Jumat, 11 Mei 2012

C a l e g


Oleh Mukhlis Denros

Rasanya tidak ada yang tidak tahu arti "Caleg", semuanya tahu semacam apa makanan yang bernama caleg itu, tapi ini bukanlah makanan, caleg singkatan dari Calon Anggota Legislatif, calon anggota dewan makna sebenarnya. Setelah reformasi, dengan berdirinya sekian partai, sulit untuk mencari caleg karena berbagai aturan yang ada apalagi partai semakin banyak sehingga pada setiap rumah sudah punya pilihan terhadap caleg pada pemilu mendatang bahkan ada rumah dua sampai tiga orang anggota keluarga yang jadi caleg dari tiga partai, dapat dipastikan rusak dan pecahnya suara pilihan dirumah itu.

Hasil Pemilu tahun 2004 membuat banyak Caleg mengalami kekecewaan karena mereka tidak mampu meraih suara untuk mengantarkannya ke gedung DPRD sebagai anggota dewan yang terhormat, hasil ini tidak disangka, perolehan suaranya demikian kecil dibandingkan dengan caleg lain. Kini tepatnya tanggal 9 April 2009 yang lalu ajang pertarungan terbuka lagi dengan jumlah partai yang banyak dan caleg yang tidak sedikit, sudah dapat diprediksi siapa yang akan duduk di DPRD pada periode 2009-2014 nanti, tentu persaingan ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, waktu yang cukup panjang membuat lelah karena tenaga terkuras, fikiran yang terfokus hanya kepada kemenangan gemilang di depan mata.

Dikala hasil Pemilu 2009 ini diperoleh, ada beberapa orang yang duduk sebagai anggota dewan dan ratusan jumlahnya caleg kita yang ”taduduak” dengan penilaian bahwa mereka telah kalah dalam Pemilu tahun itu. Sebenarnya sebuah perjuangan tidak mengenal kata ”Kalah”. Semua perjuangan yang suci adalah menang dan meraih kejayaan. Ini tentu tidak bisa dipandang dari sudut duniawi saja. Apalagi memperjuangkan kebenaran yang tidak terbatas dengan Pemilu.

Pemilu adalah sebuah ajang jihad bila kita kerjakan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan semata-mata untuk merebut kursi kekuasaan. Bila tujuan yang terakhir ini yang dominan menunjukkan perjuangan kita telah rusak. Masalah kekuasaan dan kursi atau ghanimah dalam peperangan jangan dikedepankan dalam rangka menjaga keikhlasan dalam berbuat.

Dalam perjuangan apapun termasuk memperjuangkan kebenaran melalui partai politik ada sebab-sebab umum yang menyebabkan kita mengalami kekalahan, walaupun sebenarnya kekalahan itu dalam kamus hidup pejuang tidak ada selama perjuangan suci masih dilakukan. Tetapi secara kasat mata kekalahan itu disebabkan beberapa hal, diantaranya terlalu cinta kepada dunia dan sangat takut dengan kematian sehingga untuk meraih dunia tadi dengan menghalalkan segala cara.

Penyakit lain yang menyebabkan kekalahan adalah mental caleg yang dibentuk oleh sistim masa lalu untuk selalu kalah, sehingga sudah mendarah daging kekalahan itu. Selain itu kitapun belum siap untuk menang dalam Pemilu sebagai anggota dewan karena memang Sumber Daya Manusia [SDM] yang dapat mendukung kemenangan itu belum memadai. Bahkan bila kita menang mungkin banyak kehancuran dan kerusakan yang akan terjadi ulah tangan kita sendiri, paling tidak kita menjadi anggota dewan dengan kapasitas 5 D, datang, duduk, diam, dengkur dan duit, Justru itu kemenangan yang tertunda ini menjadikan kita untuk siap menyediakan SDM handal ke depan dengan pendidikan melalui training dalam partai.

Disamping itu memang ada sebuah konspirasi yang dilakukan oleh musuh-musuh kita untuk menjadikan sang caleg supaya tetap kalah. Tekanan itu mereka lakukan melalui opini yang menyesatkan, penghitungan hasil Pemilu yang tidak jujur, serangan fajar dan politik uang atau menakut-nakuti masyarakat agar tidak memilih Partai dan caleg tertentu.

Melalui perjuangan pada Pemilu tahun 2009, bila ada caleg yang mendapat kemenangan yang mungkin harus dibayar dengan pengorbanan harta, tenaga, waktu bahkan jiwa bisa ”duduak” di dewan untuk tegaknya keadilan bukan hanya omong kosong. Supremasi hukum nanti bukan sebatas semboyan dan kesejahteraan masyarakat Solok ini tidak hanya hiasan bibir dan janji belaka, tapi memang terbukti. Maka ada sikap penting yang harus kita miliki yang diberikan Allah dan Rasul-Nya;

”....... supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” [Al Hadid 57;23]

Mustahil semua caleg akan duduk di kursi dewan dalam Pemilu tahun 2009 ini, untuk itulah bagi yang berhasil agar tetap tawadhu’, qonaah dan istiqomah dalam kebenaran, jangan lupa daratan hingga membusungkan dada. Bagi yang belum dan yang tidak akan mungkin duduk di dewan, ketahuilah bahwa untuk sukses itu tidak hanya sebagai anggota dewan saja. semua itu adalah perjalanan karir politik seseorang dan itu bukan akhir dari segala-galanya dalam hidup ini, sebuah keyakinan harus tumbuh dalam jiwa kita bahwa posisi apapun yang kita sandang itu hanya amanah dari Allah, dikala yang punya amanah mengambilnya kembali maka sikap kita ialah siap mengembalikan amanah itu, karena akan ada amanah-amanah lain yang lebih baik dan lebih besar lagi yang akan kita sandang, menjadi anggota dewan bukanlah segala-galanya dalam hidup ini sehingga dikala jabatan diserahkan kita dalam posisi stabil, kokoh, kuat dan mantap.

Lembaga yang dinyatakan rentan terjadinya korupsi, saling suap, menghalalkan segala cara adalah lembaga legislatif yang diamini oleh eksekutif yang kedua lembaga ini dekat dengan anggota dewan, padahal suap, korupsi, penyelewengan jabatan ada dimana dan sudah ada sejak dahulu.
Jauh sebelumnya Wakil Presiden RI pertama yaitu Dr. Muhammad Hatta telah menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya, mengakar dan sulit diberantas. Apalagi rezim yang berkuasa memberi peluang untuk itu dengan istilah-istilah indah, seperti; “kebocoran” ,atau “salah prosedur”. Sehingga orang tidak takut mengerjakan perbuatan itu, bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai “pekerjaan sampingan”.

Perbuatan suap menyuap pada ghalibnya beredar di kalangan pejabat-pejabat yang punya wewenang. Dengan alat wewenangnya itu diloloskannyalah apa-apa yang dihajatkan oleh si penyogok buat suatu kepentingan. Dengan harapan supaya di hasilkan apa yang dihajatkannya maka si penyuap memberikan apa-apa yang patut menggembirakan hati seorang pejabat. Bisa berupa uang, benda-benda berharga atau barang dan perhiasan serta makanan

Jadi suap menyuap itu terjadi dari dua pihak yang sama-sama ada kepeningan. Yakni kepentingan menerima ”uang sogok” di satu pihak dan kepentingan menerima “kelolosan hajat” di pihak lain. Perbuatan main suap dan menerima suap dilarang keras oleh Syara’ Agama Islam. Dihitung berdosa besar di sisi Allah SWT.

Menurut catatan sejarah pergaulan antar bangsa, bahwa perangai suka menyogok adalah perangai-perangai kaum Yahudi dan China perantauan. Asal mulanya dua bangsa ini di mana-mana tempat selalu diperlakukan semena-mena oleh yang berwajib. Dalam banyak hal mereka selalu menjumpai kesulitan dan ketidak-lancaran. Maka supaya lancar tiap urusan itu, dipergunakanlah uang buat melancarkannya, menyogok.

Setelah lama perangai itu berjalan mengalami proses meningkat, bukan hanya untuk ”melancarkan” tapi uang itu kemudian juga digunakan untuk ”membeli kelancaran”. Tiap-tiap uang yang diberikan bukan lagi dianggap sebagai hadiah, tapi sudah berubah arti menjadi ”penebus”. Lama-kelamaan perangai ini menyebar dan menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat, hingga sekarang.

Budaya suap menyuap itu adalah penyelewengan yang tidak kecil. Rasulullah mengatakan, ”Laknat Allah atas orang-orang yang memberi suap dan menerima suap”. Dalam hadits lainpun dikatakan, ”Dilaknat Allah orang-orang makan suap dan memberikan suap dan orang-orang yang menjadi perantaranya”.

Demikian ancaman disampaikan Rasulullah dan ajaran Islam terhadap perbuatan ini. Tinggal lagi mental ummat, apakah ini dianggap sebagai budaya, sudah zamannya, semua orang juga begitu, inikan hadiah bukan suap, balas jasa kok tidak boleh, dan seterusnya. Sebenarnya hati nurani yang bersih dari maksiat pasti menolaknya.

Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab kedatangan tamu bernama Tartar An Nahar dari sebuah kerajaan tetangga. Diakhir kunjungan raja tersebut ia meninggalkan sebuah kalung emas yang diberikannya kepada isteri Umar. Dan isteri Umar senang hati menerima pemberian itu.

Tapi tidak bagi Umar. Dia mengatakan bahwa hadiah itu harus dimasukkan ke kas negara. Tapi sang isteri protes, katanya hadiah itu bukan untuk negara, melainkan untuk dirinya. Dengan arif Umar berkata, ”Begitu banyak wanita di Madinah ini, kenapa engkau saja yang mendapat hadiah sementara yang lain tidak? Bila aku tidak jadi Khalifah siapa yang mau memberimu ? ingat segala pemberian yang berkaitan dengan jabatan adalah suap”.

Abu Zar Al Ghifari adalah sahabat Rasulullah. Suatu kali dia datang kepada Nabi, katanya, ”Ya Rasulullah, banyak sahabat yang engkau berikan jabatan sebagai gubernur, tapi kenapa aku tidak engkau beri jabatan?”. Rasulullah menjawab, ”Hai Abu Zar, engkau adalah orang yang lemah, tidak sanggup engkau memikulnya karena jabatan itu amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya”.

Berjalannya mutasi pada disetiap dinas, badan dan kantor dalam rangka penyegaran dan penempatan posisi sesuai dengan eselon masing-masing pegawai Pemerintah Daerah agar berbuat lebih produktif dan kreatif sesuai dengan keahliannya, semoga penempatan orang perorang pada bidangnya memang sesuai dengan skill yang dimiliki sebab bila memberikan pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya maka bukan kemaslahatan yang ditemui tapi sebaliknya kehancuran akibatnya, kami mengucapkan selamat bertugas kepada semua pegawai Pemerintah Daerah yang dimutasi maupun dipromosikankan semoga berbuat lebih baik untuk masa-masa mendatang.

Bagi yang dipromosikan jadikanlah ini sebuah penghargaan dari sebuah hasil kerja yang baik dan ke depan tetap dipertahankan, bagi yang belum mendapat kesempatan tetaplah memperlihatkan kinerja dan tingkah laku yang lebih baik. Dikala Khalid bin Walid dipecat oleh Umar bin Khattab sebagai komandan perang, surat pemecatan itu dia simpan dengan baik namun tidak menyurutkan semangat jihadnya hingga peperangan itu selesai dengan kemenangan gemilang. Saat itu orang munafiq memprovokasi Khalid bin Walid dengan kalimat, ”Untuk apa anda masih berjuang dengan baik sedangkan anda telah dipecat oleh Umar bin Khattab”, spontan Khalid bin Walid menjawab,”Aku berjihad bukan karena Umar bin Khattab tapi motivasiku berjuang adalah karena Allah semata, bagi kami ditempatkan sebagai komandan oke jadi prajurit juga tidak ada alasan untuk berhenti berjuang”.

Begitu pula dengan anggota DPRD setelah melalui proses yang sesuai dengan Undang-Undang dan Tata Tertib DPRD baik yang telah dan akan di PAW, semua itu adalah perjalanan karir politik seseorang dan itu bukan akhir dari segala-galanya dalam hidup ini, sebuah keyakinan harus tumbuh dalam jiwa kita bahwa posisi apapun yang kita sandang itu hanya amanah dari Allah, dikala yang punya amanah mengambilnya kembali maka sikap kita ialah siap mengembalikan amanah itu, karena akan ada amanah-amanah lain yang lebih baik dan lebih besar lagi yang akan kita sandang, menjadi anggota dewan bukanlah segala-galanya dalam hidup ini sehingga dikala jabatan diserahkan kita dalam posisi stabil, kokoh, kuat dan mantap.

Dikala seseorang sebagai Caleg, yang tergambar adalah enaknya jadi anggota dewan sehingga diupayakan semua potensi untuk meraihnya, setelah duduk di dewan menjelang Pilkada yang tergambar adalah enak juga kalau jadi Wakil Bupati sehingga keperluan untuk itu dimaksimalkan, dua tahun jadi wakil Bupati mulai berfikir agar Pilkada mendatang enak juga kalau jadi Bupati sehingga semua kekuatan, jaringan dan kader dikerahkan agar kedudukan itu di raih. Setelah jadi Bupati dengan seonggok tugas-tugas dan jauhnya perjalanan dinas yang dilengkapi pasilitas hidup, berfikir lagi bagaimana kalau Pilkada mendatang jadi Bupati lagi sehingga kekuatan disusun kembali, jaringan dibenahi dan dana dikumpulkan untuk itu. Itulah sifat manusia yang manusiawi, tidak puas dengan yang telah ada, ambisi untuk meraih segala-galanya, hal ini tidak dilarang tapi jangan sampai sikut kanan dan sepak kiri, jangan sampai injak bawah dan jilat atas.

Gendrang kampanye Pemilu telah ditabuh yang pertanda kompetisi untuk meraup suara bagi partai dan caleg sudah dimulai sejak dari ujung desa hingga gemerlapnya kota besar, intinya suatu arena demokrasi untuk menjaring dan menyaring calon anggota DPR, DPRD dan DPD untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Aroma kampanye itu sudah semerbak dengan kibaran bendera partai, baligho dan spanduk yang terpasang dimana-mana hingga door to door mendekatkan diri caleg kepada masyarakatnya selain mengumbar janji juga memberi bukti berupa bantuan dan santunan yang sulit untuk dikatakan sebuah tindakan money politik .

Pemilu adalah sebuah ajang perjuangan bila kita kerjakan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan semata-mata untuk merebut kursi kekuasaan. Bila tujuan yang terakhir ini yang dominan menunjukkan perjuangan kita sudah rusak. Masalah kekuasaan dan kursi jangan dikedepankan dalam rangka menjaga keikhlasan dalam berbuat. Tidak sedikit akibat Pilkada dan Pemilu yang banyak menghabiskan dana namun sang calon gagal mencapai cita-citanya hingga depresi dan stress bahkan hilang ingatan.

Yang lebih utama bagi seorang calon adalah siapkan mental spiritual sehingga apapun hasilnya tetap berdampak baik bagi pribadi yang terlibat, jauh-jauh hari Nabi Muhammad menyampaikan kepada ummatnya bahwa apapun yang menimpa diri pribadi seorang muslim semuanya baik bagi dirinya, kalau dia berhasil meraih sesuatu maka dia bersyukur dan itu baik baginya, begitu juga kalau dia gagal mencapai sesuatu itu maka dia akan bersabar dan itu lebih baik baginya.

Saat kampanye, sebagai caleg teladan berjalanlah dengan baik tanpa hujatan dan cacian kepada partai dan caleg lain sehingga tampak dewasa dalam kancah perjuangan ini. Tidak mudah terpancing oleh sentilan, hujatan dan cacian dari pihak lain. Pantang bagi seorang caleg yang baik dalam kampanye mengumbar janji-janji kosong yang sulit untuk direalisasikan, bagi seorang caleg lebih prinsip menawarkan idialisme, kebenaran dan keadilan tanpa money politic atau politik uang.

Setiap pemilu berlansung, kita melihat ada bajing loncat dari satu partai ke partai lain, periode yang lalu tidak lolos jadi anggota dewan maka untuk yang akan datang dia tampil lagi sebagai caleq dengan baju yang lain, ada pula yang sudah menghabiskan dana puluhan juta dengan harapan bisa menjadi anggota dewan melalui penyebaran atribut dan uang, nyatanya uang habis, hasilnya tidak ada. Ada pula yang antipati dengan caleg dan partai karena setelah caleg duduk sebagai anggota dewan mereka tidak mau tahu lagi dengan pemilihnya.

Sungguh saya tidak pernah memaksakan diri untuk jadi caleg, sayapun tidak pernah mempromosikan diri saya kepada partai untuk dijadikan caleg pada sebuah pemilu, tapi ketika amanah itu diberikan kepada saya maka saya siap untuk menjalankannya karena jabatan apa saja adalah amanah yang punya konsekwensi dan resiko tidak ringan, dua kali saya jadi caleg dan dua kali pula jadi aleg [anggota legislatif], wallahu a'lam. [Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar