Senin, 07 Mei 2012

Demokrasi


oleh Drs. MUKHLIS DENROS

Bentuk kebebasan dalam mengungkapkan pendapat, mengekspresikan sikap adalah ujud sebuah demokrasi, pengekangan kebebasan disebut tidak demokratis, mungkin otokrasi atau teokrasi.
Berbicara Demokrasi, tentu tidak lepas dari pandangan-pandangan positif dan negatif. Banyak alasan yang dipaparkan dalam memperdebatkan persolan yang terkadang subtansinya tidak jelas dan tidak pantas untuk diperdebatkan.Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Di masa kepresidenan Sukarno yang mana Sukarno merupakan Presiden Pertama Indonesia, Indonesia menjadi negara yang bersistem Demokrasi Terpimpin. Telah terlewati masa tersebut di mana sistem tersebut tidak dapat memperbaiki Indonesia dalam waktu yang berkepanjangan.Begitu juga dengan Demokrasi Pancasila yang terbentuk pada era Orde Baru saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Soharto, tak juga mampu membuat Indonesia menjadi lebih baik bahkan yang terjadi adalah sebaliknya.
Kini Indonesia telah memperbaiki diri dengan mereformasi Indonesia menjadi Negara yang menganut pada Demokrasi Parlementer atau Liberal di mana DPR beserta legislatif lainnya juga memiliki hak lebih. Lantas apa yang menjadi Istimewa dalam Demokrasi saat ini daripada demokrasi sebelumnya
Pertama, Demokrasi hari ini telah memberikan ruang atas kebebasan dalam berpolitik kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang seragam, ras ataupun agama.Kebebasan berpolitik yang sangat-sangat bebas hari ini belum pernah dirasakan oleh masyarakat Indonesia sebelumnya dan hal ini menjadi nilai yang amat Istimewa.
Kedua, Demokrasi Indonesia pada hari ini juga telah menutup ruang untuk para militer secara aturan untuk berpolitik, dan kaum militer yang dapat berpolitik pada hari ini hanyalah pensiunnan atau tidak lagi menyandangkan seragam milter dan hal ini tidak pernah terjadi sebelum-sebelumnya.
Ketiga, Demokrasi hari ini telah sangat memberikan ruang kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk berpolitik bahkan membuat Partai dengan aturan yang ada dan dengan ketentuan yang tidak membatasi jumlah partai sehingga tidak pula membatasi ruang gerak masyarakat Indonesia dalam berpolitik.
Keempat, Demokrasi Parlementer hari ini pun telah sangat memberi ruang kepada Pers untuk melakukan tugasnya.Dahulu, pers menjadi amat terkungkung dan tak mampu bergerak.Kini kebebasan pers telah tercipta di mana Demokrasi memberikan ruang kepadanya untuk mengabdi. Dapat dibayangkan bila Pers masih diatur dengan kertentuan atas keberpihakan pada pemerintah semata atau kelompok-kolompok tertentu, maka publik tidak akan mengetahui kinerja Dewannya secara utuh. Dengan kebebasan Pers yang ada maka ruang untuk tinjauan telah semakin lebih, terlihat dari kinerja Pers membuktikan kinerja dewan-dewannya seperti yang terjadi beberapa waktu lalu bahwa ada Dewan yang tidak melakukan tugasnya baik yang tiduran saat sidang ataupun menonnton film porno saat sidang.
Kelima, Demokrasi Indonesia hari ini telah memberikan Ruang Distribusi kader-kader bangsa dalam peralihan kekuasaan.Tidak ada lagi sistem kekuasaan berkepanjangan dalam memimpin atau menjabat menjadi pemimpin bangsa hari ini dan hal ini amat sangat membuka ruang bagi seluruh warga negara Indonesia dalam membangun bangsa Indonesia.
Keenam, yang paling sangat penting adalah, Demokrasi Indonesia hari ini telah memberi ruang kepada daerah untuk mengambil keputusan-keputusan yang berpihak pada daerah juga.
Beberapa poin penting di atas telah memaprakan bahwa Demokrasi Indonesia pantas dianggap sangat berjasa dari segi Prosedural.Domokrasi hari ini haruslah dilihat dari segi Prosedural, tidak subtansialnya sehingga dapat dipersepektifkan bahwa Indonesia memang berhasil menuju Demokrasi yang ideal.Berbagai persoalan yang muncul seperti kasus perekonomian adalah bagian yang subtansial dan tidak dapat disatukan dalam tatana Prosedural.Dibutuhkan waktu serta moralitas bangsa yang baik dalm membangun perekonomian Indonesia yang baik. Kekeliruan saat ini dalam perekonomian bukanlah kesalahan Demokrasi, namun lebih subtansi pada nilai-nilai mentalitas dan moralitas bangsa.[Korandigital.com,Ichsan,Perspektif Demokrasi dan Islam,Sun, 24 Apr 2011 @21:30].
Namun demikian, ketika kran demokrasi dibuka lebar-lebar maka selebar itu pula muncul berbagai bentuk ekspresi dari rakyat yang mempertontonkan bagaiamana keadaan mereka sebenarnya, dengan demokrasi semuanya boleh tampil ke gelanggang untuk mensosialisasikan eksistensinya, sejak dari dakwah yang shaheh hingga aliran sesat, dari kebenaran yang digaungkan sampai kebatilan yang dipromosikan, dari propaganda keshalehan sampai penyampaian kemungkaran, semuanya merasa punya hak yang sama untuk berbuat di alam demokrasi ini.
Kalau dahulu dimasa orde lama dan orde baru tidak ada keberanian rakyat untuk mengkritisi apalagi menghina pejabatnya, tapi sekarang dengan alasan demokrasi semua orang bebas untuk mengeriktik bahkan menghujat pejabatnya tanpa ada rasa risih, malu apalagi takut, karena katanya demokrasi itu demikian. Sebenarnya tidak bisa disamakan antara demokrasi dengan islam tapi dalam demokrasi ada nilai-nilai positif yang sesuai dengan islam yaitu unsur musyawarah serta melindungi kebebasan sebagai salah satu hak azasi manusia.
Rasulullah SAW pernah mengutus Usamah bin Zaid untuk berperang ke daerah Huruqat. Ternyata penduduk di sana sudah mengetahui rencana kedatangan pasukan Islam, maka mereka pun melarikan diri. Namun Usamah menemukan seorang lelaki, dan lelaki itu langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Sayangnya ia tetap dipukul hingga meninggal.
Ketika hal itu diceritakan pada Nabi SAW, beliau bersabda, "Apa yang akan kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadah".Usamah menjawab, "Wahai Rasulullah ia mengatakannya (bahwa ia berislam) karena takut dibunuh". Rasul menjawab, "Sudahkah kau robek dadanya hingga kau tahu untuk apa ia mengatakan hal itu, untuk menyelamatkan diri atau hal lainnya. Apa yang kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan syahadat".Beliau terus mengulanginya hingga Usamah berangan untuk tidak masuk Islam kecuali setelah hari itu (karena ketegasan Rasul dalam hal itu).
Imam Abu Daud RA menjadikan Hadis ini dalam bab alasan memerangi orang Musyrik. Hal ini menandakan bahwa siapa saja yang menampakkan keislamannya sekalipun hanya mengucapkan dua kalimat syahadat maka mereka harus diperlakukan seperti seorang Muslim dan tidak boleh mempermasalahkan keislamannya, karena manusia hanya menghukumi sesuatu yang nampak saja, adapun hal yang tak tampak maka kita harus menyerahkannya pada Allah SWT.[Republika Online Faza Abdu Robbih,Kebebasan Beragama (Ketika Rasulullah Kecewa),Rabu, 18 Mei 2011 06:24 WIB].
Karena demokrasi itu merupakan hasil dari kesepakatan-kesepakatan sehingga buahnya disebut dengan demokratis yang dicerminkan dari hasil suara terbanyak, orang yang tidak mau menerima kesepakatan dikatakan tidak demokratis, jeleknya makna demokrasi itu digunakan untuk hal-hal yang tidak cocok dengan hati nurani masyarakat, hasil demokrasi bukanlah karena kebenaran tapi karena kesepakatan-kesepakatan, lihatlah begitu banyak hasil demokrasi itu yang mencederai hati nurani rakyat yang dibungkus dalam undang-undangan atau peraturan, sehingga rakyat harus menerima dengan baik, bila terjadi penolakan melalui demontrasi maka dikatakan rakyat tidak demokratis, seolah-olah demokrasi itu menjadi payang bagi penguasa untuk menentukan kebijakan apa saja yang tidak bijak terhadap rakyat.
Pemilihan Presiden, Anggota Dewan dan Kepala Daerah hingga Kepala Desa diharapkan berjalan secara demokrasi, hasil pilihan rakyat yang nanti pejabatnya akan memikirkan nasib rakyat dan siap untuk melayani rakyat. Pemilihan penguasa itu diatur dalam Pilpres, Pilkada dan Pemilu yang merupakan sarana demokrasi. Ternyata demokrasi itu mahal harganya, harus dibayar dari dana dan harta yang tidak sedikit yang dikumpulkan oleh kandidat yang ambisius terhadap jabatan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi terus mengumpulkan masukan dan ide terkait rencana pemerintah mengembalikan pemilihan kepala daerah dari secara langsung oleh rakyat, menjadi pemilihan oleh DPRD.Pengamat politik Fachry Ali termasuk pihak yang diminta Mendagri untuk memberi masukan.Fachry menilai pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung oleh rakyat ternyata menimbulkan dampak negatif yang lebih besar ketimbang pemilihan oleh DPRD.Dampak negatif yang nyata-nyata terlihat adalah komersialisasi dan moneterisasi jabatan politik di daerah.
Fachry mengungkapkan hal itu usai bertemu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagr) Gamawan Fauzi di kantornya, Rabu (2/3). Menurut Fachry, dampak negatif itu salah satunya akibat imbas dari kewajiban kepala daerah terpilih untuk mengambalikandana politik dari pihak lain. “Terjadi proses komersialisasi dan moneterisasi jabatan politik yang menyebabkan bupati terpilih diharuskan untuk membayarkan utang-utangnya pada sponsornya. Kalau mau jujur, dilihat dari segi pendapatan sebagai kepala daerah jelas kurang,” kata Fachry Ali.
Direktur Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU) itu memaparkan, keberadaan para sponsor sebagai pemodal bagi para calon kepala daerah dalam pilkada sebenarnya tidak menjadi persoalan jika bantuan yang diberikan murni sumbangan.Persoalannya, imbuh Fachry, ternyata para kepala daerah terpilih berkewajiban mengembalikan bantuan dari para pemodal.Karenanya Fachry sependapat tentang pengaturan sumbangan untuk calon kepala daerah. Hanya saja ia pesimis hal itu bisa efektif. “Bagus juga kalau ada usul itu (pengaturan sumbangan untuk calon kepala daerah), walaupun kemungkinannya kecil sekali bisa dilaksanakan,” ulasnya.
Pengamat berdarah Aceh ini pun tak menampik bahwa dirinya dulu termasuk pihak yang mendorong Pilkada langsung.Namun ternyata, imbuh Fachry, dalam perkembangannya dampak negatif akibat pilkada langsung justru jauh lebih besar ketimbang pemilihan oleh DPRD.Karenanya, Fachry termasuk setuju jika Pilkada dikembalikan ke DPRD.Ia pun membantah anggapan pemilihan oleh DPRD justru tidak demokratis, “Itu (pemilihan oleh DPRD) juga bagian dari demokrasi,” ulasnya.
Apakah pemilihan kepala daerah oleh DPRD itu juga bisa diberlakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta?Fachry tak menampiknya.Alasannya, asas demokrasi juga mensyaratkan bahwa setiap kepala daerah dipilih secara demokratis.Sedangkan Mendagri Gamawan Fauzi yang ditemui secara terpisah mengatakan, pihaknya memang terus menghimpun masukan dari banyak pihak dalam rangka mengembalikan Pilkada dari langsung oleh rakyat ke DPRD."Tadi Pak Fachry Ali usul itu (kepala daerah dipilih DPRD). Saya dukung itu, termasuk juga bicara Yogyakarta, beliau termasuk yang mendukung untuk dipilih,” ucap Mendagri.(ara/jpnn)[Republika Online, Pilkada Langsung Suburkan Komersialisasi Jabatan, Kamis, 03/03/2011 - 08:55 WIB JPNN ].
Banyak orang berharap demokrasi mampu melahirkan kesejahteraan. Namun apa yang terjadi? Demokrasi justru mahal harganya, jauh dibandingkan dengan yang diperoleh rakyat dari sistem yang dipaksakan tersebut.

Demokrasi telah melahirkan korupsi di mana-mana. Pasalnya, sistem ini 'mengharuskan' mereka yang ingin berkuasa untuk menyediakan biaya politik bagi kekuasaan yang akan diraihnya. Pemilihan secara langsung mewajibkan para kandidat penguasa dan wakil rakyat populer agar dipilih oleh rakyat.

Hanya untuk sebuah kursi, miliaran rupiah dikeluarkan. Menurut informasi, calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota minimal harus menyiapkan dana sebesar Rp 5 milyar. Bahkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jawa Timur menghabiskan dana kampanye mencapai Rp 1,3 trilyun dalam pemilu kada 2008 lalu. Wow, ini tentu jumlah yang sangat besar.

Pemerintah sendiri harus merogoh kas negara. Tahun 2010, negara mengeluarkan dana Rp 55 trilyun bagi 244 daerah yang menyelenggarakan pemilu kada. Bandingkan itu dengan kebijakan pembatasan subsidi BBM tahun 2011 ini gara-gara pemerintah merasa rugi karena menambah subsidi sebesar Rp 7-8 trilyun.

Namun biaya politik yang begitu besar itu tak memperbaiki nasib rakyat.Bahkan impian terciptanya tata pemerintahan yang kian baik pun sekadar khayalan.Justru dengan sistem pemilihan langsung ini koordinasi pemerintahan makin kacau. Karena merasa dipilih langsung oleh rakyat, banyak kepala daerah yang mengabaikan penguasa di atasnya.[Rezim para koruptor, Media Ummat, Monday, 14 March 2011 08:12].
Dalam suatu majlis seorang pemuda Badui bertanya pada Rasul : “Ya Rasul, kapan kiamat itu datang?”. Kemudian Rasul bersabda : “Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat.” Orang itu lalu bertanya lagi: “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (Hadits riwayat Buchari dan Muslim)
Ada dua poin penting yang terkandung dalam kisah di atas, pertama pemimpin haruslah amanah, kedua pemimpin haruslah orang tepat, sesuai keahlian dan kemampuannya. Jika hal itu tidak dipenuhi, maka kehancuran (kiamat) akan terjadi.
Hal itu pula yang selalu merisaukan nabi Umar Bin Khatab saat diangkat menjadi khalifah.Pahlawan perang yang terkenal gagah perkasa ini selalu mengevaluasi diri setelah shalat malam. Beliau menangis mohon ampun dan petunjuk Allah Swt agar ia mampu bersikap adil dan amanah dalam menjalankan tugas sebagai khalifah.
Suatu kali apa yang ia kuatirkan itu terjadi juga, beliau mendapat informasi bahwa beliau telah berlaku tidak adil, ada satu keluarga rakyat beliau yang kelaparan. Umar langsung mendatangi keluarga itu dan setelah yakin kebenaran informasi itu beliau langsung memanggul sendiri sekarung gandum untuk diserahkan ke keluarga tersebut.
Umar sangat terkejut dengan kejadian itu, air matanya berurai. Ia sadar bahwa kepemimpinannya harus ia pertanggung jawabkan di dunia, juga akhirat.[Irwan Prayitno,Gubernur Sumbar,Bisakah Kita Amanah? Website Irwan Prayitno, Selasa, 22/02/2011].

Karena pesta demokrasi yang mengangkat seseorang berhasil jadi penguasa pada level manapun sehingga seharusnya berdasarkan demokrasi juga sang penguasa berhak untuk mengemban jabatan itu dengan amanah maka harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan kepada Allah kelak di akherat, tidak menjadikan jabatan sebagai hadiah, yang membuat penguasa berupaya mencari hadiah dari siapapun.
Argumentasi yang tepat untuk memunculkan kebenaran melalui berbagai sarana di tanah air ini adalah demokrasi, demokrasi pula sebagai alasan untuk memajukan ummat islam dari ketertindasan, demokrasi lagi yang dipakai untuk merebut segala ketertinggalan ummat di negeri yang mayoritas ummatnya ini, jadikan demokrasi untuk kita maju memakmurkan rakyat dan menegakkan keadilan di tanah air yang subur ini. Dalam khutbah Idul Fitri 1430 H, Muhammad Anis Matta, Lc.mengajak ummat ini untuk bangkit memimpin menyongsong perubahan.
Maka siapkanlah dirimu wahai umat Islam untuk kembali mengambil alih kepemimpinan dunia.Patrikanlah kembali semangat dakwah Mus’ab Bin Umaer yang mengislamkan Madinah.Patrikanlah kembali semangat penaklukan Khalid Bin Walid yang mengalahkan Romawi di Yarmuk.Patrikanlah kembali semangat penaklukan Saad Bin Abi Waqqas yang mengalahkan Persi di Qadisiyah.Patrikanlah kembali keagungan Umar Bin Khattab saat membebaskan Al Aqsha.Patrikanlah kembali semangat pertarungan Al Muzaffar Quthuz yang mengusir pasukan Tartar di Ain Jalut.Patrikanlah kembali semangat pembebasan Salahuddin Al Ayyubi yang mengusir pasukan Salib di Hittin.Patrikanlah kembali semangat pemimpin muda Muhammad Al Fatih yang membebaskan Konstantinopel pada umur 23 tahun.Semangat pembelaan, pertarungan, penaklukan adalah ciri-ciri utama pada peradaban yang siap untuk memimpin.
Mari kita bangkit di semua lini kehidupan. Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan dalam kesenian dan kebudayaan seperti novel dan film Ayat-ayat Cinta yang telah mencatat rekor sejarah perfileman Indonesia. Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan dalam kemasyarakatan dengan menyebarkan kebajikan sosial dan mendukung semua lembaga-lembaga charity yang ada.Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan dalam bidang pendidikan dengan memperbaiki kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga pendidikan kita. Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan dalam bidang ekonomi dengan menyebarkan semangat kewirausahaan dan mendorong munculnya pengusaha-pengusaha muslim. Sebab menjadi sejahtera adalah perintah agama kita.Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan dalam bidang politik dengan mendukung partai-partai Islam dan mengakhiri dominasi partai-partai sekuler.
Mari kita bangkit dan mengambil alih kepemimpinan di negeri ini, sebab kita adalah mayoritas dan tidak boleh kita memperlakukan diri kita sebagai warga kelas dua.Jangan lagi kita merasa minder, tidak percaya diri, sebab Ramadhan mengajarkan kita untuk menjadi kuat dan tegar.Sudah saatnya kita memandang Indonesia seutuhnya sebagai amanat Allah yang dibebankan kepada kita untuk membangunnya.Indonesia adalah tanah tumpah darah kita, disini kita tumbuh dan meminum airnya serta memakan tanamannya.Biarlah dengan Islam kita rubah wajah Indonesia yang suram menjadi negeri yang dipenuhi kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.Biarlah dengan Islam kita rubah wajah Indonesia yang kelam menjadi negeri yang nyaman dihuni karena dipenuhi berkah langit dan bumi.“ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS: Al-A’raf 96)[Website Eramuslim, Khutbah Idul Fitri 1430 HMuhammad Anis Matta, Lc.: Sekaranglah Waktunya Kita Memimpin Perubahan Di Negeri Kita, 18/9/2009 | 28 Ramadhan 1430 H].
Demokrasi bukanlah segalanya, bila demokrasi bukan untuk menegakkan kebenaran dan tidak memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat keseluruhan bahkan sebelum adanya kata demokrasi itu sudah ada pejuang-pejuang yang bersifat demokratis dalam menjalankan kekuasaannya, sangat ironi bila kata demokrasi selalu digaungkan tapi para penguasanya tidak demokratis, wallahu a’lam [Tabloid Sumbar Post, No. 166, Tanggal 31 Januari-06 Februari 2012,No. 167 Tanggal 07-13 Februari 2012, dan No. 168 tanggal 14-20 Februari 2012].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar