Jumat, 11 Mei 2012

Cemburu


Oleh Mukhlis Denros

Perkawinan adalah bentuk paling sempurna dari kehidupan bersama, inilah pandangan ahli-ahli moral, hidup bersama tanpa nikah hanyalah membuahkan kesenangan semu atau sekilas waktu. Kebahagian hakiki dan sejati diperdapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh pernikahan. Firman Allah ”Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu pandang baik untukmu” [An Nisa’ 4;3], Rasulullah bersabda, ” Hai para pemuda, siapa diantara kamu yang sudah sanggup kawin, hendaklah dia menikah, karena perkawinan itu untuk memelihara pandangan mata agar tidak liar dan dapat memelihara keliaran nafsu birahi”.

Yang dimaksud mampu bukan sekedar umur saja, tetapi mencakup pada fisik dan psikologis, sehat rohani, jasmani, bertanggungjawab, berpengetahuan, cinta dan kasih sayang, serta agama harus menjadi pedoman yang kuat dalam menjadikan hidup keluarganya. Dunia perkawinan tidak hanya melulu merupakan ketentraman dan kesenangan, cukup banyak tantangan serta cobaannya. Bukan hanya cukup dalam hal materi saja yang menentukan seseorang untuk membina rumah tangga yang baik, juga suasana tentram dan harmonis.

Tahan dan tidaknya rumah tangga, aman dan buruknya rumah tangga, terutama tergantung dari niat yang diletakkan pada pernikahan membangun rumah tangga tersebut, ”Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah, Dia ciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, guna membentuk rumah tangga dengan dia dan dijadikannya cinta birahi dan kasih sayang diantara kamu berdua” [An Nur 24;21].

Banyak motive perkawinan yang menyimpang dari jalur yang sebenarnya; karena ingin menguras hartanya sehingga setelah melarat tinggal dibuang saja, karena terpaksa dengan kehendak orangtua dan lain-lainnya, sehingga akan sulit terpelihara ketentraman dalam rumah tangga. Sering kita temukan rumah tangga setiap hari tidak pernah aman dan tentram, keributan selalu terjadi, perang mulut sampai alat rumah tangga melayang yang diakhiri dengan perceraian, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang mengawini perempuan karena kekayaannya saja atau kecantikannya saja, maka Allah akan memberikan kehinaan perempuan itu kepadanya” [Al Hadits].

Salah satu bumbu dalam rumah tangga dan bahkan ini disebutkan hak suami isteri terhadap pasangan masing-masing, juga merupakan ujud cinta suami kepada isterinya dan sebaliknya ialah cemburu. Cemburu itu dibolehkan dalam agama kita karena dia merupakan ujud cinta dari isteri tapi janganlah karena cemburu sehingga mengekang gerak suami, isteri tidak aman dikala suaminya pergi walaupun untuk kepentingan agama seperti da'wah dan kerja, dia khawatir suaminya beralih kepada wanita lain, sebenarnya ada ungkapan yang perlu kita ingat, "untuk mengikat hewan maka ikatlah kakinya sedangkan untuk mengikat manusia maka ikatlah hatinya".

Karena cemburu janganlah merendahkan orang lain apalagi dengan mencacimaki, menghina dan meremehkan orang itu, hal ini akan membuat siapa saja termasuk suami yang mendengar cacian itu akan simpati kepada siapa yang dihina.

Suatu ketika Rasulullah menyebut-nyebut Siti Khadijah yang telah berjasa memperjuangkan agama Allah ini dengan segala pengorbanannya, mendengar itu Aisyah marah dengan kata-kata,"Oh perempuan yang janda tua itu, yang sudah mati itu ya? Sedangkan aku kau nikahi dalam keadaan masih perawan", mendengar kata-kata Aisyah itu Rasulullah meluruskan,"Dialah yang telah berjuang dengan harta, jiwa dan raganya untuk tegaknya agama ini dan dari dia pula aku punya anak".

Pada waktu Rasulullah dan para sahabat pulang dari berjihad dengan kemenangan yang gemilang, saat memasuki Kota Madinah beliau disambut oleh ummat islam, termasuk yang menyambut itu adalah Asma binti Abu Bakar, adik ipar beliau. Dengan senangnya Asma memegang tali onta sedangkan Rasulullah ada di atas onta itu, lantas Rasulullah menegur Asma dengan kata-kata bijak,"Hai Asma, jangan kau lakukan itu karena suamimu Zubeir bin Awam sangat pencemburu", teguran itu didengar olah Asma dan dia melepaskan tali onta itu.
Nabi Ibrahim telah menikah dengan Sarah. Pernikahan itu tidak kunjung membuahkan generasi pelanjut. Berpuluh tahun menantikan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya, belum juga dikaruniai seorang putrapun. Ibrahim menjadi masqul. Melihat kesedihan suami yang dicintai, Sarah tidak tega. Ia tawarkan Hajar, budaknya untuk dinikahi dengan harapan akan memperoleh seorang putra bagi Ibrahim, Sarah rela dimadu dengan Hajar.

Allah memberikan karunianya. Hajar mengandung. Tiada terkira rasa cemburu Sarah kepada Hajar. Timbul khawatir Ibrahim akan melupakan dirinya. Rasa cemburu merupakan fithrah manusia, tidak kecuali pada Sarah. Sementara ia masih bisa menahan hati ketika Hajar masih mengandung. Namun perasaan itu tidak bisa disembunyikan lagi bila Ismail telah lahir. Suatu hari Sarah berkata, ”Suamiku Ibrahim. Berat rasa hati mengatakan hal ini, telah lama ku pendam perasaan. Sudah ku coba untuk menenangkan hati, tapi rasanya tak tahan lagi. Aku takut kau akan melupakan diriku, setelah Hajar menjadi isterimu, ia wanita yang beruntung dapat memberikan keturunan kepadamu”.

Ibrahim menaruh kasihan, ”Sarah, Hajar adalah budakmu. Kau dapat melakukan apa saja padanya. Kau dapat berbuat sesuka hatimu”. Hibur Ibrahim. Namun sebagai wanita yang beriman, Sarah tidak mau melampiaskan semua isi hatinya. Ia takut kepada Allah. Meskipun telah diberi kebebasan, dia tidak mau melakukannya. Sarah masih membolehkan Hajar tinggal di rumahnya.

Ketika Ismail lahir, apa yang dibayangkan serta dilakukan Sarah benar-benar terjadi. Perhatian dan kasih sayang Ibrahim kepada Hajar dan putranya makin bertambah. Tidak ada waktu luang yang tidak dilewatkan bersama anaknya Ismail. Tiada terkira bahagianya Ibrahim. Melihat kenyataan itu Sarah menemui Ibrahim dan berkata, ”Demi Allah aku tidak tahan lagi hidup bersama. Aku tidak tahan lagi hidup satu rumah dengannya”. Setiap hari Sarah mendesak Ibrahim agar membawa Hajar pergi dari rumahnya. Hingga suatu hari Ibrahim mendapat perintah dari Allah Swt untuk membawa Hajar ke Selatan.

Dibawanya Hajar dan Ismail ke daerah tandus lagi kosong tanpa penduduk. Daerah itu aman bagi Ismail dan ibunya. Aman pula dari Sarah yang tidak menyukai kehadirannya. Disini Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya dengan bekal sekarung kurma dan segentong air, setelah dibangunnya sebuah gubuk sederhana sekedar tempat berteduh. Disini Hajar harus berjuang mempertahankan hidup bersama Ismail. Hajar belum menyadari mereka akan ditinggalkan ditempat sepi ini. Ia takut dan cemas. Hari demi hari akan dilaluinya dalam kedukaan. Setelah Ibrahim mengutarakan maksud Allah, Hajar berusaha membujuk Ibrahim, tapi dengan tegar Ibrahim melangkah tanpa menoleh. Setelah agak jauh meninggalkan Hajar, terdengar teriakan Hajar. ”Ibrahim suamiku. Benarkah engkau akan pergi meninggalkan kami di tempat ini, sunyi lagi sepi ? Benarkah yang menyuruh ini Allah ?”. dengan suara tersendat bercampur dengan kepiluan Ibrahim menjawab, ”Benar, isteriku. Ini semua perintah Allah”.

Setelah mendengar jawaban dari Ibrahim, puaslah hati Hajar. Dia tenang kembali, karena yakin Allah memberikan ujian kepada mereka serta Allahpun siap menolongnya. Sebelum hilang anak dan isteri dari pandangannya, Ibrahim berdo’a, ”Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau [Baitullah] yang dihormati. Ya Tuhan, karena yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cendrung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur” [Ibrahim;37].

Cemburu yang terpuji adalah kecemburuan yang sesuai dengan batas, jelas dan ada buktinya, yang tidak dibenarkan adalah cemburu buta yaitu cemburu yang tidak pada tempatnya seperti, melarang isteri yang shaleh menghadiri majelis ta'lim, melarang isteri yang tahu adab, bicara dengan orang lain, menghukum isteri karena isteri dipandang lelaki lain, melarang isteri berobat kepada dokter laki-laki padahal tidak ada dokter wanita.

Seorang suami harus memiliki rasa cemburu kepada istrinya yang dengan perasaan ini ia menjaga kehormatan istrinya. Ia tidak membiarkan istrinya bercampur baur dengan lelaki, ngobrol dan bercanda dengan sembarang laki-laki. Ia tidak membiarkan istrinya ke pasar sendirian atau hanya berduaan dengan sopir pribadinya. Suami yang memiliki rasa cemburu kepada istrinya tentunya tidak akan memperhadapkan istrinya kepada perkara yang mengikis rasa malu dan dapat mengeluarkannya dari kemuliaan.
Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata mengungkapkan kecemburuannya terhadap istrinya:
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang bukan pada bagian sisinya (yang tumpul].”
Mendengar ucapan Sa’d yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencelanya. Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa’d? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’d dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Al-Bukhari] Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullahu menyebutkan, dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim dikisahkan bahwa tatkala turun ayat:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak dapat menghadirkan empat saksi, maka hendaklah kalian mencambuk mereka sebanyak 80 cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya.” (An-Nur: 4)

Berkatalah Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah demikian ayat yang turun? Seandainya aku dapatkan seorang laki-laki berada di paha istriku, apakah aku tidak boleh mengusiknya sampai aku mendatangkan empat saksi? Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan empat saksi sementara laki-laki itu telah puas menunaikan hajatnya.”

Mendengar ucapan Sa’d, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai sekalian orang-orang Anshar, tidakkah kalian mendengar apa yang diucapkan oleh pemimpin kalian?”

Orang-orang Anshar pun menjawab: “Wahai Rasulullah, janganlah engkau mencelanya karena dia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, dia tidak ingin menikah dengan seorang wanita pun kecuali bila wanita itu masih gadis. Dan bila dia menceraikan seorang istrinya, tidak ada seorang laki-laki pun yang berani untuk menikahi bekas istrinya tersebut karena cemburunya yang sangat.”
Sa’d berkata: “Demi Allah, sungguh aku tahu wahai Rasulullah bahwa ayat ini benar dan datang dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi aku cuma heran.”

Islam telah memberikan aturan yang lurus berkenaan dengan penjagaan terhadap rasa cemburu ini dengan:

1.Memerintahkan kepada wanita untuk berhijab Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Aurat adalah bagian tubuh yang sensiitif. Tingkat kesensitifannya mahram dan bukan mahram berbeda sehingga batas yang harus ditutuppun berbeda. Rasulullah bersabda, ”Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki lainnya dan begitu juga wanita tidak boleh melihat aurat wanita lainnya” [HR. Bukhari].

Di tengah masyarakat Islam masih terdapat bahkan terlalu banyak wanita yang tidak menutup auratnya dengan baik. Mereka lebih suka pakaian yang diimport oleh orang-orang kafir dengan mode mini, tipis, ketat dan menonjolkan aurat yang seharusnya ditutup. Bahkan perguruan-perguruan Islampun masih belum serius dan tidak tegas terhadap pakaian ini sehingga tidak ada beda sekolah yang dikelola ummat Islam dengan yang dikelola non muslim. Ironinya guru yang mengajarpun tidak mampu berpakaian secara Islami.

Di Afghanistan bila ada kaum wanita yang keluar rumah tanpa memakai busana muslimah, maka para remaja dan pemudanya mengusir kaum ibu itu untuk masuk kembali ke rumahnya. Mereka malu bila ibu-ibunya keluar tanpa memakai jilbab.

"Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al Ahzab 33;59]

2. Memerintahkan wanita untuk menundukkan pandangan matanya dari memandang laki-laki yang bukan mahramnya: “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 31)
Ghadhul bashar artinya menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis yang bukan muhrimnya sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur 24;30-31

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.

Lelaki dan wanita yang baik, ketika berkomunikasi dengan lawan jenis dalam urusan yang penting sekalipun dia tetap menundukkan pandangan, tidak liar apalagi menatap mata orang yang diajak bicara, karena ketika terjadi saling pandang kesannya mudah dimasuki syaitan, Rasulullah bersabda,"Pandangan adalah salah satu anak panah iblis"

Yang dimaksud dengan ”menahan pandangan” artinya memelihara pandangan, mengalihkan pandangan dan tidak tertuju pada satu pandangan saja. Rasulullah bersabda, ”Dua mata itu dapat berzina, dan zinanya adalah memandang”. Pandangan syahwat dilarang karena dalam memandang itu ada kesenangan seksual. Dari memandang dengan syahwat menunjukkan kerendahan akhlak. Dengan memandang dapat merusak kestabilan berfikir dan dari pandangan syahwat dapat mengganggu ketentraman berfikir. Rasulullah menegur Ali yang ketika itu masih muda remaja, ”Hai Ali, janganlah sampai pandangan yang pertama diikuti pandangan yang lain. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama dan tidak ada pandangan berikutnya”. [HR. Ahmad]

Rasulullah bersabda,"Semua mata kelak akan menangis dihari kiamat, kecuali mata yang ditundukkan dari pandangan yang haram, mata yang terjaga ketika jihad fi sabilillah dan mata yang darinya menetes air mata sekalipun sebesar kepala lalat karena takut kepada Allah" [Ibnu Abi Dunia]

3. Tidak membolehkan wanita menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami dan laki-laki dari kalangan mahramnya. “… janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita.” (An-Nur: 31)

Islam melarang tabarruj yaitu memamerkan kecantikan di hadapan lawan jenis yang bukan mahramnya, Allah berfirman dalam surat Al Ahzab 33;33"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya''

Memakai hiasan dibolehkan asal tidak berlebih-lebihan sehingga terkesan menor. Parfum untuk wanita dinyatakan oleh Rasulullah adalah warnanya yang pekat tapi harumnya sederhana sedangkan untuk lelaki warnanya kalem tapi wanginya semerbak. Ini semua juga untuk menjaga harga diri wanita, bahkan berdandan dan berhias merupakan sunnah Rasulullah, namun sudah disalah artikan oleh kaum ibu kita. Dia akan berdandan sebaik-baiknya, semenarik mungkin ketika akan pergi ke pesta. Jadi dandanannya untuk lelaki lain, dikala di rumah hanya memakai daster saja, bedak beras yang tebal dan rambut dikerol, bau bajupun belum hilang bekas bawang dan asap di dapur.

Dalam Hadit yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah Rasulullah bersabda,"Perempuan mana saja yang pakai parfum kemudian ia keluar rumah dan melewati kelompok manusia agar mencium keharumannya, maka ia adalah pezina dan setiap mata yang memandang juga pezina".

4. Tidak membiarkannya bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahram.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hati-hati kalian dari masuk ke tempat para wanita.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ipar12?” Beliau menjawab, “Ipar itu maut13.” (HR. Al-Bukhari danMuslim)
Yang dimaksud dengan ikhtilat ialah campur baur antara lelaki dan wanita seperti di jalan raya, di kendaraan, menghadiri tontonan seperti di bioskop, show artis, tempat bekerja dan tempat menuntut ilmu sampai di tempat-tempat rekreasi semua itu merupakan ladang-ladang subur terjadinya proses perbuatan zina.

Siti Maryam adalah wanita yang shalehah. Hidupnya diabdikan di mihrab Masjidil Aqsha. Dia tidak pernah bergaul dengan lelaki lain sehingga kedatangan Jibril yang menyerupai manusia ganteng itu untuk menyampaikan kabar gembira kalau Maryam dengan izin Allah akan punya anak walaupun tanpa suami. Ia hardik malaikat itu dengan kata-kata santunnya dalam surat Maryam 19;16-19

"Dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya Aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa". Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya Aku Ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".

Bayangkan, orang yang bertaqwa saja tidak boleh berkhalwat apalagi orang yang imannya tanggung dan tidak punya pengetahuan islam yang memadai.

5. Tidak memperhadapkannya kepada fitnah, seperti bepergian meninggalkannya dalam waktu yang lama atau menempatkannya di lingkungan yang rusak.

6.Larangan berkhalwat
Khalwat artinya menyendiri dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Cara ini lebih ampuh untuk mencegah timbulnya fitnah maupun syahwat. Kita boleh percaya dengan kemampuan diri sendiri dalam masalah khalwat, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah sekali-kali bersendirian dengan seorang wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiganya adalah syaitan”.

Dalam hadits lainpun Rasulullah memberi peringatan; hindarilah keluar masuk rumah seorang wanita, seorang lelaki Anshor bertanya, ”Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar ? Jawab Rasul, ”Bersepi-sepia dengan iparnya sama dengan maut”.

Dalam zaman yang serba modern ini bukankah terlalu banyak perbuatan bersunyi diri dengan lawan jenis dilegalkan sehingga tempat-tempat hiburan dan wisata laku pesat oleh anak-anak muda untuk melampiaskan nafsu birahinya sementara orang lain menerima keuntungan. Demikian pula setiap film, sinetron dan drama ditayangkan memberikan gambaran bahwa pacaran, bergandengan tangan, berpelukan, berciuman dan kumpul kebo seolah-olah dibolehkan dan seolah-olah itu adalah gaya hidup yang harus ditiru. Bagi remaja yang tidak punya pacar dan menjaga kesuciannya dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

Tapi akibatnya terlalu banyak nikah yang dipaksakan karena hamil terlebih dahulu, sekolah atau kuliah terbengkalai karena harus menggendong anak hasil perbuatan zina yang diawali dari berkhalwat. Bahkan banyak anak-anak yang tidak tahu kepada siapa dia harus memanggil ”Ayah” sebab sejak dia lahir sang ayah tak pernah ada disampingnya.

7.Larangan bercengkrama
Cengkrama adalah medan syahwat yang sangat efektif untuk menundukkan manusia. Dari cengkrama berkembang menjadi janji, kencan dan perbuatan maksiat lainnya.
Bukan berarti Islam tidak membolehkan kita bercengkrama. Tetapi terlalu banyak bercengkrama tadi yang hanya menjurus kepada kata-kata kotor dan keji yang mengandung maksiat ini yang tidak boleh. Apalagi cengkrama dengan wanita yang bukan muhrimnya. Tidak sedikit perbuatan zina terjadi yang diawali dari canda dan cengkrama yang saling meresfon, apalagi canda yang sudah mengarah kepada saling pukul, saling cubit, saling pegang maka akan terjadilah saling-saling yang lain

8.Larangan bersentuhan
Asy Syarbani mengatakan, ”Kalau memandang saja diharamkan, maka bersentuhan juga diharamkan, karena ia lebih sampai pada kenikmatan yang lebih besar pengaruhnya terhadap syahwat”, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya, apapun alasannya bahkan ketika terjadi perjanjian Bai’ah yaitu janji setia orang-orang Madinah dengan Rasulullah yang diikuti oleh kaum wanitanya, Rasul menjabat tangan kaum lelakinya dan tidak berjabat tangan dengan kaum wanita, hanya dengan ucapan saja dibalik tabir sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Aisyah, ”Tidak, demi Allah, tidak pernah sekali-kali tangan Rasulullah menyentuh tangan wanita lain. Beliau mengambil Bai’ah mereka hanya dengan perkataan”.[ HR.Bukhari dan Muslim].

Fenomena sentuhan ini dizaman modern ini tidaklah tabu lagi. Bahkan peluk, dekapan dan gandengan tangan dengan yang bukan muhrim sudah dianggap wajar. Semua ini akibat program modernisme yang disalah artikan. Lihatlah bagaimana wajarnya bagi mereka tentang sentuhan ini ketika kita menyaksikan adegan televisi sebangsanya kuis atau temu ramah para remaja bahkan orang-orang yang sudah dewasa, semua adegan tidak lepas dari sentuhan.

9.Larangan wanita pergi sendiri
Wanita kodratnya tak dapat melindungi dirinya sendiri. Oleh karena itu seorang wanita muslimah dilarang pergi sendirian tanpa muhrimnya, apalagi kepergian itu dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama, Rasulullah bersabda, ”Janganlah sekali-kali seorang lelaki melepas seorang wanita kecuali bersama mahramnya, ada seorang lelaki bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan saya telah tercatat untuk ikut dalam peperangan”, beliau menjawab, ”Pergilah kamu dan berhajilah bersama isterimu” [Bukhari dan Muslim].

10.Bila bicara tegas
Seorang wanita boleh bicara dengan orang lain selama memperhatikan sikap dan menjaga kepribadian muslimahnya. Diantaranya dia tidak boleh bicara dengan nada merayu, lembut dan manja kepada orang yang bukan muhrimnya. Apalagi dengan sikap manja dan ingin dimanja karena hal ini akan mengundang lelaki lain tertarik kepadanya. Bukan berarti bersikap kasar dan suara keras, tapi bicaralah dengan tegas dan tepat, tidak bertele-tele dan bermanja-manjaan.

Ibnu Katsir berkata, ”Wanita dilarang dengan lelaki asing dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya”, wanita boleh bermanja-manja atau bicara dengan suara lembut mendayu hanya boleh kepada suami, ayahnya, kakak atau adik kandungnya atau anak dan cucunya.

Dikala dia diganggu oleh lelaki lain, dia harus bicara tegas dengan nada pasti, ”Jangan” sehingga lelaki tadi berfikir dua kali untuk bersikap tidak sopan kepadanya. Tapi bila ucapan wanita itu mengatakan, ”Jangan ah” sambil menampakkan sikap genit lagi manja tentu akan mengundang dan mengandung hasrat dari lelaki tersebut.

Cemburu itu manusiawi selama tidak cemburu buta, karena bahayanya cemburu itu maka seharusnya menghindari oleh kedua belah pihak, suami atau isteri hal-hal yang mendatangkan kecemburuan, , wallahu a'lam. [Cubadak Solok, 20 Ramadhan 1431.H/ 30Agustus 2010.M]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar