Kamis, 12 April 2012

Strategi Optimalisasi Pemberantasan Maksiat

Oleh Drs. Mukhlis Denros

Kemajuan zaman dengan perangkat ilmu pengetahan dan teknologinya membawa ummat manusia kepada kehidupan seribu tahun yang silam, hal ini tidak dapat dipungkiri, karena memang dinamika kehidupan manusia yang dibekali Allah dengan akal mampu mencapai sesuatu yang dahulu dianggap mustahil, tapi kita dibuktikan kebenarannya.
Dengan kemajuan tersebut tata nilai dan norma menjadi sirna, adat yang telah melembaga tidak lagi berperan, budi pekerti bukan lagi suatu ukuran, pada satu sisi kemajuan zaman membawa manfaat, namun disisi lain nilai-nilai kemanusiaan dihancurkan. Hal yang dahulu tabu bila dilakukan, kini dianggap hal biasa, dahulu untuk melakukan suatu perbuatan tercela seseorang tidak berani melakukannya di kampung sendiri karena dapat mencoreng muka seluruh masyarakat tetapi sesuatu hal yang memalukan kini telah menjadi trend [kecendrungan yang menarik] di tengah masyarakat.

Ujud dukungan masyarakat terhadap program pemerintah terutama POLRI yang menyatakan perang dengan segala bentuk kemaksiatan telah digelar suatu acara diskusi panel di Gedung Olah Raga IKIP Padang, pada hari Ahad 13 Nofember 1994 dengan tema ”Strategi Optimalisasi Pemberantasan Kemaksiatan di Sumatera Barat” yang dihadiri lebih kurang 1800 peserta dari seluruh daerah Sumatera Barat, terdiri dari pelajar/ mahasiswa, masyarakat dan ulama.

Acara dibuka dengan resmi oleh Gubernur Sumatera Barat yang diwakili oleh Bidang Kesra. Dalam sambutannya menyatakan bahwa kemaksiatan adalah sesuatu yang sebenarnya ada dalam setiap zaman, bedanya, maksiat zaman sekarang lebih meningkat, padat, menyebar dibandingkan zaman dahulu. Sumber maksiat itu dari otak manusia yang tidak memiliki/ tipis imannya. Lebih jauh beliau mengatakan; Pengaruh globalisasi ada dua sisi yang dapat dianggap, sisi hitam menimbulkan akibat negatif adalah nilai-nilai luar yang tidak sesuai norma kita, dan sisi putih yaitu bentuk positif.

Sebagai bangsa yang memiliki nilai adat dan agama, bila datang arus dari luar kita berkewajiban mengajak dialog atau mengajari mereka tentang nilai-nilai kita, tidak mustahil dengan dialog yang baik merekapun mengerti, bahkan tidak sedikit akhirnya mereka memeluk agama Islam, sedangkan arus yang ada di dalam harus kita perkuat, jangan sampai luntur dengan arus luar yang dapat merusak.

Acara ini dilaksanakan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Da’wah [LP2D] Al Madany Padang, yang menampilkan tiga panelis, yaitu Kapolda Sumbar, Rektor IKIP dan Ketua Yayasan Al Madany.

Kapolda Sumbar Drs. Nana S. Permana pada makalahnya yang dibacakan oleh Kadidbinmas Hasan Basri Saropi mengatakan tentang pengertian maksiat yang ditinjau dari UU nomor 13 tahun 1961, adalah pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, pemabukan, perdagangan manusia, pengisapan [rentenir] dan pergelandangan.

Penggunaan kata maksiat dalam mengggelar operasi Pekat [penyakit masyarakat] bukan merupakan istilah hukum, melainkan lebih bersifat sosiologis atau pendekatan keagamaan, maksudnya menurut Kapolda Sumbar selanjutnya agar masyarakat mudah memahaminya dan segera dapat menerimanya, oleh karena Sumatera Barat menganut paham adat basandi syara’, syara’ badandi kitabullah. Maksiat sudah jelas menurut agama tidak ada yang meredhainya atau membenarkannya.

Lebih jauh Kapolda menyebutkan hasil-hasil yang telah dicapai Kepolisian dalam melaksanakan operasi pekat, yang lebih banyak korbannya adalah generasi muda, pelajar atau mahasiswa, padahal mereka adalah generasi penerus yang diharapkan untuk tampil dimasa datang. Demikian penjelasan Kapolda Sumbar pada diskusi ini dengan judul, ”Tinjaulah Beberapa Fenomena Kemaksiatan Kontemporer di Sumatera Barat serta Permasalahan yang Mengitarinya”.

Panelis kedua tampil atas Rektor IKIP Padang, yang disampaikan oleh Dr. Aliasar, M.Ed dengan makalah berjudul, ”Peranan Lembaga Pendidikan Dalam Menanggulangi Kegiatan Kemaksiatan”, memaparkan, manusia dilahirkan ke dunia bukan atas kemauan atau kehendak manusia yang bersangkutan, tetapi atas kemauan Allah yang menetapkan jenis kelaminnya, dimana akan dilahirkan dan dimana juga akan dimatikan. Allah tidak hanya menciptakan manusia itu saja, tetapi bagaimana cara-cara manusia itu melakukan kegiatan untuk hidup di dunia, diberikan oleh Allah dengan jelas.

Manusia yang berbuat bertentangan dengan petunjuk Allah, itulah yang dikatakan kemaksiatan. Yang patuh menurut petunjuk Allah, itulah yang berjalan di jalan aturan yang benar. Peranan lembaga pendidikan dalam menanggulangi kemaksiatan, beliau menjelaskan ada dua jenis perananya, yaitu;
1. Secara Prefentif, yang dilakukan dengan jalan memberi formasi tentang aturan-aturan hidup yang telah diwahyukan Allah kepada Rasul-Rasul-Nya, wahyu tersebut dijadikan pegangan hidup bagi setiap warga belajar. Bila informasi dianalogkan dengan ilmu, maka ilmu tersebut harus diterapkan [diamalkan/diapliksikan] dalam kehidupan, langkah berikutnya adalah meyakinkan warga belajar bahwa aplikasi yang telah dilakukan dalam kehidupan, maka lakukanlah reinforcemart, yaitu peyakinan dan penguatan agar warga didik mengulangi kembali perbuatan yang telah mereka lakukan berkali-kali semua itu harus diikuti pula dengan evaluasi untuk mengambil keputusan dalam rangka memperbaiki cara-cara menerapkan aturan Allah dalam kehidupan.
2. Secara Curatif, yaitu memperbaiki yang rusak dengan jalan;
- Mengadakan pendekatan kepada orang yang telah kena maksiat.
- Bantu dia untuk menemukan kesesatan yang dia lakukan.
- Bantu orang yang telah sadar dari maksiat untuk menjauhi dari maksiatan, secepatnya ganti dengan amal yang shaleh.
- Atur strategi untuk melawan kemaksiatan itu.

Panelis terakhir dalam diskusi panel ini tampil pengurus Yayasan Al Madany Padang, yaitu H. Suhary Ilyas, MA dengan judul makalahnya ”Konsep Islam dalam Menanggulangi Kemaksiatan”.

Menurut beliau, ada beberapa hal yang menyebabkan tumbuhnya kemaksiatan khususnya kemaksiatan perzinaan/pelacuran, antara lain;
1. Kelemahan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri, sejak dari SD sampai PT, kelemahan pendidikan agama ini akan mengakibatkan merosotnya nilai-nilai iman dan taqwa, bila iman telah merosot dengan mudah timbulnya kemaksiatan.
2. Pengaruh TV, Vidio, Bioskop dan buku/ gambar porno. Sementara nilai iman generasi muda telah merosot lalu mereka disuguhi tayangan-tayangan televisi, film, bacaan dan gambar-gambar porno yang meransang gejolak hawa nafsu mereka yang sedang dilanda badai pubertas, sedangkan filter tidak ada.
3. Kurangnya rasa tanggungjawab/ kontrol orangtua terhadap anaknya, hal ini dapat dilihat dalam sebuah kasus penggerebekan yang dilakukan pada sebuah hotel, terjaringlah seorang pelajar SLTA, yang mengaku bahwa dia tidak pernah diperhatikan oleh orangtuanya, karena orangtuanya sibuk.

Dengan bahasa yang padat, singkat dan tepat, penelis ketiga ini mengungkapkan lebih jauh penyebab kemaksiatan, selain tiga hal diatas adalah kurang pekanya masyarakat terhadap gejolak kemaksiatan, kurangnya rasa tanggungjawab moral, pedagang dan pengusaha, yang hanya mengutamakan untung sementara generasi muda dirusaknya dari hasil produksinya. Disamping itu, lanjut beliau secara umum kita melihat da’wah Islam cukup ramai di dinegeri kita ini, namun sejauh itu kita merasakan da’wah tersebut belum lagi memberikan hasil yang optimal karena kurang efektifnya pelaksanaan da’wah tersebut. Antara lain dapat kita temukan indikasi-indikasi sebagai berikut;
a. Da’wah ita lebih banyak menekankan amar ma’ruf, tetapi kurang memberikan tekanan pada nahi mungkar.
b. Da’wah kita lebih banyak mengejar kulit dari isi. Kita bersemangat membangun masjid akan tetapi kurang bersemangat dalam memakmurkan masjid.
c. Kurangnya kerja sama lembaga/ organisasi, perusahaan dan lain-lain, artinya selama kita sama-sama berda’wah tapi tidak bekerja sama dalam da’wah.
d. Kurangnya manajemen da’wah, karena selama ini da’wah saling tumpang tindih, tidak ada program apalagi evaluasi da’wah.

Dari semua penyebab kemaksiatan itu, bapak Suhairy Ilyas memberikan terapi yang jitu yang dapat diterapkan oleh pemerintah, generasi muda, tokoh masyarakat dan alim ulama, terapi itu adalah;
- Meningkatkan iman dan taqwa.
- Mencegah secara prefentif
- Menuntut tanggungjawab orangtua
- Menuntut partisipasi masyarakat
- Memberi ancaman hukuman bagi mereka yang terlibat
- Meningkatkan efektifitas da’wah.

Selama tujuh jam diskusi ini digelar yang disambut meriah oleh seluruh peserta, dari jam 09.00-15.00 dkurangi shalat Zhuhur dan makan siang. Yang jelas kemaksiatan tidak mungkin diberantas habis, tapi kita hanya memperkecil volumenya. Dengan harapan mereka yang hadir dalam diskusi panel adalah orang-orang yang tidak mau dekat dengan maksiat, lalu kehadirannya di tengah masyarakat adalah sebagai pioner untuk ikut serta memberantas kemaksiatan.

Acara ini telah tiga kali dipanggungkan oleh Yayasan Al Madany, tema yang berbeda dengan sekup Sumatera Barat sebagai upaya untuk menemukan kesatuan fikrah antara ulama dan umara dalam memandang permasalahan dan mencari jalan keluarnya.
Dari diskusi panel ini dapat disimpulkan;
1. Adanya operasi pekat [penyakit masyarakat] yang dilakukan oleh Kapolda perlu dukungan semua pihak sehingga operasi ini berhasil dengan baik.
2. Kalau menemukan fenomena kemaksiatan yang nampak di tengah masyarakat maka diharapkan untuk ikut peduli terhadapnya, dengan jalan menginformasikan kepada pihak yang terkait. Pembenahan seluruh bentuk hubungan pendididkan menjadi tanggungjawab kita semua.
3. Pendidikan agama yang ada sekarang agar ditinjau kembali untuk mencetak generasi masa depan yang lebih baik, konsep iman dan taqwa agar dapat dijabarkan dengan tepat serta ada prioritas pembinaannya.

[Drs. Mukhlis Denros, Majalah SKJ Jakarta, edisi 166 April 1995].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar