Rabu, 25 April 2012

Gamawan Fauzi dan Perda Islami


Drs. St. Mukhlis Denros
Siapa yang tidak kenal dengan H. Gamawan Fauzi, SH. Banyak informasi yang mengetengahkan tentang dirinya, baik selaku pribadi ataupun sebagai Bupati. Sebagian orang menyatakan beliau sukses memimpin Kabupaten Solok, yang memasuki periode kedua masa kepemimpinannya. Banyak pujian, sanjungan bahkan setinggi langit disampaikan kepadanya. Namun tidak sedikit hujatan pedas mendera bahkan fitnahpun sering hinggap padanya. Namun tidak banyak orang yang mau dan mampu menyampaikan nasehat, pandangan-pandangan hidup, pituah, kritikan kepadanya. Mungkin karena segan, enggan, takut atau cuek. Dari yang sedikit itu, saya selaku da’i dan orang yang sedikit peka terhadap ummat ini, kebetulan memimpin sebuah LSM dengan nama GARDA ANAK NAGARI Kabupaten Solok dan salah seorang da’i IIRO Wilayah Sumatera Barat melalui Mimbar Minang yang tercinta ini saya berkewajiban untuk memberi kritikan, saran, pandangan bahkan mungkin hujatan yang menyakitkan. Bukan untuk beliau saja tapi untuk seluruh lapisan masyarakat, dalam rangka Tawashau bil haq watashau bis shabr, Obat bagi hati yang bersih, siksa bagi yang keras hati.

Sudah banyak produk DPRD Kabupaten Solok berupa Peratuan Daerah [Perda] yang dilahirkan untuk kepentingan masyarakat daerah ini,sulit untuk memperkirakannya sejak tahun berapa munculnya Perda-Perda tersebut, tentu sejak adanya lembaga legislatif tersebut, memang bukan satu ukuran keberhasilan sebuah lembaga legislatif diukur dari berapa banyak Perda yang dirampungkan, apalagi Perda tersebut hanya dijadikan sebuah dokumentasi yang tidak dapat dipakai untuk menegakkan suatu hukum. Dari sekian Perda yang muncul, mungkin hanya ini baru terobosan diawal era Reformasi aturan daerah tersebut menyentuh kepentingan ummat Islam seperti Perda Pandai Baca Al Qur’an Bagi Siswa SD, SLTP, SLTA dan Calon Pengantin, Perda tentang Busana Muslimah [jilbab] untuk siswi SD-PT dan masyarakat, atau Perda lain yang ada isu Islamnya.

Dengan munculnya Perda untuk kepentingan umma Islam ini, sebuah keberanian yang luar biasa dari seorang Bupati Gamawan Fauzi SH, walaupun sebenarnya masih dianggap agak lambat dibandingkan daerah lainnya semisal Tasik Malaya, Garut dan Makasar yang sudah siap menerapkan Syari’at Islam. Keberanian inipun tidak sedikit tantangannya, apalagi diisukan dengan nada pesimis dan sinis dari beberapa kalangan yang menyatakan, ”Kenapa muncul Perda ini, bukankah kita tidak negara Islam, apa tidak bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi semisal UUD dan Pancasila, menyinggung ummat beragama lainnya, bukankah masalah agama itu urusan pribadi dengan Tuhannya, tidak usah negara ikut campur, pendidikan agama adalah kewajiban orangtuanya”. Seribu kata dan bahasa untuk meremehkan serta melecehkan Islam dan ummatnya.

Sebenarnya ucapan itu tidak layak muncul dari bibir orang yang mengaku sebagai muslim, apalagi dengan maksud menjegal Perda ini, sebenarnya sistim apapun sudah pernah kita coba untuk negara ini, semuanya mengalami kegagalan dan tidak cocok dengan negara kita. Kenapa tidak kita coba sebagai alternatif memakai sistim Islam. Untuk menerapkan Perda ini tidak mesti harus mengubah dasar negara menjaga negara Islam, bukankah Indonesia melindungi rakyatnya yang mau menerapkan ajaran agamanya, sedangkan negara komunis saja semisal Rusia membolehkan rakyatnya untuk menerapkan ajaran agama masing-masing tidak terkecuali syariat Islam.

Kenapa dikatakan menyinggung ummat beragama lain, bukankah kita mayoritas didalam negara kesatuan ini, realitas menyatakan bahwa negara manapun yang mayoritas punya otoritas untuk itu, dapatkah kita sebagai ummat Islam berbuat di negara semisal India yang mayoritas beragama Hindu, atau di Filipina yang mayoritas rakyatnya beragama Kristen, justru disana ummat Islam selalu dianggap tidak ada bahkan nyaris disingkirkan, dengan penerapan hukum Islam sekalipun kita berkewajiban untuk melindungi ummat lainnya, apapun agamanya.

Urusan agama bagi rakyat Indonesia memang tidak tegas dikatakan urusan pribadi atau urusan negara saja, tapi disini ada Departemen Agama, Pengadilan Agama dan pengelolaan perjalanan hajipun diurus oleh Pemerintah. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal pemisahan ini,selain urusan pribadi agama juga urusan pemerintah atau negara, faham yang memisahkan ini dinamakan aliran sekuler yang timbul di kalangan agama Nasrani sebelumnya yang menyatakan, ”Urusan Pendeta serahkan kepadanya dan urusan raja berikupan pula kepada raja”. Sebuah analisa mengatakan, keberhasilan ummat Nasrani karena mereka berani meninggalkan agamanya sedangkan kehancuran ummat Islam karena mereka berpaling dari ajarannya”.

Bayangkan sulitnya menegakkan sebuah kebenaran dan mementangkan secuil syari’at Islam dalam sebuah aturan daerah yang menganut falsafah ”Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah” sehingga suara-suara miring mengantarkan keberhasilannya. Suatu hal yang baru dan asing memang selalu dipertanyakan bahkan sering dicemaskan hingga dikhawatirkan akan timbulnya Islam Fundamentalis, Islam garis keras atau tuduhan lain yang tidak mendasar.

Bagaimana Aceh diberi kewenangan yang luar biasa dengan menerapkan syari’at Islam bagi rakyatnya di luar kewenangan otonomi daerah, tidak banyak persoalan bagi islam fhobi, tapi ketika diajukan di tanah Minangkabau ini banyak diperdebatkan, sebagaimana DPRD Sumbar mengajukan Perda Pekat dengan poin melarang wanita keluar malam tanpa muhrimnya, yang semua itu dalam rangka melindungi wanita muslimah sendiri, tapi dihujat habis-habisan oleh LSM-LSM yang pro kepada kebebasan.

Seorang ulama Mesir bernama Syaikh Hasan Al Banna menyatakan, ”Dikala orang tidak sefaham dengan anda maka saat itu ia tampil memusuhi anda”.membangun kesefahaman inilah yang sulit apalagi yang berkaitan dengan ajaran Islam karena banyak sekali ummat Islam yang tidak mengerti dengan segala bab dan pasal hukum segala perundang-undangan Nasional, itu baik, tapi dikala berkaitan dengan ajaran Islam dia tidak mampu menyatakannya, bahkan cendrung salah faham dengan islam sehingga menyingkirkan segala bentuk dan bau Islam, baik yang melekat dalam aturan di daerah apalagi secara Nasional.

Tinggal ketegaran eksekutif dalam hal ini Bupati Solok dengan jajarannya untuk mempresentasikan segala Ranperda yang berkaitan dengan ummat Islam, semua itu dibutuhkan kesabaran, memang sulit membangun kesefahaman, sebab kefahaman kita tentang ajaran Islam ini memang bermacam-macam. Ada orang yang masih menghalalkan riba Bank sementara yang lain sudah meninggalkannya, tidak sedikit yang masih menganggap wajar segala kecurangan di Birokrat seperti penataran yang seharusnya lima hari menjadi dua hari saja, sementara dana yang dibutuhkan tetap sebanyak itu, perjalanan dinas yang seharusnya dilakukan tiga hari menjadi hanya sehari saja, dengan dana yang sama, pembelian alat-alat tulis kantor dengan harga yang direkayasa.

Saya pernah mengalami pada sebuah toko menjual alat-alat tulis, dikala menulis faktur ditanya, ”Ditulis harga berapa ini pak ?” dapatkah dikatakan halal perbuatan ini, saya rasa ulama yang istiqamah dan ummat islam yang baik pasti menyatakan perbuatan ini adalah pelanggaran syari’at.

Dalam ajaran Islam memang ummat ini terdiri dari berbagai level iman sejak dari muslim, mukmin, muhsin, mukhlis dan muttaqin hingga fsiq, nifaq, zhalim dan kufur. Bagaimana kita mengambil kesefahaman, tentu sulit untuk itu, tapi paling tidak janganlah kita memusuhi islam karena kebodohan kita terhadap Islam itu sendiri, ini kewajiban kita semua, bukan kewajiban da’i, mubaligh dan ulama saja tapi semua ummat Islam, baik yang terlibat di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif, apalag jadinya bila tiga lembaga ini diisi oleh ummat Islam yang tidak faham dengan ajarannya, tentu kehancuran diambang pintu, ini adalah konspirasi musuh-musuh Islam untuk menjauhkan ummatnya dari ajarannya, ”Mereka Yahudi dan Nasrani tidak rela kepadamu sehingga kamu mengikuti Millah mereka” [2;120]

Yang dimaksud dengan ”Millah” pada ayat diatas bukan saja makna ”Agama”, tapi kata Millah dapat diartikan pandangan hidup, idiologi, praktek kehidupan dan fikiran. Targetnya adalah agar ummat Islam itu tidak lagi memakai pandangan hidupnya, idiologi, dan praktek kehidupan serta pemikirannya sesuai dengan Islam, dikala shalat mereka berkiblat ke Mekkah tapi ketika diluar itu mereka berkiblat ke Amerika. Bahkan lebih Yahudi dari orang Yahudi, sungguh ironi dan menyedihkan, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 15112002].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar