Rabu, 09 Mei 2012

A d i l


Oleh Mukhlis Denros

Semua orang mengharapkan keadilan berlaku di masyarakat dan dia berharap diperlakukan pula secara adil. Inilah suatu wujud dari masyarakat yang baik yang didambakan oleh seluruh lapisan ummat. Bila keadilan ini telah jauh dan sirna dari persada ini, maka manusia harus menuntutnya dengan jalan apapun, walau nyawa sebagai tebusannya. Amatlah tidak harmonis bila keadilan ini tidak terujud dalam masyarakat, maka akan banyak masyarakat yang diperlakukan dengan sewenang-wenang di luar jalur hukum yang berlaku.

Istilah adil ialah;” menempatkan sesuatu pada tempat atau proporsi yang sebenarnya”, sebagaimana misal bila anda meletakan peci di kaki, itu namanya tidak adil walaupun peci itu buruk. Demikian pula halnya bila anda menempatkan sepatu di kepala, itupun tidak adil meskipun sepatu itu mahal harganya, sebab tidak sesuai dengan tempatnya. Kebalikannya ialah dzalim, yaitu tidak menempatkan sesuatu yang benar. Sepatu walaupun harganya mahal tapi tempatnya dikaki dan peci walaupun harganya murah maka tempatnya di kepala.

Klasifikasi manusia di hadapan Allah terbagi menjadi dua; mukmin yang kelak menempati tempat bahagia yaitu jannah [surga] setelah membuktikan keimanannya dalam seluruh asfek kehidupan saat hidup di dunia, dan kafir adalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah yaitu dienul islam, bagi mereka adalah neraka, yaitu suatu tempat yang tidak mengenakkan bagi penghuninya disebabkan karena penentangan mereka ketika masih di dunia.

Orang yang beriman adalah hamba Allah yang dicintai-Nya dan mendapat posisi yang baik disisi-Nya yaitu sebagai abdi yang taat dan shaleh. Salah satu sifat dan karakter orang-orang beriman itu adalah menegakkan keadilan apalagi mereka mampu memegang tampuk pimpinan atau sebagai penguasa sangat banyak peluang untuk menegakkan keadilan dengan menumbangkan kezhaliman.

Penguasa yang adil termasuk salah satu dari tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada suatu hari dimana tidak ada suatu naungan kecuali naungan rahmat Allah. Adapun hadistnya menyatakan; “Dari Abu Hurairah Ra, dari nabi saw, bersabda,”Tujuh golongan manusia Allah memberikan naungan kepada mereka yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali naungan-Nya yaitu; penguasa yang adil, pemuda remaja yang mengawali keremajaannya untuk tekun kepada Allah, seorang yang hatinya rindu dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah baik diwaktu berkumpul maupun berpisah, seorang lelaki yang dirayu wanita bangsawan lagi cantik ia menolak dengan mengatakan,”Saya takut kepada Allah”, seorang yang bersedekah dengan merahasiakannya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui yang disedekahkan tangan kanannya, dan seorang yang berzikir kepada Allah dalam kesunyian dan sendirian hingga mencucurkan air matanya”[HR. Bukhari dan Muslim].

Demikian tingginya penghargaan Allah kepada hamba yang mampu berbuat adil sehingga rasul menyatakan, lebih baik sebuah negara dipimpin oleh penguasa yang adil walaupun dia seorang kafir, dan rusaklah sebuah negara yang dikuasai oleh penguasa yang zhalim meskipun dia muslim, Allah berfirman dalam surat Al Maidah 5;42 “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil”.

Islam dalam tarikhnya mencatat bagitu banyaknya penegakan keadilan yang diukir ketika mereka menyelami dan mengamalkan ajaran islam, saat ummat ini telah terkontaminasi oleh pemikiran jahiliyah maka keadilan itu jauh dari mereka bahkan kepada bangsa dan rakyat sendiri; kezhaliman, tindasan dan kesewenang-wenangan dalam memperlakukan rakyatnya demi keuntungan pribadi dan melanggengkan kekuasaan yang dimiliki. Bila penguasa telah zhalim, dapat dipastikan supremasi hukum tidak tegak, bahkan hukum dapat diibaratkan seperti sarang laba-laba, banyak ditabrak serangga besar tapi yang dijaring adalah serangga kecil, ini semua terjadi karena ummat ini telah meninggalkan hukum Allah;

Orang yang tidak mau memakai hukum Allah maka mereka dicap sebagai orang kafir, fasiq dan zhalim sebagaimana yang diungkapkan Allah dalam surat Al Maidah 5;44,45,47“Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir’[Al Maidah 5;44].

” Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”[Al Maidah 5;45]

” Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik [Al Maidah 5;47]

Keadilan harus tegak pada seluruh posisi kehidupan manusia, sejak dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga level negara, barulah hidup manusia itu akan aman. Pada asfek pribadi kita harus adil terhadap diri sendiri, Rasulullah menyatakan, indramu punya hak, fisikmu punya hak, maka berlaku adillah kepada mereka. Artinya kita tidak boleh menzhalimi indra kita, menganiaya fisik kita, semuanya itu perlu dijaga dengan sebaik-baiknya. Pada diri manusia ini ada tiga unsur yang perlu dijaga keseimbangannya sehingga hidup manusia itu tawazun [seimbang] dan terpelihara dengan baik.

Aqal perlu dijaga keseimbangannya dengan jalan pembekalan ilmu pengetahuan dan wawasan sehingga kecerdasan kita tetap terpelihara, fisikpun perlu pemeliharaan yang baik demi keseimbangan hidup ini, bila fisik sakit dan lemah maka terlalu banyak tugas kehidupan kita yang terbengkalai dan tidak sedikit pula biaya yang dibutuhkan, demikian pula rohani perlu dijaga sehingga keseimbangannya dapat menopang kekurangan fisik dan aqal, bahkan Hukama menyatakan,”Jagalah rohanimu karena manusia disebut sebagai manusia bukan karena fisik dan ilmunya tapi karena baiknya rohani yang dia miliki”, Menjaga ketiganya adalah pribadi yang handal, mengabaikan salah satu atau seluruhnya maka hancurlah kehidupan manusia.

Keadilan dalam keluarga perlu juga diterapkan sebagaimana sunnah Rasulullah; suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada beliau, tidak begitu lama mendekatlah seorang anaknya yang lelaki, dia belai rambutnya, dipangku dan dicium, setelah itu datang pula anak wanitanya, hanya dibelai saja dan dibiarkan pergi,sehingga keluarlah sabda Rasul,”Kamu telah berlaku tidak adil kepada anak-anakmu, berlaku adillah kepada mereka meskipun masalah ciuman dan perhatian”.

Bahkan salah satu syarat ta’addud [poligami] bagi seorang lelaki adalah kemampuan untuk berlaku adil kepada isteri-isterinya, tentu saja sebatas materi dan kemampuan masing-masing dan memperlakukan mereka dengan baik-baik. Bila seorang suami tidak dapat berlaku adil kepada isterinya, menurut Imam Al Gazali maka haram hukumnya bila dia menikah lebih dari satu, bahkan dengan isteri seorang saja tidak menunjukkan sikap dan bertindak diluar koridor keadilan, satu orangpun tidak layak dia menikah, rumah tangga tadi harus didirikan karena ingin menegakkan keadilan sehingga siapa saja yang diperlakukan tidak adil oleh suaminya, kezhaliman terjadi dalam rumah tangga tersebut maka layak untuk menuntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Al Muqshitin adalah pribadi mukmin yang mampu menerapkan dan menegakkan keadilan dalam kehidupannya, kualitas ini dipandang mulia di hadapan Allah bahkan dijadikan sebagai ”’orang yang dicintai-Nya” sehingga keberadaannya mendapat simpati Allah walaupun mereka di dunia ini dikenal oleh manusia, sebagaimana Rasul pernah menyatakan bahwa ada orang-orang yang tidak dikenal di dunia, penduduk dunia tidak simpati kepadanya, cendrung dilupakan, tapi penduduk langit yaitu para malaikat mengenal dan mengagungkannya, orang ini telah mendapat simpati Allah dengan salah satu sifatnya yaitu menegakkan keadilan.

Siapapun kita,dari suku dan ras apapun, negeri asal manapun mendambakan tegaknya keadilan, bahkan jargon komunis dan sosialis juga tidak lepas dari tuntutan keadilan menurut versi mereka, walaupun tuntutan mereka itu juga diawali dengan segala kezhaliman, mustahil keadilan akan tegak bila para penuntutnya bergelimang dengan kezhaliman.

Negara kita yang sedang dalam kritis dan krisis ini akibat dari rezim terdahulu dan rezim hari ini yang mengabaikan keadilan, mereka mampu berlaku adil kepada kroni-kroninya dan sebaliknya menzhalimi siapa saja lawan politik dan bukan golongannya. Agar bangsa ini baik kembali, selamat dari bentuk bencana, terujud negara baldhatun thayibatun warabbun ghaffur, ;perlu hari ini kita cari pemimpin yang siap menegakkan keadilan, bila tidak ada, mulai hari ini cetak sebanyak-banyaknya calon pemimpin yang berkualitas muqsithin [Penegak Keadilan]

Dalam menegakkan hukum, ajaran Islam tidak memandang posisi atau jabatan orang yang dihukum, yang dipandang Islam ialah keadilannya, siapa saja yang salah maka berlakulah hukum baginya, tidak ada istilah kebal hukum.

Janganlah karena sesuatu hal kita tidak meletakkan keadilan. Keadilan ini dituntut dimana saja dan berlaku untuk siapa saja, bahkan kepada anak sekalipun orangtua harus berlaku adil, jangan karena anak sulung atau anak bungsu lalu diperlakukan lebih dari anak yang berada di tengahnya, sehingga anak di tengah diperlakukan semaunya saja, inipun tidak adil. Allah berfirman, ”Janganlah kamu membenci suatau kaum yang menyebabkan kamu tidak menjalankan keadilan, berlaku adillah, karena adil itu dekat kepada taqwa” [Al Maidah;8].

Dalam suatu riwayat yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ketika itu Gubernur Mesir salah seorang sahabat Rasulullah yang bernama Amru bin Ash. Salah seorang anak dari Amru bin Ash terlibat dalam suatu permainan perlombaan lari dengan seorang putra penduduk Mesir. Perlombaan berlansung dengan baiknya, namun kemenangan berada di tangan anak penduduk asli tersebut sedangkan anak dari Amru bin Ash menderita kekalahan.

Melihat peristiwa kekalahan tersebut dengan penuh emosi dan harga diri yang telah direndahkan, lalu dikejarnya anak penduduk asli tersebut dan dicambuknya, tidak sampai disitu saja, bahkan keluar kata-kata yang menyakitkan, ”Engkau berani mengalahkan anak orang berpangkat tinggi”.

Atas kejadian itu, maka pemuda Mesir itu merasa diperlakukan tidak adil. Dia ingin keadilan ini tegak dan terwujud walaupun pada peristiwa yang kecil ini. Dengan diam-diam berangkatlah dia ke Madinah untuk menemui dan mengadukan peristiwa yang dialaminya ketika berada di Mesir kepada Umar bin Khattab. Umar selaku Khalifah lansung mengadakan pemeriksaan atas pengaduan pemuda yang datang dari Mesir tadi, lalu dipanggillah ke Madinah Amri bin Ash beserta anaknya untuk menghadap Khalifah.

Setelah hadir semuanya di Madinah, pengaduan dari pemuda dan pemeriksaan dari Khalifah tidak dapat dipungkiri, dengan penuh tanggungjawab Amru bin Ash dan putranya mengakui kejadian itu. Kemudian Umar bin Khattab mengambil cambuk dan memberikan kepada pemuda Mesir untuk melakukan qishash kepada putra Amru bin Ash, Sekarang cambuklah orang yang mencambukmu, walaupun ia anak orang berpangkat tinggi” perintah Khalifah.

Pembalasan telah dilakukan oleh pemuda itu terhadap putra Amru bin Ash, kemudian Umar memerintahkan untuk mencambuk ayahnya, yaitu Amri bin Ash sendiri. Kata pemuda itu, ”Cukuplah ya Amirul Mukminin, sebab ayahnya tidak pernah berbuat demikian kepada saya”.

Sejarah mencatat, pada hari itu telah terjadi penuntutan keadilan dari seorang rakyat kepada anak seorang Gubernur yang terpandang dan terkemuka. Keadilan adalah hak seluruh manusia, penjajahan berarti perlakuan yang tidak adil suatu negara kepada negara lain, maka hak nya menuntut dengan perlawanan apapun, tidak selesai di meja perundingan, maka lanjutan politik ialah peperangan, itu semua untuk menuntut hak dan menegakkan keadilan.

Demikian pula halnya tentang keadilan yang dilakukan Allah untuk seluruh manusia dengan seadil-adilnya. Orang beriman dan beramal shaleh untuk adilnya ditempatkan di syurga, orang yang kafir dan ingkar, maka tempatnya yang layak dan sesuai ialah neraka, inipun perlakuan yang adil. Sebab tidaklah adil bila orang beriman dan beramal shaleh diletakkan sebagai balasan baginya di neraka dan sebaliknya, ”Allah dapat memberikan balasan kepada orang yang berbuat kejahatan sesuai dengan amalan mereka, dan memberi balasan orang yang berbuat kebaikan dengan kebaikan pula”[An Najm;31].

Kalau kita ingin mencari keadilan di duni aini pada zaman sekarang nampaknya sulit, walaupun banyak bertebaran kantor-kantor pengadilan tidak menjamin tegaknya suatu keadilan. Keadilan kini tinggal slogan kosong saja atau utopia seorang pelamun, dimana banyak manusia yang berbuat sewenang-wenang, saling tindas, tusuk, hantam, saling menginjak dan saling menjatuhkan, dengan uang, pengaruh dan kedudukan, semua dapat disulap dan lepas dari hukum, bahkan sangat disesalkan, seorang yang tidak tahu apa-apa lalu diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain, yang telah diatasnamakan dirinya.

Siapa lagi yang akan menegakkan keadilan kalau bukan diri kita sendiri, baik selaku orangtua, pemuda dan anggota masyarakat. Dari generasi kini hendaklah memberikan contoh teladan yang baik, untuk dilaksanakan generasi yang akan datang sehingga tampakkanlah yang salah itu memang salah, lalu dijatuhkan hukum kepadanya, dan tegakkan yang benar itu memang benar, keadilan dan kebenarannya. Janganlah kaburkan keadilan dan kebenaran itu, jangan dikaburkan karena keadilan akan tetap tegak dihadapan Mahkamah Tertinggi yang dipimpin Allah yang Maha Adil, tak satupun manusia yang luput dari hukumnya.

Hidup manusia di dunia ini mempunyai beberapa hak yang harus dituntutnya, bila hak tersebut diperkosa oleh orang lain, dengan jalan apapun manusia tetap akan mempertahankan haknya, penuntutan hak ini merupakan ujud dari menegakkan keadilan;

Hak hidup diberikan bukan hanya kepada manusia saja, tetapi diberikan juga kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang diperlengkapi dengan berbagai alat kehidupan seperti udara, air dan cahaya matahari. Kesemuanya itu dapat diperoleh dengan gratis, tanpa harus membayar kepada yang memberi hidup ini. idup adalah kurnia Ilahi kepada setiap makhluk, terutama manusia, tidak seorangpun boleh merampasnya, kecuali dengan ketentuan-ketentuan yang lain.

Hak kemerdekaan berarti harus menghambakan diri kepada seseorang, penghambaan diri hanya kepada Allah. Kalau manusia mengorbankan kemerdekaannya demi mempertahankan kehidupan samalah artinya dia dengan binatang, karena binatang tidak ada kemerdekaan, dibawa kemana saja dan diapakan saja dia terima. Selama masih bernama manusia tentunya dia tidak mau dijajah, biarlah mati berkalang tanah dari pada hidup dalam belenggu.

Hak Mencari Ilmu dalam Islam diwajibkan sejak berada di pangkuan bunda sampai masuk ke liang lahat. Sibukkanlah diri dengan segala aktifitas untuk menuntut ilmu dimana saja tanpa batas walaupun sampai ke negeri Cina.

Hak Atas Penghormatan pada manusia artinya tidak ada manusia yang rela dalam hidupnya penuh dengan cacian dan penghinaan sebagai penghargaan yang rendah, semua manusia ingin dihargai, dipuja dan disanjung menurut kadarnya, dan memang itu adalah kodrat manusia.

Islam menghargai hak hidup dan mencari kehidupan bagi manusia.bila seorang manusia berhasil dalam usahanya, maka pendapatannya itu menjadi haknya, tidak boleh diganggu gugat oleh orang lain, ”Manusia hanya mendapat menurut usaha atau kesanggupannya”

Kelima hak diatas harus dipelihara baik-baik oleh manusia dan dilindungi oleh negara untuk keharmonisan hidup di dunia dalam pribadi, keluarga dan bermasyarakat, bila hak itu dilecehkan oleh orang lain maka wajib untuk menuntutnya secara adil.

Pada suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib kehilangan baju besinya, kemudian ia mendapatkannya pada seorang Nasrani, Ali mengadukan hal itu kepada Qadhi atau Hakim Syuraih untuk diadili, ketika di pengadilan terjadilah dialok;
Ali ; Baju besi ini saya yang punya, saya tidak pernah menjualnya dan tidak
pernah menghadiahkan kepada siapapun.
Qadhi : Bagaimana jawabanmu tentang dakwaan Amirul Mukminin?
Nasrani: Baju besi ini saya yang punya, tetapi saya tidak bermaksud menuduh
Amirul Mukminin itu berdusta.
Qadhi : Adakah Amirul Mukminin mempunyai bukti dan saksi bahwa baju ini milik
Amirul Mukminin ?
Ali : Syuraih benar, saya tidak dapat mengemukakan saksi dan bukti.

Qadhi menyerahkan baju itu kepada orang Nasrani karena Ali tidak dapat menunjukkan bukti dan saksinya. Dengan langkah tenang Nasrani itu meninggalkan raung sidang, tetapi sesampai di pintu dia masuk lagi dan berkata,"Hukum yang tuan Qadhi putuskan itu adalah benar yang pernah dilakukan para nabi, saya naik saksi di hadapan Allah bahwa ini adalah hukum keadilan, dan mulai sekarang saya nyatakan diri saya sebagai muslim, baju ini memang engkau yang punya hai Amirul Mukminin, yang terlepas dari tanganmu ketika engkau pergi perang Shiffin.

Nasrani yang telah muslim tadi tampil ke depan menyerahkan baju besi itu kepada Ali, Alipun menyambut baju itu lalu berkata,"Oleh sebab engkau sekarang saudaraku dalam islam, maka baju ini kuhadiahkan kepadamu".

Ketika masalah diselesaikan dengan adil oleh sang qahid yang adil maka selesailah permasalahan itu bahkan banyak mendapatkan keuntungan bagi kemaslahatan ummat, tapi ketika hakim bukan orang yang adil maka banyak sekali penyelewengan hukum terjadi, Rasulullah bersabda; "Hakim itu terbagi tiga macam, dua macam hakim masuk neraka dan satu macam tetap di dalam syurga, yang masuk syurga adalah hakim yang mengetahui yang hak, lalu dilaksanakan dengan hak", yang akan masuk neraka dua macam yaitu; Hakim yang menghukum manusia atas kejahilan, maka dia didalam neraka. Hakim yang mengetahui yang hak, lalu berlaku curang, maka ia di dalam neraka".

Rasulullah bersabda, "Seandainya anakku Fatimah maka akan aku potong tangannya". Dikesempatan lain beliau menyatakan,"Sebenarnya kehancuran ummat terdahulu adalah bila yang mencuri itu orang kecil dan rakyat jelata, mereka menjatuhkan sangsi hukum, namun sebaliknya bila yang mencuri itu orang yang berpangkat, maka mereka menutup mulut".

Seorang tokoh bernama Honore de Balzec mengatakan,"Hukum itu sama dengan sarang laba-laba, banyak ditabrak serangga besar tapi yang terjaring hanya serangga kecil saja".

Banyak hal yang sudah dikemukakan oleh tokoh hukum dan perundang-undangan agar hakum memiliki wibawa dimata masyarakat, dia tegar dalam menjalankan jabatannya, tidak terpengaruh oleh siapapun, tidak dapat disogok oleh siapapun dan tidak memandang dalam menegakkan hukum, diantaranya disarankan;
1.Diberikan kendaraan khusus dan dia sendiri yang menyupirnya.
2.Gajinya besar sehingga tidak tergiur oleh iming-iming sogokan uang berapapun.
3.Tidak boleh meminjam dalam bentuk jasa apapun dari orang lain.

Tapi semua itu tergantung faktor iman yang terhunjam dalam hatinya, faktor iman ini sangat penting untuk mengatasi bentuk penyelewengan apapun. Hakimlah pilar pertama untuk tegaknya keadilan itu, wallahu a'lam [Cubadak Solok, 15 Ramadhan 1431.H/ 25Agustus 2010.M].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar