Rabu, 25 April 2012

Mewaspadai Niat Buruk dibalik Kebajikan


Oleh; Drs. Mukhlis Denros



Ahmad bin Ashim dari Antioka seorang supi yang hidup pada abad ke 3 Hijriyah, pernah ditanya oleh muridnya tentang malapetaka apa yang paling mengancam keselamatan manusia, dia menjawab,”Perbuatan baik yang membuatnya lupa akan dosa-dosa yang pernah dilakukan. Kebajikan yang selalu diingat dan dibanggakan sehingga dia tidak takut terhadap dosa yang lalu”.

Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu merasa telah berjasa besar karena beramal sedikit lalu terlena seolah-olah telah berbuat banyak, lebih parah lagi kebajikan yang minim itu diungkit – ungkit. Seorang sahabat yang sangat miskin pernah mengeluh kepada Nabi Muhammad Saw,” Ya Rasulullah, kami iri kepada hartawan”, ”mengapa demikian?” kata Nabi, sang penanya menjawab,”Mereka bisa berbuat baik dan mendapatkan syurga dengan mudah lantaran mereka punya harta yang berlimpah”, Nabi menjawab,” Ah tidak semudah itu, kalau kalian mau kalianpun dapat berbuat baik dan mendapatkan syurga dengan mudah apabila kalian ridha dengan ketidakmampuan memberi sedekah, lakukanlah kebajikan sekedar yang dapat kamu lakukan, seperti berzikir dan mengerjakan yang sunnah-sunnah”

Rupanya kebajikan bukan hanya dengan mengeluarkan harta saja, bahkan berzikirpun satu kebajikan dan syurga belum tentu untuk orang yang kaya saja, orang miskinpun dapat membelinya kalau mereka mau sebagaimana yang dikatakan Nabi. Ali bin Abi Thalib berkata,”Manusia seluruhnya binasa kecuali orang yang berilmu, orang yang berilmu seluruhnya binasa kecuali orang yang beramal, orang yang beramal seluruhnya binasa kecuali yang ikhlas”.

Derajat manusia di dunia ini bertingkat-tingkat menurut kualitas iman dan amalnya; kepasrahan yang ditujukan kepada Allah yang diawali dengan mengucapkan kalimata syahadat disebut sebagai muslim, kebajikan yang dilakukan bila dilaksanakan dengan motivasi iman yang mantap dinamakan mukmin, selalu berbuat baik fardhu ataupun sunnah diberi predikat muhsin, kebajikan yang dilaksanakan dengan mengharapkan hanya ridha Allah disebut dengan mukhlis, sedangkan tingkatan terakhir yaitu muttaqin yaitu orang yang dekat kepada Allah setelah melalui tingkatan tadi, bagaimanapun juga ketaqwaan yang tidak diawali dengan mukhlis tidak akan tercapai dan hanya omong kosong apalagi tanpa iman dan amal, walaupun kata ”taqwa” itu digunakan disetiap kesempatan.

Dimasa hijrah terdapat seorang pemuda yang ikut berhijrah karena terpesona oleh kecantikan Ummu Qais yang juga ikut berangkat hijrah bersama rombongan, lalu orang bertanya kepada nabi tentang pahala hijrah pemuda itu, nabi menjawab,”Barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya maka akan sampailah hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia atau untuk menikahi wanita maka yang diperoleh dari hijrahnya itu hanya dunia dan wanita”. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah 2;284
”Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Fudhail bin Iyadh merumuskan amal yaitu,” Meninggalkan amal karena manusia disebut ria, beramal karena manusia disebut syirik”.

Dalam sebuah hadits, seorang lelaki datang kepada Rasul tentang melakukan amal secara sembunyi-sembunyi karena ikhlas kemudian orang lain melihatnya, orang yang melihat tadi mencontohnya, Nabi menerangkan,”Orang yang beramal itu mendapat dua pahala, pahala karena disembunyikan [bukan pamer] dan pahala karena terbuka [agar dicontoh orang].

Pada hari kiamat nanti akan dihadapkan dalam suatu persidangan Maha Adil yaitu tiga orang tokoh yaitu; pejuang, cendikiawan dan hartawan. Kelompok ini ditanya tentang perbuatannya oleh Allah dengan segala kebenarab sesuai dengan niat dan hati nurani masing-masing;

Kaum pejuang berkata bahwa mereka berjuang dan bertempur pada jalan Allah sehingga tewas di medan jihad, Allah menghardik mereka dan memasukkan ke neraka karena mereka berjuang bukan karena Allah dengan mempertahankan agama tapi hanya mengharapkan supaya disebut pahlawan,diberi bintang jasa dan dimakamkan di pekuburan para pahlawan.

Kaum cendikiawan dihadapkan pula di pengadilan dengan pengakuan bahwa dia menuntut ilmu lalu mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan tidak lupa membaca dan mempelajari Al Qur’an, semua itu dilakukan mencari ridha Allah. Tapi Allah tidak menerima amalnya , sebab dia belajar dan mengajar agar disebut dan digelari orang pintar, selalu membaca AlQur’an agar disebut sebagai qari dan qari’ah, maka tempat merekapun dalam neraka.

Kelompok ketiga yaitu hartawan juga ditempatkan ke neraka karena memanfkahkan hartanya supaya disebut dermawan padahal habis sudah dana yang dia kumpulkan, tapi sia-sia karena berbuat tidak ikhlas.

Sungguh sangat kasihan orang yang berbuat demikian, ibarat fatamorgana, disangka pahala yang telah banyak dikumpulkan tapi kosong hasilnya, atau seperti debu yang menempel pada batu licin yang hitam, saat dihembus angin gugur semua nya, disangka pahala sudah banyak padahal hangus ditelan oleh hati yang tidak suci, disangka telah berbuat kebajikan yang banyak padahal membawa ke neraka, untuk itulah niat, hati harus suci dari segala karat yang dapat mendatangkan kerugian, Allah berfirman dalam surat Al Baiyyinah 98;5
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Idealnya adalah amal yang banyak dan ikhlas sehingga akan memperoleh hasil yang diharapkan, bila tidak mampu, biarlah sedikit tapi ikhlas, dan sangat merugilah orang yang sudah beramal sedikit tapi tidak ikhlas lagi, wallahu a’lam [Solok, 31012000].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar