Sabtu, 28 April 2012

Solusi dari kiris Moneter


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Akhir-akhir ini kata “krisis” sering kita dengar sehubungan dengan keadaan negeri kita khususnya yang sedang dilanda keprihatinan yaitu krisis moneter. Krisis artinya adalah keadaan yang sangat gawat atau keadaan yang memuncak sehingga dapat mengakibatkan kehancuran terutama dalam tanatan kehidupan manusia.

Sebenarnya di abad modern ini selain krisis moneter yang ditakutkan manusia,banyak sudah krisis yang dilalui padahal tidak kalah rusaknya kehidupan manusia, bila ekonominya, perutnya yang diganggu oleh suatu keadaan dia beranggapan akan hancur semuanya sehingga tidak memperhatikan krisis lainnya.

Sepanjang abad modern ada beberapa krisis yang dialami ummat ini diantaranya;
1. Krisis identitas, adalah kondisi manusia ketika itu telah hilang kepribadiannya, dia tidak tahu siapa dirinya bahkan tidak mampu memberi jawaban jati dirinya, secara otomatis diapun tidak tahu siapa Rabbnya ;59;19].
2. Krisis legalitas; adalah suatu keadaan, manusia kehilangan peraturan, batas-batas norma tidak ada lagi, pada kondisi ini akan berkembang paham permisivisme yaitu faham serba boleh tanpa memperhatikan halal dan haram.
3. Krisis penetrasi; manusia ketika itu telah kehilangan pengaruh yang baik akibat polusi mental dan informasi yang rancu, sementara ummat Islam tidak imun / kebal terhadap pengaruh luar sehingga segala apa saja yang datang dari luar dianggap benar, padahal tokoh ideal yang patut dijadikan sebagai panutan ialah Rasulullah Saw [33;21].
4. Krisis partisipasi; ketika itu ummat manusia telah kehilangan semangat untuk beramal jama’i/bekerja sama, mereka cendrung hidup individualis dan nafsi-nafsi.
5. Krisis distribusi; artinya tidak ada lagi keadilan yang dapat dinikmati oleh banyak orang, pengadilan memang banyak tapi minus keadilan, yang merasa keadilan hanya segelintir orang saja, disini akan terjadi saling tekan dan tindas [16;90]
6. Krisis moral; saat itu moral/ akhlak bukan lagi suatu kebutuhan dan ukuran dalam hidup bermasyarakat, kemaksiatan dan dosa sebagai perbuatan biasa yang dikaitkan dengan kemodernan, artinya orang yang masih terikat dengan moral maka mereka termasuk orang yang kuno [30;41].

Belakangan ini yang sedang dihebohkan oleh bangsa Indonesia adalah krisis moneter yang diawali oleh rekayasa Yahudi dan Nasrani untuk menghancurkan ummat Islam Indonesia selain adanya spekulan yang menyimpan hartanya dalam bentuk dolar di luar negeri dan terjadinya penimbunan barang yang akan memonopoli pasar. Akibatnya nilai rupiah turun, harga barang naik membumbung,suasana pasar lesu, banyak pegawai yang di PHK karena perusahaan bangkrut dan gulung tikar.

Bagi seorang muslim musibah ini dicermati dan dijadikan sebagai jalan untuk memperbaiki diri, introsfeksi dan peningkatan kekokohan iman. Ada empat hal sebagai solusi dari krisis moneter ini;

1. Meyakini Kalimat Syahadat
Sebagai muslim segala kejadian diambil hikmahnya, apapun yang terjadi tidak dijadikan dia limbung tapi semakin mengamalkan kalimat ”Laa Ilaaha Illallah” suatu keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberikan rezeki selain Allah, artinya Allah tidak menyia-nyiakan hidup manusia, jangankan manusia sedangkan ulat di dalam batu tetap diberi rezeki oleh Allah, firman-Nya, ”Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu” [Al Baqarah 2;22].
Prinsip ini harus tetap dipegang sehingga kita tetap tenang. Ini penting karena orang sudah meninggalkan azas bahwa pemberi rezeki adalah Allah. Ali mengatakan bahwa rezeki itu ada dua,”Rizqun tathlubuhu wa rizqan yathlubuka” rezeki yang kita kejar dan rezeki yang mengejar kita. Kita lihat bahwa masyarakat sekarang banyak yang melupakan unsur kedua. Ketika dalam kondisi krisis lansung beranggapan bahwa rezekinya akan sempit, padahal tidak otomatis begitu.



2. Sikap Mengevaluasi Gaya Hidup
Gaya hidup yang senang dan bangga berhutang akan menghancurkan ekonomi keluarga, dalam Islam berhutang itu memang boleh tapi akibat dari hutang, kita merasa tidak tenang, sedih dan malas, tidak berdaya dan lemah, takut ditagih.
Ayat yang paling panjang adalah ayat tentang hutang 2;282, disana disebutkan bahwa hutang harus ditulis dengan benar, keduanya harus bertaqwa, tidak mengurangi hutang sedikitpun dan ada saksinya, artinya hutang bukanlah masalah yang sepele tapi panjang prosedur yang harus diikuti.

3. Menumbuhkan Ruhul Atha’
Yaitu semangat memberi, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi’i bahwa rezeki manusia itu adalah harta yang telah diinfaqkan,disedekahkan di jalan Allah untuk membantu kemaslahatan ummat, sedangkan segala yang masih berupa tabungan, simpanan bukan/belumlah rezeki kita. Hal ini dalam rangka agar harta seseorang muslim itu dapat berfungsi sosial. Allah memberi peringatan kepada orang yang tidak mendayagunakan hartanya, ”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya’[Alhumazah; 1-2].

4. Mengoptimalkan Lahan Pekarangan
Sehingga tidak ada lahan yang tidur serta terbengkalai padahal dengan tergarapnya lahan disekitar rumah dapat ditanamkan sayuran dan ubi-ubian untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menghemat pengeluaran.

5. Hemat Dalam Pengeluaran
Seseorang dituntut untuk hemat dalam pengeluaran bukan pelit dan tidak boros, dia akan mengeluarkan dananya untuk keperluan yang terpenting dari yang penting. Sebagian ibu-ibu sebelum berangkat ke pasar telah mencatat segala kebutuhan yang akan dibeli, tetapi sesampai dia akan membeli semua yang nampak dan menyenangkan hatinya lebih banyak yang dibawa pulang diluar kebutuhan yang dicatat tadi.

Padahal seseorang ia masih bisa menjalankan tugas walaupun tidak punya motor tapi dia paksanakan diri untuk punya motor, masih bisa menjalankan tugas dengan baik walaupun tidak dengan mesin cuci, seandainya mampu dan ada uang untuk itu tidak masalah, tapi harus sikut kiri dan kanan sehingga merongsong keuangan rumah tangga ini memang merepotkan.

Insya Allah bila lima hal ini difahami oleh seorang muslim maka dia mampu minimal menyelamatkan ekonomi keluarga apalagi ditarik kesimpulan bahwa semua ini terjadi sebagai sarana untuk menguji iman seseorang, mampukah dia bertahan sebagai muslim yang istiqomah dalam keimanan dalam kondisi bagaimanapun, wallahu a’lam.[ Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Reformasi nomor 02/ Juli 1998].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar