Sabtu, 28 April 2012

Peranan orangtua dlm pendidikan


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Beda manusia dengan binatang terletak pada akalnya yang mampu berfikir untuk mencetuskan suatu ide atau menyelesaikan suatu masalah yang rumit sekalipun. Sedang beda manusia dengan manusia lainnya terletak dari penggunaan akalnya. Manusia yang satu lebih tinggi derajatnya baik dalam kehidupan maupun dalam kebudayaan karena kemampuannya menggunakan akal dan sebaliknya manusia tetap hidup primiiif dan dalam kebodohan bila tidak difungsikan akalnya, yang merupakan potensi terbesar untuk bekal dalam kehidupan.

Untuk mencipakan manusia yang manusia maka perlu adanya latihan dan pendidikan sebagai tempat mengasuh dan mengembangkan intelektual. Disamping itupun pergaulan manusia tadi sangat mempengaruhi dalam pola berfikir, bersikap dan bertingkahlaku selaku makhluk sosial.

Bila seorang anak sejak kecil hidup, bergaul dan dibesarkan di lingkungan binatang maka cendrung dia akan bersikap dan beritingkah laku sebagaimana halnya binatang, berjalan dan cara makannyapun tidak ubahnya sebagai binatang.

Suatu fakta telah membuktikan bahwa manusia dibesarkan oleh lingkungannya, terdapat dua anak manusia yang ditemukan oleh seorang pemburu di liang Srigala di pegunungan Himalaya dalam tahun 1920 dan kemudian diserahkan ke rumah yatim piatu di Madnafur. Perkembangan kedua anak perempuan yang diberi nama Amala dan Kamala oleh Jel Singh. Amala sesudah satu tahun berada dalam rumah yatim itu meninggal, tetapi Kamala tinggal disana sampai umur 17 tahun dan meninggal tahun 1929.

Waktu baru masuk asrama prilaku mereka seperti Srigala; merangkak dengan kaki tangannya, melolong pada bulan terang, menggonggong seperti srigala, berani keluar malam hari, siang hari hanya tidur, makan hanya daging mentah, air tidak diteguk tapi dijilati dengan lidah, tak dapat berbicara. Cirinya seperti manusia yang pertama yaitu berjalan tegak lurus baru dapat dikuasai oleh Kamala sesudah 4 tahun belajar, itupun belum dapat berjalan cepat, pelajaran bahasa lambat dan lama sekali, sampai meninggalnya Kamala pada umur 17 tahun ia hanya dapat menguasai 50 kata.

Begitu besarnya pengaruh pendidikan dan lingkungan bagi perkembangan anak sehingga orang tua harus berhati-hati dalam menjaga anaknya yang merupakan amanat dari Allah Swt.

Beberapa ahli telah mencetuskan teori-teori mereka tentang pendidikan seperti halnya John Lock (1632-1704).dengan teorinya Empirisme mengajarkan bahwa perkembangan pribadi anak ditentukan oleh faktor lingkungan,terutama pendidikan, tiap individu lahir bagai kertas putih maka lingkungan itulah yang akan menulisi kertas putih tersebut. Teori Nativisme Schopenhaur yang hidup sekitar tahun 1788-1860, mengajarkan teorinya bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh faktor ’’heriditas’’yang berarti’’kodrat’’yang tidak dapat di rubah oleh pengaruh alam atau pendidikan.

Rani Ihsani Mukhlis

Tanpa potensi heriditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang di inginkan, meskipun di didik dengan pendidikan yang maksimal. Nampaknya ajaran Empiris adalah ajaran optimis sedangkan ajaran Navisme adalah ajaran yang pesimis, karena menerima kepribadian sebagaimana adanya.

Dalam jangka tidak begitu lama lahirlah seorang tokoh yang bernama William Stern yang hidup diantara tahun (1871-1938) dengan teorinya ’’konvergensi’’yang mengajarkan bahwa potensi heriditas yang baik saja tanpa pengaruh lingkungan yang positif tidak akan terbina kepribadian yang idial dan sebaliknya meskipun lingkungan positif tidak akan menghasilkan kepribadian tanpa adanya potensi heriditas yang baik pula. Nampaknya teori ini memadukan kedua pendapat terdahulu empiris dan nativisme.

Kalau kita melihat ke dalam islam yang telah tersiar sejak 15 abad yang silam, maka islampun lebih dahulu telah mencetuskan teorinya yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah Saw, ”Tiap-tiap anak yang lahir suci bersih maka orangtuanyalah yang bertanggungjawab, akan dijadikan anaknya Yahudi, Majusi atau Nasrani”

Hadits diatas telah didukung oleh teori William Stern yaitu Konvergensi, disamping mempunyai potensi dari dalam maka perlu adanya pendidikan dari orangtua selaku pendidik yang pertama dan utama. Ayah dan ibu selaku pendidik di rumah tangga akan menjadi teladan dari sang anak; baik bicaranya, perbuatannya, sifatnya, semua akan dijadikan contoh oleh sang anak sehingga orangtua harus berhati-hati dalam bertindak tanduk di rumah tangga jangan sampai terjadi kekeliruan pendidikan yang sebenarnya tanpa disadari telah terlanjur ditiru oleh anaknya, suatu contoh;

Pada suatu hari sang ayah memberikan pesan kepada anaknya yang sedang bermain di halaman,”Hai Ani, nanti kalau ada tamu yang datang ke sini, katakan ya ayah sedang pergi ke pasar, sebab ayah lagi pusing dan ngantuk”. Sang anak tentu tidak keberatan tentang pesan ayahnya itu, akan dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Tidak begitu lama memang betul rupanya datang seorang tamu yang menanyakan ayahnya, dengan nada polos dia menjawab,”Ayah tadi bilang kalau ada orang datang, katakan ayah sedang pergi, tapi sih sebenarnya ayah ada di dalam, lagi tidur, gimana ya om, apa saya bangunkan saja?”.

Tanpa disadari, orangtua telah menanamkan kepada anaknya bahwa berdusta itu boleh, walaupun sebelumnya si anak tidak tahu apa itu dusta dan bagaimana cara berdusta itu. Nah inilah salah satu kekeliruan orangtua dalam menanamkan pendidikan kepada anaknya. Maka berhati-hatilah selaku orangtua dalam mendidik anaknya jangan sampai salah atau keliru mendidik. [Mingguan Sentana Jakarta, Nopember 1987].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com




Untuk apa manusia Beribadah


Oleh Drs. Mukhlis Denros




Seorang petani walaupun terkuras tenaganya, keringatnya bercucuran, rasa letih bukan kepalang, tapi karena yang dilakukan sebagai kewajibannya untuk memenuhi nafkah keluarga maka dia akan bekerja penuh tanggungjawab walaupun tenaga dan keringat sebagai imbalannya. Demikian pula dengan ibadah kepada Allah yang kita lakukan harus tahu untuk apa gunanya kita beribadah, apakah dengan tidak beribadah itu untuk Allah atau untuk manusia, kalau ibadah itu untuk Allah berarti Dia membutuhkan dan bersandar kepada manusia. Sebenarnya ibadah itu untuk manusia, mau iman ataupun kafir seluruh manusia di bumi tidak akan meninggikan atau merendahkan Allah.

Untuk apa manusia beribadah ? Inilah pertanyaan yang membutuhkan jawaban agar ibadah yang kita lakukan, dikerjakan dengan baik dan motivasi yang benar pula.

1. Beribadah Untuk Membina Pribadi
Asal kejadian dan pribadi manusia adalah baik, sebagaimana firman Allah, ”Sungguh Kami telah menciptakan manusia itu dalam sebaik-baik kejadian”, kalau kita bandingkan kejadian kita dengan makhluk Allah yang lain sungguh manusia berada dalam bentuk yang baik, fisik maupun bathinya. Disamping itu manusiapun makhluk yang mulia dan dimuliakan Allah dengan memberikan bekal dalam kehidupan, baik yang berada di laut ataupun di darat, Al Isra’ ; 7 membenarkannya, ”Dan sungguh Kami telah muliakan anak Adam, dan Kami telah beri mereka kendaraan di darat dan di laut”.

Kemuliaan manusia yang diwakili Nabi Adam pada masa itu lebih tinggi dari Iblis dan Malaikat, hal ini terletak dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. Manusiapun makhluk yang suci, dilahirkan tanpa membawa dosa dan kesalahan juga tidak mewarisi dosa nenek moyang sebagaimana faham Nasrani. Walaupun dia dilahirkan dari hubungan biologis di luar nikah maka kelahirannya tetap suci tidak terpengaruh oleh perbuatan haram orangtuanya. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda, ”Tidak dilahirkan seseorang anak melainkan dalam keadaan suci dari dosa” [HR. Muslim].

Keberadaan manusia yang baik, mulia dan suci tadi akan jatuh ke tempat yang paling rendah karena memperturutkan hawa nafsu atau melakukan dosa, baik besar ataupun kecil, dalam surat At Tin Allah menjelaskan pada ayat 5 , ”Kemudian Kami jatuhkan dia ke tempat yang paling rendah”, kehancuran dapat pulih kembali kepada posisi semula dengan melakukan ibadah kepada Allah, ”Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh [mereka tidak direndahkan] bagi mereka ganjaran yang tidak putus”.



2. Beribadah Untuk Menyukseskan Tugas Khalifah
Ketika Allah menyatakan kepada Malaikat akan mencipakan seorang sebagai khalifah di muka bumi, dengan terkejut malaikat tidak setuju karena kelak manusia akan merusak dan menumpahkan darah sedangkan malaikat setiap saat taat kepada-Nya dengan memuji Allah. Dengan tegas Allah memberikan keterangan bahwa hanya Allah-lah yang lebih tahu tentang keadaan ciptaan-Nya.

Fungsi manusia di bumi adalah sebagai khalifah dengan beberapa arti, dapat dikatakan dia sebagai pemimpin, baik memimpin diri sendiri, disebut juga penguasa di dunia yang mengatur dan mengolah alam ini sesuai dengan kemampuan kesejahteraan hidupnya, disamping itu disebut juga sebagai pengganti Allah, bukan berarti Allah tidak berkuasa lagi di bumi setelah diserahkan kepada manusia akan tetapi menggantikan atau sebagai pembawa misi Allah agar ditegakkan di dunia, Allah berfirman dalam Al An’am 165, ”Dan Dia yang menjadikan kamu sebagai Khalifah di bumi”.

Adapun tugas manusia sebagai Khalifah di bumi dilengkapi dengan beberapa perlengkapan yang begitu urgens dalam kelansungan hidup, yaitu jasmani yang dapat mengeluarkan energi, akal sebagai modal untuk menerima berbagai ilmu pengetahuan, alam yang harus diolah sebagai potensi yang ada di dalamnya untuk jadi kemanfaatan dan kemaslahatan hidup manusia. Ketiga modal diatas tidak akan menemukan kelanggengan bahkan dapat mendatangkan kehancuran tanpa adanya modal agama [islam] yang mengatur tata kehidupan agar serasi dan pantas sebelum datangnya kehancuran karena ulah manusia yang dikhawatirkan oleh malaikat yaitu perusak dan penumpah darah.

Islam sebagai modal melengkapi tugas khalifah bagi seorang muslim harus dipelajari, diamalkan, diajarkan dan dipertahankan. Semua itu meliputi ibadah yang mendukung suksesnya tugas kekhalifahan.

3. Beribadah Mencari Keridhaan Allah
Orang yang berilmu tidak sama kedudukannya di sisi Allah dengan orang yang bodoh, orang kaya yang dermawan dihargai Allah sebagai orang yang bersyukur berbeda dengan orang bakhil, demikian pula tidak ada perbedaan manusia satu dengan lainnya melainkan ketaqwaannya kepada Allah, hal ini tercermin dalam pengabdian kepada-Nya dengan tujuan akhir keredhaan Allah. Ibadah yang dilakukan bila dimotori dan dimotivasi selain kepada Allah maka nilainya kecil di hadapan Allah bahkan hilang sama sekali, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;272, ”Dan tidak boleh kamu menafkahkan sesuatu melainkan untuk mencari keridhaan Allah”.

Jalan untuk mencapai keridhaan Allah tidak lain beribadah dengan ikhlas sebanyak-banyak kebaikan, Al Baqarah 2;195 menerangkan, ”Berbuat baiklah, sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat baik”.

Dengan mengetahui manfaat dari beribadah kepada Allah dapat menghilangkan kemalasan yang selama ini bersemayam pada diri kita, sehingga tidak ada lagi terbetik bisikan yang menggoda, ”Nanti sajalah, besok atau kapan-kapan, waktunya masih panjang”, gairah akan timbul walaupun agak berat tapi tetap berangkat melaksanakannya karena terdorong untuk pembinaan pribadi agar tetap baik, mulia dan suci, berguna pula untuk mensukseskan kemampuan diri sebagai khalifah di bumi Allah disamping mengharapkan keredhaan Allah di dunia maupun di akherat, wallahu a’lam [Harian Semangat Padang, 19111999].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Masyarakat Kita Sebuah Renungan


Drs. St. Mukhlis Denros
Manusia pada umumnya tidak mau dan tidak mampu hidup sendiri atau menyendiri, melepaskan hidup dengan keterikatan bersama orang lain jelas tidak mungkin karena dia disebut makhluk sosial, individu yang memiliki tanggungjawab terhadap masyarakat dalam kehidupan di dunia, dari segi pendidikan seorang yang memiliki kelebihan serta kecakapan ilmu tidak boleh berpangku tangan atau menyembunyikan ilmunya sementara masyarakat dalam kebodohan. Faham sufi yang lari dari lingkungan masyarakat untuk semata-mata bertapa dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah bukanlah ajaran Islam. Islam membagi keseimbangan hidup di dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan kepentingan umum, tanggungjawab kepada Allah sebagai Khaliq dengan hubungan vertikal serta tanggungjawab kepada manusia lainnya dengan hubungn horizontal; saling memperhatikan, memberi bantuan, melapangkan kesempitan orang lain, tepa selira, ibarat pepatah, ”Kita mendapat tapi orang tak merasa kehilangan, kita beruntung tapi orang tak merasa dirugikan, kita tertawa tapi orang tak menangis”.

Kehidupan di masyarakat tidak lepas dari beberapa persoalan yang membuat manusia tersebut ingin rasanya melepaskan diri dengan hidup nafsi-nafsi yang bersifat individu. Berkecimpung dalam masyarakat memang harus mampu menyeleksi nilai kebenaran yang harus diambil, karena itulah perlunya suatu pegangan dalam hal ini agama. Bila hidup dalam masyarakat tanpa iman,maka akan mudah terseret dan hanyut bersamanya, ibarat kita berenang di air yang deras, kalau tidak selamat akan hanyut dan tenggelam bersamanya.

Di masyarakat pulalah orang mampu mengangkat dirinya sebagai orang baik sehingga dipercaya dan masyarakat memberikan penghormatan kepadanya sebagaimana Nabi Muhammad yang diberi prediket Al Amin di tengah-tengah masyarakat jahiliyah, tidak sedikit pula yang tersingkir dari lingkungan masyarakat karena masyarakat dikecewakan, lunturnya kepercayaan orang banyak kepadanya, semua itu memang ulah pelaku sendiri yang tidak mampu hadir dan berbuat di masyarakatnya.

Di kota pada umumnya orang tidk terlalu pusing dengan masyarakat yang ada di lingkungannya, hidup lebih cendrung mementingkan diri sendiri, tidak mau tahu kepada kepentingan orang lain bahkan pagar rumahpun dibuat tinggi melebihi bubungan atapnya sehingga tetangga satu tidak mengenal rintihan penderitaan orang yang berada di sebelahnya, mereka lebih kenal dengan orang-orang jauh seprofesi daripada tetangga sendiri. Hal ini terjadi sebenarnya memang keadaan kota yang menghendaki demikian, kesibukan seseorang mampu memencilkannya dari tetangga yang sebenarnya tetanggalah yang lebih utama dan pertama memberikan bantuan dalam segala hal. Masyarakat kota tidak perduli dengan kesibukan orang lain, acuh tak acuh, lebih baik dia jangan diganggu demikian saja sudah cukup, rasa gotong royong telah hanyut bersama simpangsiurnya kehidupan dan deru mesin raksasa. Rond merupakan kewajiban setiap warga, hal itu dapat diganati dengan sekian rupiah daripada harus bertanggang mata mengawasi lingkungan.



Dalam lingkungan desa yang masih bersahaja, kegembiraan seorang warga kampung akan dirasakan oleh semuanya, saling memperhatikan masih tertanam dalam kehidupan, membela yang lemah, membantu yang miskin, ajaran lama yang masih dilanjutkan. Masyarakat desa tidak bisa menutup mulut terhadap kejelekan yang dialami warganya apalagi mencemari nama baik masyarakat, fitnahan dan gunjingan hal biasa yang dilakukan di kedai-kedai kopi menanti hari petang. Yang namanya masyarakat tidak bisa lepas dari segala kelebihan dan kekurangan, persaingan dan berpacu dalam segala hal terjadi sehingga ada sebahagian yang merelakan menginjak-injak norma demi tercapainya kemenangan,nampaknya yang terang-terangan berpijak pada aturan agama akan terpijak dan tertinggal.

Kehadiran manusia di alam ini dilengkapi dengan beberapa perangkat yang bersarang dalam dirinya, dia adalah sahabat, juga dapat sebagai musuh. Bila dapat dikendalikan, memperoleh keuntungan, tetapi bila dituruti dia akan membawa kepada kehancuran, dialah nafsu yang membawa manusia untuk berbuat jahat, ”Sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan”[Yusuf;53], dalam surat As Shad;26 Allah berfirman, ”Jangan kamu turuti hawa nafsu, karena nanti ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”.

Ketika manusia masih dibawah dengan kerendahan hati dia akan memperjuangkan kebenaran, bertindak adil, bersih dalam segala administrasi, menjauhi korupsi dan manipulasi, tetapi setelah diatas, telah memiliki taring, semua orang akan dikunyahnya, ini sifat manusia yang telah diperkuda oleh nafsu, agama dijadikan nomor terakhir dalam hidupnya.
Motivasi menuntut ilmu, menyekolahkan anak bukan lagi didorong agar pintar, namun agar kelak hidup diatas angin, biar hidupnya kelak kaya raya, demikian pula dalam hal mencari teman sampai kepada memilih menantu, kaya dan memiliki fasilitas. Agama, keshalehan dijadikan nomor seratus sehingga tidak sedikit keluarga yang hancur karena yang dicari pada awalnya telah habis, bangkrut atau kehilangan.

Hidup tanpa pegangan, tanpa kendali akan diombang-ambingkan oleh masyarakat apalagi masyarakat tersebut telah mempunyai satu semboyan, ”Hal itu sudah lumrah di masyarakat kita, jadi pegawai kalau tidak menyuap pada zaman sekarang kita akan ketinggalan”, atau ”Mencari yang haram saja sulit apalagi yang halal”. Semboyan ini tidak berarti, tidak akan menggoyahkan hati orang-orang yang tetap dalam imannya. Hadits Thabrani mengabarkan, ”Seutama-utama jihad ialah orang yang berjihad terhadap nafsunya dalam berbakti kepada Allah yang mulia”.

Demikin dahsyatnya belenggu masyarakat, mampu menyeret orang-orang yang lemah imannya. Hidup di masyarakat harus mampu menahan telinga dari segala yang didengar, bisa menahan mata dari pandangan yang nampak, demi menjaga keselamatan hidup. Kemegahan tetangga memang sedang dimilikinya tidak perlu dicari sumbernya, peringatan dan penyuluhan agama memang diperlukan untuk mengendalikan dan mengarahkan mayarakat yang kian lama berada dalam jurang kehancuran. [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Semangat Padang, 28101999].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Remaja berbagai pandangan hidup


Drs. St. Mukhlis Denros

Akhir-akhir ini orangtua khawatir terhadap remaja yang banyak melakukan kenakalan seperti berkelahi, berjudi, minum-minuman keras sampai merampas hak orang lain, memperkosa dan membunuh. Kekhawatiran ini pantas saja terwujud karena telah terlalu sering muncul kepermukaan, remajapun condong bersemboyan konyol, ”Waktu kecil bermanja-manja, ketika besar kaya raya, sudah tua berfoya-foya dan kalau mati masuk syurga”. Ini merupakan angan-angan mereka yang hanya ingin hidup enak dengan mengenyampingkan perbuatan dan karya. Kekonyolan ini diiringi pula dengan pantun sebagaimana berbunyi, ”Kelapa muda kupas-kupasin, kelapa tua tinggal batoknya, masa muda puas-puasin kalau sudah tua tinggal bongkoknya”

Dengan kondisi demikian mereka harus pula dihadapkan oleh berbagai tantangan hidup baik dari dalam melalui lingkungan keluarga dan sekolah maupun dari luar dengan budaya Barat dan modernisasi yang diagungkan sejak berpakaian, akhlak pemikiran dan pergaulan yang bercara Barat, seolah-olah segala yang datang dari barat baik dan cocok untuk mereka yang mengakibatkan segala tingkah lakunya bertentangan dengan orangtua, merasa diri lebih hebat dan benar sendiri dan mengarah kepada perbuatan negatif.

Remaja yang bertingkahlaku negatif pada umumnya terhadap agama tidak begitu perhatian bahkan beranggapan agama belum perlu, nanti saja kalau sudah tua, namun demikian ada juga remaja yang mendalami agama walaupun mereka belum mengamalkannya dengan baik. Bagaimana remaja terhadap agamanya dapat kita lihat beberapa alternatif;

1. Percaya Turut-turutan
Karena lingkungan keluarga, teman pergaulan dan masyarakat yang dilihat remaja menampakkan suasana keislaman, maka mau tidak mau remajapun tertarik untuk ikut berbuat sebagaimana yang dilihanya sehingga orangtua sangat diharapkan selalu memberi teladan yang baik agar anakpun melakukan kebaikan itu, kepercayaan ini harus terus menerus dipupuk dengan memberikan motivasi agama bila memungkin menambah ilmu kepada mereka supaya lebih terarah dan terkordinir.

2. Percaya dan Sadar
Remaja yang tekun dia akan menggali ilmu pengetahuan dan agama yang sifatnya ingin tahu yang ada pada dirinya selalu menuntut sifat ini akan mencari jawaban atas prihal yang dilihat, didengar yang tidak masuk akal, segala yang tidak masuk akal ditolak, segala yang bertentangan dengan agama yang penuh dengan bid’ah, kurafat dan tahyul dikajinya, karena remaja kita tidak mau meyakini ajaran agama yang penuh dengan kesesatan.



3. Ambivalensi/ Ragu
Remaja adalah makhluk manusia yang masih mencarai identitas mencari kebenaran yang patut, keraguan pada agama akan timbul akibat beberapa faktor, ”Pengajaran pada kanak-kanak yang bersifat dogmatis, anak ditakut-takuti dengan hukuman dosa dan neraka, kemampuan remaja yang menigkatpun dapat menjadikan remaja ragu kepada agama yang karena setiap pembicaraan selalu diiringi dengan pemikiran, bila ada ajaran yang tidak sesuai dengan akal dia akan berfikir”. Kenapa kepercayaan demikian dianut ? kenapa ada dalam ajaran kepercayaan yang tidak masuk akal, pada tingkat ini orangtua harus waspada dalam memberikan jawaban-jawaban yang sesuai dengan perkembangan pemikiran remaja. Bila pendidikan yang dilalui remaja semakin tinggi maka buku-buku yang dihadapi berbobot, akhirnya dia mengaitkan agama dengan ilmu pengetahuan, bagaimana islam bicara tentang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan alam secara keseluruhan, bila hal ini tidak ditemui jawabannya maka mereka berada dalam kebingungan.

Keraguan kepada agama [islam] pun dapat terjadi kalau remaja berteman dengan orang yang lain agama, dia sering berdialoq tentang kebenaran agama yang menghasilkan cendrung bersifat toleransi yang salah kaprah. Adanya ketidak sesuaian antara nilai moral dengan kenyataan yang ada, sementara islam melarang riba, judi dan zina tapi ahli agama melakukannya, orang pandai berbuat dosa, timbul pemikiran bahwa orang yang beragama saja berbuat dosa apalagi orang yang tidak beragama, rupanya agama hanya sebagai topeng belaka, fikirnya.

4. Atheisme
Kemungkinan terakhir terhadap kepercayaan remaja yaitu benci kepada agama, agama dianggap tidak perlu, diawali dendam kepada orangtua, guru dan kemiskikan, sebagai contoh seorang pendiri paham Komunis bernama Karl Marx, ayahnya seorang Yahudi yang kaya, pada usia 6 tahun semua keluarganya pindah agama kepada Kristen Protestan, perpindahan agama ini yang mempengaruhi jiwanya pertama kali, lalu dia melihat ketidakbenaran ajaran Protestan yaitu konsep ”satu Tuhan sama dengan tiga Tuhan”, disamping buku yang dibacanya banyak mengkritik gereja, dikatakan Protestan adalah agama orang kaya yang menindas simiskin, gerejapun tidak segan-segan membunuh orang yang ingkar kepadanya sebagaimana Galileo Galilei yang mengatakan kalau bumi ini bulat, sedangkan faham gereja mengatakan bumi ini datar. Inilah yang membuat Karl Marx membenci semua agama, sayang sekali dia tidak mempelajari islam sehingga dia menyamakan semua agama.

Remaja masih memiliki pribadi yang labil, zaman yang dilaluinya tidak sama dengan zaman yang dilalui orangtuanya. Untuk itu orangtua harus memberikan pendidikan kepadanya sesuai dengan zaman yang dilaluinya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu itu, mereka itu dijadikan buat menghadapi masa yang lain dari masa kamu ini”. Sebagai orangtua agar nakalnya lebih baik dari dia dalam segala hal terutama dalam agama biarlah dia sebagai orangtua wawasan serta pengetahuan terhadap islam tidak seberapa tapi tidak demikian untuk anaknya, sehingga perlu adanya penanaman ajaran islam kepada anak dengan baik. Jangan jauhkan identitas islam dari dirinya, bila hal ini terjadi jangan sesalkan terjadinya kenakalan remaja, bukan sekedar remaja yang dikatakan nakal berarti orangtuapun berbuat nakal yaitu mengabaikan anaknya dari islam. [Harian Semangat Padang, 01121999].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Bahayanya Memuji Manusia


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Lidah adalah senjata manusia untuk berbicara menyampaikan maksud dalam bentuk bahasa, dengan kemahiran lidah seseorang dapat terangkat derajatnya di masyarakat karena mampu menyalurkan maksud serta jeritan hati ummat, dengan lidah da’wah dapat dilakukan sampai kepada propaganda dan obral barang di pasar. Efek positif memang banyak tetapi banyak pula segi negatifnya karena lidah ada orang terlempar dari masyarakat sampai terbenam ke dalam penjara.

Ajaran islam sangat menekan pemeliharaan lidah, ucapan yang keluar tanpa kontrol akan mengakibatkan kerugian dalam melaksanakan ibadah, seperti halnya dalam berpuasa, bila tidak mampu menahan kata-kata akan dapat mengurani nilai ibadah puasa, bahkan ibadah puasa tersebut sia-sia, rasulullah bersabda,”Orang yang tidak meninggalkan kata-kata bohong dan senantiasa berdusta, tidak akan ada faedahnya ia menahan diri dari makan dan minum”.

Puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik, tidak ada manfaat puasanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum karena puasanya tidak beruna, hadits lainpun mengatakan,”Puasa bukanlah menahan diri dari makan dan minum saja, tapi puasa adalah menahan diri dari kata-kata yang sia-sia dan kata-kata tidak sopan”.

Dengan lidah manusia dapat terlena, melambung tinggi ke angkasa karena dapat pujian dari orang lain, entah pujian itu baik atau tidak, pujian kadangkala dipakai untuk membius seseorang dengan maksud-maksud tertentu.

Pujian itu sebenarnya adalah bagaikan racun yang dihembuskan oleh sipemuji dalam lubang hidung manusia yang dipuji. Itulah perasaan tertiup pada diri sendiri yang dimasukkan dalam jiwanya. Manakala pemuji itu betul-betul ahli dalam bidangnya maka sama halnya dengan syaitan yang memasukkkan rasa kebersamaan dan kecongkakan melalui ubun-ubunnya sehingga yang terpuji itu amat terlena sekali dan sama sekali tidak sadar bahwa yang sedang dihadapinya itulah syaitan yang menjelmakan diri sebagai manusia.


Pujian disamping berbahaya bagi yang dipuji juga banyak asfek negatif yang akan didapai oleh pemuji sendiri diantaranya;

Pertama, kesenangan memuji itu, terkadang sampai kepada batas yang berlebihan, sehingga sulit terpelihara dari kata dusta, lebih-lebih bila yang dipuji itu sebenarnya orang yang suka melanggar hukum Allah, yang dalam istilah agama disebut orang fasiq.

Kedua, berlebih-lebihan dalam pujian dan sanjungan itu, selalu disertai sifat pamer yang dalam istilah agama disebut riya’, padahal riya’ itu termasuk diantara bentuk syirik secara halus.

Ketiga, adakalanya seseorang memuji dan menyanjung orang lain sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya dari orang yang dipujinya; tetapi karena ikut-ikutan saja, sehingga dia termasuk orang yang senang bicara tanpa diselidiki benar salahnya, Rasulullah bersabda,” Akan ada orang-orang diantara ummatku yang makan segala macam makanan, minum berbagai macam minuman, memakai beraneka warna pakaian dan berbicara tanpa teliti, mereka itu sejelek-jeleknya ummatku”.

Keempat, pujian dan sanjungan itu akan membuat orang menjadi senang dan gembira tetapi terkadang yang dipuji sebenarnya orang yang tidak sepantasnya untuk dipuji, karena dia orang yang senang melanggar hukum Allah.

Memang manusia hidup membutuhkan vitamin S [sanjungan] dalam rangka memotivasi diri dalam berbuat tapi kalau berlebih-lebihan akan merusak kedua belah pihak baik pemuji ataupun yang dipuji. Cukuplah Allah sebagai Khaliq yang layak menerima pujian karena Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi sedangkan manusia tidak mampu berbuat apa-apa kalau Allah tidak mengizinkannya.

Allah memperingatkan kepada orang yang dipuji bahwa tidak boleh kecewa bila gagal dan jangan bangga bila berhasil lalu mabuk dengan pujian;

”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya, sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” [Al Hadid 57;22-23]

Karena demikian besarnya bahaya memuji manusia, maka pujilah manusia sekedar saja, untuk memenuhi kebutuhan vitamin S, bila vitamin kurang maka badan akan menderita demikian pula halnya bila vitamin terlalu banyak akan mendatangkan penyakit, jadi sewajar-wajarnya sajalah dalam memuji, demikian pula jangan kita larut dengan pujian, karena bahayanya sangat besar bagi pribagi, wallahu a’lam, [Majalah Sabili No. 11 TH. XIX 1 Maret 2012/ 7 Jumadil Awal 1433, hal. 10].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Profil Kepemimpinan Nabi Muhammad


Oleh Drs. MukhlisDenros

“SesungguhnyatelahadadalampribadiRasulullahitucontohteladan yang baikbagimu” [QS Al Ahzab;21]

BulanRabi’ulAwalmerupakanmomen yang tepatuntukmembicarakansekilaskehidupanRasulullah, karenabertepatandenganharikelahirannya.Nabi Muhammad bagiseorangmuslimmerupakanuswahyaitusebagaiteladandalamkehidupansehari-haridansebagaiqudwahyaitupimpinandalammenujukehidupan yang hasanah di duniadanhasanah di akherat. Tidakadapribadi yang lebihagungselainbeliaudanmemangdialah orang pilihan Allah sebagaipimpinanummatinihinggaakhirzamansebagaimanafirman Allah dalamsuratSaba’ ayat 28, “Dan Kami tidakmengutuskamu, melainkankepadaummatmanusiaseluruhnyasebagaikabargembiradansebagaipemberiperingatan…”.

Untukmembicarakanprofilkepemimpinanbeliaudalamhalaman yang sangatterbatasinisuatuhalmustahilkarenakomplekdansaratnyadengangayakepemimpinanseorangbernama Muhammad, namunsekilasdanpadasisitertentukitamengungkapkankembali.

Sebelumbeliauhadir di tengahummat yang dipimpinnya, dahuluketikamasihmudaremaja, Muhammad diamanatkanuntukmenggembalakanbeberapaekordomba, dariusahanyaitudiamemperolehupahuntukmemenuhikehidupansehari-hariwalaupundiatinggalbersamapamannya Abu Thalib, inisuatugambaranwalaupun Muhammad hidupbersamadenganpamannya, tapidiatidaksekedarnumpangdisana, adausaha yang dialakukan, adacucurankeringatnyauntukdinikmati, artinyaseorangpemimpintidakdiharapkanmenadahkantanganmengharapkansesuatudari orang lain.

Disela-selakesibukannyamenggembalakandomba, terbetiklahdihatinyauntukmenyaksikansebuahpestajahiliyah yang penuhdenganmaksiat, diatitipkandombanyakepadateman yang lain, makadiapunberangkatmenujulokasi, sesampaidisana, sebelumacaradigelar, Allah menidurkannyahinggapulas, sampaipagiharibaruterbangunsehinggadiatidaktahuadeganapa yang tampil di gelanggangketikaitu, duasampaitiga kali keinginannyauntukmenyaksikanpestamaksiatjahiliyahtapitidakjugaterlaksanakarena Allah menidurkannya. Sehinggabeliaumengharamkanuntukmenyaksikanacaratersebuthinggaakhirhayatnya, artinyaseorangpemimpinharusbersihpandangannyadaritayangan-tayanganmaksiat, denganbersihnyapandanganmakahatipunakanbersihsehinggaperjuangan yang akandiagerakkanjauhdariunsur-unsur yang rusak.

Dimasaawalkerasulanbeliau, Muhammad seringberada di guaHiramemikirkankerusakandankehancuranummatketikaitu, diainginmenemukanjalan yang pas untukmemperbaikisikapdanwatakjahiliyah, akhirnyadalamwaktuduapuluhtigatahunlebihkurangdiamampumengembalikanummatjahiliyahkealam yang penuhdengannurislam. Sebagaipemimpin yang diafikirkanialahbagaimanarakyatbisabaikakhlakdankepribadiannya, jauhsekali Muhammad memikirkankepentingankeluargadanpribadinya.Suatuketikasaatummat Islam mampumenaklukkansuatunegeri, banyakghanimah [hartarampasanperang] yang diperoleh, semuaghanimahituselesaidiabagikanuntukkaummuslimin yang memerlukan, sedangkananaknya, Fatimah ketikaitusangatmembutuhkanseorangpembantumengerjakanpekerjaanrumah, denganpinta yang penuhpilu Fatimah mengajukanpermohonannya, tapiRasulullahmenjawabbahwasemuatelahdibagikan, tidakadalagiuntukkita.

Diwaktuterjadibanjir, HajarAswad yang ada di Ka’bahjatuhdaritempatnya, semuakabilahberanggapanmerekalah yang berhakmeletakkanbatuhitamitu, hampirterjadipertempuran, makadatanglah Muhammad yang ketikaitumasihmudasekaliuntukmenyelesaikannya, sehinggadetikitujugabeliaudapatjulukan Al Amin artinya orang yang dapatdipercaya.

Dari kisahdiatasdapatditarikpelajaranbahwaRasulullahsebagaicalonpemimpinsiapbergauldenganmasyarakat, ikutterlibatdengankegiatanummat, diatidakhidupdengansikapindividualis, keterlibatanRasulpunterlihatketikabeliauikutmendirikan masjid Qubadan Masjid Nabawi di Madinah, beliauikutmemanggulbatu, ikutbergelimangdebubersamasahabatnya. Walaupundiaseorangpimpinantapitidakmaudiistimewakanolehrakyatnya, haliniterlihatketikadalamsuatuperjalananbersamasahabatnya, saatberistirahatseluruhsahabatbekerjamenyiapkanmakanan, ada yang mencarikayubakar, ada yang menghidupkanapi, ada yang memasak, makaRasululahikutmencarikayubakar, sebagiansahabatberkata, “YaRasulullah, biarlah kami saja yang bekerja, tuanduduksajalah, sebabtenaga kami sudahcukupuntukmenyiapkanmakanan”,lalubeliauberkata, “Akutidaksukadengan kalian yang mengistimewakanaku”.



Inipribadiagung, yang jarangsekaliditemukandizamansekarang, daninibukanbasa-basikarenabeliauseorangpemimpintapijugaseorangpribadiagung yang bernama Muhammad.Begitu pula isteribeliau yang telahdikaderdenganpengkadean yang cukupmatang, siapmengorbankanharta yang dimilikinya demi tegaknya Islam yaituibundaKhadijah.Seorang isteri pemimpin ummat, tidak silau dengan kemewahan bahkan mengorbankan hartanya untuk perjuangan.

Suatu hari Rasulullahmelihat Khadijah sedang menangis disebuah kamar, maka Rasulullah mendatanginya dan berdialoq, ”Hai Khadijah, apakah engkau menangis karena hartamu habis aku pakai untuk menegakkan kalimat Allah, sehingga kesedihanmu demikian memuncak?” maka spontan Khadijah menjawab, ”Ya Rasulullah, hartaku habis karena perjuangan menegakkan Islam tidak masalah bagiku, Cuma yang aku sedihkan tidak ada lagi yang harus aku serahkan di jalan Allah, ya Rasulullah seandainya engkau memerlukan aku nanti dikala aku telah wafat untuk menyebarkan da’wah ini maka tolonglah engkau bongkar kuburku, lalu sambung-sambungkanlah tulangku sebagai jembatan bagimu”.

Demikian pula isteri-isteri yang lainnya, bahkan dalam sejarah dikabarkan seringkali dapur beliau tidak berasap karena kesederhanaannya. Ini artinya Rasulullah turut menderita atas penderitaan yang dirasakan oleh ummatnya, bahkan beliaulah orang yang pertama kali merasakan penderitaan itu.

Ketika ajal hampir datang, Rasul tidak mampu lagi memimpin shalat sehingga diserahkan kepada Abu Bakar, ini sebagai simbul bahwa kelak Abu Bakar yang akan memimpin ummat ini. Dengan berat hati Abu Bakar memimpin shalat berjamaah saat Rasulullah dalam keadaan sakit. Suatu ajaran kepada kita, bila sebagai pimpinan, pimpinan apa saja, bila sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugas, lebih banyak uzurnya dari pada hadirnya maka serahkanlah tugas itu kepada kader yang telah dipersiapkan, jangan dipaksakan, apalagi kita sebagai pimpinan sudah tidak disenangi lagi oleh bawahan, berikanlah kepada orang lain.

Ini sekelumit pola kepemimpinan Rasululah yang dicantumkan sejarah, semoga dengan memperingati hari kelahirannya itu, pola kepemimpinan beliau dapat menjadi ibrah/ pelajaran bagi kita semua, wallahu a’lam [Solok,13071996].
[Tulisan ini dimuat pada Majalah Sabili Jakarta, Edisi No. 20 Th.XVIII 16 Juni 2011/14 Jumadil Akhir 1432.H].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Mencintai Rasulullah


Drs. St. Mukhlis Denros
Suatu hari Umar bin Khattab Radhiyalahu’anhu bersama Rasulullah saw, sebagaimana biasa beberapa hal menjadi pembicaraan Rasulullah dan para sahabat lainnya.”Ya Rasulullah, aku lebih mencintai engkau dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri”, ucap Umar saat itu kepada Rasulullah. “Wahai Umar, cintamu itu belum bisa diterima, sampai engkau mencintai aku dari segala sesuatu termasuk dari dirimu sendiri”, sahut Rasululah.

Mendengar jawaban Rasulullah itu, seketika itu juga Umar bin Khattab mengatakan, “Ya Rasulullah kini aku mencintai engkau lebih dari mencintai diriku sendiri”, maka Rasululah menyambung, “Barulah sekarang benar wahai Umar”. Dari dialoq itu, Rasulullah lantas bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai baginya dari dirinya, orangtuanya, anak-anaknya dan semua manusia” [HR. Bukhari].

Mencintai Rasulullah adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap mukmin disamping kewajiban-kewajiban syariat Islam lainnya. Bahkan cinta kepada Rasululah serta mengikuti tuntunannya adalah bukti cinta kepada Allah Swt, Allah berfirman dalam surat At Taubah 9;24, “Katakan hai Muhammad, “Jika kalian mencintai Alah maka itulah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampungi dosa kalian”. Karenanya sejarah kehidupa para sahabat penuh dengan episode-episode Mahabbaturrasul dalam berbagai bentuknya.

Diawal sejarah Islam, seorang Abu Bakar disiksa oleh kafir Quraisy karena berani membaca ayat-ayat Al Qur’an dihadapan mereka, sampai babak belur dan pingsan. Begitu siuman, yang ditanyakan Abu Bakar adalah Rasulullah, “Bagaimana keadaan Muhammad Rasulullah?” .

Suatu hari Rasulullah mengirim empat orang da’i ke kabilah ‘Udhal dan Qarah, keempat da’i itu dikhianati dan dibunuh di tengah perjalanan. Salah seorang dari mereka bernama Zaid bin Datsinah. Menjelang beberapa saat hendak dibunuh, orang-orang kafir pengecut itu menawarkan sesuatu kepadanya, ”Bagaimana kalau kamu saat ini duduk dengan nyaman bersama keluargamu, sementara sebagai gantinya Muhammad yang ada di sini”, ”Demi Allah, sekejappun aku tidak rela jika sekarang ini Muhammad terkena duri sedikitpun sedang aku duduk bersenang-senang bersama keluaragaku”, jawab Zaid bin Datsinah dengan tegas.

Laksana petir, jawaban itu sungguh memerahkan telinga. Keheranan dan segala kebencian berbaur dalam hati mereka, sampai salah seorang dari mereka berucap, ”Tidak ada seseorang yang dicintai oleh para sahabatnya, sebagaimana cintanya sahabat Muhammad kepada Muhammad”.

Sementara itu usia perang Uhud yang melelahkan, kaum muslimin berkemas. Syahidnya sahabat-sahabat agu ng belum bisa begitu saja dilupakan dari benak mereka. Disatu sisi kebahagiaan tergambar, bahwa mereka yang syahid akan segera bertemu dengan para syuhada’ Badr di syurga. Tetapi disisi lain semua itu tidak begitu saja dapat menghapus rasa kehilangan yang mendalam.



Ditengah suasana itu, tampak seorang wanita yang sedang mencari-cari seseorang. Tak berapa lama ada orang membawa tandu yang isinya jenazah, ”Jenazah siapa itu ?” tanya wanita itu. ”Jenazah anakmu”, jawab yang membawa tandu. Tetapi wanita itu diam saja. Diapun berlalu dan berjumpa dengan jenazah suaminya. Dia tetap diam saja. Kemudian dia bertemu dengan orang yang membawa jenazah kakaknya sendiri, diapun diam saja, ”Biarlah semua keluargaku syahid dalam jihad ini, tapi bagaimana keadaan Rasulullah ? betulkah dia wafat? Sebelum bertemu beliau hatiku tidak akan tenang” kata wanita itu dengan rasa cemas.

Masih banyak kisah-kisah yang menggambarkan bagaimana kecintaan para sahabat kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah dan pasukan kaum muslimin sampai di Tabuk, Abu Khaitsamah keluar dari barisan lalu pulang. Sesampainya di rumah rupanya sang isteri telah menyediakan makanan dan minuman lezat. Seketika terbayanglah olehnya wajah Rasulullah yang hari itu disengat matahari, bermandikan keringat, siap menyabung nyawa mempertahankan aqidah dan menyebarkan kalimatullah. Dengan penyesalan yang mendalam Abu Khaitsamah berkata dalam hati, ”Bagaimana aku ini, Rasulullah pergi ke medan perang, sedangkan aku bersenang-senang di rumah”. Segera ia memacu kudanya kembali untuk bergabung dengan kaum muslimin.

Ketika hijrah menelusuri perjalanan yang penuh bahaya, Abu Bakar dengan waspada kadang berjalan di depan Rasulullah, kadang di belakangnya, kadang kesamping kanan, sebentar kemudian lari pula ke samping kiri. Beliau khawatir kalau-kalau musuh akan menghantam Rasul dari berbagai posisi lain.

Karena kecintaan yang mendalam pulalah, ketika mendengar kabar bahwa Rasulullah wafat, Umar bin Khattab pada mulanya tidak percaya, ”Siapa yang mengatakan Muhammad telah wafat maka dia akan berhadapan dengan pedangku ini. Dia tidak wafat, tetapi menemui Allah sebagaimana Musa menemui Rabbnya” serunya dengan keras.

Kenyataan ini akhirnya harus diterima Umar bin Khattab, saat Abu Bakar menjelaskan, ”Barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Ia hidup dan tidak mati. Tetapi barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya ia telah mati”, lalu beliau membaca firman Allah, ”Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya para Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang [murtad]” [Ali Imran 3;144].

Rasulullah sendiri sangat mencintai ummatnya. Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah adalah orang yang terakhir meninggalkan Mekkah. Ketika sudah jelas bahwa ummatnya selamat semua di Madinah, barulah beliau meninggalkan Mekkah dalam bahaya yang sangat besar.

Sementara sesudah masa keemasan itu, sejarah kemudian mencatat bahwa tidak sedikit pemimpin yang tampaknya dicintai dan diagung-agungkan rakyatnya. Tetapi begitu lengser, ia dihujat, dicaci maki bahkan diseret ke pengadilan. Ironinya tidak sedikit dari para penghujat itu yang sebenarnya bekas penjilat pemimpin yang dihujat itu.

Adapun cinta seorang mukmin kepada Rasulullah sebagaimana dicontohkan para sahabat itu, adalah cinta imani. Bahkan cinta kepada Allah tidak sempurna bila belum lagi mencintai Rasul-Nya, ”Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq” [At Taubah;24], wallahu a’lam [Majalah Sabili Jakarta nomor 11/ Desember 1998].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Solusi dari kiris Moneter


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Akhir-akhir ini kata “krisis” sering kita dengar sehubungan dengan keadaan negeri kita khususnya yang sedang dilanda keprihatinan yaitu krisis moneter. Krisis artinya adalah keadaan yang sangat gawat atau keadaan yang memuncak sehingga dapat mengakibatkan kehancuran terutama dalam tanatan kehidupan manusia.

Sebenarnya di abad modern ini selain krisis moneter yang ditakutkan manusia,banyak sudah krisis yang dilalui padahal tidak kalah rusaknya kehidupan manusia, bila ekonominya, perutnya yang diganggu oleh suatu keadaan dia beranggapan akan hancur semuanya sehingga tidak memperhatikan krisis lainnya.

Sepanjang abad modern ada beberapa krisis yang dialami ummat ini diantaranya;
1. Krisis identitas, adalah kondisi manusia ketika itu telah hilang kepribadiannya, dia tidak tahu siapa dirinya bahkan tidak mampu memberi jawaban jati dirinya, secara otomatis diapun tidak tahu siapa Rabbnya ;59;19].
2. Krisis legalitas; adalah suatu keadaan, manusia kehilangan peraturan, batas-batas norma tidak ada lagi, pada kondisi ini akan berkembang paham permisivisme yaitu faham serba boleh tanpa memperhatikan halal dan haram.
3. Krisis penetrasi; manusia ketika itu telah kehilangan pengaruh yang baik akibat polusi mental dan informasi yang rancu, sementara ummat Islam tidak imun / kebal terhadap pengaruh luar sehingga segala apa saja yang datang dari luar dianggap benar, padahal tokoh ideal yang patut dijadikan sebagai panutan ialah Rasulullah Saw [33;21].
4. Krisis partisipasi; ketika itu ummat manusia telah kehilangan semangat untuk beramal jama’i/bekerja sama, mereka cendrung hidup individualis dan nafsi-nafsi.
5. Krisis distribusi; artinya tidak ada lagi keadilan yang dapat dinikmati oleh banyak orang, pengadilan memang banyak tapi minus keadilan, yang merasa keadilan hanya segelintir orang saja, disini akan terjadi saling tekan dan tindas [16;90]
6. Krisis moral; saat itu moral/ akhlak bukan lagi suatu kebutuhan dan ukuran dalam hidup bermasyarakat, kemaksiatan dan dosa sebagai perbuatan biasa yang dikaitkan dengan kemodernan, artinya orang yang masih terikat dengan moral maka mereka termasuk orang yang kuno [30;41].

Belakangan ini yang sedang dihebohkan oleh bangsa Indonesia adalah krisis moneter yang diawali oleh rekayasa Yahudi dan Nasrani untuk menghancurkan ummat Islam Indonesia selain adanya spekulan yang menyimpan hartanya dalam bentuk dolar di luar negeri dan terjadinya penimbunan barang yang akan memonopoli pasar. Akibatnya nilai rupiah turun, harga barang naik membumbung,suasana pasar lesu, banyak pegawai yang di PHK karena perusahaan bangkrut dan gulung tikar.

Bagi seorang muslim musibah ini dicermati dan dijadikan sebagai jalan untuk memperbaiki diri, introsfeksi dan peningkatan kekokohan iman. Ada empat hal sebagai solusi dari krisis moneter ini;

1. Meyakini Kalimat Syahadat
Sebagai muslim segala kejadian diambil hikmahnya, apapun yang terjadi tidak dijadikan dia limbung tapi semakin mengamalkan kalimat ”Laa Ilaaha Illallah” suatu keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberikan rezeki selain Allah, artinya Allah tidak menyia-nyiakan hidup manusia, jangankan manusia sedangkan ulat di dalam batu tetap diberi rezeki oleh Allah, firman-Nya, ”Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu” [Al Baqarah 2;22].
Prinsip ini harus tetap dipegang sehingga kita tetap tenang. Ini penting karena orang sudah meninggalkan azas bahwa pemberi rezeki adalah Allah. Ali mengatakan bahwa rezeki itu ada dua,”Rizqun tathlubuhu wa rizqan yathlubuka” rezeki yang kita kejar dan rezeki yang mengejar kita. Kita lihat bahwa masyarakat sekarang banyak yang melupakan unsur kedua. Ketika dalam kondisi krisis lansung beranggapan bahwa rezekinya akan sempit, padahal tidak otomatis begitu.



2. Sikap Mengevaluasi Gaya Hidup
Gaya hidup yang senang dan bangga berhutang akan menghancurkan ekonomi keluarga, dalam Islam berhutang itu memang boleh tapi akibat dari hutang, kita merasa tidak tenang, sedih dan malas, tidak berdaya dan lemah, takut ditagih.
Ayat yang paling panjang adalah ayat tentang hutang 2;282, disana disebutkan bahwa hutang harus ditulis dengan benar, keduanya harus bertaqwa, tidak mengurangi hutang sedikitpun dan ada saksinya, artinya hutang bukanlah masalah yang sepele tapi panjang prosedur yang harus diikuti.

3. Menumbuhkan Ruhul Atha’
Yaitu semangat memberi, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi’i bahwa rezeki manusia itu adalah harta yang telah diinfaqkan,disedekahkan di jalan Allah untuk membantu kemaslahatan ummat, sedangkan segala yang masih berupa tabungan, simpanan bukan/belumlah rezeki kita. Hal ini dalam rangka agar harta seseorang muslim itu dapat berfungsi sosial. Allah memberi peringatan kepada orang yang tidak mendayagunakan hartanya, ”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya’[Alhumazah; 1-2].

4. Mengoptimalkan Lahan Pekarangan
Sehingga tidak ada lahan yang tidur serta terbengkalai padahal dengan tergarapnya lahan disekitar rumah dapat ditanamkan sayuran dan ubi-ubian untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menghemat pengeluaran.

5. Hemat Dalam Pengeluaran
Seseorang dituntut untuk hemat dalam pengeluaran bukan pelit dan tidak boros, dia akan mengeluarkan dananya untuk keperluan yang terpenting dari yang penting. Sebagian ibu-ibu sebelum berangkat ke pasar telah mencatat segala kebutuhan yang akan dibeli, tetapi sesampai dia akan membeli semua yang nampak dan menyenangkan hatinya lebih banyak yang dibawa pulang diluar kebutuhan yang dicatat tadi.

Padahal seseorang ia masih bisa menjalankan tugas walaupun tidak punya motor tapi dia paksanakan diri untuk punya motor, masih bisa menjalankan tugas dengan baik walaupun tidak dengan mesin cuci, seandainya mampu dan ada uang untuk itu tidak masalah, tapi harus sikut kiri dan kanan sehingga merongsong keuangan rumah tangga ini memang merepotkan.

Insya Allah bila lima hal ini difahami oleh seorang muslim maka dia mampu minimal menyelamatkan ekonomi keluarga apalagi ditarik kesimpulan bahwa semua ini terjadi sebagai sarana untuk menguji iman seseorang, mampukah dia bertahan sebagai muslim yang istiqomah dalam keimanan dalam kondisi bagaimanapun, wallahu a’lam.[ Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Reformasi nomor 02/ Juli 1998].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Mencari tipe seorang guru


Oleh Drs. Mukhlis Denros


Di dunia ini terdapat manusia yang lebih dan manusia yang kurang dari berbagai sisi, baik nilai lebih yang terdapat pada harta maka harus dikeluarkan melalui zakat, nilai lebih dalam bidang tenaga dikerahkan dalam bentuk pertolongan dan nilai lebih dalam ilmu dilakukan melalui pengajaran dan pendidikan.

Pendidik ialah orang yang memikul tanggungjawab untuk mendidik. Pada umumnya jika kita mendengar istilah pendidik akan terbayang di depan kita seorang manusia dewasa. Dan sesungguhnya yang kita maksud dengan pendidik adalah hanya manusia dewasa yang akan melaksanakan kewajibannya tentang pendidikan siterdidik.

Kalau kita hanya berpegang kepada istilah membimbing atau menolong seperti disebutkan dalam definisi pendidikan, maka orang akan dapat berkata bahwa seorang anakpun dapat menjadi pendidik karena ia dapat menolong anak lainnya. Namun demikian kita harus mengingat pula bahwa pendidikan itu hanya menolong, tetapi menolong dengan sadar, dengan maksud menuju tujuan pendidikan.

Kalau seorang anak menolong anak lainnya, tidaklah ada intensi [maksud] pada si penolong untuk menghubungkan tindakannya itu dengan tujuan pendidikan. Sampai disini saja gugurlah julukan pendidik pada anak penolong tadi.

Kalau ditinjau dari segi pertanggungjawaban, maka orang dewasa yang mendidik memikul pertanggungjawaban terhadap anak didiknya, sedangkan sipenolong kecil itu belumlah demikian. Jelaslah kiranya bahwa si penolong kecil itu belum dapat disebut pendidik dalam arti sesungguhnya, jadi pendidik itu adalah orang dewasa.

Salah satu syarat guru profesional ialah sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara; Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, tutwuri handayani, berarti keberadaannya pada semua sisi sangat diperlukan dalam rangka membawa manusia junior dengan bekal ilmu pengetahuan serta kepribadian yang luhur, sehingga akan tercetak manusia pintar lagi baik.

Untuk menjadi pintar sebagai sasaran sangatlah mudah yaitu suapi saja anak didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, ini adalah bidang garap dari pengajaran, fokusny adalah otak. Sedangkan untuk menjadi manusia baik sangat sulit karena sasarannya adalah hati, bagian ini wewenang dari pendidikan. Anak yang pintar belum tentu baik karena dia tidak dididik, hatinya tidak diperhalus, keteladanan tidak diberikan. Anak yang baik bukan jaminan pula untuk pintar karena pengajaran yang diberikan kepadanya kurang.

Apalah artinya kepintaran kalau tidak baik karena akan menimbulkan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan pola kehidupan. Pada satu sisi dia banyak mempunyai ilmu pengetahuan tapi pada sudut lain dia tidak dapat menghargai karya orang lain, meremehkan guru, tidak santun kepada orangtua atau tindakan lainnya.

Tugas guru bukan pada intelektualitasnya saja tetapi lebih jauh kepada kepribadiannya, baik dan pintar, otak dan hati sasarannya. Untuk menjadi pintar telah banyak usaha guru dikerahkan dalam bentuk transpormasi dan transfer ilmu pengetahuan, lugasnya pengalihan ilmu kepada murid berlansung dengan berbagai kegiatan formal sepanjang mengarah kepada otak atau keterampilan. Sudah banyak jasa guru dalam mencetak kader bangsa yang berkualitas, baik level daerah sampai tingkat internasional.

Dengan demikian berarti kehadiran guru yang berkualitas sangat diperlukan dalam mencetak kader bangsa disamping pintar juga baik. Dr. Zakiah Drajat sangat menekankan sekali agar seorang guru memiliki kepribadian. Faktor erpenting bagi seorang guru ialah kepribadiannya, kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia kembali menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, atau akan jadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.

Apa yang dimaksud dengan kepribadian ? dalam uraian kita tidak akan membicarakan arti atau batasan kepribadian secara teori, akan tetapi akan mencoba memahami berbagai unsur kepribadian yang dapat dilihat atau dipahami dengan mudah. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu punya kepribadian yang baik, kuat dan menyenangkan. Sedangkan ada pula orang lain dikatakan mempunyai kepribadian lemah atau buruk dan sebagainya.

Kepribadian sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan asfek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.

Guru yang goncang atau tidak stabil emosinya, misalnya mudah cemas, penakut, pemarah, penyedih dan pemurung. Anak didik akan terombang-ambing di bawah arus emosi guru yang goncang tersebut, tidak menyenangkan bagi anak didik, karena mereka seringkali merasa tidak dimengerti oleh guru. Kegoncangan perasaan anak didik itu akan menyebabkan kurangnya kemampuannya untuk menerima dan memahami pelajaran, sebab konsentrasi fikirannya diganggu oleh perasaannya yang goncang karena melihat atau menghadapi guru yang goncang tadi.

Guru yang pemarah atau keras, akan menyebabkan anak didik takut. Ketakutan itu dapat tumbuh dan berkembang menjadi benci. Karena takut itu menimbulkan derita atau ketegangan dalam hati anak, jika ia sering menderita oleh seorang guru, maka guru tersebut akan dijauhi agar dapat menghindari derita yang mungkin terjadi.



Tingkah laku atau moral guru pada umumnya merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orangtua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah tingkah laku guru atau akhlaknya tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatkan di rumah orangtuanya.

Sikap guru terhadap agama juga merupakan salah satu penampilan kepribadian. Guru yang acuh tak acuh kepada agama akan menunjukkan sikap yang dapat menyebabkan anak didik terbawa pula kepada arus tersebu,bahkan kadang-kadang menyebabkan terganggunya jiwa anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul juga merupakan penampilan kepribadian lain yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik.

Orang yang dipanggil sebagai guru memang geraknya sangat terbatas dan sempit untuk melakukan kesalahan apalagi kejahaan, bahkan nyaris tidak ada. Hal ini berari benteng diri bagi sang guru untuk tetap menjaga martabat, kualitas, kridibelitas serta loyalitasnya sebagai pengabdi, pahlawan tanpa janda jasa, digugu dan ditiru walaupun imbalan materi tidak seimbang dengan jasanya. Kehadirannya bukan hanya menyampaikan ilmu kepada anak didik juga memberi teladan; akhlak yang baik, moral yang halus kepada manusia muda. Akhirnya pendiidikan yang dihasilkan sesuai dengan sistim Pendidikan Nasional UU nomor 2 tahun 1989 diungkapkan bahwa Pendidikan Nasional mengusahakan pertama, pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terujud dalam ketahanan Nasional yang tangguh yang mengandung makna terujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Untuk itu perlu dikembangkan cara pendidikan yang lansung sebagai obyek juga sebagai subyek dalam kegiatan, oleh Emil Salim Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup [waktu itu] dikatakan bahwa cara-cara pendidikan yang menjadikan peserta didik semata-mata sebagai obyek, yang sekedar mencatat uraian guru, atau menyalin tulisan di papan tulis, tidaklah cukup lagi. Lebih jauh Menteri menyebutkan bahwa beban pengembangan peserta didik lebih banyak tercurahkan kepada tenaga guru pendidik. Kepada sang gurulah terpulang kewajiban untuk bisa mengembangkan peserta didik dalam keadaan serba kurang [Merdeka, 5 Agustus 1989].

Dengan peralatan minim, dana seadanya guru diharapkan mampu membawa kader bangsa ke arah yang lebih baik dan memang dia lebih banyak berfikir untuk kemajuan bangsa daripada memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian pemerintah akan tetap memperhatikannya dengan sedikit menaikkan gaji sebagai penghibur sementara masyarakatnya semakin kagum kepadanya; guru, digugu dan ditiru yang dianggap manusia sempurna sehingga tidak layak melakukan kesalahan walaupun kecil apalagi kejahatan.[Majalah Reformasi Jakarta No.07/ 1999]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Ambil Islam seluruhnya atau tinggalkan


Drs. St. Mukhlis Denros
Di dunia ini hanya ada dua sikap hidup yang ada pada diri manusia yaitu iman atau kafir, mereka harus memilih salah satu diantaranya sebagai alternatif yang dianggap benar. Iman berarti mengakui keberadaan Allah beserta segala aturan-Nya sebagai jalan hidup yang benar dengan pedoman Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Sedangkan kafir adalah sikap penolakan kepada Islam baik seluruhnya atau sebagian, lalu mencari jalan yang lain. Kedua sikap ini walaupun berbeda tapi mereka menunjukkan skap tegas dan tepat, tidak diragukan eksistensinya dan jelas kedudukan masing-masing yaitu sebagai ummat yang beriman kepada Allah dan hamba yang menentang Allah.

Diantara dua sikap ini satu sikap hidup manusia yang merugikan orang lain karena posisi mereka tidak jelas. Pada satu tempat mereka ada dan mengakui keberadaannya tapi pada tempat lain diapun ada, merekalah orang yang sifatnya plinplan, nifaq atau munafiq. Nifaq adalah bagaikan kuman dari suatu penyakit yang amat merusak jiwa bahkan suatu penyakit yang dapat membunuh siapapun yang termakan dan dapat diperdaya olehnya.

Nifaq adalah sebesar-besar musuh yang dapat membahayakan ummat, bahkan lebih besar bahayanya dari musuh yang tampak kelihatan. Ia adalah musuh yang tidak mungkin dapat ditangkis oleh tembakan peluru atau dentuman mortir. Selalu saja dicari-carinya kesempatan untuk membinasakan ummat,yang nantinya akan dapat menghancurkan mereka, memecah belah persatuan mereka dan dapat menghinggapi mereka dari segenap penjuru negara.

Kaum munafiq adalah musuh ummat islam yang laten, senantiasa berusaha keras, tetapi tidak tampak. Yang dimusuhi bukan tubuh tapi hati. Mereka adalah musuh dalam selimut,menggunting dalam lipatan dan terus mencari peluang untuk menohok kawan seiring dari belakang. Oleh sebab itu ummat sukar mengetahui siapa musuh mereka sebenarnya dan bagaimana cara mengusirnya. Ummat pasti payah mencari, dimana tempat musuh mereka itu sesungguhnya, jikalau dimaklumi, tentu mudah memberikan perlawanan, gampang sekali mengikis habis mereka itu sampai keakar-akarnya.

Tetapi celakanya mereka itu sukar diketahui,sulit ditemukan. Apapun yang diusahakan oleh kaum munafiq itu tiada lain hanyalah ingin melumpuhkan kekuatan batin umat dan bangsanya sendiri, bahkan gembira apabila melihat bangsanya itu terhenti gerakan majunya, apalagi jika sampai tidak bekerja lagi detik jantungnya atau mati. Benar-benar besar bencana yang ditimbulkan oleh kaum bermuka dua itu. Akhirnya kaum munafiq itu akan bertepuk tangan kuat-kuat, jika telah melihat bangsanya sudah dalam keadaan kebingungan oleh adanya musibah yang mereka lakukan. Karakteristik mereka disebutkan oleh Allah dalam surat Al Baqarah 2;8-10;
”Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadarDalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”

Allah menghendaki kepada manusia agar hidup dalam satu sikap hidup yaitu sikap hidup iman atau kafir,bila seluruh manusia di dunia ini sepakat untuk beriman kepada Allah maka hal itu tidak akan meninggikan derajat Allah dan tidak ada manfaatnya bagi Allah, sebaliknya kalau seluruh manusia kafir kepada-Nya maka tidak akan ada kerugiannya dan tidak akan merendahkan kedudukan-Nya, semua itu terserah kepada manusia sebagaimana firman allah dalam surat Al Baqarah 2;256
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ummat yang telah mengakui islam dan memilih sikap hidup beriman kepada Allah maka dia harus konsekwen dan konsisten dengan mengamalkan ajaran Islam dan mengamalkan islam secara utuh sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;208
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Gambaran kehidupan pribadi dan masyarakat muslim jauh berbeda dengan kehidupan orang kafir karena pandangan hidup yang tidak sama pula. Dalam masyarakat islam tidak terdapat pemuda-pemudi yang berbaju minim atau bertelanjang, wanita-wanita yang suka menggoda orang lain atau digoda yang berkeliaran disetiap tempat, menyebarkan fitnah dan kekacauan dan semuanya itu untuk keuntungan syaitan.



Dalam masyarakat islam tidak terdapat gambar-gambar telanjang, film-film cabul dan nyanyi-nyanyi cabul, seperti film-film dan nyanyian Abdul Wahab dan konco-konconya. Dalam masyarakat islam tidak terdapat koran-koran yang menyiarkan gambar-gambar telanjang, kata-kata yang cabul dan lelucon cabul yang dapat dijumpai disetiap tempat. Dalam masyarakat islam tidak terdapat minum-minuman keras yang mendorong manusia untuk berbuat hal-hal yang tidak sopan, yang dapat menghilangkan kehendak dan pemikirannya, [Sayid Qutb,Beberapa Studi tentang Islam, 1982].

Walau kehendak pribadi atau masyarakat muslim yang tidak mendukung realisasi ajaran Islam dalam keluarga, masyarakat dan negara berarti keislamannya masih perlu dipertanyakan apalagi sikap hidupnya jauh dari ajaran Islam. Orang yang mengakui islam sebagai agama harus bertindak, bicara, berfikir dan berpandangan sesuai dengan islam sehingga setiap denyut janjung, setiap hembusan nafasnya dan setiap aliran darahnya menyuarakan kebesaran dan kebenaran Allah dan Islam, surat An Nur 24;51 difirmankan Allah;
”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Untuk menciptakan sikap yang terkandung dalam surat An Nur ayat 51 tersebut tidaklah mudah, melalui proses yang cukup panjang dengan tarbiyyah, tabligh dan ta’lim, karena tidak sedikit ummat islam yang tidak mengerti dengan islam, atau punya ilmu islam tapi tidak memiliki kefahaman sehingga islam hanya dijadikan sebagai teori tanpa amal.

Hal ini terjadi karena musuh-musuh islam terlalu banyak, baik musuh secara internal maupun eksternal; musuh internal karena kebodohan ummat islam itu sendiri, sedangkan eksternal yaitu peran Salibis dan Zionis, mereka tidak suka ummat islam hidup dalam keislamannya sebagai mana pengakuan seorang Uskup Samuel Zwemer kepada para pendeta pada satu kesempatan,”Tugas kalian bukanlah menjadikan orang islam itu keluar dari agamanya, tapi jadikanlah mereka tidak mengerti dengan islamnya, itu sudah cukup”

Seiring dengan itu benar kalau Allah sejak awal telah memberi petunjuk tentang watak mereka untuk berhati-hati dalam bertindak dan mewaspadai gerakan kedua agama ini, yaitu Nasrani dan Yahudi, surat Al Baqarah 2;120 menjelaskan;

”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.

Selayaknyalah ummat islam untuk mengkaji islam dengan mendalam sehingga mereak tahu dengan agamanya,mengerti hak dan kewajibannya, tidak cukup sekedar nama dan merek saja, atau islam sebagai ritual dan seremonial saja bahkan cendrung membela dan mendukung golongan lain, ambillah satu sikap, ”Masuk islam keseluruhannya atau tinggalkan islam keseluruhannya”, wallahu a’lam [Solok, 31012000]
[Tulisan ini dimuat di Tabloid Pilar Pemda Solok edisi 03, Agustus 2008].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Rabu, 25 April 2012

Gamawan Fauzi dan Perda Islami


Drs. St. Mukhlis Denros
Siapa yang tidak kenal dengan H. Gamawan Fauzi, SH. Banyak informasi yang mengetengahkan tentang dirinya, baik selaku pribadi ataupun sebagai Bupati. Sebagian orang menyatakan beliau sukses memimpin Kabupaten Solok, yang memasuki periode kedua masa kepemimpinannya. Banyak pujian, sanjungan bahkan setinggi langit disampaikan kepadanya. Namun tidak sedikit hujatan pedas mendera bahkan fitnahpun sering hinggap padanya. Namun tidak banyak orang yang mau dan mampu menyampaikan nasehat, pandangan-pandangan hidup, pituah, kritikan kepadanya. Mungkin karena segan, enggan, takut atau cuek. Dari yang sedikit itu, saya selaku da’i dan orang yang sedikit peka terhadap ummat ini, kebetulan memimpin sebuah LSM dengan nama GARDA ANAK NAGARI Kabupaten Solok dan salah seorang da’i IIRO Wilayah Sumatera Barat melalui Mimbar Minang yang tercinta ini saya berkewajiban untuk memberi kritikan, saran, pandangan bahkan mungkin hujatan yang menyakitkan. Bukan untuk beliau saja tapi untuk seluruh lapisan masyarakat, dalam rangka Tawashau bil haq watashau bis shabr, Obat bagi hati yang bersih, siksa bagi yang keras hati.

Sudah banyak produk DPRD Kabupaten Solok berupa Peratuan Daerah [Perda] yang dilahirkan untuk kepentingan masyarakat daerah ini,sulit untuk memperkirakannya sejak tahun berapa munculnya Perda-Perda tersebut, tentu sejak adanya lembaga legislatif tersebut, memang bukan satu ukuran keberhasilan sebuah lembaga legislatif diukur dari berapa banyak Perda yang dirampungkan, apalagi Perda tersebut hanya dijadikan sebuah dokumentasi yang tidak dapat dipakai untuk menegakkan suatu hukum. Dari sekian Perda yang muncul, mungkin hanya ini baru terobosan diawal era Reformasi aturan daerah tersebut menyentuh kepentingan ummat Islam seperti Perda Pandai Baca Al Qur’an Bagi Siswa SD, SLTP, SLTA dan Calon Pengantin, Perda tentang Busana Muslimah [jilbab] untuk siswi SD-PT dan masyarakat, atau Perda lain yang ada isu Islamnya.

Dengan munculnya Perda untuk kepentingan umma Islam ini, sebuah keberanian yang luar biasa dari seorang Bupati Gamawan Fauzi SH, walaupun sebenarnya masih dianggap agak lambat dibandingkan daerah lainnya semisal Tasik Malaya, Garut dan Makasar yang sudah siap menerapkan Syari’at Islam. Keberanian inipun tidak sedikit tantangannya, apalagi diisukan dengan nada pesimis dan sinis dari beberapa kalangan yang menyatakan, ”Kenapa muncul Perda ini, bukankah kita tidak negara Islam, apa tidak bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi semisal UUD dan Pancasila, menyinggung ummat beragama lainnya, bukankah masalah agama itu urusan pribadi dengan Tuhannya, tidak usah negara ikut campur, pendidikan agama adalah kewajiban orangtuanya”. Seribu kata dan bahasa untuk meremehkan serta melecehkan Islam dan ummatnya.

Sebenarnya ucapan itu tidak layak muncul dari bibir orang yang mengaku sebagai muslim, apalagi dengan maksud menjegal Perda ini, sebenarnya sistim apapun sudah pernah kita coba untuk negara ini, semuanya mengalami kegagalan dan tidak cocok dengan negara kita. Kenapa tidak kita coba sebagai alternatif memakai sistim Islam. Untuk menerapkan Perda ini tidak mesti harus mengubah dasar negara menjaga negara Islam, bukankah Indonesia melindungi rakyatnya yang mau menerapkan ajaran agamanya, sedangkan negara komunis saja semisal Rusia membolehkan rakyatnya untuk menerapkan ajaran agama masing-masing tidak terkecuali syariat Islam.

Kenapa dikatakan menyinggung ummat beragama lain, bukankah kita mayoritas didalam negara kesatuan ini, realitas menyatakan bahwa negara manapun yang mayoritas punya otoritas untuk itu, dapatkah kita sebagai ummat Islam berbuat di negara semisal India yang mayoritas beragama Hindu, atau di Filipina yang mayoritas rakyatnya beragama Kristen, justru disana ummat Islam selalu dianggap tidak ada bahkan nyaris disingkirkan, dengan penerapan hukum Islam sekalipun kita berkewajiban untuk melindungi ummat lainnya, apapun agamanya.

Urusan agama bagi rakyat Indonesia memang tidak tegas dikatakan urusan pribadi atau urusan negara saja, tapi disini ada Departemen Agama, Pengadilan Agama dan pengelolaan perjalanan hajipun diurus oleh Pemerintah. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal pemisahan ini,selain urusan pribadi agama juga urusan pemerintah atau negara, faham yang memisahkan ini dinamakan aliran sekuler yang timbul di kalangan agama Nasrani sebelumnya yang menyatakan, ”Urusan Pendeta serahkan kepadanya dan urusan raja berikupan pula kepada raja”. Sebuah analisa mengatakan, keberhasilan ummat Nasrani karena mereka berani meninggalkan agamanya sedangkan kehancuran ummat Islam karena mereka berpaling dari ajarannya”.

Bayangkan sulitnya menegakkan sebuah kebenaran dan mementangkan secuil syari’at Islam dalam sebuah aturan daerah yang menganut falsafah ”Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah” sehingga suara-suara miring mengantarkan keberhasilannya. Suatu hal yang baru dan asing memang selalu dipertanyakan bahkan sering dicemaskan hingga dikhawatirkan akan timbulnya Islam Fundamentalis, Islam garis keras atau tuduhan lain yang tidak mendasar.

Bagaimana Aceh diberi kewenangan yang luar biasa dengan menerapkan syari’at Islam bagi rakyatnya di luar kewenangan otonomi daerah, tidak banyak persoalan bagi islam fhobi, tapi ketika diajukan di tanah Minangkabau ini banyak diperdebatkan, sebagaimana DPRD Sumbar mengajukan Perda Pekat dengan poin melarang wanita keluar malam tanpa muhrimnya, yang semua itu dalam rangka melindungi wanita muslimah sendiri, tapi dihujat habis-habisan oleh LSM-LSM yang pro kepada kebebasan.

Seorang ulama Mesir bernama Syaikh Hasan Al Banna menyatakan, ”Dikala orang tidak sefaham dengan anda maka saat itu ia tampil memusuhi anda”.membangun kesefahaman inilah yang sulit apalagi yang berkaitan dengan ajaran Islam karena banyak sekali ummat Islam yang tidak mengerti dengan segala bab dan pasal hukum segala perundang-undangan Nasional, itu baik, tapi dikala berkaitan dengan ajaran Islam dia tidak mampu menyatakannya, bahkan cendrung salah faham dengan islam sehingga menyingkirkan segala bentuk dan bau Islam, baik yang melekat dalam aturan di daerah apalagi secara Nasional.

Tinggal ketegaran eksekutif dalam hal ini Bupati Solok dengan jajarannya untuk mempresentasikan segala Ranperda yang berkaitan dengan ummat Islam, semua itu dibutuhkan kesabaran, memang sulit membangun kesefahaman, sebab kefahaman kita tentang ajaran Islam ini memang bermacam-macam. Ada orang yang masih menghalalkan riba Bank sementara yang lain sudah meninggalkannya, tidak sedikit yang masih menganggap wajar segala kecurangan di Birokrat seperti penataran yang seharusnya lima hari menjadi dua hari saja, sementara dana yang dibutuhkan tetap sebanyak itu, perjalanan dinas yang seharusnya dilakukan tiga hari menjadi hanya sehari saja, dengan dana yang sama, pembelian alat-alat tulis kantor dengan harga yang direkayasa.

Saya pernah mengalami pada sebuah toko menjual alat-alat tulis, dikala menulis faktur ditanya, ”Ditulis harga berapa ini pak ?” dapatkah dikatakan halal perbuatan ini, saya rasa ulama yang istiqamah dan ummat islam yang baik pasti menyatakan perbuatan ini adalah pelanggaran syari’at.

Dalam ajaran Islam memang ummat ini terdiri dari berbagai level iman sejak dari muslim, mukmin, muhsin, mukhlis dan muttaqin hingga fsiq, nifaq, zhalim dan kufur. Bagaimana kita mengambil kesefahaman, tentu sulit untuk itu, tapi paling tidak janganlah kita memusuhi islam karena kebodohan kita terhadap Islam itu sendiri, ini kewajiban kita semua, bukan kewajiban da’i, mubaligh dan ulama saja tapi semua ummat Islam, baik yang terlibat di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif, apalag jadinya bila tiga lembaga ini diisi oleh ummat Islam yang tidak faham dengan ajarannya, tentu kehancuran diambang pintu, ini adalah konspirasi musuh-musuh Islam untuk menjauhkan ummatnya dari ajarannya, ”Mereka Yahudi dan Nasrani tidak rela kepadamu sehingga kamu mengikuti Millah mereka” [2;120]

Yang dimaksud dengan ”Millah” pada ayat diatas bukan saja makna ”Agama”, tapi kata Millah dapat diartikan pandangan hidup, idiologi, praktek kehidupan dan fikiran. Targetnya adalah agar ummat Islam itu tidak lagi memakai pandangan hidupnya, idiologi, dan praktek kehidupan serta pemikirannya sesuai dengan Islam, dikala shalat mereka berkiblat ke Mekkah tapi ketika diluar itu mereka berkiblat ke Amerika. Bahkan lebih Yahudi dari orang Yahudi, sungguh ironi dan menyedihkan, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 15112002].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Mewaspadai Niat Buruk dibalik Kebajikan


Oleh; Drs. Mukhlis Denros



Ahmad bin Ashim dari Antioka seorang supi yang hidup pada abad ke 3 Hijriyah, pernah ditanya oleh muridnya tentang malapetaka apa yang paling mengancam keselamatan manusia, dia menjawab,”Perbuatan baik yang membuatnya lupa akan dosa-dosa yang pernah dilakukan. Kebajikan yang selalu diingat dan dibanggakan sehingga dia tidak takut terhadap dosa yang lalu”.

Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu merasa telah berjasa besar karena beramal sedikit lalu terlena seolah-olah telah berbuat banyak, lebih parah lagi kebajikan yang minim itu diungkit – ungkit. Seorang sahabat yang sangat miskin pernah mengeluh kepada Nabi Muhammad Saw,” Ya Rasulullah, kami iri kepada hartawan”, ”mengapa demikian?” kata Nabi, sang penanya menjawab,”Mereka bisa berbuat baik dan mendapatkan syurga dengan mudah lantaran mereka punya harta yang berlimpah”, Nabi menjawab,” Ah tidak semudah itu, kalau kalian mau kalianpun dapat berbuat baik dan mendapatkan syurga dengan mudah apabila kalian ridha dengan ketidakmampuan memberi sedekah, lakukanlah kebajikan sekedar yang dapat kamu lakukan, seperti berzikir dan mengerjakan yang sunnah-sunnah”

Rupanya kebajikan bukan hanya dengan mengeluarkan harta saja, bahkan berzikirpun satu kebajikan dan syurga belum tentu untuk orang yang kaya saja, orang miskinpun dapat membelinya kalau mereka mau sebagaimana yang dikatakan Nabi. Ali bin Abi Thalib berkata,”Manusia seluruhnya binasa kecuali orang yang berilmu, orang yang berilmu seluruhnya binasa kecuali orang yang beramal, orang yang beramal seluruhnya binasa kecuali yang ikhlas”.

Derajat manusia di dunia ini bertingkat-tingkat menurut kualitas iman dan amalnya; kepasrahan yang ditujukan kepada Allah yang diawali dengan mengucapkan kalimata syahadat disebut sebagai muslim, kebajikan yang dilakukan bila dilaksanakan dengan motivasi iman yang mantap dinamakan mukmin, selalu berbuat baik fardhu ataupun sunnah diberi predikat muhsin, kebajikan yang dilaksanakan dengan mengharapkan hanya ridha Allah disebut dengan mukhlis, sedangkan tingkatan terakhir yaitu muttaqin yaitu orang yang dekat kepada Allah setelah melalui tingkatan tadi, bagaimanapun juga ketaqwaan yang tidak diawali dengan mukhlis tidak akan tercapai dan hanya omong kosong apalagi tanpa iman dan amal, walaupun kata ”taqwa” itu digunakan disetiap kesempatan.

Dimasa hijrah terdapat seorang pemuda yang ikut berhijrah karena terpesona oleh kecantikan Ummu Qais yang juga ikut berangkat hijrah bersama rombongan, lalu orang bertanya kepada nabi tentang pahala hijrah pemuda itu, nabi menjawab,”Barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya maka akan sampailah hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia atau untuk menikahi wanita maka yang diperoleh dari hijrahnya itu hanya dunia dan wanita”. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah 2;284
”Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Fudhail bin Iyadh merumuskan amal yaitu,” Meninggalkan amal karena manusia disebut ria, beramal karena manusia disebut syirik”.

Dalam sebuah hadits, seorang lelaki datang kepada Rasul tentang melakukan amal secara sembunyi-sembunyi karena ikhlas kemudian orang lain melihatnya, orang yang melihat tadi mencontohnya, Nabi menerangkan,”Orang yang beramal itu mendapat dua pahala, pahala karena disembunyikan [bukan pamer] dan pahala karena terbuka [agar dicontoh orang].

Pada hari kiamat nanti akan dihadapkan dalam suatu persidangan Maha Adil yaitu tiga orang tokoh yaitu; pejuang, cendikiawan dan hartawan. Kelompok ini ditanya tentang perbuatannya oleh Allah dengan segala kebenarab sesuai dengan niat dan hati nurani masing-masing;

Kaum pejuang berkata bahwa mereka berjuang dan bertempur pada jalan Allah sehingga tewas di medan jihad, Allah menghardik mereka dan memasukkan ke neraka karena mereka berjuang bukan karena Allah dengan mempertahankan agama tapi hanya mengharapkan supaya disebut pahlawan,diberi bintang jasa dan dimakamkan di pekuburan para pahlawan.

Kaum cendikiawan dihadapkan pula di pengadilan dengan pengakuan bahwa dia menuntut ilmu lalu mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan tidak lupa membaca dan mempelajari Al Qur’an, semua itu dilakukan mencari ridha Allah. Tapi Allah tidak menerima amalnya , sebab dia belajar dan mengajar agar disebut dan digelari orang pintar, selalu membaca AlQur’an agar disebut sebagai qari dan qari’ah, maka tempat merekapun dalam neraka.

Kelompok ketiga yaitu hartawan juga ditempatkan ke neraka karena memanfkahkan hartanya supaya disebut dermawan padahal habis sudah dana yang dia kumpulkan, tapi sia-sia karena berbuat tidak ikhlas.

Sungguh sangat kasihan orang yang berbuat demikian, ibarat fatamorgana, disangka pahala yang telah banyak dikumpulkan tapi kosong hasilnya, atau seperti debu yang menempel pada batu licin yang hitam, saat dihembus angin gugur semua nya, disangka pahala sudah banyak padahal hangus ditelan oleh hati yang tidak suci, disangka telah berbuat kebajikan yang banyak padahal membawa ke neraka, untuk itulah niat, hati harus suci dari segala karat yang dapat mendatangkan kerugian, Allah berfirman dalam surat Al Baiyyinah 98;5
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Idealnya adalah amal yang banyak dan ikhlas sehingga akan memperoleh hasil yang diharapkan, bila tidak mampu, biarlah sedikit tapi ikhlas, dan sangat merugilah orang yang sudah beramal sedikit tapi tidak ikhlas lagi, wallahu a’lam [Solok, 31012000].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com