Senin, 23 April 2012

Kiat Mempelajari Islam


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Seseorang memeluk Islam dapat dikarenakan dua hal yaitu lahir dari orangtua yang telah beragama Islam sehingga secara otomatis seorang anak memeluk agama Islam. Hal ini akan berkelanjutan kalau dididik, dibimbing dalam ajaran Islam. Sebab yang kedua karena hidayah dari Allah, melalui pertarungan dahsyat hati nurani yang dilakukan dengan mempelajari, mengkaji dan perenungan mendalam ajaran Islam, seperti Margaret Marcus seorang wanita Yahudi yang memeluk Islam berdasarkan pergumulannya mencari kebenaran, setelah masuk Islam dia tukar namanya dengan Maryam Jameelah.

Demikian pula dengan Leofold Weis, seorang Sosiolog yang mendalami asfek ajaran Islam lalu Allah memberi hidayah kepadanya dengan Islam sekaligus dengan nama barunya yaitu Muhammad Assad. Tidak lupa kita dengan seorang penyanyi Inggris yang lincah di panggung dengan musik vocalnya yaitu Cat Steven, setelah mengkaji dan mendalami Islam akhirnya dia menyatakan bahwa agama yang benar adalah Islam, diapun memakai nama baru yaitu Yusuf Islam.

Dalam mempelajari Islam baik mereka yang baru mencari kebenaran atau telah memeluk Islam agar tidak terjerumus dalam kesesatan dan kekeliruan atau “islam abangan” sekedar menyandang predikat muslim, sebaiknya mengakaji Islam dengan beberapa methode.

Pertama, Islam harus dipelajari dari sumber aslinya yang kita kenal dengan Al Qur’an dan Sunnah, karena orang hanya mengenal Islam dari sebagian ulama-ulama dan pemeluk-pemeluknya yang telah jauh dari pimpinan Al Qur’an dan Sunnah, tahu pengenalan Islam dari sumber-sumber buku fiqh dan tasawuf yang telah tua ketinggalan zaman yang banyak bercampur dengan bid’ah dan kurafat serta tahyul . bila hal ini terjadi maka ibadah dan kepercayaannya bercampur aduk dengan hal-hal yang tidak Islam, jauh dari ajaran Islam yang murni.

Kedua, dipelajari secara integral; artinya Islam harus dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak parsial/ sebagian saja. Apabila dipelajari secara parsial maka tentulah pengetahuannya tentang Islam seperti yang dipelajarinya yaitu bahagian kecil dari masalah dalam Islam yang bukan pokok. Orang yang demikian ibarat empat orang buta yang mengenal gajah; orang buta yang memegang ekor gajah dia akan mengatakan bahwa gajah itu panjang, si buta yang kebetulan meraba kaki gajah akan berpendapat bahwa gajah itu seperti pohon kelapa, si buta yang memegang telinga gajah, dia akan menuturkan bahwa gajah itu lebar seperti nyiru, orang buta keempat kebetulan memegang perut gajah maka dia akan berteriak bahwa gajah itu besar dan tergantung.

Barangkali seseorang tidak mampu atau tidak ada kesempatan untuk mempelajari Islam secara keseluruhan dengan detail, maka cukup dengan prinsip-prinsip Islam saja atau hal-hal yang pokok keseharian.

Ketiga; melalui buku-buku yang ditulis ulama besar; Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, seperti kaum zuama dan sarjana-sarjana muslim. Jangan melalui buku-buku yang ditulis oleh para orientalis karena mereka menulis tentang Islam terlalu banyak dengan maksud subyektif.

Sebagian mereka ada yang melakukan penelitian hanya sekedar ilmu apa adanya tanpa maksud lain sesuai dengan pandangannya, ada pula dengan maksud mencari kelemahan dan kesalahan kemudian hasil penyelidikannya diserahkan kepada negaranya untuk memperkuat dari jajahannya seperti Dr. Snouck Horgronye [1857-1937] seorang orientalis kebangsaan Belanda, karena sarjana Belanda kenamaan ini telah memberikan sumbangan yang besar dalam lapangan ilmu pengetahuan Islam dimanfaatakan Belanda untuk tujuan penetrasi politik kolonialnya di Indonesia. Demikian pula halnya buku-buku sekuler yang merupakan perpanjangan tangan orientalis yang sangat membahayakan ummat Islam, untuk itu selektiflah dalam membaca dan mengkaji sebuah buku [Drs. A.Muin Umar, Orientalis dan Studi Islam, 1978].



Keempat, pelajari Islam itu sendiri; kesalahan sementara orang mempelajari Islam ialah dengan jalan mempelajari kenyataan ummat Islam an sich, bukan agama Islam yang dipelajarinya. Sikap konservataif sebagian golongan Islam, keterbelakangan di bidang pendidikan, keawaman, kebodohan, disintegrasi dan kemiskinan masyarakat Islam itulah yang dinilai sebagai Islam [Drs. Nasrudin Razak, Dienul Islam, 1985].

Sikap yang ada diatas adsalah sikap umum manusia di dunia ini, apakah ummat Islam saja yang layak dikatakan terbelakang, awam, bodoh dan miskin, apakah penganut agama lain sudah terbebas dari sikap ini. Jangan mempelajari Islam dari keadaan ummat yang ada secara realita, galilah Islam sesuai dengan idealitanya ajaran Islam, pribadi yang dapat dijadikan sebagai standard adalah Nabi Muhammad Saw bukan ummatnya, “Sungguh dalam pribadi Rasulullah itu ada contoh teladan yang baik bagimu” [Al Ahzab 33;21].

Bila metode ini dipakai sebagai jalan menemukan ajaran Islam yang benar tentu akan didapati kebenaran Islam, yaitu jalan lurus dari Allah sebagai mana dalam surat Al An’am 6;153, “Sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus,maka ikutilah olehmu akan dia, dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan lain karena akan memisahkan kamu dari jalan-Nya. Demikian diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa”.

Diperkuat lagi dengan ayat Allah dalam Ali Imran 3;85, “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima dari padanya dan dia di akherat termasuk orang yang merugi”.

Sumber hukum Islam terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah, Al Qur’an merupakan sumber hukum pertama bagi seorang muslim yang harus dijaga dengan pengertian mengamalkannya, bukan sekedar sebagai penjagaan fisik. Kalau kita menginjak Al Qur’an dengan kaki barangkali tidak terlalu besar dosanya daripada memelihara Al Qur’an; diletakkan di lemari yang bagus lagi tinggi, dijauhkan dari debu, namun ajarannya kita injak-injak dalam kehidupan sehari-hari. Halal dan haram bukan suatu ukuran, benar dan salah tidak dipermasalahkan bahkan seluruh asfek kehidupan jauh dari nilai-nilai Islam seperti dalam pergaulan, pakaian, budaya, ekonomi, politik, pendidikan dan yang lainnya idak memakai konsep Islam.

Agar kandungan Al Qur’an dengan segala ajaran tetap terpelihara harus dilakukan beberapa hal yaitu; dimiliki, dibaca, diketahui isinya, diamalkan,dijadikan sebagai suluh di malam hari dan sebagai tongkat siang hari, serta memperjuangkan dari tangan-tangan jahil yang akan melenyapkan Al Qur’an sekaligus ajaran Rasulullah melalui sunnahnya, wajar bila Ibnu Taimiyah berkata tentang Al Qur’an, “Barangsiapa yang enggan membaca Al Qur’an berarti dia mencampakkan Al Qur’an, barangsiapa yang membaca Al Qur’an tapi tidak mau mengkaji isinya berarti dia telah mencampakkan Al Qur’an dan barangsiapa yang membaca Al Qur’an lalu mengkaji isinya tapi tidak mau mengamalkan isinya berarti telah mencampakkan Al Qur’an”.

Mudah-mudahan kita menjadi orang yang mampu menjadikan Islam itu sebagai pedoman hidup kita dalam asfek kehidupan di dunia ini, ilmu yang kita miliki harus difahami dan diamalkan dan inilah yang disebut dengan faqih itu, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 20042001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar