Senin, 07 Mei 2012

Amerika


MUKHLIS DENROS

Siapa yang tidak tahu dengan sebuah negara yang menyatakan dirinya sebagai Polisi Dunia sehingga menganggap segala persoalan negara orang lain jadi persoalan yang harus diselesaikan oleh negara ini. Siapa yang tidak tahu dengan negara ini, yang segala kebijakannya selalu merugikan ummat Islam, tentu saja menguntungkan Yahudi Israel. Negara inilah yang sudah menyatakan dirinya musuh bagi dunia islam dan siap untuk memusuhi islam dan ummatnya hingga kapanpun, ya itulah dia yang kita kenal dengan negara adi daya Amerika.
Sayid Qutb mengungkapkan tentang eksistensi negara Paman Sam ini dengan timbangan islam dan iman agar tidak tertipu dengan budaya negara tersebut;

Orang-orang yang banyak tertipu, terpengaruh, dan takut kekuatannya, maka Amerika adalah suatu negara adidaya, pusat budaya, kiblat ilmu pengetahuan, contoh kemajuan yang patut ditiru dari segi kemajuan ilmu, teknologi, dan materi.
Bagi setiap orang yang ingin maju, maka ia berjalan diatas garis-garisnya serta mengikuti setiap langkahnya. Orang yang menganggap peradaban adalah kemajuan materiil, ilmu pengetahuan, serta teknologi, maka Amerika pusat peradaban dan pemimin dunia. Menurut negara, di mana kekuatan militer, politik, psychologis, serta peradabannya lemah dan kalah, Amerika adalah yang memiliki kekuatan dan kekuasaan luar biasa. Sehingga tidak ada yang boleh melawan atau berbeda kehendak atau rencananya.

Sementara, menurut orang-orang yang terjajah demokrasinya, hak asasinya, perekonomiannya serta sosialnya, maka Amerika adalah negara pusat demokrasi, pencetus kebebasan, pemelihara hak-hak asasi manusia.
Demikianlah, Amerika dalam pandangan orang-orang yang terpedaya, materialis, penakut serta kaum yang lemah dan kalah. Mereka adalah orang-orang dungu dan lugu. Orang-orang lupa dan jahil. Mereka tetap seperti itu, meski jumlah mereka besar sekali di berbagai negera. Meski mereka mempunyai wewenang di negara-negara Islam untuk mengelola pendidikan, merencanakan serta mengarahkan, sebagai mestinya yang akan mengubah peradaban, tetapi mereka tidak berani, karena mereka telah megekor kepada Amerika.

Tetapi, menurut timbangan dan pandangan orang-orang yang mukmin (beriman), Amerika memiliki nilai yang berbeda. Orang-orang yang beriman mampu membuahkan hasil penilaian yang benar dan kesimpulan yang lurus terhadap Amerika dan kekuatannya. Apabila mereka menggunakan instrumen (alat) yang benar dalam menilainya, maka lensa Islam ketika menyorotinya, menggunakan timbangan Qur'ani, ketika mengukurnya serta menggunakan prinsip-prinsip Robbani dalam menilai dan meyimpulkannya.

Mereka mengukurnya dengan nilai-nilai moral dan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan yang dimilikinya, dengan prinsip-prinsip dan tradisi-tradisi manusiawi, dengan fitrah manusia yang bersih yang Allah ciptakan manusia diatas dasar itu, serta dengan penilaian terhadap psychologis dan perasaan. Dengan demikian, mereka bertanya-tanya tentang kadar yang dikaitkannya dengan perbendaraan sejarah kemanusiaan, peradaban yagn manusiawi, keutamaan-keutamaan yang manusiawi serta jiwa yang manusiawi.

Maka pandangan, penilaian, pengukuran, pengarahan serta penyimpulan sesuatu hendaklah menggunakan lensa Qur'ani, timbangan Robbani serta barometer imani, dan juga hendaklah berangkat dari dasar keimanan serta sudut pandang keislaman.

Hanya pribadi yang demikian itu, yaitu pribadi mukmin yang cemerlang, cerdas, mempunyai kesadaran dan wawasan yang luas, hingga pandangan, analisa dan berbagai kesimpulannya akan benar, lurus, akurat sistematis dan objektif.
Segalanya harus diukur dengan timbangan keimanan. Hanya dengan timbanghan keimanan yang bersumber dari Qur'an, yang menghasilkan kesimpulan yang benar dan akurat. Tidak ada sarana (wasilah) yang lain, dalam menilai, mengukur dan mensikap terhadap Amerika akan mendapatkan kesimpulan yang benar dan objektif, kecuali hanya dengan Qur'an.
Amerika belum menambahkan apa-apa dalam peradaban, kecuali hanya sedikit sekali dari nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai yang membedakan antara manusia dengan benda, kemudian membedakan manusia dengan binatang. Nilai suatu peradaban dari peradaban manapun yang dilalui manusia tidak terletak pada kecanggihan teknologi yang berhasil diciptakannya, atau kedahsyatan kekuatan yang dimilikinya, tidak pula oleh hasil-hasil produksinya. Tetapi, sebagian besar nilai suatu peradaban terletak pada besar kecilnya manusia mengetahui kenyataan-kenyataan tentang alam semesta dan gambaran-gambaran serta nilai-nilai kehidupan.[Sayyid Qutb, Jangan Tertipu Materialisme Amerika, Eramuslim, Kamis, 28/04/2011 10:03 WIB].

Anehnya kekaguman kepada Amerika nampak dikalangan ummat islam dan para pemimpinnya, padahal Amerika dan sekutu-sekutunya begitu benci terhadap islam dan ummatnya, lihatlah apa yang mereka lakukan terhadap ummat islam dibelahan dunia ini.
Pasca tragedi WTC 11 September, Amerika Serikat menggelar program Global War on Terrorism (GWOT). Negara adidaya itu tidak sendiri. AS mengajak—dengan memaksa—negara lain untuk ikut serta di dalamnya. Yang tidak ikut dianggap melawan Amerika dan mendukung teroris.
Siapa sebenarnya teroris yang dimaksud? Jawabnya: Islam. Lihat saja pernyataan Presiden George W Bush—seperti dilansir BBC 16/09/2001, “This Crusade, this war on terrorism, is going to take a along time (Perang Salib ini, perang melawan terorisme, akan memakan waktu yang lama)”. Bush juga pernah mengatakan, ”Kaum militan percaya dengan mengontrol satu negara akan menggerakkan masa umat Muslim, dan memberikan kemampuan buat mereka untuk menggulingkan seluruh pemerintahan moderat di daerah tersebut dan mendirikan sebuah imperium Islam radikal yang terbentang dari Spanyol hingga ke Indonesia.”.
Apalagi ketika tertuduh terhadap dalang peledakan WTC, yaitu Usamah bin Laden dapat mereka bunuh nampak benar siapa Bush dan Obama, mereka adalah kader Zionis terbaik yang berperan untuk memerangi ummat islam sampai kapanpun, karena siapapun pemimpin Amerika tidak ada untungnya bagi ummat islam.
Presiden AS Barack Obama tak mau melewatkan momen penting ini. Usai operasi milter pasukan khusus AS di Kota Abottabad, Pakistan yang diyakini menewaskan Usamah bin Ladin, ia langsung ambil kendali, mengumumkan sendiri kematian sosok yang dituding pemerintah AS otak di balik hancurnya WTC 2001 lalu.
Seperti yang diharapkan, pengumuman itu disambut riuh suka cita di AS dan negeri-negeri sekutunya selama ini. Spontan pamor Obama pun kembali merangkak naik di mata publik dalam negerinya. Padahal, sebelum operasi militer tersebut digelar, citra Obama sedang melorot tajam disebabkan beberapa kebijakan politik dan ekonominya dianggap “lamban”.
Berkaitan atau tidak isu kematian Usamah dengan pencitraan Obama di publik dalam negeri AS, hanya Obama, Joe Biden dan anggota tim keamanan nasional AS serta Allah SWT yang tahu. Di luar mereka dan Allah SWT, kasus ini gelap. Diliputi kabut tebal, seperti tebalnya kabut yang menyelimuti kasus WTC 2001 silam.
Selama ini, penampilan Obama di depan publik sungguh mempesona. Retorika dan mimik body language Obama memikat simpati banyak orang, tak terkecuali umat Islam di negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia.
Bak pesulap di panggung acara, atraksi yang dipertunjukkan presiden yang masa kecilnya pernah tinggal di Indonesia ini, mampu menyihir dunia. Dunia pun berdecak kagum dan terpukau terhadap setiap atraksi politik yang dimainkannya. Itulah kelebihan Obama yang tidak dimiliki pendahulunya George W Bush.

Tak cukup sampai di situ, terpilihnya Obama sebagai presiden AS menggusur Bush, bak oase di tengah sahara di mata sebagian pihak. Sejumlah pihak menaruh harapan besar kepada presiden yang kakek dan bapaknya datang dari Afrika dan berdarah Muslim ini akan menjadi jembatan dialog antara Islam dan Barat yang selama ini rawan konflik.
Sayangnya, espektasi yang tinggi kepada Obama itu harus dibuang jauh-jauh. Rasa simpati kepada Obama juga jangan ragu-ragu untuk dikubur dalam-dalam. Sebab, setinggi apapun simpati, harapan, espektasi kita pada Obama, suka atau tidak, ia adalah presiden Amerika Serikat (AS), negara yang selama puluhan tahun ini memposisikan diri sebagai polisi dunia.

Apapun agama kakek dan bapaknya, Obama tetaplah Obama, Sang Presiden AS. Terpilihnya Obama sebagai presiden negara adidaya dunia itu, tidak ujug-ujug jatuh dari langit. Tapi, telah melalui proses seleksi ketat yang berjenjang di partainya.
Obama adalah kader terbaik di partainya. Berbagai anak tangga politik di partainya, telah ia lalui. Mustahil Obama terpilih menjadi Presiden AS jika ia bukan kader terbaik di partainya. Dengan lain perkataan, Obama telah melahap habis semua indoktrinasi partai hingga terpilih menjadi kader terbaik di partainya dan mulus menduduki AS-1.
Di sinilah jawaban atas pertanyaan kenapa kebijakan presiden AS selalu serupa. Sebab, sistem kaderisasi politik dan kepartaian di AS telah sempurna mencetak para pemimpin yang akan memperjuangkan kepentingan politik AS.
Jadi, siapa pun presiden AS, agama apapun kakek dan bapaknya, berkuit putih atau hitam, dari partai mana pun ia berasal, apakah dari Partai Republik atau Partai Demokrat, pakem politikya sama. Ia harus menjalankan aturan baku negeri AS.

Sebagai presiden negara adidaya dunia, Obama tak ubahnya boneka bagi negerinya. Ia terikat kontrak untuk mengupayakan dominasi dan hegemoni AS atas dunia di berbagai bidang, politik, ekonomi, budaya, milter dan lainnya.
Suka atau tidak, sebagai pemimpin negara terkuat di dunia, Obama harus memperjuangkan ideologi negerinya yang telah dianut beratus-ratus tahun lamanya, yaitu liberalisme. Tak cukup sampai di situ, ia juga diminta untuk memenangkan persaingan produk turunan liberalisme, yaitu demokrasi, kapitalisme, pluralisme, sekularisme, hedonisme dan lainnya dari berbagai paham dan ideologi dunia lainnya.[Obama = Bush,Cyber Sabili; Rabu, 25 May 2011 17:54 Dwi Hardianto].
Ada kekhawatiran besar di Barat yang kafir terhadap fenomena kebangkitan Islam baik di dunia Barat maupun Timur. Bagaimana pun arus Islam ini harus dibendung karena bisa membahayakan eksistensi Barat khususnya di dunia Islam.
KekejianAmerika terhadap islam selalu Nampak dari pemimpin mereka, apakah Jimmi Carter ataupun Bush, termasuk Obama, tidak ada bedanya, DR. Muhammad Mahdi 'Akif, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, menyatakan tentang kezhaliman yang dilakukan oleh Amerika dan para pemimpinnya;


Empat belas abad yang lalu, ‘Ambisi internasional’ telah menyatu dalam sebuah lembaran embargo yang digantung pada sebuah dinding bangunan yang paling mulia di muka bumi, Ka’bah, lalu terdengarlah teriakan –sebagaimana teriakan Bush hari ini- : “Jangan memberi makan mereka…Jangan bertransaksi dengan mereka…Jangan membantu mereka…Jangan…Jangan…Jangan… Embargo total, serta usaha-usaha lain untuk mengubur keinginan rakyat.
Hari ini, orang-orang Palestina berada di atas tanah air mereka sebagai kaum yang lemah dengan perbekalan sedikit, mencoba untuk kuat dengan senjata akidah mereka. Mereka terblokade oleh pasukan kezaliman, mereka selalu dikenal dengan berbagai permasalahan yang ada, dan permasalahan tersebut tertutupi oleh kehendak “Bush” yang berselimutkan jubah orang-orang yang berkumpul di Darun-Nadwah pada hari itu untuk melukiskan coretan-coretan pemboikotan.
Permasalahan mereka tertutupi oleh taring-taring yang tamak demi kepentingan zionis atas hak rakyat Palestina. Permasalahan mereka tertutupi oleh kekuatan yang memaksa mereka lemah dan diam. Mereka berada dalam belenggu negara-negara Arab dan Islam. Mereka juga terkepung oleh lawan-lawan politik dalam negeri mereka, dimana mereka yakin bahwa melawan mereka adalah sama dengan melawan saudara satu bangsa.

Beginilah, Bush selalu berusaha memaksakan nilai-nilai demokrasinya terhadap rakyat Palestina. Demokrasi yang tidak menerima perbedaan dan tidak menghormati keinginan rakyat. Demokrasi yang tidak berjalan kecuali hanya untuk kepentingan anak tiri Amerika[DR. Muhammad Mahdi 'Akif, Akhir Kesombongan Bush Junior, Eramuslim; Selasa, 14/10/2008 12:04 WIB].

Di negara manapun juga, ketika geliat islamnya muncul, maka Amerika tidak akan senang, apalagi terjadinya pembangkangan terhadap kebijakan yang tidak bijak dari negara itu maka akan dilakukan berbagai cara, perang fisik dengan mengerahkan tentara dan kekuatan peralatan pembunuhnya menjadi ajang kebringasan, namun selain itu Amerika juga akan memakai ummat islam awam hingga ulama untuk meraih dan menanamkan simpati kepada negaranya diantaranya dengan pembentukan kiyai palsu dan pemberian bantuan kepada pesantren-pesantren di Indonesia.
Dari fakta-fakta yang dibeberkan, ada kenyataan menarik yang diungkapkan Dr. Hidayat Nur Wahid. Ia mewanti-wanti agar mewaspadai ulama-ulama atau kyai-kyai palsu bentukan Amerika. Memang dalam rangka meredam aksi-aksi dan sentimen negatif Amerika di Indonesia, negeri Paman Sam ini banyak menguras koceknya untuk membeli ulama, menciptakan ulama palsu. Hal ini terungkap dari buku The CIA at War yang menguak program membeli ulama dan pemimpin Islam dalam menghadapi sentimen-sentimen anti Amerika di dunia Islam dan Arab. Dalam wawancara pengarang buku tersebut dengan George Tenet (Direktur CIA), ditegaskan bahwa Amerika menemukan ruang untuk melawan gelombang anti Amerika dengan cara menyuap para ulama atau kyai, menciptakan kyai palsu dan merekrut tokoh-tokoh agama Islam sebagai agen.

Amerika juga melakukan politik stick and carrot terhadap pesantren-pesantren. Pada 18-28 September 2002 lalu, Institute for Training and Development (ITD) sebuah lembaga Amerika mengundang 13 pesantren ‘pilihan’ (Dari Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) untuk berkunjung ke Amerika. Masing-masing juga mendapat bantuan USD 2000.

Amerika dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal menurut sumber diplomat Australia yang dikutip The Australian(4/10/2003), sumbangan tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir ‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan terorisme dan ulama yang membenci Barat.“Memang ada sebagian pemimpin pesantren yang menganggap bahwa semua bantuan tersebut layak diterima asal kita tidak terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan Amerika. Tapi yang saya lihat di kita masih ada budaya ewuh pakewuh dan sungkan. Jadi sulit bila kita menerima bantuan tanpa memberi imbalan balik sesuai kepentingan pemberi,” tandas Nur Wahid.

Maka pada 2003 lalu, 1000 ulama dan kyai berkumpul di Jakarta untuk menolak program bantuan tersebut, apalagi yang mensyaratkan perubahan kurikulum pesantren. “Semua sepakat untuk mewaspadai ulama atau kyai-kyai yang merupakan boneka-boneka Amerika untuk melemahkan tradisi pendidikan Islam dan nilai-nilai moral bangsa,” kata Hidayat Nur Wahid.[Awas Kyai Palsu Bentukan Amerika, nahimunkar.com, 2 July 2011].
Selain itu, sikap Amerika selama ini terhadap ummat islam telah menanamkan kebencian dan antipasti, tuduhan dan tudingan negative seperti teroris sangat menyayat hati dan menodai islam dimata dunia ditambah, paling tidak ada tiga kebencian ummat islam terhadap Amerika sebagaimana yang diungkapkan sebuah buku bertajuk “Feeling Betrayed; The Roots of Muslim Anger at America (Merasa Dikhianati: Beberapa Sebab Kemarahan Orang Muslim Terhadap Amerika)” baru-baru ini diluncurkan oleh penerbit Brookings Institution, Amerika. Buku anggitan Steven Kull, seorang professor bidang kajian politik di Universitas Merryland, Amerika, itu, menuai perhatian yang sangat luas baik di khalayak Barat atau pun Timur Tengah.

Dalam buku tersebut, Kull meringkas tiga sebab utama yang menjadikan popularitas Amerika sangat lemah di dunia Islam, bahkan lebih kepada umat Muslim membenci Amerika, di dunia Islam, meski pun banyak dari umat Muslim yang juga memuji sistem demokrasi yang diterapkan oleh Amerika.
Sebab pertama, kata Kull, adalah keberadaan pangkalan militer Amerika di beberapa negara Muslim, khususnya di Timur Tengah. Keberadaan tersebut dipandang sebagai bentuk baru penjajahan dan dominasi Amerika atas dunia Muslim, sekaligus penegasan Amerika atas kegiatan monopoli sumber daya alam (khususnya minyak) yang dimiliki negara-negara Muslim tersebut.

Israel menjadi sebab kedua atas masalah mengapa Amerika begitu tidak disukai oleh dunia Islam. Bagaimana pun, konflik Israel-Arab telah menjadi semacam batu sandungan bagi stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah, bahkan di dunia. Dalam hal ini, Amerika cenderung berada di belakang Israel.
Sementara itu, sebab ketiga adalah dukungan Amerika yang diberikan kepada rezim-rezim diktator di beberapa negara Muslim. Dalam hal ini, Amerika tampak seperti kehilangan jati dirinya. Sebab di satu sisi, Amerika adalah negara yang menerapkan demokrasi dan getol mengkampanyekan demokrasi, sementara, di sisi yang lain, Amerika sendiri bermitra dan mendukung beberapa rezim diktator di beberapa negara Muslim,[Tiga Sebab Utama Mengapa Amerika Sangat Dibenci di Dunia Islam,Nahyimungkar,com. 9 June 2011].

Amerika bukanlah apa-apa di dunia ini, mereka bersikap demikian karena publikasi media yang membesar-besarkan keberadaannya, Amerika bukanlah polisi dunia, bagaimana dikatakan sebagai polisi dunia kalau rasa takut terlalu besar ada pada mereka, Amerika takut bila islam bangkit kembali yang akan menghancurkan hegemoninya di dunia ini dan satu hari kelak Amerika memang akan hancur. wallahu a’lam [Sumbar Post No. 172/13-19 Maret 2012, No. 173/20-26 Maret 2012 dan No. 174/27 Maret-02 April 2012].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar