Senin, 09 April 2012

Manusia dan Sifatnya


Drs. St. Mukhlis Denros

Kalau kita membicarakan prihal manusia maka kita telah melibatkan diri kita sendiri untuk dibicarakan, tentu secara subyektif. Hal ini akan menutupi diri manusia itu dari segala kekurangan yang ada, dengan sengaja menampakkan segala kebaikannya. Misalnya seorang yang mengisi buku hariannya, dia akan membuat kata-kata yang indah atas kejadian yang pernah dialaminya, berkenalan dengan orang yang terpandang, maka peristiwa itu akan berkesan di hatinya. Kisah itu dengan mudah terukir dalam lembaran buku harian sebagai kenangan.

Tetapi bila seseorang berkenalan dengan orang yang biasa atau lebih rendah derajatnya, atau dia ditabrak becak ketika berangkat ke pasar,sulitlah baginya untuk menuliskannya pada lembaran kenangan atau akan dilupakannya. Itulah manusia yang menilai dirinya tentulah yang baik-baik saja.

Allah sebagai Khaliq, Pencipta manusia maka Allah menampakkan sosok manusia apa adanya secara obyektif. Manusia diciptakan dalam keadaan sebaik-baik kejadian, tetapi Allah pula yang akan merendahkannya, tetapi semua itu karena ulah manusia sendiri.

Sebelum membicarakan manusia dengan segala sifatnya secara obyektif yang telah disampaikan Allah melalui Al Qur’an, lebih baik diketahui terlebih dahulu siapa manusia itu sebenarnya, sebab inilah pertanyaan hakiki yang harus menemukan jawabnya. Bila manusia tidak menemukan jawab terhadap dirinya sendiri, maka dia berada dalam lembah ketidak puasan, dia selalu ingin tahu, memang sifat manusia adalah ingin tahu.

Para ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang manusia, baik ditinjau dari segi psikologi maupn darei segi religi [agama]. Manusia adalah makhluk yang mempunyai bdi atau akal [Homo Sapien], makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan fikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun [Homo Laquen], makhluk yang pandai membuat perkakas [Homo Faber], makhluk yang biasa ketawa, makhluk yang berorganisasi [Zoonpoliticon], makhluk yang suka main [Homo Ludens], makhluk yang beragama [Homo Religius], makhluk yang menjadi Khalifah Allah [ Homo Divinans], dan manusia adalah makhluk yang bisa menyerahkan kerja dan kekuasaannya kepada orang lain [Homo Deleqous].

Sedangkan konsep Al Qur’an tentang manusia terjawab dalam surat Adz Dzariat ayat 56, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepada-Ku”.

Manusia adalah hamba, pengabdi, budak dari Allah, tidak ada yang pantas dijadikan Tuhan, tempat mengabdikan diri kecuali kepada Allah. Pengadian ini banyak caranya dan bisa dilaksanakan dengan perantara makhluk Allah yang lain, bukan karena makhluk tetapi karena Allah. Untuk manusia karena Allah, untuk negara karena Allah, untuk ibu bapak karena Allah. Bila pengabdian ini dilaksanakan untuk manusia karena manusia, untuk negara karena negara, untuk ibu bapak karena ibu bapak, maka manusia telah keluar dari fungsinya dan telah keluar pula dari jawaban hakiki yang telah diberikan oleh Allah.

Allah dalam Al Qur’an mengemukakan sifat manusia tersebut dalam dua segi, sifat positif [baik] dan sifat negatif [buruk]. Sifat positif pada manusia disamping sifat ketuhanan seperti pengasih penyayang, pengampun dan pemurah juga dilengkapi dengan sifat khusus yaitu jujur, taqwa, tekun, ikhlas, tawakal, zuhur, rajin dan sebagainya.



Sedangkan sifat negatif tidak kalah banyaknya dari sifat positif yang dimiliki manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah, zhalim dan ingkar, pembanh, melewati batas, sombong, banyak tanya dan lain-lainnya, ”Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah ” [Al Ma’arif;19].
”Sesungguhnya manusia itu bersifat zhalim dan ingkar” [Ibrahim;34].
”Dan bila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian bila Tuhan mereka merasakan kepada mereka sedikit rahmat dari padanya, tiba-tiba dari sebagian mereka menyekutukan-Nya” [Ar Rum;33].

Dengan mengetahui sifat negatif dan positif dari manusia yang dilibatkan Al Qur’an kepada kita,maka hal itu merupakan perisai bagi kita untuk membentengi diri ini jangan sampai memelihara sifat negatif tersebut dalam hidup ini, sebab sifat negatif tidak akan membawa manusia kepada kesenangan, kebahagiaan dan kebaikan, ”Dan janganlah kamu jerumuskan diri-diri kamu ke dalam kebinasaan dan baikkanlah, karena sesungguhnya Allah kasih sayang kepada orang-orang yang membaikkannya” [Al Baqarah;195].

Semua tingkah polah manusia baik yang positif maupun yang negatif akan diterimanya dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, ”Siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun sebesar zarrah [debu] ia akan melihatnya, dan siapa yang mengerjakan keburukan walaupun sebesar zarah ia akan melihatnya”[Al Zalzalah; 7-8].

”Pada hari ini, lidah, tangan dan kaki mereka sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan” [Yasin; 65].

Senantiasalah dalam keadaan sadar kita singkirkan sifat negatif yang ada, jangan terlanjur sampai mendarah daging, sehingga menjadi adat kebiasaan yang sukar dihilangkan, lalu kita pupuk dengan suburnya secara terus menerus sifat fositif untuk kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan kita sendiri baik di dunia maupun di akherat kelak. [Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta Nomor 67 Januari 1987].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros-
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala,
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan,
Syukur disebutkan Penulisnya, untuk kemaslahatan umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar