Senin, 23 April 2012

Makna menang dan kalah


Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Hasil Pemilu tahun 1999 membuat Partai-Partai Islam mengelami kekecewaan. Hasil ini tidak disangka. Perolehan suaranya demikian kecil dibandingkan dengan partai yang mengusung azas Nasionalis. Ini terjadi karena banyaknya Partai Islam sehingga sulit menentukan pilihan. Selain itu belum berpihaknya ummat Islam kepada Partai yang berazaskan Islam. Tambahan lagi ummat Islam yang sudah terkontaminasi idiologi selain Islam.
Walaupun ummat Islam hakekatnya bersatu, tapi kenyataannya persatuan itu tidak bisa diujudkan dalam satu partai saja, sehingga suaranya terbagi pada sekian partai yang ada. kerinduan menyatukan ummat Islam pada satu partai saja memang sudah lama. Tetapi kesempatan untuk duduk bersama, melebur diri dan menyatukan hati dalam satu wadah bukanlah hal yang mudah, butuh waktu dan pengalaman yang panjang. Namun kita berharap partai-partai Islam itu bisa bersatu dalam satu momen dan iven tertentu, khususnya untuk menegakkan kebenaran dan menumbangkan kezaliman.

Sikap Ummat Islam
Dikala hasil Pemilu 1999 itu diperoleh, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Tapi kenyataannya kemenangan diraih oleh PDIP [Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan] dan Golkar yang berazaskan Pancasila, sehingga ummat Islam memberikan penilaian bahwa Partai Islam telah kalah dalam Pemilu tahun itu. Sebenarnya dalam ajaran Islam sebuah perjuangan tidak mengenal kata ”Kalah”. Semua perjuangan yang suci adalah menang dan meraih kejayaan. Ini tentu tidak bisa dipandang dari sudut duniawi saja. Apalagi memperjuangkan kebenaran yang tidak terbatas dengan Pemilu saja. Allah memberikan keterangan kepada kita, ”Allah unggul terhadap urusannya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” [Yusuf 12;21].

Seorang pahlawan itu tidak mesti menikmati lansung hasil perjuangannya. Kadang membutuhkan waktu yang panjang sebagaimana halnya Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia bersimbah darah dalam peperangan Uhud melawan keganasan kaum kafir Quraisy, bahkan dadanya dirobek Hindun yang kemudian memakan hatinya. Hamzah syahid sebelum melihat apalagi menikmati kejayaan Islam. Sebaliknya perjuangan seorang pahlawan mungkin saja dinikmati oleh orang-orang yang dulunya tidak menerima kehadiran perjuangannya. Contohnya Abu Sufyan yang pernah memerangi gerak da’wah Islam, tapi akhirnya dialah yang menikmati keberhasilan dakwah itu setelah dia masuk Islam.

Perjuangan perlu pengorbanan sejak dari fikiran, tenaga, waktu bahkan nyawa. Bila politisi partai-partai Islam betul-betul berjuang untuk menegakkan kalimat Allah melalui wadah ini, kematian yang merenggutpun sebuah kemenangan sebagaimana yang diumpamakan Allah dalam firman-Nya;
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup[100], tetapi kamu tidak menyadarinya” [Al Baqarah 2;154]
Mantan Perdana Menteri Turki dengan partainya yang dikenal dengan Ar Refah berhasil meraih kemenangan sehingga mengantarkan Najbudin Arbakan sebagai Perdana Menteri Turki walaupun hanya selama enam bulan. Itulah hasil selama 18 tahun setelah mengalami perjuangan yang panjang melalui sekian kali Pemilu di Turki. Dia didesak Militer untuk mundur dan kemudian dipenjarakan sedangkan partainya dibubarkan.

Sebagai seorang muslim yang baik kita memang kecewa dengan hasil Pemilu bagi partai-partai Islam. Bahkan khawatir gerakan da’wah akan dihadang kembali oleh rezim yang berkuasa seperti pada masa Soekrano dan Soeharto. Tidak ada kesempatan bagi gerakana da’wah untuk mengembangkan kiprahnya karena selalu diwaspadai, dicurigai bahkan diberangus segala bentuk gerakan Islam yang dianggap merongrong rezim yang berkuasa. Kita tidak bisa melupakan betapa Buya Hamka, seorang ulama harus mendekam dalam penjara, kita juga menyesalkan mengapa sampai dibubarkannya Partai Islam yang dipimpin oleh Buya M. Natsir dengan nama Masyumi.

Dimanapun dan kapanpun juga kekhawatiran kita terhadap musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam selalu terjadi. Bahkan Allah telah memberikan kewaspadaan kepada kita bahwa Yahudi dan Nasrani tidak senang kepada ummat Islam sebelum kita memihak kepada mereka [2;120]. Aqidah Islam mengajarkan kepada kita bahwa kita harus berjuangt dan berbuat untuk memajukan dakwah ini melalui fasilitas apa yang kita bisa termasuk lewat partai. Masalah kekhawatiran bahwa melalui partai Islam gerakan da’wah akan diberangus janganlah dibesar-besarkan. Allah mentaujih kita dengan firman-Nya;
”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” [Al Hadid 57;22]

Bentuk Kemenangan Partai Islam
Pemilu adalah sebuah ajang perjuangan dan jihad bila kita kerjakan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan semata-mata untuk merebut kursi kekuasaan. Bila tujuan yang terakhir ini yang dominan menunjukkan perjuangan kita telah rusak. Masalah kekuasaan dan kursi atau ghanimah dalam peperangan jangan dikedepankan dalam rangka menjaga keikhlasan dalam berbuat.

Saat kampanye, sebagai partai Islam berjalan dengan baik tanpa hujatan dan cacian kepada partai lain sehingga tampak dewasa dalam kancah perjuangan ini. Tidak mudah terpancing oleh sentilan, hujatan dan cacian dari pihak lain. Pantang bagi partai dakwah dalam kampanye mengumbar janji-janji kosong yang sulit untuk direalisasikan. Bagi partai islam yang lebih prinsif menawarkan idealisme, kebenaran dan keadilan tanpa money politic atau politik uang. Bila sebaliknya yang dilakukan, Partai Islam yang demikian patut dipertanyakan keislamannya, berarti telah menjadikan Islam sebagai komoditas politik bukan menjaga citra sebagai partai Islam.

Selayaknya Partai Islam tidak mensosialisasikan partainya dengan cara mengumbar dosa dan maksiat, sepertai partai yang berkampanye dengan mengundang artis untuk bergoyang dangdut pada sebuah pertunjukan dengan pakaian yang menampakkan aurat, disertai pula dengan nyanyian histeris, teriakan yang memekakkan telinga, hingar bingar musik yang kadang kala juga dilengkapi dengan bau alkohol. Memang sebagian masyarakat mengindentikkan kampanye dengan hiburan. Semakin banyak hiburan seakan jadi jaminan jayanya sebuah partai. Namun bukan berarti Partai Islam tidak boleh menampilkan hiburan, tapi hiburannya yang sesuai dengan syariat, kalau sama saja dengan partai lain, kenapa disebut partai Islam ?

Kenapa Partai Islam Belum Beruntung ?
Bila dapat dikatakan bahwa Partai Islam itu belum beruntung pada Pemilu tahun 1999, bahkan mungkin juga di tahun 2004 karena sudah ada indikasi ke arah itu, antara lain semakin banyaknya yang mengalami perpecahan. Contohnya yang dialami PPP yang terpecah dengan PPP Reformasi, bahkan PPP Reformasi terpecah lagi menjadi PBR. Sedangkan PBB tidak luput pula dari perpecahan dengan hengkangnya Hartono Marjono dan Abdul Kadir Jaelani dari partai tersebut yang kemudian mendirikan PII dan Partai Islam Ishlah. Partai Keadilan adalah partai terkecil diantara enam partai besar nyaris tidak dapat mengikuti Pemilu tahun 2004 karena terkena electerol treshold, sehingga harus berubah dengan nama Partai Keadilan Sejahtera.
Partai Islam belum memperoleh suara yang signifikan karena ummat Islam di Indonesia ini belum lagi memihak kepada kebenaran. Mereka cendrung berpihak kepada Nasionalisme dan Sekulerisme yang diusung oleh partai-partai selain Islam. Hal lain yang menyebabkan kalahnya partai Islam adalah masyarakat belum begitu tahu mana Partai Islam yang betul-betul berjuang untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan mana Partai Islam yang hanya sebagai simbol.

Suasana kebingungan ini membuat mereka memilih yang lalu saja. Untuk mensosialisasikan sebuah partai memang butuh waktu yang lama. Tidak bisa hanya setahun atau dua tahun menjelang Pemilu saja. Untuk itulah diperlukan waktu yang cukup panjang dan efektif untuk mensosialisasikan Partai Islam kepada masyarakat melalui hal-hal yang tidak melanggar aturan.
Belum beruntungnya Partai Islam dikala pertarungan berlansung karena gencarnya sekulerisme yang dihenbuskan oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan Islam dan benci kepada Partai Islam, seperti jargon ”Islam yes, Partai Islam no” atau ungkapan lainnya, ”Kita memilih partai bukan memilih agama”. Jargon ini mempersempit ruang lingkup Islam hanya sebatas mesjid dan mushalla, sedangkan parlemen dianggap seakan bukanlah tempat yang tepat untuk Islam dan da’wah. Bahkan sejak Orde Baru jargon ini sudah biasa kita dengar sehingga orang tidak merasa bersalah apalagi berdosa bila memberikan suaranya kepada partai yang calegnya beragama non Islam.

Karena banyaknya Partai Islam, maka melalui Pemilu Allah ingin menyaring siapa orang-orang yang betul-betul ingin memperjuangkan Islam dan mana Partai Islam yang tahan dengan kekalahan ini, apakah menciutkan nyali mereka dalam berjuang atau semakin tegar, kokoh dan konsisten ?
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,” [Ali Imran 3;140]

Artinya kalau hari ini kalian mengalami kekalahan sebenarnya partai-partai yang tidak berazaskan Islampun mengalami hal yang sama dalam bentuk lain. Mungkin sudah banyak dana yang dianggarkannya tapi target suara tidak memadai. Mungkin mereka menang dalam Pemilu tapi Presiden bukan dari pihak mereka. Bahkan dengan kemenangan itu terbuka ”belang” mereka dengan menampakkan kebuasannya terhadap harta dan jabatan sehingga halal dan haram dihantam, arogansi kekuasaan, kurangnya kemampuan, tindakan amoral yang dilakukan kader-kadernya membuat masyarakat kecewa. Ini akan mengakibatkan merosotnya suara yang akan mereka peroleh pada Pemilu yang akan datang.



Sebab Kekalahan Ummat Islam
Dalam perjuangan apapun termasuk memperjuangkan kebenaran melalui partai politik ada sebab-sebab umum yang menyebabkan ummat Islam mengalami kekalahan, walaupun sebenarnya kekalahan itu dalam kamus Islam tidak ada selama perjuangan suci masih dilakukan. Tetapi secara kasat mata kekalahan itu disebabkan beberapa hal, diantaranya terlalu cinta kepada dunia dan sangat takut dengan kematian. Rasul pernah menyatakan kepada sahabatnya bahwa nanti ummat Islam itu akan diperebutkan oleh musuh-musuhnya seperti makanan yang terhidang di atas meja, bukan karena jumlahnya yang sedikit tapi karena penyakit wahn.

Penyakit lain yang menyebabkan kekalahan adalah mental ummat Islam itu yang dibentuk oleh sistim masa lalu untuk selalu kalah, sehingga sudah mendarah daging kekalahan itu. Ustadz Rasyid Ridha ditanya oleh seorang qadhi pada kerajaan Sambas [Borneo] tentang kekalahan ummat Islam dan keunggulan ummat lain, maka pertanyaan itu diserahkan kepada Ustadz Amir Shakib Arselan. Ia menjawab bahwa ummat Islam itu bermental kalah dan siap dikalahkan. Selain itu kitapun belum siap untuk menang karena memang Sumber Daya Manusia [SDM] yang dapat mendukung kemenangan itu belum memadai. Bahkan bila kita menang mungkin banyak kehancuran dan kerusakan yang akan terjadi ulah tangan kita sendiri. Justru itu kemenangan yang tertunda ini menjadikan kita untuk siap menyediakan SDM handal dengan dakwah dan tarbiyah selama lima tahun. Waktu lima tahun yang sudah berlalu cukup memadai untuk sebuah pengalaman dan ilmu yang sangat berharga.

Disamping itu memang ada sebuah konspirasi yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk menjadikan ummat Islam tetap kalah. Tekanan itu mereka lakukan melalui opini yang menyesatkan, penghitungan hasil Pemilu yang tidak jujur, serangan fajar dan politik uang atau menakut-nakuti masyarakat agar tidak memilih Partai Islam dengan sebutan fanatik, teroris dan fundamentalis.

Sikap Muslim Terhadap Kemenangan
Melalui perjuangan pada Pemilu tahun 2004, bila Partai Islam mendapat kemenangan yang mungkin harus dibayar dengan pengorbanan harta, tenaga, waktu bahkan jiwa asal Kalimat Allah tegak, keadilan bukan hanya omong kosong. Supremasi hukum nanti bukan sebatas semboyan dan kesejahteraan rakyat Indonesia ini tidak hanya tercantum pada Pancasila, tapi memang terbukti. Maka ada sikap penting yang harus kita miliki yang diberikan Allah dan Rasul-Nya;
” (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” [Al Hadid 57;23]

Rasulpun mengingatkan kepada kita untuk bersabar atas kegagalan dan bersyukur atas kemenangan. Tidak menapik dada, tidak sombong dan tidak takabur, sebab keberhasilanpun bentuk ujian lain yang diberikan Allah.

Kita sekarang telah melihat sekian partai yang berazaskan Nasionalis memerintah di Negara Indonesia ini tidak satupun yang menguntungkan ummat Islam bahkan cendrung mengabaikan ummat yang mayoritas di negara ini.

Bila bangsa Indonesia itu punya hati nurani tentu mereka tidak akan sembarangan memilih partai, maka sebuah alternatif adalah kemenangan partai-partai Islam pada Pemilu tahun 2004 kalau Allah tidak menunda lagi kemenangan itu, insya Allah hal ini telah dibuktikan pada awal tahun 2002 oleh Negara Turki, Al Jazair dan Pakistan dengan kemenangan Partai Islam, wallahu a’lam [Harian Umum Mimbar Minang Padang, 26092003 dan 03102003].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar