Rabu, 25 April 2012

Mencari juru dakwah yang handal


Oleh Drs. Mukhlis Denros


Ketika Rasulullah wafat setelah menyampaikan ajaran islam selama lebih kurang 23 tahun dengan segala suka dan duka dengan segala pengorbanan, maka tanggungjawab da’wah selanjutnya dipikul oleh ummat beliau yang disebut dengan da’i, mubaligh, ustadz atau ulama sebagai penerus estafet perjuangan agama islam. Kewajiban ini dipikul sebagai amanat dari Allah dan Rasulullah yang termaktub dalam Al Qur’an dan Hadts, Allah berfirman, ”Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan berilah nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...” [An Nahl 16;125].

Misi da’wah seorang da’i adalah mengajak seluruh manusia ke jalan kebenaran, tidak dibenarkan seorang da’i mengajak orang kepada organisasinya atau kepartainya, tapi ke jalan Tuhanmu, yaitu jalan Allah. Karakteristik da’wah menyatakan, ”Islamiyyah qabla jam’iyah” artinya da’wah itu berorientasi kepada mengajak orang untuk mengamalkan islam, menjadikan seseorang sebagai pribadi muslim yang militan, mengislamkan dahulu pribadi manusia setelah itu terserah akan ditempatkan diorganisasi atau lembaga mana. sekarang ini terbalik menjadi ”Jam’iyyah qabla islamiyyah” mendahulukan orang untuk masuk ke sebuah organisasi, yayasan atau partai sesuatu, setelah itu baru diberi pelajaran islam, setelah itu baru akan dipaksakan untuk mengamalkan islam, sehingga terkesan organisasi, yayasan dan partai dengan simbol islam tapi jauh dari nilai-nilai islam, karena langkah awalnya telah jauh melenceng dari koridor da’wah.

Ajakan, seruan yang disampaikan harus pula sesuai dengan prinsip da’wah yaitu dengan hikmah dan bijaksana. Bahkan bila memberi nasehat dan berdebatpun dengan argumentasi yang baik pula, menyentuh dan tidak menyinggung, mengajak bukan menghukum agar siapapun siap menerima da’wah dengan penuh kesadaran dan senang hati. Allah berfirman, ”Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah...” [Ali Imran 3;110].

Karena tugas da’wah dan amar ma’ruf nahi mungkar itu diwajibkan bagi setiap orang islam, maka sejak Rasulullah meninggal dunia tugas penyiaran islam berlanjut terus. Tugas itu dipikul dan dilaksanakan oleh para sahabat nabi, dan setelah sahabat nabi meninggal dunia, tugas itu dilanjutkan oleh para thabi’in dan thabi’it thabi’in sampai kepada para alim ulama, ustadz dan mubaligh.

Tugas da’wah itu beruntun terus, secara estafet dari masa ke masa, dari zaman ke zaman, dimana ada orang islam, dimana seseorang telah menjadi muslim, ia harus berda’wah dan beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, sejak dari rasulullah hingga para ulama sekarang ini.

Para ulamalah yang menerima amanat, atau memikul amanat dari Allah dan Rasulullah untuk melanjutkan da’wah dengan mengembangkan islam melalui ilmunya. Orang lain berda’wah dengan hartanya, dengan tenaganya, dengan buah fikirannya tetapi para ulama adalah orang yang berda’wah dengan ilmu, harta, tenaga, fikiran, jiwa dan raganya, ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar imannya” [Al Hujurat 49;15].

Rasulullah bersabda, ”Ulama-ulama ummatku adalah sama derajatnya dengan nabi-nabi Bani Israil”. Jika ditakdirkan hadits ini shahih, maka sesuailah artinya dengan maksud hadits yang menyatakan, ”Ulama itu adalah pewaris nabi”, bila dikatakan bahwa ulama itu pewaris para nabi maka yang diwarisinya adalah ilmunya. Bila ilmunya ulama adalah ilmunya para nabi maka tanggungjawab para nabi pada umumnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar kepada siapapun.

Tugas seorang ulama, kiyai, ustdz, da’i dan juru da’wah atau mubaligh tidaklah ringan karena dia sebagai obor dan teladan, tempat bertanya ummat dari segala persoalan dan tempat bersandar dari kebimbangan, dia ibarat sang dokter.

Para juru da’wah tidak boleh bertindak serampangan dalam perjuangan menyampaikan da’wah melainkan dengan mempergunakan rasio yang sehat, sebagaimana seorang dokter dalam menghadapi fasiennya, dokter hanya mengobati penyakitnya dan bukan menyakiti fasiennya. Karena itu dalam mengobati ini, fasien diberikan nasehat dan layanan yang dengan sikap ramah tamah, dokter menunjukkan rasa kasih sayang terhadapnya. Kendatipun dokter terpaksa memberikan obat yang pahit atau terpaksa melakukan operasi dengan melukai tubuh fasien bahkan memotongnya, namun semua itu dikerjakan demi menolong fasien bukan membinasakannya karena itu suntikan bukan tujuannya menyakiti fasien, tetapi mengobati fasien.

Kehidupan seorang juru da’wah disorot oleh masyarakat baik pribadinya maupun kehidupan keluarganya sehingga ada juru da’wah yang berhasil di masyarakat tapi gagal di keluarga dan beruntunglah mereka yang dapat memperoleh sukses di keduanya.KH.M. Isya Anshari dalam bukunya ”Mujahid Da’wah” berbicara kepada para da’i, ”Ke dalam saudara hendak menciptakan rumah tangga bahagia, hubungan yang harmonis antara suami isteri, yang penuh mawaddah dan rahmah, penuh cinta dan kasih sayang, saudara hendak membuat jannah dalam rumah tangga. Keluar saudara bertugas hendak menyebarkan cita dan agama, membimbing masyarakat ke tingkat tujuan menuju kemajuan dan peradaban. Menciptakan keseimbangan, harmonis dan selaras antara kedua tugas itu adalah kesenian luhur.

Jika tidak memiliki kesenian dan kebijaksanaan, salah satu akan menjadi korban. Ada pemimpin kenamaan, mubaligh ulung, katanya didengar, fatwanya dipatuhi, akan tetapi rumah tangganya kacau, tak ada pimpinan, sepi tak ada kendali. Sengketa rumah tangga antara suami [mubaligh] dengan sang isteri kerap terjadi, menjadi urusan orang lain. Ada orang penting, ilmunya banyak, pengetahuannya luas. Akan tetapi dalam rumah tangga dia dibawah dominasi isterinya, tidak boleh bergerak keluar, kakinya diikat dan mulutnya disumbat, isterinya telah menjadi ’tuhan’ yang kedua baginya. Dia terima dominasi itu, karena dia sangat cinta kepada isterinya. Neo kolonialisme format kecil. Ilmu yang luas dan pengetahuan yang banyak tidak bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Dia malah terasing dari kegiatan masyarakat.

Ada pula isteri dan suami, sama-sama orang penting. Isterinya jadi ibu masyarakat dan suaminya jadi bapak masyarakat, suami menjadi mubaligh dan isterinya menjadi mubalighah. Sama-sama laku, suami diundang ke Barat dan sang isteri diundang kesebelah Timur. Suami kembali isteri masih tourne, dan suami sudah tidak ada barulah isteri pulang. Rumah tangga sepi, anak tidak mendapat bimbingan, makanan suami dilayani semata-mata oleh babu, pembantu rumah tangga, itu bukan rumah tangga tapi hotel atau pesenggerahan tempat pelancong”.

Perjalanan sejarah ummat islam semakin jauh maka sepanjang itu pula terjadi pergantian ulama, kiyai, ustadz, da’i atau juru-juru da’wah atau ulama-ulama yang benar-benar masih berpedoman kepada ajaran Allah dengan sandaran Al Qur’an dan Hadits serta tidak sedikit ulama jahat lainnya yang terjerumus dalam kancah tukang fitnah, yang jelas ini tidak lagi ulama yang mengikuti jejak risalah Rasulullah Saw.



Rasulullah Saw telah mensinyalir adanya ulama yang jelek atau ulama yang jahat itu dengan sabdanya, ”Celakalah bagi ummatku, akibat daripada perbuatan ulama us su’ [jahat].
Perbuatan jelek seseorang tidak seburuk akibatnya pada masyarakat bila dibandingkan dengan perbuatan seseorang ulama. Karena seorang ulama dipandang masyarakat sebagai pemuka. Orang yang berada di depan bila mempunyai gerak dan perbuatan apa saja, orang yang dibarisan belakang akan tahu. Tetapi sebaliknya, bila orang yang berada di barisan belakang berbuat sesuatu, orang depan sukar mengetahui bila tidak ada pengawas. Demikian l pulalah halnya perbuatan ulama. Gerak gerik dan tingkah laku ulama sepat diketahui masyarakat, karena letak ulama di tengah-tengah masyarakat bagaikan orang di barisan depan, yang mudah dikenal dan diketahui gerak geriknya, Rasulullah bersabda, ”Sejelek-jelek yang paling jelek ialah ulama yang jelek. Dan sebaik-baik dari yang paling baik ialah ulama yang baik” [HR. Ad Darimy dari Al Abwas bin Hakim].

Pada hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dikatakan, ”Dari Ali bin Abi Thalib, telah bersabda Rasulullah Saw, ”Hampir saja datang kepada manusia, suatu masa yang pada waktu itu; islam hanya tinggal namanya saja, Al Qur’an hanya tinggal tulisannya saja, masjid-masjid ramai dan megah, tetapi sunyi dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya, ulama-ulama mereka adalah sejahat-jahat manusia yang ada dibawah kolong langit ini,dari mulut mereka keluar fitnah-fitnah, dan fitnah-finah tersebut akan kembali kepada mereka juga” [HR. Al Baidhadi].

Ulama ini gambaran ulama yang jahat, karena ajaran-ajaran mereka sudah jauh dari tuntutan Al Qur’an dan Sunnah. Dan ada juga ajaran mereka yang bisa membawa kepada kesesatan, hukum halal dan haram bagi mereka bisa ditetapkan menurut situasi dan kondisi, atau berdasarkan pesanan dan permintaan. Jadi hukum bisa berubah-ubah di tangan mereka, menurut kehendak hawa nafsunya atau menurut pesan sponsor.

Inilah fitnah-fitnah yang keluar dari mulut mereka dan akan kembali kepada mereka yaitu mereka suruh orang berbuat baik, tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Sebaliknya mereka larang orang berbuat mungkar, tapi mereka sendiri yang mengerjakan mungkar itu.

Umat dapat menilai ulama atau juru da’wah mana yang dapat dijadikan sebagai contoh teladan dalam kehidupan dengan memperhatikan kehidupan mereka secara pribadi, keluarga atau masyarakat sehingga segala kepalsuan atau kejahatan yang disimpan oleh ulama atau juru da’wah dapat diketahui umat.

Nasehat dan petuah dari ulama syu’ [jahat] tidak akan didengar oleh masyarakat malah dilecehkan, mereka hanya menghargai ulama yang punya pendirian teguh dalam kebenaran, menyuarakan kebenaran sekaligus membuang kebatilan.

Banyak ulama syu’ yang bertebaran di tengah masyarakat tapi tidak akan melunturkan kehadiran ulama pewaris nabi karena mereka meneruskan jejak langkah risalah Rasulullah dengan ikhlas karena mengharapkan ridha Allah, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 08062001]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar