Jumat, 11 Mei 2012

Cemburu


Oleh Mukhlis Denros

Perkawinan adalah bentuk paling sempurna dari kehidupan bersama, inilah pandangan ahli-ahli moral, hidup bersama tanpa nikah hanyalah membuahkan kesenangan semu atau sekilas waktu. Kebahagian hakiki dan sejati diperdapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh pernikahan. Firman Allah ”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu pandang baik untukmu” [An Nisa’ 4;3], Rasulullah bersabda, ” Hai para pemuda, siapa diantara kamu yang sudah sanggup kawin, hendaklah dia menikah, karena perkawinan itu untuk memelihara pandangan mata agar tidak liar dan dapat memelihara keliaran nafsu birahi”.

Yang dimaksud mampu bukan sekedar umur saja, tetapi mencakup pada fisik dan psikologis, sehat rohani, jasmani, bertanggungjawab, berpengetahuan, cinta dan kasih sayang, serta agama harus menjadi pedoman yang kuat dalam menjadikan hidup keluarganya. Dunia perkawinan tidak hanya melulu merupakan ketentraman dan kesenangan, cukup banyak tantangan serta cobaannya. Bukan hanya cukup dalam hal materi saja yang menentukan seseorang untuk membina rumah tangga yang baik, juga suasana tentram dan harmonis.

Tahan dan tidaknya rumah tangga, aman dan buruknya rumah tangga, terutama tergantung dari niat yang diletakkan pada pernikahan membangun rumah tangga tersebut, ”Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah, Dia ciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, guna membentuk rumah tangga dengan dia dan dijadikannya cinta birahi dan kasih sayang diantara kamu berdua” [An Nur 24;21].

Banyak motive perkawinan yang menyimpang dari jalur yang sebenarnya; karena ingin menguras hartanya sehingga setelah melarat tinggal dibuang saja, karena terpaksa dengan kehendak orangtua dan lain-lainnya, sehingga akan sulit terpelihara ketentraman dalam rumah tangga. Sering kita temukan rumah tangga setiap hari tidak pernah aman dan tentram, keributan selalu terjadi, perang mulut sampai alat rumah tangga melayang yang diakhiri dengan perceraian, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang mengawini perempuan karena kekayaannya saja atau kecantikannya saja, maka Allah akan memberikan kehinaan perempuan itu kepadanya” [Al Hadits].

Salah satu bumbu dalam rumah tangga dan bahkan ini disebutkan hak suami isteri terhadap pasangan masing-masing, juga merupakan ujud cinta suami kepada isterinya dan sebaliknya ialah cemburu. Cemburu itu dibolehkan dalam agama kita karena dia merupakan ujud cinta dari isteri tapi janganlah karena cemburu sehingga mengekang gerak suami, isteri tidak aman dikala suaminya pergi walaupun untuk kepentingan agama seperti da'wah dan kerja, dia khawatir suaminya beralih kepada wanita lain, sebenarnya ada ungkapan yang perlu kita ingat, "untuk mengikat hewan maka ikatlah kakinya sedangkan untuk mengikat manusia maka ikatlah hatinya".

Karena cemburu janganlah merendahkan orang lain apalagi dengan mencacimaki, menghina dan meremehkan orang itu, hal ini akan membuat siapa saja termasuk suami yang mendengar cacian itu akan simpati kepada siapa yang dihina.

Suatu ketika Rasulullah menyebut-nyebut Siti Khadijah yang telah berjasa memperjuangkan agama Allah ini dengan segala pengorbanannya, mendengar itu Aisyah marah dengan kata-kata,"Oh perempuan yang janda tua itu, yang sudah mati itu ya? Sedangkan aku kau nikahi dalam keadaan masih perawan", mendengar kata-kata Aisyah itu Rasulullah meluruskan,"Dialah yang telah berjuang dengan harta, jiwa dan raganya untuk tegaknya agama ini dan dari dia pula aku punya anak".

Pada waktu Rasulullah dan para sahabat pulang dari berjihad dengan kemenangan yang gemilang, saat memasuki Kota Madinah beliau disambut oleh ummat islam, termasuk yang menyambut itu adalah Asma binti Abu Bakar, adik ipar beliau. Dengan senangnya Asma memegang tali onta sedangkan Rasulullah ada di atas onta itu, lantas Rasulullah menegur Asma dengan kata-kata bijak,"Hai Asma, jangan kau lakukan itu karena suamimu Zubeir bin Awam sangat pencemburu", teguran itu didengar olah Asma dan dia melepaskan tali onta itu.
Nabi Ibrahim telah menikah dengan Sarah. Pernikahan itu tidak kunjung membuahkan generasi pelanjut. Berpuluh tahun menantikan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya, belum juga dikaruniai seorang putrapun. Ibrahim menjadi masqul. Melihat kesedihan suami yang dicintai, Sarah tidak tega. Ia tawarkan Hajar, budaknya untuk dinikahi dengan harapan akan memperoleh seorang putra bagi Ibrahim, Sarah rela dimadu dengan Hajar.

Allah memberikan karunianya. Hajar mengandung. Tiada terkira rasa cemburu Sarah kepada Hajar. Timbul khawatir Ibrahim akan melupakan dirinya. Rasa cemburu merupakan fithrah manusia, tidak kecuali pada Sarah. Sementara ia masih bisa menahan hati ketika Hajar masih mengandung. Namun perasaan itu tidak bisa disembunyikan lagi bila Ismail telah lahir. Suatu hari Sarah berkata, ”Suamiku Ibrahim. Berat rasa hati mengatakan hal ini, telah lama ku pendam perasaan. Sudah ku coba untuk menenangkan hati, tapi rasanya tak tahan lagi. Aku takut kau akan melupakan diriku, setelah Hajar menjadi isterimu, ia wanita yang beruntung dapat memberikan keturunan kepadamu”.

Ibrahim menaruh kasihan, ”Sarah, Hajar adalah budakmu. Kau dapat melakukan apa saja padanya. Kau dapat berbuat sesuka hatimu”. Hibur Ibrahim. Namun sebagai wanita yang beriman, Sarah tidak mau melampiaskan semua isi hatinya. Ia takut kepada Allah. Meskipun telah diberi kebebasan, dia tidak mau melakukannya. Sarah masih membolehkan Hajar tinggal di rumahnya.

Ketika Ismail lahir, apa yang dibayangkan serta dilakukan Sarah benar-benar terjadi. Perhatian dan kasih sayang Ibrahim kepada Hajar dan putranya makin bertambah. Tidak ada waktu luang yang tidak dilewatkan bersama anaknya Ismail. Tiada terkira bahagianya Ibrahim. Melihat kenyataan itu Sarah menemui Ibrahim dan berkata, ”Demi Allah aku tidak tahan lagi hidup bersama. Aku tidak tahan lagi hidup satu rumah dengannya”. Setiap hari Sarah mendesak Ibrahim agar membawa Hajar pergi dari rumahnya. Hingga suatu hari Ibrahim mendapat perintah dari Allah Swt untuk membawa Hajar ke Selatan.

Dibawanya Hajar dan Ismail ke daerah tandus lagi kosong tanpa penduduk. Daerah itu aman bagi Ismail dan ibunya. Aman pula dari Sarah yang tidak menyukai kehadirannya. Disini Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya dengan bekal sekarung kurma dan segentong air, setelah dibangunnya sebuah gubuk sederhana sekedar tempat berteduh. Disini Hajar harus berjuang mempertahankan hidup bersama Ismail. Hajar belum menyadari mereka akan ditinggalkan ditempat sepi ini. Ia takut dan cemas. Hari demi hari akan dilaluinya dalam kedukaan. Setelah Ibrahim mengutarakan maksud Allah, Hajar berusaha membujuk Ibrahim, tapi dengan tegar Ibrahim melangkah tanpa menoleh. Setelah agak jauh meninggalkan Hajar, terdengar teriakan Hajar. ”Ibrahim suamiku. Benarkah engkau akan pergi meninggalkan kami di tempat ini, sunyi lagi sepi ? Benarkah yang menyuruh ini Allah ?”. dengan suara tersendat bercampur dengan kepiluan Ibrahim menjawab, ”Benar, isteriku. Ini semua perintah Allah”.

Setelah mendengar jawaban dari Ibrahim, puaslah hati Hajar. Dia tenang kembali, karena yakin Allah memberikan ujian kepada mereka serta Allahpun siap menolongnya. Sebelum hilang anak dan isteri dari pandangannya, Ibrahim berdo’a, ”Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau [Baitullah] yang dihormati. Ya Tuhan, karena yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cendrung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur” [Ibrahim;37].

Cemburu yang terpuji adalah kecemburuan yang sesuai dengan batas, jelas dan ada buktinya, yang tidak dibenarkan adalah cemburu buta yaitu cemburu yang tidak pada tempatnya seperti, melarang isteri yang shaleh menghadiri majelis ta'lim, melarang isteri yang tahu adab, bicara dengan orang lain, menghukum isteri karena isteri dipandang lelaki lain, melarang isteri berobat kepada dokter laki-laki padahal tidak ada dokter wanita.

Seorang suami harus memiliki rasa cemburu kepada istrinya yang dengan perasaan ini ia menjaga kehormatan istrinya. Ia tidak membiarkan istrinya bercampur baur dengan lelaki, ngobrol dan bercanda dengan sembarang laki-laki. Ia tidak membiarkan istrinya ke pasar sendirian atau hanya berduaan dengan sopir pribadinya. Suami yang memiliki rasa cemburu kepada istrinya tentunya tidak akan memperhadapkan istrinya kepada perkara yang mengikis rasa malu dan dapat mengeluarkannya dari kemuliaan.
Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata mengungkapkan kecemburuannya terhadap istrinya:
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang bukan pada bagian sisinya (yang tumpul].”
Mendengar ucapan Sa’d yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencelanya. Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa’d? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’d dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Al-Bukhari] Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullahu menyebutkan, dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim dikisahkan bahwa tatkala turun ayat:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak dapat menghadirkan empat saksi, maka hendaklah kalian mencambuk mereka sebanyak 80 cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya.” (An-Nur: 4)

Berkatalah Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah demikian ayat yang turun? Seandainya aku dapatkan seorang laki-laki berada di paha istriku, apakah aku tidak boleh mengusiknya sampai aku mendatangkan empat saksi? Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan empat saksi sementara laki-laki itu telah puas menunaikan hajatnya.”

Mendengar ucapan Sa’d, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai sekalian orang-orang Anshar, tidakkah kalian mendengar apa yang diucapkan oleh pemimpin kalian?”

Orang-orang Anshar pun menjawab: “Wahai Rasulullah, janganlah engkau mencelanya karena dia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, dia tidak ingin menikah dengan seorang wanita pun kecuali bila wanita itu masih gadis. Dan bila dia menceraikan seorang istrinya, tidak ada seorang laki-laki pun yang berani untuk menikahi bekas istrinya tersebut karena cemburunya yang sangat.”
Sa’d berkata: “Demi Allah, sungguh aku tahu wahai Rasulullah bahwa ayat ini benar dan datang dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi aku cuma heran.”

Islam telah memberikan aturan yang lurus berkenaan dengan penjagaan terhadap rasa cemburu ini dengan:

1.Memerintahkan kepada wanita untuk berhijab Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Aurat adalah bagian tubuh yang sensiitif. Tingkat kesensitifannya mahram dan bukan mahram berbeda sehingga batas yang harus ditutuppun berbeda. Rasulullah bersabda, ”Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki lainnya dan begitu juga wanita tidak boleh melihat aurat wanita lainnya” [HR. Bukhari].

Di tengah masyarakat Islam masih terdapat bahkan terlalu banyak wanita yang tidak menutup auratnya dengan baik. Mereka lebih suka pakaian yang diimport oleh orang-orang kafir dengan mode mini, tipis, ketat dan menonjolkan aurat yang seharusnya ditutup. Bahkan perguruan-perguruan Islampun masih belum serius dan tidak tegas terhadap pakaian ini sehingga tidak ada beda sekolah yang dikelola ummat Islam dengan yang dikelola non muslim. Ironinya guru yang mengajarpun tidak mampu berpakaian secara Islami.

Di Afghanistan bila ada kaum wanita yang keluar rumah tanpa memakai busana muslimah, maka para remaja dan pemudanya mengusir kaum ibu itu untuk masuk kembali ke rumahnya. Mereka malu bila ibu-ibunya keluar tanpa memakai jilbab.

"Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al Ahzab 33;59]

2. Memerintahkan wanita untuk menundukkan pandangan matanya dari memandang laki-laki yang bukan mahramnya: “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 31)
Ghadhul bashar artinya menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis yang bukan muhrimnya sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur 24;30-31

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.

Lelaki dan wanita yang baik, ketika berkomunikasi dengan lawan jenis dalam urusan yang penting sekalipun dia tetap menundukkan pandangan, tidak liar apalagi menatap mata orang yang diajak bicara, karena ketika terjadi saling pandang kesannya mudah dimasuki syaitan, Rasulullah bersabda,"Pandangan adalah salah satu anak panah iblis"

Yang dimaksud dengan ”menahan pandangan” artinya memelihara pandangan, mengalihkan pandangan dan tidak tertuju pada satu pandangan saja. Rasulullah bersabda, ”Dua mata itu dapat berzina, dan zinanya adalah memandang”. Pandangan syahwat dilarang karena dalam memandang itu ada kesenangan seksual. Dari memandang dengan syahwat menunjukkan kerendahan akhlak. Dengan memandang dapat merusak kestabilan berfikir dan dari pandangan syahwat dapat mengganggu ketentraman berfikir. Rasulullah menegur Ali yang ketika itu masih muda remaja, ”Hai Ali, janganlah sampai pandangan yang pertama diikuti pandangan yang lain. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama dan tidak ada pandangan berikutnya”. [HR. Ahmad]

Rasulullah bersabda,"Semua mata kelak akan menangis dihari kiamat, kecuali mata yang ditundukkan dari pandangan yang haram, mata yang terjaga ketika jihad fi sabilillah dan mata yang darinya menetes air mata sekalipun sebesar kepala lalat karena takut kepada Allah" [Ibnu Abi Dunia]

3. Tidak membolehkan wanita menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami dan laki-laki dari kalangan mahramnya. “… janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita.” (An-Nur: 31)

Islam melarang tabarruj yaitu memamerkan kecantikan di hadapan lawan jenis yang bukan mahramnya, Allah berfirman dalam surat Al Ahzab 33;33"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya''

Memakai hiasan dibolehkan asal tidak berlebih-lebihan sehingga terkesan menor. Parfum untuk wanita dinyatakan oleh Rasulullah adalah warnanya yang pekat tapi harumnya sederhana sedangkan untuk lelaki warnanya kalem tapi wanginya semerbak. Ini semua juga untuk menjaga harga diri wanita, bahkan berdandan dan berhias merupakan sunnah Rasulullah, namun sudah disalah artikan oleh kaum ibu kita. Dia akan berdandan sebaik-baiknya, semenarik mungkin ketika akan pergi ke pesta. Jadi dandanannya untuk lelaki lain, dikala di rumah hanya memakai daster saja, bedak beras yang tebal dan rambut dikerol, bau bajupun belum hilang bekas bawang dan asap di dapur.

Dalam Hadit yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah Rasulullah bersabda,"Perempuan mana saja yang pakai parfum kemudian ia keluar rumah dan melewati kelompok manusia agar mencium keharumannya, maka ia adalah pezina dan setiap mata yang memandang juga pezina".

4. Tidak membiarkannya bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahram.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hati-hati kalian dari masuk ke tempat para wanita.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ipar12?” Beliau menjawab, “Ipar itu maut13.” (HR. Al-Bukhari danMuslim)
Yang dimaksud dengan ikhtilat ialah campur baur antara lelaki dan wanita seperti di jalan raya, di kendaraan, menghadiri tontonan seperti di bioskop, show artis, tempat bekerja dan tempat menuntut ilmu sampai di tempat-tempat rekreasi semua itu merupakan ladang-ladang subur terjadinya proses perbuatan zina.

Siti Maryam adalah wanita yang shalehah. Hidupnya diabdikan di mihrab Masjidil Aqsha. Dia tidak pernah bergaul dengan lelaki lain sehingga kedatangan Jibril yang menyerupai manusia ganteng itu untuk menyampaikan kabar gembira kalau Maryam dengan izin Allah akan punya anak walaupun tanpa suami. Ia hardik malaikat itu dengan kata-kata santunnya dalam surat Maryam 19;16-19

"Dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya Aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa". Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya Aku Ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".

Bayangkan, orang yang bertaqwa saja tidak boleh berkhalwat apalagi orang yang imannya tanggung dan tidak punya pengetahuan islam yang memadai.

5. Tidak memperhadapkannya kepada fitnah, seperti bepergian meninggalkannya dalam waktu yang lama atau menempatkannya di lingkungan yang rusak.

6.Larangan berkhalwat
Khalwat artinya menyendiri dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Cara ini lebih ampuh untuk mencegah timbulnya fitnah maupun syahwat. Kita boleh percaya dengan kemampuan diri sendiri dalam masalah khalwat, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah sekali-kali bersendirian dengan seorang wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiganya adalah syaitan”.

Dalam hadits lainpun Rasulullah memberi peringatan; hindarilah keluar masuk rumah seorang wanita, seorang lelaki Anshor bertanya, ”Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar ? Jawab Rasul, ”Bersepi-sepia dengan iparnya sama dengan maut”.

Dalam zaman yang serba modern ini bukankah terlalu banyak perbuatan bersunyi diri dengan lawan jenis dilegalkan sehingga tempat-tempat hiburan dan wisata laku pesat oleh anak-anak muda untuk melampiaskan nafsu birahinya sementara orang lain menerima keuntungan. Demikian pula setiap film, sinetron dan drama ditayangkan memberikan gambaran bahwa pacaran, bergandengan tangan, berpelukan, berciuman dan kumpul kebo seolah-olah dibolehkan dan seolah-olah itu adalah gaya hidup yang harus ditiru. Bagi remaja yang tidak punya pacar dan menjaga kesuciannya dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

Tapi akibatnya terlalu banyak nikah yang dipaksakan karena hamil terlebih dahulu, sekolah atau kuliah terbengkalai karena harus menggendong anak hasil perbuatan zina yang diawali dari berkhalwat. Bahkan banyak anak-anak yang tidak tahu kepada siapa dia harus memanggil ”Ayah” sebab sejak dia lahir sang ayah tak pernah ada disampingnya.

7.Larangan bercengkrama
Cengkrama adalah medan syahwat yang sangat efektif untuk menundukkan manusia. Dari cengkrama berkembang menjadi janji, kencan dan perbuatan maksiat lainnya.
Bukan berarti Islam tidak membolehkan kita bercengkrama. Tetapi terlalu banyak bercengkrama tadi yang hanya menjurus kepada kata-kata kotor dan keji yang mengandung maksiat ini yang tidak boleh. Apalagi cengkrama dengan wanita yang bukan muhrimnya. Tidak sedikit perbuatan zina terjadi yang diawali dari canda dan cengkrama yang saling meresfon, apalagi canda yang sudah mengarah kepada saling pukul, saling cubit, saling pegang maka akan terjadilah saling-saling yang lain

8.Larangan bersentuhan
Asy Syarbani mengatakan, ”Kalau memandang saja diharamkan, maka bersentuhan juga diharamkan, karena ia lebih sampai pada kenikmatan yang lebih besar pengaruhnya terhadap syahwat”, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya, apapun alasannya bahkan ketika terjadi perjanjian Bai’ah yaitu janji setia orang-orang Madinah dengan Rasulullah yang diikuti oleh kaum wanitanya, Rasul menjabat tangan kaum lelakinya dan tidak berjabat tangan dengan kaum wanita, hanya dengan ucapan saja dibalik tabir sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Aisyah, ”Tidak, demi Allah, tidak pernah sekali-kali tangan Rasulullah menyentuh tangan wanita lain. Beliau mengambil Bai’ah mereka hanya dengan perkataan”.[ HR.Bukhari dan Muslim].

Fenomena sentuhan ini dizaman modern ini tidaklah tabu lagi. Bahkan peluk, dekapan dan gandengan tangan dengan yang bukan muhrim sudah dianggap wajar. Semua ini akibat program modernisme yang disalah artikan. Lihatlah bagaimana wajarnya bagi mereka tentang sentuhan ini ketika kita menyaksikan adegan televisi sebangsanya kuis atau temu ramah para remaja bahkan orang-orang yang sudah dewasa, semua adegan tidak lepas dari sentuhan.

9.Larangan wanita pergi sendiri
Wanita kodratnya tak dapat melindungi dirinya sendiri. Oleh karena itu seorang wanita muslimah dilarang pergi sendirian tanpa muhrimnya, apalagi kepergian itu dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama, Rasulullah bersabda, ”Janganlah sekali-kali seorang lelaki melepas seorang wanita kecuali bersama mahramnya, ada seorang lelaki bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan saya telah tercatat untuk ikut dalam peperangan”, beliau menjawab, ”Pergilah kamu dan berhajilah bersama isterimu” [Bukhari dan Muslim].

10.Bila bicara tegas
Seorang wanita boleh bicara dengan orang lain selama memperhatikan sikap dan menjaga kepribadian muslimahnya. Diantaranya dia tidak boleh bicara dengan nada merayu, lembut dan manja kepada orang yang bukan muhrimnya. Apalagi dengan sikap manja dan ingin dimanja karena hal ini akan mengundang lelaki lain tertarik kepadanya. Bukan berarti bersikap kasar dan suara keras, tapi bicaralah dengan tegas dan tepat, tidak bertele-tele dan bermanja-manjaan.

Ibnu Katsir berkata, ”Wanita dilarang dengan lelaki asing dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya”, wanita boleh bermanja-manja atau bicara dengan suara lembut mendayu hanya boleh kepada suami, ayahnya, kakak atau adik kandungnya atau anak dan cucunya.

Dikala dia diganggu oleh lelaki lain, dia harus bicara tegas dengan nada pasti, ”Jangan” sehingga lelaki tadi berfikir dua kali untuk bersikap tidak sopan kepadanya. Tapi bila ucapan wanita itu mengatakan, ”Jangan ah” sambil menampakkan sikap genit lagi manja tentu akan mengundang dan mengandung hasrat dari lelaki tersebut.

Cemburu itu manusiawi selama tidak cemburu buta, karena bahayanya cemburu itu maka seharusnya menghindari oleh kedua belah pihak, suami atau isteri hal-hal yang mendatangkan kecemburuan, , wallahu a'lam. [Cubadak Solok, 20 Ramadhan 1431.H/ 30Agustus 2010.M]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

C a l e g


Oleh Mukhlis Denros

Rasanya tidak ada yang tidak tahu arti "Caleg", semuanya tahu semacam apa makanan yang bernama caleg itu, tapi ini bukanlah makanan, caleg singkatan dari Calon Anggota Legislatif, calon anggota dewan makna sebenarnya. Setelah reformasi, dengan berdirinya sekian partai, sulit untuk mencari caleg karena berbagai aturan yang ada apalagi partai semakin banyak sehingga pada setiap rumah sudah punya pilihan terhadap caleg pada pemilu mendatang bahkan ada rumah dua sampai tiga orang anggota keluarga yang jadi caleg dari tiga partai, dapat dipastikan rusak dan pecahnya suara pilihan dirumah itu.

Hasil Pemilu tahun 2004 membuat banyak Caleg mengalami kekecewaan karena mereka tidak mampu meraih suara untuk mengantarkannya ke gedung DPRD sebagai anggota dewan yang terhormat, hasil ini tidak disangka, perolehan suaranya demikian kecil dibandingkan dengan caleg lain. Kini tepatnya tanggal 9 April 2009 yang lalu ajang pertarungan terbuka lagi dengan jumlah partai yang banyak dan caleg yang tidak sedikit, sudah dapat diprediksi siapa yang akan duduk di DPRD pada periode 2009-2014 nanti, tentu persaingan ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, waktu yang cukup panjang membuat lelah karena tenaga terkuras, fikiran yang terfokus hanya kepada kemenangan gemilang di depan mata.

Dikala hasil Pemilu 2009 ini diperoleh, ada beberapa orang yang duduk sebagai anggota dewan dan ratusan jumlahnya caleg kita yang ”taduduak” dengan penilaian bahwa mereka telah kalah dalam Pemilu tahun itu. Sebenarnya sebuah perjuangan tidak mengenal kata ”Kalah”. Semua perjuangan yang suci adalah menang dan meraih kejayaan. Ini tentu tidak bisa dipandang dari sudut duniawi saja. Apalagi memperjuangkan kebenaran yang tidak terbatas dengan Pemilu.

Pemilu adalah sebuah ajang jihad bila kita kerjakan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan semata-mata untuk merebut kursi kekuasaan. Bila tujuan yang terakhir ini yang dominan menunjukkan perjuangan kita telah rusak. Masalah kekuasaan dan kursi atau ghanimah dalam peperangan jangan dikedepankan dalam rangka menjaga keikhlasan dalam berbuat.

Dalam perjuangan apapun termasuk memperjuangkan kebenaran melalui partai politik ada sebab-sebab umum yang menyebabkan kita mengalami kekalahan, walaupun sebenarnya kekalahan itu dalam kamus hidup pejuang tidak ada selama perjuangan suci masih dilakukan. Tetapi secara kasat mata kekalahan itu disebabkan beberapa hal, diantaranya terlalu cinta kepada dunia dan sangat takut dengan kematian sehingga untuk meraih dunia tadi dengan menghalalkan segala cara.

Penyakit lain yang menyebabkan kekalahan adalah mental caleg yang dibentuk oleh sistim masa lalu untuk selalu kalah, sehingga sudah mendarah daging kekalahan itu. Selain itu kitapun belum siap untuk menang dalam Pemilu sebagai anggota dewan karena memang Sumber Daya Manusia [SDM] yang dapat mendukung kemenangan itu belum memadai. Bahkan bila kita menang mungkin banyak kehancuran dan kerusakan yang akan terjadi ulah tangan kita sendiri, paling tidak kita menjadi anggota dewan dengan kapasitas 5 D, datang, duduk, diam, dengkur dan duit, Justru itu kemenangan yang tertunda ini menjadikan kita untuk siap menyediakan SDM handal ke depan dengan pendidikan melalui training dalam partai.

Disamping itu memang ada sebuah konspirasi yang dilakukan oleh musuh-musuh kita untuk menjadikan sang caleg supaya tetap kalah. Tekanan itu mereka lakukan melalui opini yang menyesatkan, penghitungan hasil Pemilu yang tidak jujur, serangan fajar dan politik uang atau menakut-nakuti masyarakat agar tidak memilih Partai dan caleg tertentu.

Melalui perjuangan pada Pemilu tahun 2009, bila ada caleg yang mendapat kemenangan yang mungkin harus dibayar dengan pengorbanan harta, tenaga, waktu bahkan jiwa bisa ”duduak” di dewan untuk tegaknya keadilan bukan hanya omong kosong. Supremasi hukum nanti bukan sebatas semboyan dan kesejahteraan masyarakat Solok ini tidak hanya hiasan bibir dan janji belaka, tapi memang terbukti. Maka ada sikap penting yang harus kita miliki yang diberikan Allah dan Rasul-Nya;

”....... supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” [Al Hadid 57;23]

Mustahil semua caleg akan duduk di kursi dewan dalam Pemilu tahun 2009 ini, untuk itulah bagi yang berhasil agar tetap tawadhu’, qonaah dan istiqomah dalam kebenaran, jangan lupa daratan hingga membusungkan dada. Bagi yang belum dan yang tidak akan mungkin duduk di dewan, ketahuilah bahwa untuk sukses itu tidak hanya sebagai anggota dewan saja. semua itu adalah perjalanan karir politik seseorang dan itu bukan akhir dari segala-galanya dalam hidup ini, sebuah keyakinan harus tumbuh dalam jiwa kita bahwa posisi apapun yang kita sandang itu hanya amanah dari Allah, dikala yang punya amanah mengambilnya kembali maka sikap kita ialah siap mengembalikan amanah itu, karena akan ada amanah-amanah lain yang lebih baik dan lebih besar lagi yang akan kita sandang, menjadi anggota dewan bukanlah segala-galanya dalam hidup ini sehingga dikala jabatan diserahkan kita dalam posisi stabil, kokoh, kuat dan mantap.

Lembaga yang dinyatakan rentan terjadinya korupsi, saling suap, menghalalkan segala cara adalah lembaga legislatif yang diamini oleh eksekutif yang kedua lembaga ini dekat dengan anggota dewan, padahal suap, korupsi, penyelewengan jabatan ada dimana dan sudah ada sejak dahulu.
Jauh sebelumnya Wakil Presiden RI pertama yaitu Dr. Muhammad Hatta telah menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya, mengakar dan sulit diberantas. Apalagi rezim yang berkuasa memberi peluang untuk itu dengan istilah-istilah indah, seperti; “kebocoran” ,atau “salah prosedur”. Sehingga orang tidak takut mengerjakan perbuatan itu, bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai “pekerjaan sampingan”.

Perbuatan suap menyuap pada ghalibnya beredar di kalangan pejabat-pejabat yang punya wewenang. Dengan alat wewenangnya itu diloloskannyalah apa-apa yang dihajatkan oleh si penyogok buat suatu kepentingan. Dengan harapan supaya di hasilkan apa yang dihajatkannya maka si penyuap memberikan apa-apa yang patut menggembirakan hati seorang pejabat. Bisa berupa uang, benda-benda berharga atau barang dan perhiasan serta makanan

Jadi suap menyuap itu terjadi dari dua pihak yang sama-sama ada kepeningan. Yakni kepentingan menerima ”uang sogok” di satu pihak dan kepentingan menerima “kelolosan hajat” di pihak lain. Perbuatan main suap dan menerima suap dilarang keras oleh Syara’ Agama Islam. Dihitung berdosa besar di sisi Allah SWT.

Menurut catatan sejarah pergaulan antar bangsa, bahwa perangai suka menyogok adalah perangai-perangai kaum Yahudi dan China perantauan. Asal mulanya dua bangsa ini di mana-mana tempat selalu diperlakukan semena-mena oleh yang berwajib. Dalam banyak hal mereka selalu menjumpai kesulitan dan ketidak-lancaran. Maka supaya lancar tiap urusan itu, dipergunakanlah uang buat melancarkannya, menyogok.

Setelah lama perangai itu berjalan mengalami proses meningkat, bukan hanya untuk ”melancarkan” tapi uang itu kemudian juga digunakan untuk ”membeli kelancaran”. Tiap-tiap uang yang diberikan bukan lagi dianggap sebagai hadiah, tapi sudah berubah arti menjadi ”penebus”. Lama-kelamaan perangai ini menyebar dan menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat, hingga sekarang.

Budaya suap menyuap itu adalah penyelewengan yang tidak kecil. Rasulullah mengatakan, ”Laknat Allah atas orang-orang yang memberi suap dan menerima suap”. Dalam hadits lainpun dikatakan, ”Dilaknat Allah orang-orang makan suap dan memberikan suap dan orang-orang yang menjadi perantaranya”.

Demikian ancaman disampaikan Rasulullah dan ajaran Islam terhadap perbuatan ini. Tinggal lagi mental ummat, apakah ini dianggap sebagai budaya, sudah zamannya, semua orang juga begitu, inikan hadiah bukan suap, balas jasa kok tidak boleh, dan seterusnya. Sebenarnya hati nurani yang bersih dari maksiat pasti menolaknya.

Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab kedatangan tamu bernama Tartar An Nahar dari sebuah kerajaan tetangga. Diakhir kunjungan raja tersebut ia meninggalkan sebuah kalung emas yang diberikannya kepada isteri Umar. Dan isteri Umar senang hati menerima pemberian itu.

Tapi tidak bagi Umar. Dia mengatakan bahwa hadiah itu harus dimasukkan ke kas negara. Tapi sang isteri protes, katanya hadiah itu bukan untuk negara, melainkan untuk dirinya. Dengan arif Umar berkata, ”Begitu banyak wanita di Madinah ini, kenapa engkau saja yang mendapat hadiah sementara yang lain tidak? Bila aku tidak jadi Khalifah siapa yang mau memberimu ? ingat segala pemberian yang berkaitan dengan jabatan adalah suap”.

Abu Zar Al Ghifari adalah sahabat Rasulullah. Suatu kali dia datang kepada Nabi, katanya, ”Ya Rasulullah, banyak sahabat yang engkau berikan jabatan sebagai gubernur, tapi kenapa aku tidak engkau beri jabatan?”. Rasulullah menjawab, ”Hai Abu Zar, engkau adalah orang yang lemah, tidak sanggup engkau memikulnya karena jabatan itu amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya”.

Berjalannya mutasi pada disetiap dinas, badan dan kantor dalam rangka penyegaran dan penempatan posisi sesuai dengan eselon masing-masing pegawai Pemerintah Daerah agar berbuat lebih produktif dan kreatif sesuai dengan keahliannya, semoga penempatan orang perorang pada bidangnya memang sesuai dengan skill yang dimiliki sebab bila memberikan pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya maka bukan kemaslahatan yang ditemui tapi sebaliknya kehancuran akibatnya, kami mengucapkan selamat bertugas kepada semua pegawai Pemerintah Daerah yang dimutasi maupun dipromosikankan semoga berbuat lebih baik untuk masa-masa mendatang.

Bagi yang dipromosikan jadikanlah ini sebuah penghargaan dari sebuah hasil kerja yang baik dan ke depan tetap dipertahankan, bagi yang belum mendapat kesempatan tetaplah memperlihatkan kinerja dan tingkah laku yang lebih baik. Dikala Khalid bin Walid dipecat oleh Umar bin Khattab sebagai komandan perang, surat pemecatan itu dia simpan dengan baik namun tidak menyurutkan semangat jihadnya hingga peperangan itu selesai dengan kemenangan gemilang. Saat itu orang munafiq memprovokasi Khalid bin Walid dengan kalimat, ”Untuk apa anda masih berjuang dengan baik sedangkan anda telah dipecat oleh Umar bin Khattab”, spontan Khalid bin Walid menjawab,”Aku berjihad bukan karena Umar bin Khattab tapi motivasiku berjuang adalah karena Allah semata, bagi kami ditempatkan sebagai komandan oke jadi prajurit juga tidak ada alasan untuk berhenti berjuang”.

Begitu pula dengan anggota DPRD setelah melalui proses yang sesuai dengan Undang-Undang dan Tata Tertib DPRD baik yang telah dan akan di PAW, semua itu adalah perjalanan karir politik seseorang dan itu bukan akhir dari segala-galanya dalam hidup ini, sebuah keyakinan harus tumbuh dalam jiwa kita bahwa posisi apapun yang kita sandang itu hanya amanah dari Allah, dikala yang punya amanah mengambilnya kembali maka sikap kita ialah siap mengembalikan amanah itu, karena akan ada amanah-amanah lain yang lebih baik dan lebih besar lagi yang akan kita sandang, menjadi anggota dewan bukanlah segala-galanya dalam hidup ini sehingga dikala jabatan diserahkan kita dalam posisi stabil, kokoh, kuat dan mantap.

Dikala seseorang sebagai Caleg, yang tergambar adalah enaknya jadi anggota dewan sehingga diupayakan semua potensi untuk meraihnya, setelah duduk di dewan menjelang Pilkada yang tergambar adalah enak juga kalau jadi Wakil Bupati sehingga keperluan untuk itu dimaksimalkan, dua tahun jadi wakil Bupati mulai berfikir agar Pilkada mendatang enak juga kalau jadi Bupati sehingga semua kekuatan, jaringan dan kader dikerahkan agar kedudukan itu di raih. Setelah jadi Bupati dengan seonggok tugas-tugas dan jauhnya perjalanan dinas yang dilengkapi pasilitas hidup, berfikir lagi bagaimana kalau Pilkada mendatang jadi Bupati lagi sehingga kekuatan disusun kembali, jaringan dibenahi dan dana dikumpulkan untuk itu. Itulah sifat manusia yang manusiawi, tidak puas dengan yang telah ada, ambisi untuk meraih segala-galanya, hal ini tidak dilarang tapi jangan sampai sikut kanan dan sepak kiri, jangan sampai injak bawah dan jilat atas.

Gendrang kampanye Pemilu telah ditabuh yang pertanda kompetisi untuk meraup suara bagi partai dan caleg sudah dimulai sejak dari ujung desa hingga gemerlapnya kota besar, intinya suatu arena demokrasi untuk menjaring dan menyaring calon anggota DPR, DPRD dan DPD untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Aroma kampanye itu sudah semerbak dengan kibaran bendera partai, baligho dan spanduk yang terpasang dimana-mana hingga door to door mendekatkan diri caleg kepada masyarakatnya selain mengumbar janji juga memberi bukti berupa bantuan dan santunan yang sulit untuk dikatakan sebuah tindakan money politik .

Pemilu adalah sebuah ajang perjuangan bila kita kerjakan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan semata-mata untuk merebut kursi kekuasaan. Bila tujuan yang terakhir ini yang dominan menunjukkan perjuangan kita sudah rusak. Masalah kekuasaan dan kursi jangan dikedepankan dalam rangka menjaga keikhlasan dalam berbuat. Tidak sedikit akibat Pilkada dan Pemilu yang banyak menghabiskan dana namun sang calon gagal mencapai cita-citanya hingga depresi dan stress bahkan hilang ingatan.

Yang lebih utama bagi seorang calon adalah siapkan mental spiritual sehingga apapun hasilnya tetap berdampak baik bagi pribadi yang terlibat, jauh-jauh hari Nabi Muhammad menyampaikan kepada ummatnya bahwa apapun yang menimpa diri pribadi seorang muslim semuanya baik bagi dirinya, kalau dia berhasil meraih sesuatu maka dia bersyukur dan itu baik baginya, begitu juga kalau dia gagal mencapai sesuatu itu maka dia akan bersabar dan itu lebih baik baginya.

Saat kampanye, sebagai caleg teladan berjalanlah dengan baik tanpa hujatan dan cacian kepada partai dan caleg lain sehingga tampak dewasa dalam kancah perjuangan ini. Tidak mudah terpancing oleh sentilan, hujatan dan cacian dari pihak lain. Pantang bagi seorang caleg yang baik dalam kampanye mengumbar janji-janji kosong yang sulit untuk direalisasikan, bagi seorang caleg lebih prinsip menawarkan idialisme, kebenaran dan keadilan tanpa money politic atau politik uang.

Setiap pemilu berlansung, kita melihat ada bajing loncat dari satu partai ke partai lain, periode yang lalu tidak lolos jadi anggota dewan maka untuk yang akan datang dia tampil lagi sebagai caleq dengan baju yang lain, ada pula yang sudah menghabiskan dana puluhan juta dengan harapan bisa menjadi anggota dewan melalui penyebaran atribut dan uang, nyatanya uang habis, hasilnya tidak ada. Ada pula yang antipati dengan caleg dan partai karena setelah caleg duduk sebagai anggota dewan mereka tidak mau tahu lagi dengan pemilihnya.

Sungguh saya tidak pernah memaksakan diri untuk jadi caleg, sayapun tidak pernah mempromosikan diri saya kepada partai untuk dijadikan caleg pada sebuah pemilu, tapi ketika amanah itu diberikan kepada saya maka saya siap untuk menjalankannya karena jabatan apa saja adalah amanah yang punya konsekwensi dan resiko tidak ringan, dua kali saya jadi caleg dan dua kali pula jadi aleg [anggota legislatif], wallahu a'lam. [Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



C i n t a


Oleh Mukhlis Denros

Seorang ibu rela bersimbah darah dan airmata demi menunaikan tugas sambil menanti kelahiran anaknya walaupun nyawa sebagai tebusannya, seorang ayah berpanas dan berhujan mengais rezeki untuk anak-anak dan isterinya, hal itu terjadi karena ada sesuatu yang dimilikinya yaitu rasa cinta. Kalaulah tidak ada rasa cinta mungkin ayah dan ibu sudah bersekongkol untuk mengakhiri kehidupan anaknya, apalagi bayangan susahnya mencari kehidupan, menghidupkan anak-anak yang belum tahu apakah akan menjadi orang atau malah menjadi sampah masyarakat.

Pada satu sisi cinta itu positif sebagai sarana penyaluran perasaan kasih dan sayang kepada sesuatu atau kepada seseorang yang dianjurkan oleh agama, dan pada sisi lain dia menimbulkan asfek negatif bila cinta itu tidak ditempatkan secara proporsional. Bentuk cinta itu ada dua yaitu, pertama cinta thabi’i atau tabiat yaitu cinta yang didorong oleh nafsu dan dikomandoi oleh syaitan. Nafsu tidak mengenal benar dan salah, halal dan haram, dia hanya mengenal kalah dan menang. Kemenangan harus diraih meskipun dengan menghalalkan segala cara, hal itu dinampakkan indah oleh Iblis/syaitan sehingga segala yang buruk yang dilakukan manusia, kelihatannya bagus, indah dan bermanfaat [15;39-40]. Kedua cinta syar’i, yaitu cinta syariat yang didorong oleh iman serta dimotivasi oleh mencari ridha Allah semata.

Lelaki senang kepada seorang wanita cantik, bila dia menikahi gadis tersebut sesuai dengan aturan islam, ini namanya cinta syar’i, tapi bila sebaliknya dengan cara zina, inilah yang disebut dengan cinta thabi’i yang dirintis oleh syaitan.

Suatu ketika Rasulullah meramalkan bahwa ummat islam akan dikeroyok oleh ummat lain jusru dikala ummat islam berjumlah besar, disebabkan diserang oleh suatu penyakit yang disebut dengan ”Wahnun” yaitu penyakit ummat ”Hubbuddunya wakarahiyatul maut” yaitu tarlalu cinta kepada dunia dan terlalu takut dengan kematian.

Isi dunia ini dilengkapi tiga perhiasan yaitu harta dengan berbagai bentuknya, tahta dengan berbagai jenis dan jenjangnya dan wanita dari berbagai tipe dan kepentingannya. Jangankan ketiga hal di atas sedangkan salah satu dari tiga dimiliki manusia lalu dia dikuasai oleh yang dimilikinya itu, dalam arti kata dia terlalu cinta pasti dikuasai oleh yang dimilikinya itu lalu takut berpisah dengan apa yang dicintai tersebut apalagi kematian datang menghampiri tentu tidak dia harapkan, ”Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik [syurga]” [Ali Imran 3;14[.

Bukan berarti ummat islam tidak boleh mencintai isi dunia, silahkan selama kecintaan tadi didasari cinta kepada Allah, sebagaimana kupasan Imam Al Gazali berikut ini dalam buku ”Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mukmin”;

Kecintaan hakiki yang didasarkan karena Allah ialah apabila seseorang itu tidaklah mencintai orang lain karena pribadi [zat] nya orang itu, tetapi semata-mata karena mengingat keuntungan yang akan diperoleh untuk keakheratan dari sahabatnya iu. Misalnya seseorang yang mencintai gurunya, sebab dengan guru itu ia dapat memperoleh perantara guru menghasilkan ilmu pengetahuan dan amalan yang dilakukan itu hanyalah untuk keakheratan belaka untuk mencari keridhaan Allah.

Seorang yang mencintai muridnya, sebab pada muridnya itulah ia dapat mencurahkan isi pengetahuannya dan dengan perantara murid itu pula ia dapat memperoleh derajat atau tingkat sebagai pengajar atau guru, guru yang semacam inilah yang juga disebut mencintai orang lain untuk mencari keridhaan Allah.

Seseorang yang suka menyedekahkan hartanya karena Allah bukan karena pamer atau riya’, suka mengumpulkan tamu-tamunya lalu menjamu mereka dengan berbagai makanan yang lezat serta yang enak makanannya yang dilakukan semata-mata karena untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia suka kepada seorang pemasak karena ketelitian dan kebaikan cara memasaknya, maka orang inipun termasuk pula dalam golongan pencinta untuk mencari keridhaan Allah.

Seseorang yang mencintai kepada seseorang yang suka menyampaikan sedekah atau zakatnya kepada orang-orang yang hendak menerimanya. Jadi ia mencintainya juga karena Allah. Demikian pula seseorang yang mencintai kepada pelayannya yang membersihkan dirinya untuk mencuci pakaian, membersihkan lantai rumahnya atau memasakkan makanannya, kemudian dengan demikian tadi ia sendiri dapat penuh mencurahkan ilmu pengetahuan serta amalan shalehnya, sedang maksudnya menggunakan pelayan dengan pekerjaan tadi adalah untuk terus menerus dapat beribadah, itupun orang yang mencintai karena Allah juga.

Apabila seseorang itu menikahi seorang wanita yang shaleh, yang demikian itu dimaksudkan agar dirinya dapat terhindar dan terjaga dari godaan syaitan dan pula guna menjunjung agamanya atau agar nantinya dapat dikarunia oleh Allah seorang anak yang shaleh, seseorang mencintai isterinya karena karena isteri itulah yang merupakan perantara atau alat kepada tujuan-tujuan keagamaan, maka kedua macam orang itupun termasuk mencintai karena Allah.

Memang, bukan sekali-kali yang merupakan syarat mencintai Allah itu harus tidak mencintai harta dunia, sehingga bagiannya dari keduniaan itu ditinggalkannya sama sekali, itu tidak, sebab isi do’a yang diperintahkan oleh para nabi adalah mencakup antara kepentingan dunia dan akherat, sebagaimana yang tertera dalam Al Qur’an surat Al Baqarah 2;201, ”Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan peliharalah kami dari siksa neraka”, dalam sebuah hadis rasulullah berdo’a, ”Ya Allah sesungguhnya saya memohonkan kepada-Mu suatu kerahmatan yang datangnya itudapatlah saya memperoleh keselamatan, kemuliaan-Mu di dunia dan di akherat”.

Harta, tahta dan wanita yang dikaruniakan Allah dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah karena mencintai Allah bukan berarti hidup jauh di pengasingan dengan pakaian dan makanan yang sangat menyedihkan, sebagaimana layaknya seorang sufi, namun demikian tidak sedikit pula menusia yang jauh dari Allah karena memiliki fasilitas dunia yang menodai, dia terlalu cinta kepada dunia padahal tidak akan lama didiaminya dan terlalu takut dengan kematian, padahal mati merupakan awal kehidupan yang abadi.

Bila hal ini difahami, tidak akan kita temui orang yang memiliki harta tapi bakhil tetapi sebaliknya mereka adalah orang yang penyantun dengan mendermakan sebagian hartanya kepada yang berhak disantuni, tidak akan kita temui para pemilik kekuasaan yang menindas si lemah dan menekan si bodoh, namun para penguasa yang menegakkan kebenaran dan mengangkat silemah menjadi kuat, juga tidak akan kita temui orang yang melacurkan dirinya dengan perbuatan maksiat yang menjijikkan.

Manusia adalah makhluk Allah yang punya hubungan istimewa yaitu hubungan cinta, hubungan kasih sayang antara hamba dengan Khaliqnya. Hubungan ini terujud karena nilai iman yang tinggi dan pemahaman tauhid yang benar, sehingga seorang mukmin meletakkan posisi cintanya sesuai dengan prioritas [9;24], bahkan Allah menggambarkan bagaimana seorang mukmin meletakkan dasar cintanya kepada Allah selain mencintai yang lain [2;165] ”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Kedua bentuk cinta tersebut memiliki ciri yang sama dan khas dan itu merupakan alat ukur cinta seseorang kepada orang yang dicintainya, baik cinta itu karena Allah atau karena syaitan, adapun standard cinta tersebut adalah;

Pertama, banyak menyebut nama orang yang dicintai. Dalam segala waktu dan kesempatan tidak pernah hilang dari ingatan untuk mengenang dan mengingat kekasihnya, siang hingga malam, dikala siang jadi angan-angan, waktu malam jadi impian, demikian pula cinta kepada Allah, dia telah menjadikan seluruh aktivitasnya untuk zikir hanya kepada Allah [8;2] ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.

Kedua, kagum kepada yang dicintai. Segala kebaikan dan keindahan yang ada pada yang dicintai menjadi sorotan pertama sehingga menutupi kekurangan kekasihnya. Seluruh penampilan dari kekasihnya menarik dan menyenangkan hati yang memandang, sejak dari kedipan mata, hidung yang mancung, bibir yang indah, body yang menarik, semuanya seolah-olah sempurna, jauh dari cacat dan cela [1;1]. ”Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Ketiga, ridha terhadap orang yang dicintai. Apapun yang diperlakukan oleh kekasih tidak pernah merasa kesal, sedih ataupun membalas, bahkan perlakuan tadi harus diterima dengan senang hati, sabar dan tabah sebagai ujud cinta yang tulus [9;61] ”Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya." Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.”

Keempat, siap berkurban untuk yang dicintai. Kurban apa saja akan dilakukan demi orang yang dicintai, baik waktu, tenaga, materi bahkan jiwa ragapun siap dikurbankan demi keutuhan cinta, bahkan pengurbanan merupakan salah satu indikator mutlak untuk menunjukkan ketulusan cinta[2;207] ”Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”

Kelima, takut dengan ancaman orang yang dicintai. Hal ini membuat kekasih berprilaku yang sopan dan baik, takut bila sang kekasihnya murka apalagi memberikan ancaman sehingga dia rela berbuat apa saja demi menyenangkan hati kekasihnya [21;90] ”Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami.”

Keenam, mengharapkan sesuatu dari orang yang dicintai. Baik berupa senyuman yang manis, tegur sapa yang menyenangkan hingga harapan yang melambung tinggi [21;90]

Ketujuh, taat kepada yang dicintai. Sehingga program apapun yang diberikan oleh kekasihnya tidak pernah ditolak bahkan membutuhkan program-program tertentu untuk meningkatkan kualitas cinta [ 24;51] ”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Kedelapan, suka membaca surat kekasih. Sehingga tiada waktu yang tersisa semua digunakan untuk mengenang kisah kasih dengan orang yang dicintai, surat menyurat adalah komunikai yang efektif untuk menyambungkan tali kasih sayang [2;2-3] ”Kitab(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepadamereka.”

Kesembilan, suka menyendiri dengan yang dicintai. Ada hal yang sangat penting dibicarakan hanya untuk berdua saja, tidak perlu orang lain tahu, suasana begini yang amat diharapkan oleh orang yang sedang bercinta, larut malam, hujan gerimis, petir bersambar dan nyamukpun banyak bagi mereka bukan masalah bahkan menambah indahnya pertemuan.

Kesepuluh, suka datang ke tempat kekasih. Walaupun resiko yang dihadapi sangat berat . seperti orangtuanya marah, dianggap maling, dikejar polisi, kena hardikan anjing herder, bahkan perjalanan harus melewati kuburanpun akan dilewati, hanya satu tujuan dengan semboyan,”Lautan dalam akan diseberangi dan gunung tinggi akan didaki”

Kesebelas, mengakui kesalahan bila melakukannya. Hal ini dilakukan untuk mencari simpati serta jangan sampai kemarahan sang kekasih berlarut-larut.

Itulah sebelas standard cinta seseorang kepada kekasihnya, salah satu tidak ada apalagi semuanya tidak melekat maka diragukan cintanya, demikian pula cinta hamba kepada Khaliqnya harus terujud dengan banyak berzikir, kagum kepada Allah, ridha terhadap apapun yang diberikan Allah, siap untuk berkurban, takut dengan siksa-Nya, mengharapkan rahmat-Nya, taat kepada Allah tanpa reserve, suka membaca Al Qur’an, menyendiri dengan tahajud dan munajad, datang memenuhi panggilan Allah dalam seluruh segala perintah serta tidak lupa bertaubat bila melakukan ma’siyat atau dosa dan kesalahan.

Cinta atau mahabbah kepada Allah adalah konsekwensi dari iman yang mendalam, dia harus mampu meletakkan segala cintanya kepada yang lain dibawah cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah merupakan akhir dan titik klimaks dari seluruh tingkatan dan tahapan dalam kehidupan orang yang menapaki jalan menuju Allah. Cinta adalah tingkatan yang paling tinggi, agung, bermanfaat dan wajib bagi manusia untuk selalu mencintai-Nya, karena-Nya kita telah menuhankan-Nya, yang kewajiban tadi tertumpu pula kepada hamba untuk mengabdikan dirinya dalam menjalankan segala asfek ibadah sesuai perintah-Nya dan menjauhi semua larangannya. Hakekat ibadah sendiri adalah totalitas rasa tunduk dan merendahkan diri di hadapan sang Khaliq, Allah berfirman dalam surat Al Maidah 5;54
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”

Cinta kepada Allah merupakan sari kehidupan bagi hati dan konsumsi pokok dari setiap jiwa insani. Tidak ada kelezatan, kenikmatan, kebahagiaan dan kehidupan bagi hati kecuali dengan cinta itu. Apabila hati insan kehilangan cinta, maka ia merasakan sakit yang sangat, melebihi mata yang kehilangan korneanya, telinga yang kehilangan gendang pendengarannya, bahkan kerusakan hati. Apabila hati telah kosong dari cinta kepada Khaliq maka dapat dipastikan bahwa rusaknya hati lebih parah daripada rusaknya raga ketika terpisah dari rohnya. Hal semacam ini sulit dipercaya, kecuali oleh mereka yang hatinya memiliki nur hidayatullah, sebab orang yang meninggal tidak merasa sakit sekalipun dia dilukai.

Fattah Al Mushili berkata,”Orang yang memiliki mahabbah [cinta] baginya dunia ini bukan tempat mereguk semua kelezatan yang kekal, selalu mengingat Allah walau sekejap mata”.

Ulama Salaf berkata,”Orang yang bercinta, hatinya senantiasa melayang mencari-Nya, banyak menyebut-Nya, mencari keridhaan-Nya dengan segala cara yang ia mampu untuk melakukannya berupa amalan-amalan fardhu maupun sunnah dengan merasakan rindu hyang membara kepada-Nya”.

Seorang wanita dari kalangan Salaf memberi nasehat bagi putra-putranya,”Biasakanlah kamu mencintai dan taat kepada Allah, sebab orang-orang yang bertaqwa itu hatinya selalu tunduk kepada ketaatan, sehingga seluruh anggota tubuhnya merasa asing jika berbuat di luar hal itu…”

Disuatu malam Rasulullah dan Aisyah menunaikan shalat Isya berjama’ah, setelah selesai shalat maka Aisyah tidur, sedangkan Rasul melanjutkan shalatnya, di tengah malam Aisyah tersentak, dia melihat Rasul sedang shalat juga, lalu dia tunggu Rasul mengakhiri shalatnya dan bertanya,”Ya Rasulullah, bukankah syurga sudah pasti engkau masuki, dosa-dosamu yang lalu, hari ini dan yang akan datang dihapuskan Allah, kenapa shalatmu demikian banyak,” Rasul memberikan jawaban bahwa semua yang beliau lakukan itu lantaran cinta kepada Allah dan rasa syukur yang mendalam.

Seorang Sufi wanita bernama Rabi’ah al Adawiyah bermunaja kepada Tuhannya dengan penuh tawaddhu,”Ya Ilahi seandainya aku beribadah kepadamu karena takut dengan nerakamu maka masukkanlah aku ke dalam jahanam, bila aku beribadah kepada-Mu karena mengharapkan syurga-Mu maka jauhkanlah dia daripadaku, namun bila aku beribadah karena cinta kepada-Mu, maka janganlah aku Kau sia-siakan”.

Demikian pula ungkapan cinta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam sebuah kata-katanya, “Bila mereka mencampakkanku maka saatnya aku bertamasa bersama-Mu, bila mereka mengurungku, itulah saatnya aku berkhalwat dengan-Mu, seandainya mereka menggantungku, itulah saatnya aku cepat bertemu dengan Rabbku”.

Bila cinta hamba kepada Khaliqnya telah terjadi penyelewengan maka Allah akan menjatuhkan vonis kepadanya dengan cap fasiq serta akan diberikan siksa yang pedih, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah 9;24 “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu sukai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya”, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq”.

Untuk itulah kita harus menempatkan prioritas cinta itu pada posisi yang benar yaitu Allah, Rasul dan Jihad, setelah itu boleh yang lainnya agar cinta tadi tidak ternoda oleh kekafiran dan kemusyrikan. Mencintai Rasulullah adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap mukmin disamping kewajiban-kewajiban syariat Islam lainnya. Bahkan cinta kepada Rasululah serta mengikuti tuntunannya adalah bukti cinta kepada Allah Swt, Allah berfirman dalam surat At Taubah 9;24, “Katakan hai Muhammad, “Jika kalian mencintai Alah maka itulah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampungi dosa kalian”. Karenanya sejarah kehidupa para sahabat penuh dengan episode-episode Mahabbaturrasul dalam berbagai bentuknya.

Suatu hari Umar bin Khattab Radhiyalahu’anhu bersama Rasulullah saw, sebagaimana biasa beberapa hal menjadi pembicaraan Rasulullah dan para sahabat lainnya.”Ya Rasulullah, aku lebih mencintai engkau dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri”, ucap Umar saat itu kepada Rasulullah. “Wahai Umar, cintamu itu belum bisa diterima, sampai engkau mencintai aku dari segala sesuatu termasuk dari dirimu sendiri”, sahut Rasululah.

Mendengar jawaban Rasulullah itu, seketika itu juga Umar bin Khattab mengatakan, “Ya Rasulullah kini aku mencintai engkau lebih dari mencintai diriku sendiri”, maka Rasululah menyambung, “Barulah sekarang benar wahai Umar”. Dari dialoq itu, Rasulullah lantas bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai baginya dari dirinya, orangtuanya, anak-anaknya dan semua manusia” [HR. Bukhari].

Diawal sejarah Islam, seorang Abu Bakar disiksa oleh kafir Quraisy karena berani membaca ayat-ayat Al Qur’an dihadapan mereka, sampai babak belur dan pingsan. Begitu siuman, yang ditanyakan Abu Bakar adalah Rasulullah, “Bagaimana keadaan Muhammad Rasulullah?” .

Suatu hari Rasulullah mengirim empat orang da’i ke kabilah ‘Udhal dan Qarah, keempat da’i itu dikhianati dan dibunuh di tengah perjalanan. Salah seorang dari mereka bernama Zaid bin Datsinah. Menjelang beberapa saat hendak dibunuh, orang-orang kafir pengecut itu menawarkan sesuatu kepadanya, ”Bagaimana kalau kamu saat ini duduk dengan nyaman bersama keluargamu, sementara sebagai gantinya Muhammad yang ada di sini”, ”Demi Allah, sekejappun aku tidak rela jika sekarang ini Muhammad terkena duri sedikitpun sedang aku duduk bersenang-senang bersama keluaragaku”, jawab Zaid bin Datsinah dengan tegas.

Laksana petir, jawaban itu sungguh memerahkan telinga. Keheranan dan segala kebencian berbaur dalam hati mereka, sampai salah seorang dari mereka berucap, ”Tidak ada seseorang yang dicintai oleh para sahabatnya, sebagaimana cintanya sahabat Muhammad kepada Muhammad”.

Sementara itu usia perang Uhud yang melelahkan, kaum muslimin berkemas. Syahidnya sahabat-sahabat agu ng belum bisa begitu saja dilupakan dari benak mereka. Disatu sisi kebahagiaan tergambar, bahwa mereka yang syahid akan segera bertemu dengan para syuhada’ Badr di syurga. Tetapi disisi lain semua itu tidak begitu saja dapat menghapus rasa kehilangan yang mendalam.

Ditengah suasana itu, tampak seorang wanita yang sedang mencari-cari seseorang. Tak berapa lama ada orang membawa tandu yang isinya jenazah, ”Jenazah siapa itu ?” tanya wanita itu. ”Jenazah anakmu”, jawab yang membawa tandu. Tetapi wanita itu diam saja. Diapun berlalu dan berjumpa dengan jenazah suaminya. Dia tetap diam saja. Kemudian dia bertemu dengan orang yang membawa jenazah kakaknya sendiri, diapun diam saja, ”Biarlah semua keluargaku syahid dalam jihad ini, tapi bagaimana keadaan Rasulullah ? betulkah dia wafat? Sebelum bertemu beliau hatiku tidak akan tenang” kata wanita itu dengan rasa cemas.

Masih banyak kisah-kisah yang menggambarkan bagaimana kecintaan para sahabat kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah dan pasukan kaum muslimin sampai di Tabuk, Abu Khaitsamah keluar dari barisan lalu pulang. Sesampainya di rumah rupanya sang isteri telah menyediakan makanan dan minuman lezat. Seketika terbayanglah olehnya wajah Rasulullah yang hari itu disengat matahari, bermandikan keringat, siap menyabung nyawa mempertahankan aqidah dan menyebarkan kalimatullah. Dengan penyesalan yang mendalam Abu Khaitsamah berkata dalam hati, ”Bagaimana aku ini, Rasulullah pergi ke medan perang, sedangkan aku bersenang-senang di rumah”. Segera ia memacu kudanya kembali untuk bergabung dengan kaum muslimin.

Ketika hijrah menelusuri perjalanan yang penuh bahaya, Abu Bakar dengan waspada kadang berjalan di depan Rasulullah, kadang di belakangnya, kadang kesamping kanan, sebentar kemudian lari pula ke samping kiri. Beliau khawatir kalau-kalau musuh akan menghantam Rasul dari berbagai posisi lain.

Karena kecintaan yang mendalam pulalah, ketika mendengar kabar bahwa Rasulullah wafat, Umar bin Khattab pada mulanya tidak percaya, ”Siapa yang mengatakan Muhammad telah wafat maka dia akan berhadapan dengan pedangku ini. Dia tidak wafat, tetapi menemui Allah sebagaimana Musa menemui Rabbnya” serunya dengan keras.

Kenyataan ini akhirnya harus diterima Umar bin Khattab, saat Abu Bakar menjelaskan, ”Barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Ia hidup dan tidak mati. Tetapi barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya ia telah mati”, lalu beliau membaca firman Allah, ”Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya para Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang [murtad]” [Ali Imran 3;144].

Rasulullah sendiri sangat mencintai ummatnya. Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah adalah orang yang terakhir meninggalkan Mekkah. Ketika sudah jelas bahwa ummatnya selamat semua di Madinah, barulah beliau meninggalkan Mekkah dalam bahaya yang sangat besar.

Sementara sesudah masa keemasan itu, sejarah kemudian mencatat bahwa tidak sedikit pemimpin yang tampaknya dicintai dan diagung-agungkan rakyatnya. Tetapi begitu lengser, ia dihujat, dicaci maki bahkan diseret ke pengadilan. Ironinya tidak sedikit dari para penghujat itu yang sebenarnya bekas penjilat pemimpin yang dihujat itu.[Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010.M]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Jilbab


Oleh Mukhlis Denros

Pakaian atau busana merupakan alat penting untuk menjaga kesucian dan menunjukkan identitas apalagi dalam ajaran islam ada batasan tertentu tentang aurat yang boleh tampak dan dilarang untuk dipandang oleh orang lain. Pakaian merupakan alat penting untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menyeret kepada zina sekaligus melindungi diri dari cuaca dan sebagai identitas pribadi yang memakainya.

1. Batas Aurat Pria dan Wanita
Aurat berasal dari bahasa Arab. Dalam kamus dijelaskan bahwa aurat adalah hal yang jelek untuk dilihat atau sesuatu yang memalukan bila dilihat. Sedangkan menurut syara’ yang dikatakan aurat ialah sesuatu yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan pada orang lain yang tidak dihalalkan Allah untuk melihatnya.

Adapun batas aurat wanita adalah segenap tubuhnya selain muka dan telapak tangan, demikian pendapat kebanyakan ulama. Dalil-dalil yang dikemukakan para uama mengenai aurat wanita adalah, ”Wahai Nabi, ”Katakanlah kepada isteri-isterimu dan putra-putrimu, serta para isteri orang mukmin, agar memakai jilbab. Karena dengan cara demikian mereka akan mudah dikenal dan tidak akan mudah diganggu orang. Dan adalah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”[Al Ahzab 33;59].
Seluruh tubuh wanita itu merupakan aurat yang wajib bagi mereka menutupinya, kecuali muka dan kedua telapak tangan, firman Allah dalam surat An Nur 24;31, ”Dan janganlah mereka memperlihatkan tempat-tempat perhiasan kecuali yang biasa nampak”.

Maksudnya janganlah mereka memperlihatkan tempat-tempat perhiasan kecuali muka dan telapak tangan, sebagaimana yang diterangkan oleh hadits dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Aisyah, ”Dari Aisyah berkata, bahwa Nabi Muhammad telah bersabda, ”Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah baligh kecuali dengan memakai kerudung”. Dari Ummu Salamah, bahwa ia menanyakan kepada Nabi Saw, ”Bolehkah wanita shalat dengan memakai baju kurung dan selendang, tanpa kain dan sarung ? ” Nabi menjawab,”Boleh, asal baju itu dalam hingga menutupi punggung dan kedua tumitnya”.

Aurat yang wajib ditutupi oleh laki-laki sewaktu shalat ialah kemaluan dan pinggul. Mengenai yang lain, yakni paha, pusat dan lutut, maka terdapat pertikaian disebabkan bertentangan dengan hadits-hadits tentang hal itu. Orang mengatakan bahwa itu aurat, mengambil alasan kepada hadits berikut, ”Dari Muhammad bin Jahsi, Rasulullah lewat pada Ma’mar yang kedua pahanya sedang terbuka, maka sabdanya, ”Hai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu aurat” [Bukhari].
Sejarahpun telah mengungkapkan bahwa Rasulullah dengan para sahabat ketika itu sedang memperbaiki dinding masjid Madinah, lalu angin bertiup kencang sehingga menyibakkan gamis beliau, betis beliau nampak, dengan kejadian ini Rasulullah lari dengan muka merah dan rasa malu yang sangat.
Berarti walaupun menurut fiqh bahwa batasan aurat laki-laki adalah dari pusat sampai ke lutut tapi Siroh membuktikan dan mengatakan bahwa betis lelakipun tidak pantas diperlihatkan kepada orang lain apalagi paha sehingga tidak pantas seorang lelaki muslim dengan aktivitas apapun seperti olah raga hanya memakai celana pendek.

2. Hubungan Busana dengan Aqidah
Aqidah atau keimanan memiliki asfek yaitu lisan, artinya mengakui beriman kepada Allah, maka ia harus mampu mengucapkan keimanan itu, tiada yang pantas terjawab dari bibirnya selalu ”Sami’na wa atha’na” kami mendengarkan dan kami taati, sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur 24;51, ”Sesungguhnya jawaban orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum diantara mereka ialah ucapan ”Kami mendengar dan kami patuhi” dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Asfek iman kedua yaitu hati, disamping iman terucap dengan lisan dia juga harus terhunjam di hati, difirmankan oleh Allah, ”Orang-orang Baduy itu berkata, ”Kami telah beriman”, katakalah kepada mereka, ”Kamu belum beriman”, tetapi katakanlah, ”Kami telah Islam” karena iman belum masuk ke dalam hatimu....’[Al Hujurat 49;14].
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Allah mereka bertawakkal” [Al Anfal 8;2].
Bila iman hanya terhunjam di hati, artinya seseorang percaya kepada Allah dan seluruh syariatnya hanya sekedar di hati saja berarti samalah dia dengan Iblis dan Fir’aun karena kedua tokoh ini juga beriman kepada Allah di hatinya saja tapi lisannya ingkar apalagi amalnya.

Asfek yang ketiga yaitu amal, seseorang bila beraqidah tauhid harus mampu membuktikan imannya melalui amal karena iman harus setali dengan amal sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ashr 103;1-3, ”Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh....”. atau peringatan Allah dalam surat Ash Shaffat 61;2-3, ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat, amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.

Ketiga asfek tadi yaitu lisan, hati dan amal dapat diujudkan berarti jadilan dia sebagai muslim atau mukmin yang konsekwen. Untuk mengujudkan iman tadi salah satu diantaranya pada busana yaitu pakaian yang sesuai dengan norma Islam.

3. Hubungan Busana dengan Ibadah
Allah berfirman dalam Adz Dzariyat 51;56, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia itu kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Yang dimaksud dengan ibadah bukan yang terangkum dalam rukun islam saja tapi seluruh aktivitas yang dilakukan berdasarkan syariat islam dalam rangka mencari nafkah. Dengan demikian setiap gerak dan gerik dan yang dipakai, yang dimakan dan yang diminum oleh seorang muslim jika dilandasi dengan iman adalah dalam rangka beribadah kepada Allah.

4. Hubungan Busana dengan Akhlaqul Karimah
Doktor H. Suhairi Ilyas MA, mengungkapkan tentang hubungan busana dengan akhlaQ, Busana bukan hanya merupakan hubungan yang erat dengan aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Busana memberikan pengaruh terhadap diri pribadi yang memakai busana tersebut ataupun terhadap pribadi-pribadi di sekitarnya.

Seorang wanita yang berbusana muslimah tanpa disadarinya busana tersebut akan mempengaruhi dan membentuk wataknya sesuai dengan akhlak mulia seorang muslimah. Bila berbusana bintang atau artis kesayangannya umpamanya, tanpa disadarinya tingkah dan akhlaknya akan mengarah pula pada tingkah laku dan akhlak artis pula.

Sebaliknya bila seorang artis yang biasanya memakai busana setiap harinya dengan selera zaman dan hawa nafsu belaka, akan tetapi setelah dia mempelajari tentang akhlak mulia dan kepribadian muslimah, akhirnya dengan penuh kesadaran diapun akan memulai memakai busana muslimah yang menjunjung tinggi akhlak mulia.

Demikian hubungan timbal balik antara busana dan akhlak seseorang. Sedangkan hubungan/ pengaruh antara busana dengan akhlak masyarakat dapat kita jelaskan seperti berikut;
Apabila seorang wanita islam memakai busana muslimah yang sempurna setiap pergi ke suatu tempat/ keluar rumah, maka dikala dia lewat di hadapan kumpulan pemuda, pada umumnya para pemuda yang melihat dan memperhatikannya akan berfikir dua kali atau lebih untuk mengganggunya atau menggoda. Bahkan mereka merasa segan dan hormat karena pantulan akhlak mulia yang terpancar dari celah-celah busana muslimah yang dipakainya itu.

5. Dasar Busana Muslimah
Dienul islam tidak saja mengatur hubungan antara manusia dengan Ilahnya tetapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia. Bahkan islam mengatur seluruh asfek kehidupan insani. Ajaran islam memang lengkap dan detail, semua hal, mulai dari urusan meja makan bahkan WC sampai urusan negara ada aturannya. Dari masalah pribadi, keluarga, masyarakat sampai urusan ummat seluruh dunia semua ada aturan mainnya dan sama kadar perhatiannya.

Tak satu perbuatanpun yang dilakukan oleh manusia atau ucapan yang keluar dari mulutnya kecuali ajaran islam telah mempunyai sikap yang jelas. Entah untuk memerintahkan, melarangnya, menganjurkannya, tidak menyukainya atau memasukkan ke dalam kelompok mubah.

Semua bentuk tingkah laku moral, adat istiadat, perbuatan dari yang kecil sampai yang paling besar semua mendapatkan perhatian yang serius dari ajaran islam. Bahkan hal-hal yang pelaksanaannya berdasarkan instingpun seperti makan, minum, tidur dan berpakaian islam sudah membuat aturan dan batas-batas moralnya, ”Hai anak-anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan...[Al A’raf 7;2]. ”Hai anak-adak Adam, janganlah kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga, ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya...’’[Al A’raf 7;27].

Demikianlah dua ayat yang menerangkan masalah pakaian, Allah menjelaskan juga masalah pakaian dalam pergaulan rumah tangga sebagaimana yang tertera dalam surat An Nur 24;58, apalagi busana khusus bagi muslimat dan mukminat, yang penjelasannya tercantum dalam dua surat dan dua ayat yang menjadi pokok masalah. Pakaian muslim yang dimaksud adalah jilbab. Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya ”Jalaabib” artinya pakaian yang lapang/luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutupi aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan saja yang ditampakkan, Allah berfirman, ”Hai Nabi, Katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan para wanita yagn beriman supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya mereka lebih patut dikenal, maka merekapun tidakdiganggu. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[Al Ahzab 33;59].

”Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, supaya mereka manahan penglihatannya, dan memelihara kehormatannya, dan tidak memperlihatkan perhiasannya [kecantikan] kecuali yang nyata kelihatan [muka dan telapak tangan]. Maka julurkanlah kerudung-kerudung mereka hingga ke dadanya. Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya/ kecantikannya kecuali kepada suami mereka...”[An Nur 24;31].

Dalam haditspun kita temukan dalil bahwa berjilbab bagi seorang wanita yang mengaku beriman dan telah baligh adalah wajib, ”Berkata Aisyah, ”Mudah-mudahan Allah mengasihi para wanita muhajirat ketika Allah turunkan ayat ”Dan julurkanlah kerudung-kerudung mereka itu hingga ke dadanya...” mereka sama merobek kain-kainnya yang belum berjahit, lalu mereka gunakan buat kerudung”.

Ummu Athiyah berkata, ”Kami [kaum wanita] diperintahkan mengeluarkan para wanita yang sedang haid pada hari raya dan juga para gadis pingitan untuk menghadiri [menyaksikan] jama’ah dan do’a kaum muslimin, tetapi wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat shalatnya. Seorang wanita bertanya, ”Ya Rasulullah salah seorang kami tidak mempunyai kain jilbab”, jawab Nabi, ”Hendaklah temannya meminjamkan jilbab kepadanya”.

Mengenakan jilbab atau kerudung itu diwajibkan bagi wanita muslimat, sama dengan kewajiban-kewajiban yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lainnya. Dalam arti kata, jilbab atau kerudung itu wajib hukumnya, apabila tidak dilaksanakan maka ia berdosa, apabila dilaksanakan ia berpahala, dengan kata lain, jilbab atau kerudung itu mempunyai sangsi yang besar sebagaimana halnya shalat, puasa, zakat dan lain-lain, atau mempunyai sangsi besar apabila dilaksanakan. Semua itu wajib bagi wanita muslimat yang beriman.

Seorang wanita wajib menutup auratnya dengan baik yaitu mengenakan busana muslimat yang dinamakan dengan jilbab sejak ia telah baligh sebagaimana telah diceritakan oleh ibunda Aisyah, bahwa adiknya yang bernama Asma binti Abu Bakar pernah datang menghadap Rasulullah dengan pakaian agak tipis, Rasulullah berpaling dan bersabda, ”Wahai Asma, bila seorang wanita telah baligh tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini” lalu Rasulullah menunjukkan pada muka dan telapak tangannya”[HR. Abu Daud].

Sedangkan bila wanita telah berusia lanjut yang berhenti haidnya dan tidak lagi bisa mengandung. Hukumnya mengenakan jilbab sunnat saja, begitu juga anak kecil yang belum baligh sunnat hukumnya memakai jilbab tidak wajib yang didalamnya ada unsur-unsur pendidikan dan latihan, ”Dan wanita-wanita yang sudah tua dan tidak mengharapkan perkawinan lagi, tiada salahnya mereka menanggalkan pakaian luarnya dengan tidak menampakkan perhiasannya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [An Nur 24;60].

Ayat ini tidak menekan wanita yang sudah tua harus mengenakan jilbabnya atau pakaian luarnya. Yang demikian itu lebih baik dan lebih sopan atau utama dibandingkan dengan yang tidak memakai jilbab. Tetapi bukan berarti mereka boleh menanggalkan seluruh pakaiannya sehingga tampak semua auratnya, yang boleh ditanggalkan hanya pakaian luarnya atau jilbabnya saja.

6. Sahnya Sebuah Busana Muslimah
Muslimah yang sudah menemukan jati dirinya akan semakin membungkus diri dari padangan laki-laki yang bukan haknya, jika kesadaran itu semata-mata didasari oleh anggapan bahwa jilbab adalah mode yang sangat trend, bukan juga didasari pada anggapan bahwa jilbab adalah sekedar simbul atau jilbab kebudayaan Arab saja. Sungguh semua itu tak layak menjadi dasar bagi wanita muslimah dalam mengenakan jilbab.

Kalaupun masih ada yang mencoba membungkus diri, namun masih menyisakan sebagian betis dan telapak kaki serta lengan bawah apalagi rambut, itu merupakan persoalan tersendiri. Bagi muslimah berbusana dimotivasi oleh iman. Tetapi ada pula motivasi lain seseorang mau mengenakan jilbab diantaranya; karena didasari oleh iman, ilmu dan taqwa kepada Allah, tak ada yang memaksa dan tidak pula dipaksa. Jika karena hendak menonjolkan eksistensi dan perbedaan diri dengan maksud riya’ yaitu supaya dipandang dan memperoleh sanjungan orang lain, ini jelas tidak ikhlas. Bukan karena ditimpa oleh sesuatu peristiwa yang menyentuh hati, sehingga ia bertekad untuk melaksanakan hukum islam salah satu diantaranya mengenakan jilbab, karena faktor lingkungan, kebudayaan dan pendidikan yang diterimanya dan karena pengaruh tekanan pihak tertentu.

Namun begitu motivasi orang mengenakan jilbab masih lebih baik dari orang yang tidak berjilbab karena niat yang tadinya suci tapi setelah mendalami islam lama kelamaan keikhlasan tadi akan terujud. Apalagi senantiasa mengoreksi diri dan melakukan penelaahan tentang asfek ajaran islam. Sedangkan wanita muslimat yang tidak mau memakai jilbab juga disebabkan oleh beberapa hal diantaranya; karena kemunafikannya, karena kebodohan, karena penuh dosa dan maksiat, karena faktor lingkungan dan tekanan pihak lain.
Busana muslimah, tentu kita tidak mau membuat aturan tersendiri dalam memakainya. Kita tidak pilih kasih, semua anggota badan harus ditutupi meskipun itu anggota badan yang paling indah menurut ukuran dan penilaian kita. Dispensasi hanya berlaku bagi muka dan telapak tangan, tidak lebih dari itu, adapun standard baiknya busana muslimah itu adalah;
1. Busana atau jilbab yang menutupi seluruh tubuhnya selain yang dikecuaikan yaitu muka dan telapak tangan.
2. Busana yang bukan untuk perhiasan kecantikan, atau tidak berbentuk pakaian aneh menarik perhatian dan tidak berparfum [wangi-wangian].
3. Tidak tipis sehingga menerawang dan tampak bentuk tubuhnya.
4. Tidak sempit sehingga tampak bentuk lekuk tubuhnya.
5. Busana yang tidak menampakkan betis/kakinya.
6. Tidak menampakkan rambutnya walaupun sedikit dan tidak pula leher dan dadanya.
7. Busana yang tidak menyerupai pakaian seorang lelaki dan tidak menyerupai pakaian dan tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir/ non muslim.
8. Busana yang pantas dan sederhana.

Dalam memakai busana muslimah ada aturannya yang harus diperhatikan dan ketika apa saja sehingga seseorang muslimah wajib mengenakan jilbab dan pada waktu tertentu boleh membukanya. Dari beberapa hadits maupun dalam Al Qur’an sendiri mengandung keterangan tentang jilbab atau kerudung ini kita dapat memetik pokok-pokok penting tentang waktu-waktu seorang muslimah memakai jilbab diantaranya;
a. Waktu muslimah hendak keluar rumah, baik siang maupun malam, baik keluarnya itu untuk suatu kewajiban ataupun untuk keperluan lain, maka kewajibannya untuk mengenakan jilbab.
b. Apabila mereka menerima kehadiran orang laki-laki di rumahnya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
c. Apabila ada pengunjung lelaki yang hadir disamping/ di sekitar/ di dekat rumah kediamannya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
d. Apabila mereka berada di tempat terbuka untuk umum atau tempat orang lain sering hilir mudik dan dapat jelas memandangnya, maka baginya wajib mengenakan jilbab.
e. Jilbab boleh dilepas apabila berada dalam rumahnya yang tidak ada laki-laki lain kecuali muhrimnya atau yang telah dinyatakan dalam surat An Nur 24;31 ”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka [anak tiri] atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”.

7. Hikmah Memakai Jilbab
Apabila wanita muslimah mau dan mampu berbusana muslimah secara sempurna maka banyak hikmah yang akan didapatkan yaitu;

Pertama, keberadaannya akan mudah diidentifikasi [dikenal] sebagai muslimah, sebagaimana yang termaksud dalam surat Al Ahzab 33;59, ”Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”.

Kedua, mencegah terjadinya pelecehan seksual yang sangat merendahkan wanita itu.

Ketiga, dapat mewujudkan tertatanya eika dan tatanan moral masyarakat. Saat ini hampir setiap hari kita menemukan berita pemerkosaan yang dilakukan oleh kaum remaja. Salah satu penyebabnya adalah tumbuhnya ransangan dari kaum wanita yang berdandan seronok. Ransangan itu kemudian disalurkan kepada pacar, WTS, atau melakukan pemerkosaan. Begitulah rusaknya tatanan moral sebagai akibat pencampakan hijabul mar’ah [hijab wanita].

Keempat, mampu mewujudkan izzah [harga diri] islam. Inilah hikmah yang terpenting. Bila hal ini telah terujud maka ummat islam tidak lagi hanya menjadi obyek dari peradaban barat. Sebaliknya, suatu saat ummat islam yang akan memimpin dunia.

Adapun sumbangan nyata dari kaum muslimah adalah kemampuannya dalam menangkis arus mode jahili dengan makin tegaknya jilbab. Sungguh mode jahili yang sekarang berkembang memang secara sengaja bertujuan untuk merusak islam lewat kaum muslimahnya. Suatu penyusupan yang sangat halus dan rapi. Sebab itu sudah saatnya kita menyadari bahwa Paris sebagai pusat mode internasional, dengan perancang dari Yahudi dan Nasrani, senantiasa berusaha memerangkap kita. Tujuannya akhirnya adalah menelanjangi Adam dan Hawa. Betapa jahat dan kotornya misi yang mereka rancang itu.

Selain hal diatas, busana muslimah itu merupakan kewajiban seorang muslimah, maka selayaknya pula pakaian yang islami tersebut diiringi dengan kepribadian yang islami, jangan ada ucapan sumbang yang sengaja memojokkan orang yang berbusana muslimah dengan kalimat,"Percuma saja dia pakai jilbab kalau kelakuannya begitu", jadikanlah busana muslimah itu juga mencerminkan kepribadian seorang muslimah dengan kriteria sebagai berikut;

1.Mauqiful Hayau/Sikap Malu
Seorang muslimah harus punya rasa malu pada dirinya apalagi berinteraksi dengan lawan jenis karena demikian akhlak islam mengajarkan, Rasulullah bersabda,"Rasa malu tidaklah mendatangkan sesuatu, melainkan kebaikan semata" [HR. Bukhari] "Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak islam adalah rasa malu" [HR. Malik].

Al Qur'an menggambarkan bahwa prilaku malu merupakan milik wanita mulia sejak zaman dahulu, sebagaimana kisah anak nabi Syu'aib yang bertemu dengan nabi Musa; "Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu Telah selamat dari orang-orang yang zalim itu".[Al Qashash 28;25]

2.Qana'ah/Merasa Cukup
Kehadiran manusia di dunia ini dalam rangka mengabdikan dirinya kepada Allah pada seluruh asfek kehidupan, yang kita kenal dengan ibadah. Salah satu makna dari kalimat La Ilaaha Illallah adalah Laa Ma’buda Illallah yaitu tidak ada yang disembah kecuali Allah, artinya seluruh rangkaian tugas kehidupan seorang mukmin harus bernuansa ibadah sampai kepada mencari rezeki dan menerima rezeki dari Allah dengan rasa qana’ah. Qana’ah adalah sifat mulia seorang mukmin terhadap rezeki yang diberi Allah, dia menerima berapapun jumlahnya sambil terus berusaha memperbaiki nasibnya.
Dalam hal urusan dunia islam mengajak kita untuk memahami hal-hal berikut;

1.lebih baik kaya jiwa; harta bukanlah jaminan untuk menjadi kaya jiwa, kesederhaan harta suami janganlah menjadi hilang perhatian kepadanya, karena sang suami memiliki kaya jiwa yang tidak dimiliki orang lain, Rasulullah bersabda;"Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta tetapi kekayaan adalah kaya akan jiwa".

2.Lihat orang yang lebih rendah; islam menuntun kita bila yang berkaitan dengan ibadah maka lihatlah yang diatas tapi yang berhubungan dengan harta maka lihatlah yang dibawah artinya masih banyak orang lain yang lebih miskin dan sulit hidupnya sehingga akan menjadikan besar artinya nikmat yang diberikan Allah itu; "Apabila salah seorang dari kalian melihat seseorang yang dianugerahi harta dan rupa, maka hendaklah melihat orang yang dibawahnya" [HR. Bukhari].

3.Amanah/ Dapat dipercaya
Wanita muslimah adalah wanita yang dapat amanah atau dapat dipercaya, Allah berfirman dalam surat Al Ahzab 33;72"Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".

Yang dimaksud dengan amanat disini adalah suatu sikap dan sifat pribadi setia, tulus ikhlas dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yangt dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban lainnya, pelaksanaan amanat dengan baik dapat disebut dengan Al Amin berarti yang mendapat kepercayaan, yang jujur, setia dan aman.

4.Tahfidzush Shauti/Memelihara Suara
Seorang wanita boleh bicara dengan orang lain selama memperhatikan sikap dan menjaga kepribadian muslimahnya. Diantaranya dia tidak boleh bicara dengan nada merayu, lembut dan manja kepada orang yang bukan muhrimnya. Apalagi dengan sikap manja dan ingin dimanja karena hal ini akan mengundang lelaki lain tertarik kepadanya. Bukan berarti bersikap kasar dan suara keras, tapi bicaralah dengan tegas dan tepat, tidak bertele-tele dan bermanja-manjaan.

Ibnu Katsir berkata, ”Wanita dilarang dengan lelaki asing dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya”, wanita boleh bermanja-manja atau bicara dengan suara lembut mendayu hanya boleh kepada suami, ayahnya, kakak atau adik kandungnya atau anak dan cucunya.

Dikala dia diganggu oleh lelaki lain, dia harus bicara tegas dengan nada pasti, ”Jangan” sehingga lelaki tadi berfikir dua kali untuk bersikap tidak sopan kepadanya. Tapi bila ucapan wanita itu mengatakan, ”Jangan ah” sambil menampakkan sikap genit lagi manja tentu akan mengundang dan mengandung hasrat dari lelaki tersebut. Kita masih ingat bagaimana sikap bicara anak Nabi Syuaib ketika memanggil Musa untuk datang ke rumah ayahnya, dia bicara lugas dan tepat tanpa dibumbui oleh canda dan sikap merayu. " Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik" [Al Ahzab 33;32]

Setiap muslimah boleh saja mereka pakai make up, hiasan matanya ialah menundukkan pandangan, hiasan bibirnya adalah lipstik kejujuran, hiasan pipinya adalah rasa malu, dia senantiasa menggunakan sabun istghfar untuk membasuh debu-debu maksiat dan daki-daki dosa, sedangkan jilbabnya menjaga rambut dari ketombe, aksesorisnya giwang kesopanan, gelang tawadhu’, cincin ukhuwah, kalung kesucian dan tempat berhiasnya adalah salon iman, wallahu a’lam. . [Cubadak Solok, 20 Ramadhan 1431.H/ 30Agustus 2010.M]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Rabu, 09 Mei 2012

B a h a g i a


Oleh Mukhlis Denros

Buya Hamka mengartikan bahagia adalah tercapai apa yang dikehendaki seseorang, kalau ia ingin jadi seorang sarjana maka dia akan serius belajar hingga gelar itu dapat peroleh, saat itulah rasa bahagai menggelayut di hatinya. Aristoteles mengatakan bahwa bahagia itu adalah kesenangan masing-masing, apapun yang dirasakan oleh seseorang dan dia merasa senang dengan kondisi itu, maka itulah makna bahagia. Sedangkan Imam Al Gazali mengatakan bahagia itu dengan kedekatan seseorang dengan Allah, dalam kondisi apapun dia bila merasa dekat dengan melakukan ibadah maka itulah yang dikatakan dengan bahagia.

Sifat manusia yang digambarkan Allah dalam firman-Nya adalah yang berusaha menghilangkan kesusahan, bahaya dan penderitaan yang dialaminya melalui pertolongan Allah, tapi dikala kesusahan, bahaya dan penderitaan itu dijauhkan dari mereka, dengan pongahnya dia melupakan Allah; "Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang Telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.' [Yunus 10;12]

Pada suatu hari ada seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan, karena panas yang terik, lelah yang dirasakannya, akhirnya sang musafir beristirahat pada sebuah kebun. Dalam suasana hening saat itu lamunannya tertuju pada dua pohon, pohon beringin dan pohon semangka. Dia bergumam dalam hati,"Sungguh Allah tidak adil" ketika dia melihat pohon beringin dengan buah kecil-kecil padahal pohonnya besar, sedangkan pohon semangka yang kecil tapi buahnya besar.

Belum lagi usai dari lamunannya, tiba-tiba jatuhlah buah beringin mengenai matanya, rasa pedih pada matanya mengeluarkan air membuat perasaannya tidak enak lansung sang musafir berkata,"Memang Allah itu adil, kalaulah pohon beringin itu buahnya besar tentu akan hancur mata saya".

Sepanjang sejarah hidup manusia sepanjang itu pula manusia berupaya untuk meraih bahagia dengan berbagai cara hingga harus mengorbankan kebahagiaan orang lain, ada empat bentuk bahagia bagi manusia;

1.Hidup Untuk Makan
Orang yang menjadikan hidupnya hanya untuk makan saja maka dikala makanan belum dia peroleh maka rasa resah dan gelisah selalu menyelimuti dirinya, hidupnya hanya penuh dengan kegiatan bekerja dan bekerja untuk memperoleh makanan setelah makan dia akan bekerja lagi, bila makan telah dia penuhi maka dia merasa bahagia. Bila hidup hanya untuk makan saja maka tidak ubahnya sebagainama hewan;
Sebuah ungkapan mengatakan, dikala seseorang punya jabatan yang paling rendah, dia hanya mampu berkata, ”Apa makan kita sekarang?”, sudah bisa memilih lauk pauk dan pangan untuk setiap makan, statusnya mulai diperhitungkan orang dengan posisi dan fasilitas yang dimiliki, diapun bertanya lain, ”Makan dimana kita sekarang ?”, tidak puas hanya menikmati masakan isteri tersayang, tapi rumah makan dan restoran silih berganti jadi langganannya, dia sudah bisa memilih rumah makan model apa yang harus dikunjungi untuk pejabat seperti dia.

Bukan itu saja, saat posisi itu betul-betul kuat, titelnya membuat orang takut, jabatannya membuat orang salud, diapun bertindah sewenang-wenang dengan mengatakan, ”Makan siapa kita sekarang?”, tidak masalah walaupun rakyat kecil yang didera oleh kesusahan dan kepedihan hidup jadi sasaran tembaknya. Itulah gambarannya arogansi kekuasaan yang tidak dikendalikan oleh iman, bangsa sendiri dimakan, bila perlu anak kemenakan sendiri ditelan demi kekuasaan.

2.Hidup Untuk Kepentingan Dirinya
Bagi orang ini dia akan merasa bahagia manakala segala kepentingan pribadinya dapat terpenuhi sebanyak mungkin sehingga menumpuk-numpuk harta dengan berbagai bentuk menjadi hobynya sehingga dia disebut sebagai hartawan, dia juga mencari dan mengejar nama, pangkat serta kehormatan dengan ambisius.
Ada pendapat yang mengatakan,"Biar Tekor asal Kesohor" artinya untuk meraih kepopuleran dan jabatan tidak masalah kalau harta habis untuk itu, jabatan dan wewenang yang tidak diiringi dengan iman yang kuat cendrung berlaku sombong, ujud kesombongannya nampak pada menyelewengkan jabatan, meremehkan orang lain, menekan bawahan dan menjilat atasan.

3.Hidup Bahagia Dalam Batin dan Rohani
Bentuk kebahagiaan yang lain adalah kebahagiaan hanya dirasakan oleh batin seseorang sehingga tidak memperdulikan bentuk fisiknya, bahkan dunia bagi mereka sama dengan penjara, rasa tersiksa, terhina, pedih dan perihnya dunia ini sehingga berupaya untuk melepaskan diri dari dunia dengan cara bunuh diri. Ada pula yang merasa bahagia bila mendapati dirinya dalam keadaan tersiksa sehingga dia berupaya menyakiti dirinya dengan segala cara.

Penampilan bagi mereka tidak jadi masalah, penilaian orang terhadap dirinya bukan jadi soal, pakaiannya yang terindah adalah penuh dengan koyak dan tambalan, makanan yang terlezat adalah makanan seadanya bahkan dedauan sebagai makanan pokoknya, hidupnya sebagaimana gaya seorang sufi, tidak mengurus dunia bahkan membelakangi dunia dengan tenggelam dan sibuk membenahi batin dan rohaninya. Ajaran ini percaya bahwa alam diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, tapi bukan untuk kesenangan.

a. Alam ini sebagai penjara dan penyiksaan terhadap diri manusia, dengan pendapat segala penderitaan yang dialami di dunia ini sebagai balasan dosa yang telah dilakukan sedangkan segala kebahagiaan adalah balasan kebaikan yang telah dilakukan,

b. Untuk menyelamatkan diri dari dunia harus berkontemplasi atau bertapa, baik pertapaan fisik seperti tidak melakukan aktivitas, berdiam diri dengan duduk pada satu tempat, tidak makan dan tidak minum serta berpakaian yang serba jelek, atau mereka mengekang keinginan terhadap dunia, karena dunia hanya menjanjikan kesengsaraan, kenikmatan dunia adalah semu, akhiratlah atau hidup setelah kematian itulah kehidupan yang layak dikejar.

c. Doktrin ini melahirkan anti sosial, tidak peduli dengan lingkungannya bahkan mereka cendrung mengasingkan diri melalui hidup di goa-goa atau dalam pengembaraan sepanjang hidupnya, salah satunya membentuk pendetaisme sebagai pendeta yang mengharamkan perkawinan, membunuh fithrah dan naluri manusia dengan mengekang diri tanpa menikah sebagaimana layaknya manusia, tak ubahnya dengan biaraisme.

4.Agama Perlu Amal Tidak Perlu
Agama yang dipeluk ummat manusia sebenarnya untuk menyelamatkan hidupnya di dunia hingga di akherat, di dunia hidup manusia akan tertata dengan aturan yang rapi dibawah tuntunan nilai-nilai agama yang berangkat dari hidaah dan keimanan, tuntutan iman adalah harus teraplikasi dengan amal shaleh, tidak sekedar cerita apalagi bertentangan dengan tuntutan iman, bahkan orang yang demikian termasuk orang-orang yang merugi hidupnya;
‘’Demi masaSesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”[ Al Ashr 103;1-3]

Agama hanya sebatas diimani saja tanpa diamalkan maka sia-sialah iman itu apalagi hanya sebatas diingat saja, apakah mungkin agama hanya diingat saja tanpa diamalkan, kalau kita ingin makan karena terasa lapar apakah cukup mengikat lapar lalu perut akan kenyang ? begitu juga kalau seseorang sedang rindu dengan kekasihnya, apakah cukup ingat saja?, tidak, tapi harus ada aktivitas yang dilakukan yaitu mencari makanan bagi yang lapar dan mendatangi kekasihnya kalau sedang rindu, iman perlu amal sebagaimana yang difirmankan Allah;

"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya"[Al Baqarah 2;25].

5.Bahagia Sesuai Dengan Ajaran Islam
Kebahagiaan yang disediakanAllah bukan hanya di dunia saja dan bukan pula di akherat saja, bukanlah bahagia kalau hanya semata-mata memenuhi hidup dengan materi lalu melupakan ukhrawi, nilai bahagia itu semu bila hanya untuk batin saja lalu melupakan lahir.

"Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" [Al Qashash 28;77]

Seorang mukmin bila ingin hidup bahagia dalam dekapan islam maka carilah bekal untuk kampung akherat melalui ibadah kepada Allah, jangan lupakan dunia yang terbentang ini dengan kerja dan usaha maksimal, hidup bersosial dengan berbuat baik kepada manusia dan menjaga lingkungan dengan tidak membuat kerusakan padanya.

Kebahagiaan dunia bagaimanapun gemelapnya paling lama dirasakan oleh manusiaenam puluh tahun, begitu juga kesengsaraan di dunia walaupun penuh dengan derita yang bertubi-tubi juga paling lama dirasakan hanya enampuluh tahun. Kita harus menghadapi dunia dengan penuh tatapan optimis, masa depan bisa diraih dengan cita-cita dan harapan, jauhkan diri dari sikap membenci dunia karena dunia adalah ladang untuk beramal, bagaimanapun kondisi yang alami, seburuk apapun yang dirasakan jangan sampai diselimuti perasaan putus asa apalagi melakukan bunuh diri, Rasulullah bersabda; "Janganlah seseorang mengharap mati karena suatu bencana yang menimpa dirinya, dan seandainya ia terpaksa, hendaklah dia berdo'a,"Ya Allah hidupkanlah aku selama hidup itu baik untukku dan wafatkanlah aku jika wafat itu lebih baik bagiku".

Itulah berbagai konsep bahagia yang diversikan oleh berbagai pendapat manusia, tapi itu semua berdasarkan selera dan nafsu manusia saja, Allah menuntun nafsu manusia itu ke jalan kebenaran melalui wahyunya dengan islam. Islam adalah agama yang lengkap, sempurna dan pasti membawa manusia kepada kebahagiaan, sampai Rasululah menyatakan,"Barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan di dunia maka raihlah dengan ilmu, barangsiapa yang ingin menginginkan kehidupan bahagia di akherat maka carilah dengan ilmu dan barangsiapa yang ingin bahagia kedua-duanya juga harus mempunyai ilmu. Ada beberapa ilmu yang harus dimiliki untuk mencapai kebahagiaan di dunia yaitu;

1.Memberi makna dalam hidup
Tujuan hidup manusia bukan hanya sekedar untuk makan, minum dan berumah tangga lalu mati, dikubur dan habis perkara, bila hanya sekedar itu saja maka sia-sialah tujuan hidup itu, tapi Allah punya rencana bagus untuk kehidupan manusia sehingga hidupnya bermakna, tujuan hidup itu adalah untuk beribadah, mengabdikan diri, tunduk dan patuh menjalankan amanah Allah di dunia ini. Bila manusia tidak mau menerima tujuan hidup maka percuma dia diciptakan karena salah satu unsur penciptaan manusia adalah beribadah, orang yang mengerti tentang tujuan hidup maka dia akan menggunakan waktunya sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah;
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku" [Adz Dzariyat 51'56]

Dunia adalah tempat persinggahan manusia sementara saja setelah melalui alam ruh dan alam rahim, sedangkan setelah alam dunia di lalui maka manusia akan masuk ke alam barzakh dan alam akherat yang merupakan akhir dari segala urusan. Kehidupan di dunia hanya sebentar saja ibarat persinggahan seorang musafir di sebuah pulau, bila terlena dengan keindahan pulau maka akan ditinggalkan oleh kapal yang akan mengantarkan ke pulau tujuan.

Hidup yang bermakna akan mendatangkan kebahagiaan kepada pribadi masing-masing karena keberadaan hidupnya berarti di tengah-tengah kehidupan manusia lainnya.

2.Badan yang sehat
Unsur kebahagiaan manusia yaitu badan yang sehat yang kita sebut dengan jasmani terbuat dari materi yang berasal dari saripati tanah yang dihasilkan dari protein nabati dan hewani. Melalui suatu proses perkawinan, bertemunya sel perempuan dengan sperma laki-laki, akhirnya jadilah zigot. Dari zigot ini kemudian diproses lagi dalam satu tahapan hingga menghasilkan wujud manusia kecil. Allah berfirman dalam surat Ash Shad 38;71

”Maka ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat. Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari tanah, maka apabila Aku sempurnakan kejadiannya akan Aku tiupkan kepadanya ruh ciptaan-Ku. Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepada-Nya”.

Jasmani atau tubuh kasar menerima makanan berupa materi. Jasmani manusia yang berada dalam kandungan bisa hidup setelah ditiupkan ruh dari Allah. Ruh sebagaimana yang dikatakan M. Natsir Abdullah diibaratkan sebagai mesin. Sedang jasmani manusia diibaratkan sebagai kerangka mobil. Tanpa rohani, jasmani tak akan berfungsi atau tak akan memberi kekuatan kehidupan sebagaimana mesin yang telah diberi baterai.

Penyakit yang akan diderita jasmani bila tidak terpelihara dengan baik diantaranya koreng, paru-paru, jantung, influensa dan lain-lain. Sedang obat dan dokternya mudah ditemukan sejak dari umum sampai kepada spesialis. Penyakit ini tidak berbahaya bagi orang lain kecuali pada dirinya sendiri. Umumnya, dalam usia muda manusia sering melupakan penyakit jasmani karena baru ada gejala sebagaimana ungkapan yang mengatakan, ”Waktu muda orang tidak peduli kesehatan untuk mengejar kekayaan, waktu tua tidak peduli kekayaan untuk mengejar kesehatan”.

3.Jiwa yang sehat
Kesehatan jiwa menjadikan unsur pembawa kebahagiaan bagi manusia sehingga mampu menikmati hidup ini dengan baik, jiwa manusia dilengkapi oleh tiga unsur yaitu; Syahwat dengan sifat pemalas, serakah dan lain-lain. Ghadab atau amarah dengan sifat egoisme, kejam, senang dipuji dan lain-lain. Sedang yang ketiga yaitu Natiqah atau Mutmainnah dengan sifat bijaksana, penimbang, tenang dan lain-lain. Nafsu inilah nanti yang pertama masuk syurga sebagaimana firman Allah dalam surat Al Fajr 89;27-30,; ”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan diridhai-Nya. Maka masuklah dalam jamaah-jamaah-Ku dan masuklah ke dalam syurga-Ku”.

Jiwa manusia adalah unsur yang mempertanggungjawabkan segala sepak terjang yang pernah dilakukan yang tidak pernah lepas dari pengawasan malaikat; ”Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa balasan apa-apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih tahu apa yang telah mereka kerjakan” [Az Zumar 39;70],

Jenis penyakit rohani yaitu sombong, kufur nikmat, mementingkan diri sendiri dan lain-lain. Obatnya sangat sulit didapat, berbahaya bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Orang masuk neraka bukan karena penyakit jasmani tapi karena penyakit rohani, sebagaimana sabda Nabi, ”Sesungguhnya dalam jasmani itu ada segumpal daging, jika daging itu sehat maka sehatlah jasmanimu. Jika daging itu rusak maka rusaklah seluruh jasmanimu, itulah dia hati, wadah dari jiwa”
Berbahagialah orang yang selalu menjaga jiwanya dengan baik sehingga hidupnya tentram di dunia dan aman di akherat.

4.Hubungan pribadi yang harmonis
Kehidupan manusia tidak lepas dari interaksi antara satu dengan lainnya, kadangkala karena pengaruh lidah menjadikan kehidupan menjadi konflik yang berkepanjangan, untuk itu orang yang pandai menjaga lidahnya maka akan baiklah hubungannya dengan orang lain, Rasululah memberi nasehat kepada sahabatnya Muadz bin Jabbal, bahwa kunci yang paling pokok dalam akhlak adalah memelihara lidah, ”Maukah kuberitahukan tentang tiang penyangga semua itu ?” kata Rasulullah kepada Muadz ,”Tentu wahai Rasulullah” jawab Muadz, maka beliau berkata, ”Peliharalah ini olehmu”, sambil menunjukkan lidahnya. Muadz bertanya <”Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa dengan sebab perkataan kami?” Rasul menjawab,”Ibumu kehilangan kamu wahai Muadz, adalah orang yang tersungkur dalam neraka di atas wajah-wajah mereka tidak lain karena akibat lisan mereka” [HR. Turmuzi].

Karena peringatan ini, para shalafus shaleh sangat berhati-hati ketika berbicara. Umar bin Khattab menjelaskan makna nasehat Rasulullah kepada Muadz ini dengan ungkapan yang tepat, ”Barangsiapa yang banyak bicara, banyaklah terpelesetnya, dan barangsiapa banyak terpelesetnya, banyaklah dosanya,dan barangsiapa yang banyak dosanya nerakalah yang paling patut baginya”.

Dengan lidah orang mampu menyampaikan informasi, dengan lidah pula penyanyi akan dikagumi karena elknya suara yang digemakan, karena lidah pula akan timbul fitnah apalagi suatu yang keluar dari mulut seseorang wanita yang dengan nada lembut, itulah makanya sejak jauh Rasul telah menyampaikan pesan bahwa aurat wanita itu termasuk lisannya, sebab perlengkapan wanita jauh berbeda dengan lelaki.

5.Mampu menangkap keindahan
Kalau manusia mau untuk sejenak merenungi alam yang terbentang dengan segala makhluk serta peristiwa yang terjadi didalamnya, maka tidak akan ditemui keingkaran kepada Khaliqnya. Berfikir sejenak atas peristiwa alam yang terjadi sehari-hari akan membangkitkan kesadaran yang tinggi, bagaimana langi dan bumi diciptakan serta rintik hujan sampai ke tanah yang dapat menyuburkan tanaman;
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya adalah tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir” [Al Baqarah 2;164].

Jangankan kita menyaksikan alam raya ini keluar dari orbit bumi, sedangkan di bumi saja dikala malam langit cerah, bintang-bintang bertebaran dihiasi bulan dengan cahayanya memantul ke bumi, hati orang mukmin jadi tunduk, merendah menerima kebesaran Ilahi. Ketika hujan lebat di tengah malam yang pekat disertai badai yang kuat, dingin pula, gelegar kilat yang menyambar tak terlintaskan di dalam hati manusia sedikit saja rasa takut, mohon perlindungan kepada-Nya ? [Ar Ra’ad; 12-13].

Alangkah indahnya dunia ini dengan aturannya yang rapi, susunan tubuh manusia, mata bening laksana kaca menghias wajahnya, otak sebagai kendali kesadaran manusiapun teraur indah sehingga manusia itu mulia dari makhluk yang lainnya. Pantaskah manusia berlaku sombong kepada penciptanya, berlagak angkuh dan takabur sementara begitu banyak nikmat Allah direguknya dalam hidup ini, orang yang mampu menangkap keindahan dimana saja berada, ini merupakan unsur kebahagiaan baginya karena dalam keindahan itu ada kenikmatan yang dapat dirasakan.

6.Hidup yang layak
Hidup yang layak dengan standard normat sangat dibutuhkan oleh manusia dan mereka akan merasa bahagia bila mampu memenuhi kehidupannya dengan cara yang halal, bila sebuah keluarga hidupnya miskin, maka banyak putra-putrinya terbengkalai pendidikannya, tidak terbina dengan baik dalam rumah tangga. Banyaknya orang Islam yang meninggalkan aqidah karena dorongan materi, karena segantang beras, sepotong baju kaos atau seteguk dahaga dunia. Kesempatan ini digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari massa bagi kepentingan misi mereka dengan dalih menolong, toleransi dan istilah lain yang maksudnya sudah kita ketahui dengan jelas.

"Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. ". [Al Qashahs 28;77]

Allah tidak membenarkan bila harta hanya beredar pada satu golongan atau satu bangsa saja, untuk itulah makanya ketika penghasilan layak sudah diperoleh maka jangan melupakan untuk kepentingan orang lain melalui sedekah, infaq dan zakat, dan Allah pun tidak memuji orang yang mengeluarkan biaya untuk kepentingan yang tidak baik

7.Pekerjaan yang menyenangkan
Dalam pandangan Islam, harta adalah sumber dan tenaga hidup, urat nadi dalam kehidupan ini, diantara petunjuk Rasulullah, ”Carilah rezeki dari celah-celah perut bumi”, ”Siapa yang menghidupkan atau menyuburkan tanah yang gersang, maka tanah itu adalah miliknya”. Allah juga berfirman dalam surat Al Jumuah 62; 10,; ”Jika kamu telah selesai shalat maka bertebaranlah dimuka bumi ini untuk mencari karunia Allah”.

Islam membuka kesempatan untuk mencari harta sebanyak-banyaknya demi kehidupan di dunia ini, Islam tidak melarang untuk menikmati kemilaunya dunia ini, Islam tidak menghambat manusia untuk makan yang lezat-lezat, silahkan. Akan tetapi dari mana harta serta kenikmatan itu, apakah dari jalan halal atau haram. Perlu pula diingat, harta serta kenikmatan yang diperoleh itu bukanlah milikmu mutlak, Islam mengaturnya dengan baik, melalui zakat, sedekah, infaq dan derma lainnya. Dalam ajaran Islam kaum muslimin diutamakan memberi dari pada menerima, dan segala sesuatu itu dijalankan secara baik menurut ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu harta dalam Islam berfungsi sosial, hak individu dijamin, tapi kewajiban terhadap kepentingan masyarakat tidak boleh diabaikan. Penumpukan harta, manipulasi, kecurangan dalam bentuk apapun, penipuan, mementingkan diri sendiri dan golongan dianggap pelanggaran apabila harta benda semakin menumpuk pada seseorang atau sekelompok orang sementara masyarakat banyak sangat memerlukan tidak mendapat perhatian.

Untuk mencari bahagia bagi pencarinya diantaranya harus punya pekerjaan yang menyenangkan, dengan suasana yang harmonis, walaupun kecil tapi penghasilan ada, biarlah tidak pekerjaan tetap tapi tetap bekerja bagi keperluan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

8.Punya falsafah hidup
Hidup agar menemukan bahagia harus memaknai hidup sesuai dengan kehendak pemberi hidup yaitu Allah SWT yang akhirnya menjadi falsafah bagi ummatnya yaitu hidup adalah rentetan dari ujian.
Kepercayaan kepada ketentuan Allah menimbulkan keseimbangan jiwa, tidak putus asa bertemu suatu kegagalan, hidupnya selalu optimis dan tidak pula membanggakan diri karena sebuah kemujuran sebab segala sesuatu bukanlah hasil usahanya sendiri. Juga akan membawa manusia kepada peningkatan ketaqwaan bahkan segala keberuntungan maupun kegagalan dapat dijadikan sebagai ujian dari Allah; ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan,”Kami telah beriman” sedangkan mereka tidak diuji lagi ?”[Al Ankabut 29;2].

Manusia akan ditempa oleh waktu, lingkungan dan pendidikan yang diperolehnya selama mengontrak sebidang kehidupan di dunia ini, seorang Nabi lebih dahsyat tempaannya daripada manusia biasa, cobaan yang diterimanya akan menentukan sampai dimana mutu manusia itu.

Dalam menghadapi segala tempaan ini, tidak sedikit manusia yang gugur dan gagal, putus asa dalam kehampaan, tidak sanggup menerimanya ibarat padi dalam satu tangkai yang memiliki beberapa butir, setelah datang berbagai bencana seperti serangan hama, angin serta banjir maka tidaklah semuanya akan jadi padi yang montok dan berisi, tentu ada juga butir yang hampa hingga tidak masuk dalam hitungan.
Karena hidup adalah ujian maka orang yang ingin bahagia hidup di dunia dan di akherat berupaya menjadi orang yang lulus dari ujian disamping itu berhati-hati dalam menempuh ujian tersebut.

9.Iman diiringi dengan amal shaleh.
Iman hanya diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dan ini merupakan hak preogratif Allah tanpa bisa dicampuri oleh siapapun. Walaupun demikian iman tersebut akan diberikan memang kepada orang-orang yang mencarinya atau orang-orang yang memang ada kecendrungan kepada keimanan, Allah berfirman; "Segala puji bagi Allah yang Telah menunjuki kami kepada (surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. "[Al A'raf 7;43]

"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka merekalah orang-orang yang merugi" [Al A'raf 7;178]

Iman harus dibuktikan dengan amal shaleh dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasullullah, barulah iman itu bermakna karena iman tanpa amal ibarat otupia atau mimpi, iman yang diiringi dengan amal shaleh, baik yang wajib dan yang sunnah maupun muamalah yang terpuji dengan manusia akan mendatangkan perasaan bahagia dalam hidup ini, karena dengan potensi yang dimiliki seperti harta dan jabatan dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan itupun amal shaleh, karena amal shaleh itu luas cakupannya;

"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya"[Al Baqarah 2;25].

Itulah unsur bahagia yang dapat diraih manusia di dunia ini, bila ingin bahagia maka harus diraih bahagia itu dengan segala daya dan upaya, wallahu a'lam [Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com