Rabu, 25 April 2012

Masuk Islam tanpa syarat


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Seorang Arab Baduy datang menemui Rasulullah Saw dengan maksud akan masuk Islam, yaitu agama baru yang dia ketahui dari masyarakat Quraisy yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Pemuda itu hidup bergelimang jahiliyah dengan berbagai aktivitas maksit yang ukurannya hal demikian wajar dilakukan, dia berkata, ”Ya Muhammad saya mau masuk Islam”.

Rasul menyodorkan persyarata, ”Ucapkanlah kalimat syahadat”, dia protes, ”Mengucapkan dua kalimat syahadat bagi saya sangatlah mudah, saya ingin masuk Islam, tapi untuk saya boleh berjudi, berzina, mabuk-mabukan, mencuri dan kegiatan lainnya yang sudah jadi kebiasaan kami disini...”.

Mendengar itu para sahabat geram, ”Ya Rasulullah, izinkan aku memukul pemuda ini” kata Umar bin Khattab, tapi Rasul bisa meredam kemarahan para sahabatnya. Sambil mendekati pemuda itu, kembali beliau bertanya, ”Apa yang kamu maksud wahai anak muda?”. Sang pemuda menjawab, ”Ya itu tadi, aku mau masuk Islam tapi kebiasaan buruk saya tidak terhalang untuk dilakukan seperti erjudi, mencuri, berzina dan lainnya”.

Dengan ketulusan hati Rasulullah memeluk pemuda itu sambil bertanya, ”Apakah kamu punya ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan punyakah engkau seorang isteri?”. dia mengangguk berarti punya, Rasul bertanya, ”Wahai pemuda, Bagaimana kalau ibumu, anak perempuanmu, isterimu, dan saudara perempuanmu dizinahi oleh orang lain sebagaimana kamu berazina dengan orang lain”.

Dengan muka merah dan rasa malu mendalam, dia tersinggung dan tidak menyangka kalau ada pertanyaan demikian. Geram sekali dia, sambil mengepalkan tinjunya dia berteriak, ”Tidak ya Muhammad, aku mau masuk Islam tanpa syarat itu”, lalu dia ucapkan kalimat syahadat, ”Asyhadu anla Ilaha Illallah waashadu anna Muhammad Rasulullah”.

Sebuah realitas sejarah mengungkapkan kepada kita bahwa pemuda yang baru masuk Islam, siap meninggalkan segala perbuatan maksiat dengan meninggalkan syarat itu. Sebuah kesaksian menunjukkan bahwa bila seseorang telah mengucapkan syahadat sebagai kemestian masuk ke dalam Islam harus meninggalkan segala dosa, maksiat dan pelanggaran lainnya.

Sebenarnya inilah yang dimaksud oleh Islam dengan istilah Inqilabiyah yaitu perombakan secara total dari pribadi fasiq jadi muslim yang baik, dari jahiliyah menjadi islamiyah, atau istilah lain yang disebut dengan shibghah yaitu celupan atau warna. Allah menerangkan dalam surat Al Baqarah 2;138, ”Shibghatullah dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah, dan hanya kepada-Nya kami menyembah”.

Seharusnya begitu seseorang menyatakan diri sebagai muslim maka harus terjadi pada dirinya celupan atau warna yang sesuai dengan kehendak Allah yaitu aqidah yang salimah, ibadah yang shahihah, salamatul fikrah dan matiinul khuluq [aqidah yang bersih, ibadah yang sehat, pemikiran yang jernih dan akhlak yang baik].

Tapi yang kita temukan hari ini adalah ummat Islam yang serba rajin, rajin beribadah tapi rajin pula menimba maksiat, rajin mengikuti pengajian dan rajin pula berjudi sehingga kita sulit untuk membedakannya, muslim atau kafir. Itulah makanya Sayid Qutb menyatakan, ”Masuklah ke dalam Islam keseluruhan atau keluar dari Islam keseluruhan”, Allah berfirman, ”Kemudian kitab itu [Al Qur’an] Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah” [Al Fathir 35;32].

Secarik kain kita masukkan ke dalam wantek berwarna biru, maka kain putih itu wajib berwarna biru semuanya, inilah yang dimaksud dengan shibghah atau celupan. Bila kita muslim berarti seluruh pribadi kita, keluarga kita, masyarakat kita harus mengacu kepada ajaran Islam dengan kriteria ketiga sebagaimana ayat diatas yaitu orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan sebelum yang lainnya berfikir tentang kebaikan.

Bila ummat Islam masuk ke dalam agama ini tanpa syarat seperti pemuda tadi, tentu tidak kita temukan para pejabat yang memperkaya diri dengan harta haram, korupsi dan manipulasi. Kita juga tidak akan menemukan politisi yang suka dengan suap, sogok atau apapun namanya untuk menghalalkan segala cara, kita juga tidak akan menemukan pedagang yang curang, mempermainkan harga, manipulasi kwitansi dan kebejatan lainnya.

Bila ummat Islam masuk Islam tanpa syarat tentu tidak akan kita temukan para lelaki yang hidung belang mengganggu wanita lain sebagaimana tidak sukanya dia bila ibunya, isterinya, anak perempuannya dan saudara perempuannya diganggu oleh lelaki lain.

Bila ummat Islam masuk dienullah tanpa syarat apapun tentu tidak kita temukan para wanitanya yang menjajakan kemolekan dengan mengumbar aurat melalui pakaian minim, ketat, transparan dan menor. Dan tidak kita temukan pornografi dan pornoaksi berkeliaran di media-media cetak maupun elektronik.



Pemuda yang datang dari daerah Arab pegunungan, desa terpencil yang kita kenal dengan Arab Baduy, dikala masuk Islam tidak lebih dari sepuluh menit dia siap meninggalkan segala bentuk kemaksiatan yang semuanya itu sudah menjadi budaya hidupnya sehari-hari. Sungguh luar biasa, jarang kita temukan orang yang menjadikan sesuatu kebiasaan menjadi budayanya bisa meninggalkan seketika.

Tidak sedikit kita temukan pendapat yang mengatakan bahwa merokok itu makruh bahkan ulama Pakistan sepakat menjatuhkan vonis haram kepada rokok. Mereka tahu bahwa merokok itu merusak kesehatan, kantong dan kebugaran seseorang, tapi untuk meninggalkannya sangat sulit sekali dengan berbagai alasan.

Tapi pemuda tadi, sungguh kuat azam [tekad] nya mengubah posisinya dari seorang jahiliyyah menjadi seorang muslim yang punya kepribadian istiqamah. Itulah makanya kalimat tauhid yang harus diucapkan sebagai syarat masuk Islam mengandung arti yang sangat dalam. Bila kita mengucapkan kalimat syahadat itu ”Laa Ilaaha Illallah” bukan hanya berarti ”Tidak ada Tuhan selain Allah”, tapi mengandung arti, bahwa yang disembah, yang ditaati, yang dicintai, yang ditakuti azabnya, yang diharapkan balasan dan rahmatnya, yang diikuti hukumnya, yang diakui kehebatannya, yang menghidupkan dan mematikan, yang menentukan batas kehidupan alam ini, semuanya itu hanyalah Allah semata.

Bila tidak terlaksana hal demikian berarti syahadat kita hanya sebatas basa-basi, itulah makanya Abu Thalib, Abu Jahal dan Kafir Quraisy lain tidak mau mengucapkan kalimat itu, sebab dia sangat faham konsekwensinya yaitu melepaskan segala bentuk kehidupan jahiliyah dan itu tidak mungkin baginya, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 15082003].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar