dan mulia. Inilah pribadi muslim sejati. Ia selalu benar dalam segala hall yang didukung oleh kejujuran tapi tidak lepas dari tegas walaupun lemah lembut tetap melekat. Hanya orang yang mampu meneladani sikap Rasul inilah yang dapat bersikap demikian. [Solok, 12101997].

KUMPULAN KHOTBAH JUM’AT
MewujudkanSikapBenar, JujurdanTegas
Dalamkehidupan

diterbitkanoleh

PENERBIT CV. PUSTAKA SETIA BANDUNG

Untukkepentinganpribadidankeluargasertahadiahuntuktemansejawat, souvenir untukmasyarakat, kebutuhanmajelista'limdanorganisasidalamjumlah yang banyak, bukuinidapatdiperoleh di toko-tokobuku di seluruh Indonesia ataulansungkealamatpenerbit, tentumendapatkandiscoun yang menarik, Hubungi

PENERBIT CV. PUSTAKA SETIA, Jalan BKR [Lingkar Selatan] Nomor 162-164, Telp. [022] 5210588 – 5224105, Fax [022] 5224105, E-Mail; Pustaka_Seti@yahoo.com
BANDUNG, JAWA BARAT 40253


Buku Kumpulan Ceramah Praktis

Oleh Drs. MukhlisDenros

Seseorangmemeluk Islam dapatdikarenakanduahalyaitulahirdariorangtua yang telahberagama Islam sehinggasecaraotomatisseoranganakmemeluk agama Islam. Hal iniakanberkelanjutankalaudididik, dibimbingdalamajaran Islam. Sebab yang keduakarenahidayahdari Allah, melaluipertarungandahsyathatinurani yang dilakukandenganmempelajari, mengkajidanperenunganmendalamajaran Islam, seperti Margaret Marcus seorangwanitaYahudi yang memeluk Islam berdasarkanpergumulannyamencarikebenaran, setelahmasuk Islam diatukarnamanyadengan Maryam Jameelah.

Demikian pula denganLeofold Weis, seorangSosiolog yang mendalamiasfekajaran Islam lalu Allah memberihidayahkepadanyadengan Islam sekaligusdengannamabarunyayaitu Muhammad Assad. TidaklupakitadenganseorangpenyanyiInggris yang lincah di panggungdenganmusikvocalnyayaitu Cat Steven, setelahmengkajidanmendalami Islam akhirnyadiamenyatakanbahwa agama yang benaradalah Islam, diapunmemakainamabaruyaitu Yusuf Islam.

Dalammempelajari Islam baikmereka yang barumencarikebenaranatautelahmemeluk Islam agar tidakterjerumusdalamkesesatandankekeliruanatau “islamabangan” sekedarmenyandangpredikatmuslim, sebaiknyamengakaji Islam denganbeberapamethode.

Pertama, Islam harusdipelajaridarisumberaslinya yang kitakenaldengan Al Qur’an danSunnah, karena orang hanyamengenal Islam darisebagianulama-ulamadanpemeluk-pemeluknya yang telahjauhdaripimpinan Al Qur’an danSunnah, tahupengenalan Islam darisumber-sumberbukufiqhdantasawuf yang telahtuaketinggalanzaman yang banyakbercampurdenganbid’ahdankurafatsertatahyul .bilahaliniterjadimakaibadahdankepercayaannyabercampuradukdenganhal-hal yang tidak Islam, jauhdariajaran Islam yang murni.

Kedua, dipelajarisecara integral; artinya Islam harusdipelajarisecaramenyeluruhsebagaisatukesatuan yang bulattidakparsial/ sebagiansaja.Apabiladipelajarisecaraparsialmakatentulahpengetahuannyatentang Islam seperti yang dipelajarinyayaitubahagiankecildarimasalahdalam Islam yang bukanpokok. Orang yang demikianibaratempat orang buta yang mengenalgajah; orang butayang memegangekorgajahdiaakanmengatakanbahwagajahitupanjang, sibuta yang kebetulanmeraba kaki gajahakanberpendapatbahwagajahitusepertipohonkelapa, sibuta yang memegangtelingagajah, diaakanmenuturkanbahwagajahitulebarsepertinyiru, orang butakeempatkebetulanmemegangperutgajahmakadiaakanberteriakbahwagajahitubesardantergantung.

Barangkaliseseorangtidakmampuatautidakadakesempatanuntukmempelajari Islam secarakeseluruhandengan detail, makacukupdenganprinsip-prinsip Islam sajaatauhal-hal yang pokokkeseharian.

Ketiga; melaluibuku-buku yang ditulisulamabesar; Islam perludipelajaridarikepustakaan yang ditulisolehparaulamabesar, sepertikaumzuamadansarjana-sarjanamuslim. Janganmelaluibuku-buku yang ditulisolehparaorientaliskarenamerekamenulistentang Islam terlalubanyakdenganmaksudsubyektif.

Sebagianmerekaada yang melakukanpenelitianhanyasekedarilmuapaadanyatanpamaksud lain sesuaidenganpandangannya, ada pula denganmaksudmencarikelemahandankesalahankemudianhasilpenyelidikannyadiserahkankepadanegaranyauntukmemperkuatdarijajahannyaseperti Dr. SnouckHorgronye [1857-1937] seorangorientaliskebangsaanBelanda, karenasarjanaBelandakenamaaninitelahmemberikansumbangan yang besardalamlapanganilmupengetahuan Islam dimanfaatakanBelandauntuktujuanpenetrasipolitikkolonialnya di Indonesia. Demikian pula halnyabuku-bukusekuler yang merupakanperpanjangantanganorientalis yang sangatmembahayakanummat Islam, untukituselektiflahdalammembacadanmengkajisebuahbuku [Drs. A.Muin Umar, OrientalisdanStudi Islam, 1978].

Keempat, pelajari Islam itusendiri; kesalahansementara orang mempelajari Islam ialahdenganjalanmempelajarikenyataanummat Islam an sich, bukan agama Islam yang dipelajarinya.Sikapkonservataifsebagiangolongan Islam, keterbelakangan di bidangpendidikan, keawaman, kebodohan, disintegrasidankemiskinanmasyarakat Islam itulah yang dinilaisebagai Islam [Drs. NasrudinRazak, Dienul Islam, 1985].

Sikap yang adadiatasadsalahsikapumummanusia di duniaini, apakahummat Islam saja yang layakdikatakanterbelakang, awam, bodohdanmiskin, apakahpenganut agama lain sudahterbebasdarisikapini. Janganmempelajari Islam darikeadaanummat yang adasecararealita, galilah Islam sesuaidenganidealitanyaajaran Islam, pribadi yang dapatdijadikansebagai standard adalahNabi Muhammad Saw bukanummatnya, “SungguhdalampribadiRasulullahituadacontohteladan yang baikbagimu” [Al Ahzab 33;21].

Bilametodeinidipakaisebagaijalanmenemukanajaran Islam yang benartentuakandidapatikebenaran Islam, yaitujalanlurusdari Allah sebagaimanadalamsurat Al An’am 6;153, “Sesungguhnyainilahjalan-Ku yang lurus,makaikutilaholehmuakandia, danjanganlahkamuikutijalan-jalan lain karenaakanmemisahkankamudarijalan-Nya. Demikiandiwasiatkankepadamu agar kamubertaqwa”.

Diperkuatlagidenganayat Allah dalam Ali Imran 3;85, “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, tidakakanditerimadaripadanyadandia di akherattermasuk orang yang merugi”.

Sumberhukum Islam terdapatdalam Al Qur’an danSunnah, Al Qur’an merupakansumberhukumpertamabagiseorangmuslim yang harusdijagadenganpengertianmengamalkannya, bukansekedarsebagaipenjagaanfisik. Kalaukitamenginjak Al Qur’an dengan kaki barangkalitidakterlalubesardosanyadaripadamemelihara Al Qur’an; diletakkan di lemari yang baguslagitinggi, dijauhkandaridebu, namunajarannyakitainjak-injakdalamkehidupansehari-hari. Halal dan haram bukansuatuukuran, benardansalahtidakdipermasalahkanbahkanseluruhasfekkehidupanjauhdarinilai-nilai Islam sepertidalampergaulan, pakaian, budaya, ekonomi, politik, pendidikandan yang lainnyaidakmemakaikonsep Islam.

Agar kandungan Al Qur’an dengansegalaajarantetapterpeliharaharusdilakukanbeberapahalyaitu; dimiliki, dibaca, diketahuiisinya, diamalkan,dijadikansebagaisuluh di malamharidansebagaitongkatsianghari, sertamemperjuangkandaritangan-tanganjahil yang akanmelenyapkan Al Qur’an sekaligusajaranRasulullahmelaluisunnahnya, wajarbilaIbnuTaimiyahberkatatentang Al Qur’an, “Barangsiapa yang engganmembaca Al Qur’an berartidiamencampakkan Al Qur’an, barangsiapa yang membaca Al Qur’an tapitidakmaumengkajiisinyaberartidiatelahmencampakkan Al Qur’an danbarangsiapa yang membac

a Al Qur’an lalumengkajiisinyatapitidakmaumengamalkanisinyaberartitelahmencampakkan Al Qur’an”.

Dalam rangka menyampaikan ceramah untuk pengkaderan mubaligh melalui pesantren kilat, pesantren Ramadhan, ataupun kajian rutin dan kuliah keislaman pada lembaga pendidikan islam tentu perlu adanya materi-materi yang bukan hanya sebatas teori dan penyampaian pengajaran yang dangkal sehingga tidak menambah ghirah dan hamasah terhadap islam apalagi tanpa follow up yang berkelanjutan sehingga tidak membekas pada peserta didik.

Penyampaian materi dalam kegiatan training keislaman memang seharusnya jauh berbeda dengan materi pada pengajaran di sekolah atau kampus agar mampu menaikan voltase keimanan dan merubah sikap peserta didik sehingga menampilkan pribadi islami yang berkualitas.

Sikap itu menampilkan pribadi yang paling tidak memiliki;
1. Salimul Aqidah [aqidah yang bersih]
2. Shahihul Ibadah [ibadah yang sah]
3. Salamatul Fikrah [pemikiran yang selamat]
4. Matiinul Khuluq [akhlak yang solid]

Buku sederhana ini adalah sebuah upaya untuk itu, untuk membantu para da’i, murabbi, ustadz dan para pendidik untuk menyampaikan materi keislaman yang sudah disusun dengan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepada semua pihak kami ucapkan terima kasih yang telah memberikan kontribusi pemikiran dan motivasi kepada penulis untuk mengumpulkan dan menyusun materi ini hingga sampai ke tangan pembaca, semoga bermanfaat hendaknya.

Demikian sekelumit pengantar BUKUKUMPULAN CERAMAH PRAKTIS;

Judul : Kumpulan CeramahdanStudi Islam
Penulis : Drs.MukhlisDenros
TahunTerbit : 2009
Editor : Devi Herizon SH
Lay Out : BizatAqilla, Jakarta
Distributor : YayasanNurulHaqBalaiPandanCupak


Bukuinipertama kali dicetakdandidistribusikansecara gratis Selamamasihadapersediaan yang berminathubungi
Devi Herizon SH
KetuaYayasanNurulHaq, JorongBalaiPandan, NagariCupak, KecamatanGunungTalang, KabupatenSolok Sumatera Barat HP. 081363108642