Senin, 23 April 2012

Lemah lembut dan pemaaf


Oleh Drs. Mukhlis Denros






Allah berfirman dalam hadits Qudsi, “Nabi Musa As telah bertanya kepada Allah, “Ya Rabbi, siapakah diantara hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandangan-Mu?” Allah berfirman, “Ialah orang-orang yang apabila berkuasa [menguasai musuh] dapat segera memaafkan” [HQR. Kharaithi dan Abu Hurairah].

Nabi Musa pernah mengajukan pertanyaan kepada Allah, siapakah diantara hamba-hamba-Nya yang lebih mulia menurut pandangan Allah maka diterangkan oleh Allah, ”Mereka adalah orang yang berhati mulia, berlapang dada toleran terhadap musuh atau orang yang memusuhinya disaat ia berkuasa melakukan sekehendaknya”.

Ia tidak melampiaskan balas dendam atau sakit hatinya terhadap orang itu, bahkan dia memaafkan karena Allah semata-mata. Orang yang berhati emas semacam itu tinggi kedudukannya disisi Allah swt.. dapat kita simpulkan bahwa memaafkan musuh atau orang yang memusuhi kita ketika kita dapat melakukan pembalasan adalah suatu perbuatan yang sangat baik dan tinggi nilainya disisi Allah selain itu malahan menambah tinggi maratabat dan derajatnya pada pandangan masyarakat dan musuh itu sendiri.

Dalam siroh dikemukakan perilaku dan ketinggian budi pekerti nabi Muhammad Saw, dalam ghazwah [perang] Uhud Nabi mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa guah giginya, berkatalah salah seorang sahabatnya, ”Tolonglah tuan doakan agar mereka celaka”, Nabi menjawab, ”Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat”, lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah dan berdo’a, ”Ya Allah ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui”.

Rasulullah tidak berniat membalas dendam, tapi malah memaafkan mereka dan kemudian dengan rasa kasih sayang beliau mendoakan agar mereka diberi ampunan Allah, karena dianggapnya mereka masih belum tahu tujuan ajakan baik yang dilakukan.

Dalam perang Uhud juga, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan bila dapat membunuh paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib, ternyata ia berhasil membunuh Hamzah dan dia dimerdekakan. Kemudian dia masuk Islam dan menghadap kepada Nabi Saw, Wahsyi memberitakan peristiwa pembunuhan Hamzah. Walaupun Nabi telah menguasai Wahsyi dan dapat melakukan apa saja terhadap Wahsyi, namun tidak melakukannya bahkan memaafkan, alangkah tingginya akhlak ini.

Para Rasul memaafkan semua bentuk pendekatan yang mungkin dilakukan untuk menyentuh hati seseorang. Pendekatan da’wah yang paling efektif adalah kelemahlembutan. Sebagaimana firman Allah kepada Musa dan Harun saat memerintahkan keduanya untuk menghadapi Fir’aun yang zhalim itu, ”Dan berkatalah kamu berdua kepadanya dengan lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” [Thaha 20;44].

Fir’aun dikenal sebagai manusia yang kejam dan bengis, sikap dan suara yang keras malah akan membuatnya marah dan memperlihatkan keganasannya, Nabi Musa dikenal seorang Nabi yang bersuara keras dan tidak suka berdiplomasi. Tatkala Allah mengutus beliau kepada Fir’aun, beliaupun mohon agar didampingi oleh saudaranya yang bernama Harun. Ini disebabkan Nabi Musa ingin memelihara hubungan da’wah dengan Fir’aun sampai ia sadar dan bertaubat, Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159, ”Maka disebabkan rahmat Allah dan karena Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itulah maafkan mereka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya’. Dari ayat ini pula tampak jelas bagaimana hubungan interaksi.

Rasululah dengan para sahabat beliau, sebagai seorang pemimpin dan da’i, beliau tidak hanya memiliki sikap lemah lembut,namun juga kasih sayang. Dengan pribadi ini tidak mengherankan bila beliau senantiasa dicintai oleh para pengikutnya. Lihatlah kelembutan Nabi tatkala seorang Arab pegunungan kencing di pojok masjid beliau. Melihat perbuatan kurang ajar itu para sahabat bangkit ingin menghajar sang Badui. Maka Rasulullah mencegah mereka dan berkata, ”Biarkan dia, siramilah tempat yang dikencenginya dengan setimba air. Sesungguhnya kalian dibangkitkan untuk memberi kasih sayang dan kemudahan, bukan untuk menyulitkan”, lalu sang Arab Badui itu masuk Islam karena kelembutan,santun dan kasih sayang Rasul, kemudian dia berdoa, ”Ya Allah masukkanlah saya dan Muhammad ke dalam syurga, sedangkan yang marah-marah tadi jangan”.

Kelembutan juga diiringi dengan sikap suka memaafkan orang yang bersalah terhadap dirinya. Diantara kisah yang terkenal terjadi pada seorang thabi’in. Diriwayatkan dari Zainal Abidin bin Husain bahwa budak lelakinya menuangkan air untuknya dari kendi yang terbuat dari tanah. Kendi itu terjatuh dan hancur seketika menimpa kaki Zainal Abidin, hingga terluka memuncratkan darah. Dan ketika itu pula budaknya berkata,”Wahai tuan, Allah Ta’ala berfirman,”... dan orang-orang yang menahan amarahnya”. ”Betul, aku akan menahan amarahku”, jawab Zainal segera, ”Dan memaafkan kesalahan orang”, ujar budak itu melanjutkan firman Allah tersebut, ”Betul aku telah memaafkanmu”, balah Zainal Abidin. ”Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”, ucap budak itu sebagai ujung akhir ayat tersebut. Akhirnya Zainal Abidin berkata,”Kini, aku merdekakan engkau karena Allah”.



Di dalam hadits terdapat juga beberapa penjelasan tentang sifat suka memaafkan, antara lain sebagai berikut;
”Barangsiapa yang dapat men ahan luapan kemarahan, sedang ia berkuasa dan sanggup melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan khalayak ramai, untuk memilih bidadari yang dikehendaki”. Rasulullah bersabda,”Seorang muslim apabila disaat bergaul dengan orang banyak dan dapat bersabar [suka memaafkan] atas gangguan mereka, lebih baik dari muslim yang tidak suka bergaul dan tidak sabar atas gangguan mereka”, pada kesempatan lainpun Rasulullah menyampaikan pesannya, ”Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya, ditaburi rahmat-Nya dan dimasukkan-Nya ke dalam syurga-Nya, yaitu, apabila diberi ia berterima kasih, apabila berkuasa ia suka memaafkan, apabila marah ia menahan diri [tidak marah].

Sikap lemah lembut dan suka memaafkan hanya akan timbul dikalangan ummat Islam yang faham dengan ajaran Islam dengan baik karena sejak awalnya Islam memang tersebar dan diterima ummat karena sikap yang satu ini, yang tidak dimiliki oleh ummat lain, walaupun ada pendapat dari satu agama yang mengatakan, ”Bila ditampar pipi kiri maka serahkanlah pipi kananmu”, nyatanya dalam kehidupan sehari-hari ungkapan ini tidak dilaksanakan oleh ummat Nasrani, malah justru mereka sendiri yang menampar, mengusir, memerangi, membunuh ummat Islam, baik dikala ummat Islam mayoritas dalam satu negara, apalagi bila ummat Islam minoritas.

Sikap lemah lembut bukan berarti pasrah atas perlakuan orang yang tidak adil pada kita, tidak pernah marah atau tidak pernah protes, hal itupun dilakukan sesuai dengan proporsinya. Marah pada tempat yang memang harus marah tidak dilarang dalam Islam selama rasa marah tadi sandarannya kebenaran, memprotes atas ketidakadilan wajib dilakukan tanpa lepas dari kontrol iman dan ishlah.

Suka memaafkan bukan berarti pengecut, justru memaafkan adalah sikap kesatria, pada umumnya dalam masyarakat yang minta maaf terlebih dahulu adalah orang yang lebih rendah derajatnya dan posisinya seperti anak kecil kepada orngtuanya, kemanakan kepada paman, anak buah kepada majikan hal ini biasa, tapi sangat luar biasa dan merupakan akhlak terpuji lagi jiwa kesatria bila orangtua minta maaf kepada anak, paman minta maaf kepada kemenakannya, dan majikan menyodorkan tangan terlebih dahulu untuk mengucapkan maaf, sebab kadangkala kesalahan anak, kemenakan dan bawahan pada umumnya diawali dari kesalahan bapak, paman dan majikan sendiri yang tanpa disadari.

Bersabda Rasulullah kepada Uqbah bin Amir, ”Wahai Uqbah, maukah engkau kuberitahukan budi pekerti ahli dunia dan akherat yang paling utama? Yaitu; melakukan silaturahim, memberi kepada orang yang tak pernah memberimu dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu” [Harian Mimbar Minang Padang, 12052000].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar