Senin, 23 April 2012

Hijrah bukti keberanian ummat


Oleh Drs. Mukhlis Denros








Hijrah ke Madinah adalah peristiwa besar yang dialami ummat Islam dimasa Rasulullah setelah mengalami dua kali hijrah ke Ethiofia dan ke Thaif. Peristiwaini disamping wahyu dari Allah juga sebagai taktik strategi dalam perjuangan menegakkan agama Allah.

Dalam setiap perjuangan selalu memakai strategi dan taktik. Strategi merupakan induk sedang taktik laksana anak. Setiap taktik yang dilakukan tidak boleh terlepas dari strategi. Sikap hijrah yang dilakukan Rasulullah itu, walaupun sepintas lalu kelihatan sebagai satu taktik, tapi pada hakekatnya dalam rangka satu strategi yang menyeluruh.

Ada kalanya dalam suatu perjuangan, terutama tatkala timbul satu situasi yang amat sulit, harus menentukan pilihan sementara waktu mundur, tapi tidak melepas strategi. Dengan mundur sebagai taktik ialah karena memperhitungkan pihak lawan pada saat itu mempunyai kekuatan yang dapat menguasai, sedang pihak sendiri yakin terhadap kebenaran yang dipertahankan dan kepalsuan yang hendak dipertahankan oleh pihak lawan.

Dengan sikap mundur, hijrah atau menyingkir berarti sementara menerima kenyataan tentang keunggulan lawan, tapi dengan sikap itu terjamin kesinambungan dan kelanjutan pembangunan. Sikap yang pertama taktis, sedang sikap yang kedua strategis, apalagi berkenaan dengan sikap hijrah Rasulullah itu, seperti yang diterangkan di atas, sudah ada green ligh atau lampu hijau dari Penguasa Tunggal.

Hijrah ke Madinah meninggalkan kampung halaman, bercerai beraii dengan keluarga, harta benda tinggal, berbekal sekedar saja demi mengikuti perintah Allah adalah sikap terpuji yang membedakan orang yang mengaku beriman tapi tidak hijrah, tempat mereka mulia disisi Allah dengan kemenangan besar, At Taubah 9;20-21 Allah memfirmankan, ”Orang-orang yang beriman dan berhijrah di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya disisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal”.

Ada sebagian pendapat yang mengatakan keberangkatan Nabi dan pengikutnya menyingkir ke Madinah menunjukkan sikap penakut dan lemah, sepintas pendapat ini benar tapi dibantah dengan tiga alasan;

Pertama; bahwa Nabi hijrah ke Madinah setelah beliau berda’wah dan berjuang di Mekkah selama hampir 13 tahun. Seandainya Nabi hijrah lantaran takut itu, niscaya beliau tidak dapat bertahan di Mekkah sekian lamanya. Justru dari sini kita dapat melihat betapa Nabi memiliki ketabahan dan keberanian yang sangat mengagumkan.

Kedua; sebelum Nabi hijrah ke Madinah terlebih dahulu beliau memerintahkan kepada para sahabatnya untuk meninggalkan Mekkah menuju Madinah. Oleh karena itu, secara diam-diam kaum muslimin baik perorangan maupun berombongan meninggalkan Kota Mekkah itu. Dengan demikian hijrah Nabi dan kaum muslimin merupakan taktik strategi perjuangan bukan karena ketakutan.

Ketiga; barangkali ada yang bertanya kalau Nabi memang seorang pemberani, mengapa beliau hijrah dengan cara diam-diam dan bersembunyi di gua Tsur ? Nabi memang hijrah secara diam-diam dan bersembunyi, bahkan ditemani oleh sahabat Abu Bakar. Cara yang ditempuh Nabi seperti ini memberi pelajaran kepada kita bahwa sikap hati-hati dan waspada adalah suatu yang sangat penting dalam suatu perjuangan.



Sebenarnya di hati ummat Islam tidak ada sedikitpun rasa takut kepada kafir Quraisy, terbukti dengan keberanian ummat mengorbankan jiwa raga asal tetap dalam keimanan sehingga segala siksa dan derita yang dilakukan oleh kafir Quraisy mereka hadapi. Dengan iman yang ada timbul keberanian untuk menghadapi resiko hidup, bagaimanapun kerasnya tetap dihadapi walaupun harus menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki, yang dikala malam dingin menusuk ke tulang, saat siang di atas Matahari menghantam panasnya ke tubuh mereka sedangkan di bawah pasir membakar telapak kaki, kadangkala sebelum sampai ke tujuan maut telah menjemput, bukankah ini suatu keberanian ? Islam tidak menghendaki ummatnya lemah dan takut, kematian yang menjemput dalam perjalanan hijrah mendapat perhatian besar dari Allah, An Nisa 4;100 menjelaskan;
”Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian kematian menimpanya [sebelum sampai tujuan] maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Keberanian ini timbul karena tempaan iman yang begitu matang sehingga ada orang yang mungkin memiliki persediaan semangat yang lemah, tetapi karena ditempa dan digembleng, maka persediaan yang sedikit itu menjadi efektif malahan kuat. Demikian juga kecerdasan dapat dibina dan dikembangkan melalui pendidikan dan latihan keterampilan.

Kekuatan sebagai fadilah difahamkan dari pelbagai dalil dalam Al Qur’an antara lain;
”Dan janganlah kalian bersifat lemah dan janganlah kalian berduka cita karena kalian lebih mulia jika memang kalian beriman” [Ali Imran 3;139].

Dari dalil itu pula difahamkan bahwa sikap lemah termasuk dalam sifat dan sikap tercela sebagaimana digambarkan dalam ayat lain;

”Sesungguhnya orang-orang yang dimatikan oleh malaikat ketika mereka menganiaya diri mereka sendiri, ditanya malaikat, ”Bagaimana keadaanmu?” mereka mengatakan, ”Kami adalah orang-orang yang lemah di muka bumi”. Kata malaikat, ”Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian boleh berpindah ke mana-mana ?”. Maka tempat orang-orang itu adalah neraka jahanam dan itulah tempat tinggal yang amat buruk”.

Orang yan takut hijrah ke Madinah nanti di akherat disiksa oleh malaikat dalam neraka jahanam sebagaimana surat An Nisa’ 4;97 kecuali orang yang tidak mampu melakukannya dan tidak tahu jalan yang akan dituju.

Pada umumnya orang merantau meninggalkan kampung halaman karena ada yang dituju baik teman, saudara atau keluarga yang sudah berhasil disana, lalu keberaniannya merantau didorong oleh masa depan yang sudah jelas, entah sebagai pedagang, pegawai atau pelajar, walaupun untuk sementara menumpang dengan orang lain, tapi sudah jelas ada tempat bersandar.

Tidak demikian dengan hijrah, belum tahu siapa yang harus dituju, tidak ada keluarga tempat bernaung, entah siapa nanti tempat bersandar. Begitu datang perintah hijrah bayangan hitam mereka singkirkan demi melaksanakan perintah Allah dan menjaga aqidah dari kemurkaan kafir Quraisy. Dr.M. Abdurrahman Baishar menjelaskan bahwa sikap hijrah mengandung suatu mutiara keberanian yang luar biasa menghadapi penderitaan dalam satu perpindahan/ penyingkiran yang penuh kegelapan, yang belum jelas dan terang prosfektif dari depannya. Mereka ridha mengalami penderitaan sebagai akibata dari sikap menyingkir untuk menegakkan agama Allah.

Untuk merintis jalan kebenaran, keberhasilan dan kemenangan manusia harus memiliki keberanian menghadapi tantangan hidup yang begitu keras, jauh dari keramahan sebagaimana hijrah yang dilakukan ummat dimasa Rasulullah, memang pahit dan menderita tapi berbuah manis dan kemenangan [Harian Mimbar Minang Padang, 23032001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar