Senin, 23 April 2012

Peran Rumah Tangga dalam Islam


Drs. St. Mukhlis Denros
Keluarga terbentuk setelah lelaki selaku suami dan wanita selaku isteri bertemu dalam lembaga pernikahan untuk menjalankan peran serta kewajiban masing-masing, melebur dalam cinta kasih dalam ikatan nikah yang merupakan upacara sakral selaku manusia yang memiliki kehormatan. Pernikahan ini hanya berlaku bagi manusia yang memiliki harga diri yang tinggi serta manusiawi terkecuali mereka meleburkan diri dalam kenistaan bentuk hewani, ”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu pandang baik untukmu” [An Nisa’ 4;3], Rasulullah bersabda, ” Hai para pemuda, siapa diantara kamu yang sudah sanggup kawin, hendaklah dia menikah, karena perkawinan itu untuk memelihara pandangan mata agar tidak liar dan dapat memelihara keliaran nafsu birahi”.

Hidup satu atap tanpa nikah bukanlah manusiawi sehingga layak disebut kumpul kebo, tak ubahnya kerbau, kambing dan binatang lainnya dalam menyalurkan sifat biologisnya. Rasulullah menggambarkan keadaan keluarganya layaknya sebagai syurga, ”Baiti Jannati”, karena beliau bertumpu kepada ajaran Allah untuk menemukan Sakinah, Mawaddah, Berkah dan Rahmah, padahal dari segi materi dan kekayaan tidaklah seberapa, namun beliau berani berucap, ”Rumahku Syurgaku”. Allah berfirman dalam surat Ar Rum; 21 ”Sebagian dari tanda-tanda kebesaran Tuhan bahwa Dia jadikan untukmu jodoh [suami/isteri] dari jenismu sendiri, agar kamu beroleh kesenangan/ ketenangan padanya dan kemudian Dia ciptakan antara kamu yang berjodoh itu cinta birahi dan kasih sayang, sesungguhnya pada demikian itu menjadi pertanda bagi mereka yang mau berfikir”.

Seharusnya bagi manusia muslim hal tersebut menjadi cermin apalagi sarana fasilitas dunia yang tersedia serba cukup. Sayangnya harta bukan jaminan untuk bahagia walaupun tanpa harta sulit untuk mewujudkan kebahagiaan.

Kehancuran rumah tangga layak disebut ”Rumahku neraka bagiku” karena disini tidak ada ketenangan, cinta dan kasih sayang ,meskipun kekayaan melimpah. Perceraian adalah klimaks pertentangan yang tidak dapat diselesaikan yang diawali dari sifat egois, cemburu buta, tidak saling pengertian, tidak tahu fungsi dan kewajiban masing-masing, walaupun sebenarnya Allah membolehkan perceraian akan tetapi suatu kebencian Allah pula, yang akan menderita lebih dalam akibat perceraian ialah anak, jiwanya rapuh, kasih sayang dari orangtua sekedarnya yang akhirnya menjadikan anak sebagai pemberontak dalam rumah tangga.


Setidak-tidaknya ada lima peran keluarga, yang dilihat dari segi pembaharuan, perbaikan dan perubahan manusia akan sangat menentukan kehidupan seseorang anak melepaskan diri dari ikatan orangtua.

1. Peran Reproduksi; keluarga dibentuk berfungsi sebagai pelanjut keturunan, penyambung kehidupan manusia, membentuk kader bangsa dan negara serta agama dari ayah dan ibu yang baik. Rasulullah dalam sebuah sabdanya pernah berucap bahwa beliau bangga dengan jumlah ummatnya yang banyak, tentunya ummat yang beriman kepada Allah bukan ummat bejat lagi syirik.

Ibarat kata pepatah, air pancuran jatuhnya ke pelambahan juga, demikian pula anak, dia adalah manusia baru yang memiliki sifat dan sikap dari ayah dan ibundanya secara heriditas. Melahirkan merupakan tugas suci agama yang dibebankan kepada ummat manusia melalui fisik wanita, wanita belum merasa sempurna sebagai wanita bila tidak mampu melahirkan, lelaki kurang harga dirinya bila dia diketahui mandul, tapi itu semua kehendak Allah, Dia memberikan dan menitipkan sesuatu kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

2. Peran Pemeliharaan ; setelah wali menyerahkan anak wanitanya kepada seorang lelaki dalam ikatan pernikahan maka pada saat itu di pundak lelaki terpikul tanggungjawab sebagai suami sedangkan di bahu wanita terpikul tugas sebagai isteri, untuk kelansungan keluarga apalagi telah memiliki anak maka fungsi pemeliharaan harus diselenggarakan demi kesejahteraan keluarga.

Anak sebagai manusia baru perlu pakaian, makanan dan kesehatan serta kebutuhan lain, hal ini digambarkan Nabi Muhammad dalam sabdanya, ”Nikahilah kaum wanita bila telah sanggup, bila tidak atau belum sanggup maka berpuasalah kamu dahulu ”. Masalah rezeki memang di tangan Allah, jangankan manusia sedangkan ulat yang berada di dalam batupun masih diberi rezeki, tapi semua itu harus diusahakan dengan memeras keringat dan bekerja keras demi mencukupi kebutuhan keluarga. Perceraian terjadi prosentasenya lebih besar terletak pada masalah ekonomi, biaya hidup tidak terpenuhi sehingga keutuhan rumah tangga tidak terpelihara.

3. Peran Sosialisasi ; Keluarga terbina lebih jauh menyelenggaraan sosialisasi yakni memberikan anak transmisi berupa pendidikan, bimbingan dan arahan sebagai petunjuk dan kompas dalam menempuh hidup ini sehingga dalam menapaki aneka problema kehidupan ini dengan tenang, tabah dan .sabar, yang jelas pada fungsi ini orangtua membina dan mengisi jiwa anak dalam keimanan, tingkah laku dan sikap hidup yang baik.

Para nabi dan orang-orang bijaksana dimasa dahulu lebih mengutamakan keimanan agar tertanam dalam jiwa anak, sebagaimana nabi Ibrahim merasa khawatir bila nanti meninggalkan anak-anak yang jauh dari agama. Bagaimana dengan bijaksananya Lukmanul Hakim meletakkan keutamaan tauhid di atas ibadah, artinya bila anak telah memiliki tauhid yang tinggi maka masalah shalat tidak begitu berat untuk melakukan. Kewajiban orangtualah menanamkan jiwa agama kepada anaknya agar dalam keluarga tersebut selalu semarak dengan suasana islami.

4. Peran Preferensi ; fungsi ini artinya fungsi pemilihan dalam keluarga dalam rangka membina dan mengarahkan keluarga. Orangtua harus mampu menunjukkan kepada anaknya pilihan yang baik dalam segala segi; baik pendidikan, pergaulan maupun bacaan. Segala kebudayaan yang masuk ke rumah tangga kita harus difilter terlebih dahulu, yang tidak baik bagi keluarga lagi merusak layak disingkirkan jauh-jauh jangan sampai mendarah daging di tubuh anak.

Terhadap agama seorang muslim tidak bisa menyerahkan begitu saja kepada anak untuk memilih; mau Kristen Yahudi, Budha atau Islam terserah anak. Cara demikian tidak islami dan merusak, anak akan mengikuti garis agama yang dijalankan orangtua, lebih fatal bila dalam keluarga, ayah dan ibunya berlainan agama sehingga anak berada dalam kebingungan atau sama sekali penentang agama. Agama adalah masalah yang pokok dalam keluarga, tidak bisa diabaikan demikian saja kalau ingin membina rumah tangga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah di bawah ridha Allah.

5. Peran Pewarisan Nilai ; sejak zaman dahulu manusia sebagai orangtua bercita-cita agar anak keturunannya mampu menerima warisan budaya yang baik walaupun caranya masih dalam bentuk sederhana seperti membawa anak berburu, disini anak akan digembleng fisik dan mentalnya.

Kemajuan zaman akibat pemikiran manusia telah terujud bentuk lembaga pewarisan nilai melalui pendidikan, baik formal maupun non atau informal, sehingga akan melahirkan keturunan yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang baik. Fungsi ini akan lebih berhasil bila diiringi dengan teladan dari orangtua selaku pendidik utama dan pertama bagi anaknya, orangtua akan merasakan berat menanamkan nilai-nilai agama kalau dia sendiri tidak melaksanakan ajaran agama dengan baik.

Demikian pentingnya lembaga keluarga ini dalam membentuk manusia baru sesuai dengan kondisinya untuk melanjutkan tugas hidup ini sehingga ada yang mendefinisikan nikah adalah pertemuan lelaki dan wanita di atas ranjang untuk merencanakan dan mengkompromikan masa depan generasi manusia. Islam tidak akan hilang di dunia ini selama keluarga-keluarga muslim dengan segala kemampuan dan kemauannya masih memfungsikan keluarga sesuai dengan ajaran Allah dan menanamkan nilai-nilai luhur yang islami. [Majalah Al Muslimun Bangil No.260]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar