Rabu, 09 Mei 2012

Anggota Dewan


Oleh Mukhlis Denros

Menjadi anggota dewan adalah sebuah kebanggaan dan prestise sendiri bagi mereka yang memburunya dengan berbagai cara asal jabatan terhormat dapat diraih apalagi dimasa orde baru, tidak semua orang bisa bermimpi duduk di kursi empuk kepunyaan rakyat yang diwakilinya, kursi dewan dulu adalah milik kroni-kroni orde baru yang menyerahkan loyalitasnya demi kekuasaan hingga berakhirnya Soeharto dari kerajaannya tahun 1998.

Ketika saya menjadi protokol pada pengajian masyarakat Minangkabau di Metro Lampung Tengah yang tergabung dalam wadah KBSB, keluarga Besar Sumatera Barat tahun 1985 ketua penyelenggara pengajian Sutan Fajir M memperkenalkan tamu, seorang warga Minang yang sudah lama tinggal di Metro bernama Drs. Zaini Djas, dia adalah seorang anggota dewan. Dengan perkenalan itu saya agak tertegun kagum mendengarnya, anggota dewan, hebat… ? ada keinginan menyelinap di benak saya, jadi anggota dewan.

Jangankan punya cita-cita sebagai anggota dewan sedangkan mimpi tentang itu saja saya tidak pernah, karena saya punya pandangan tersendiri terhadap jabatan tersebut;
Pertama, saya hanya seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan sederhana penuh kesusahan dan penderitaan, jangankan berfikir tentang cita-cita jadi sarjana, tamat SMA saja sebuah upaya maksimal, tidak satupun dari keluarga yang jadi pejabat.

Kedua, tiga partai politik dimasa orde baru yaitu Golkar, PPP dan PDI bagi saya bukanlah refresentasi rakyat Indonesia, partai tersebut sama saja yaitu melanggengkan ketidak adilan yang dikendalikan oleh Soeharto sehingga wajar bila dibenak saya yang tergambar terhadap partai adalah upaya untuk meraih kekuasaan dengan berbagai cara, halal ataupun haram kemudian memanfaatkannya untuk meraih keuntungan pribadi lalu melupakan rakyat pemilihnya dengan kecurangan.

Ketiga, sejak duduk di SMP saya bergelut dengan kegiatan agama karena nampaknya bakat saya sebagai da’i, hal tersebut tergambar dalam keterlibatan saya dengan lembaga keagamaam seperti Remaja Masjid, Forum Kajian Islam, HMI, MUI hingga IKADI saat ini.

Keempat, untuk duduk sebagai pejabat semisal anggota dewan tidaklah mudah, harus berkecimpung terlebih dahulu sebagai anggota dan pengurus partai, selama ini saya tidak terlibat dengan partai manapun, dari sekian diskusi dan kajian-kajian tentang fikrah islami yang saya ikuti, dapat disimpulkan bahwa ketiga parpol dimasa orde baru tidak satupun yang layak didukung apalagi terlibat di dalamnya. Disamping itu saya bukanlah tokoh yang punya jasa terhadap masyarakat, saya bukan pula orang yang kharismatik sehingga tidak satupun parpol yang mengajak saya terlibat di dalamnya.

Kelima, kondisi bangsa Indonesia yang terpuruk dalam kehancuran karena kezhaliman para penguasanya membuat saya antipati terhadap penguasa, bagi saya mereka tidak bedanya dengan Fir’aun dan Namrudz yang menjajah rakyatnya. Bahkan jiwa muda saya cendrung mendukung pihak-pihak masyarakat yang akan memperbaiki negeri ini dengan upaya pemberontakan dan pembangkangan terhadap pejabat dan penguasa negara bagi mayoritas muslim tapi nasib umat islam disengsarakan. Ada kesedihan dan kepedihan di hati saya ketika penguasa menghancurkan umat islam dalam berbagai kasus seperti Tanjung Priok, Talang Sari Lampung, Haur Koneng atau upaya-upaya dari anak bangsa ini yang ingin lepas dari kezhaliman bangsanya sendiri.

Sebelum Reformasi ada istilah “Eksekutif Happy” karena segala kekuasaan di tangan mereka bahkan keberadaan legislatif sama artinya dengan ada tapi tiada, suara yang terdengar di gedung dewan adalah suara koor yang sudah distel sebelumnya.

Ketika Reformasi digulirkan yang dilanjutkan dengan Pemilu tahun 1999, maka hasilnya adalah “Legislatif Happy” karena mereka punya kewenangan cukup luas dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, sejak dari menentukan anggaran untuk dirinya sendiri sampai melengserkan sang kepala daerah, dan hal ini ini sudah terjadi dimana-mana seperti di Kota Paya Kumbuh sang Wali Kota digulingkan oleh anggota dewan, hebat kan ?

Keuangan DPRD diatur oleh UU 22 tahun 1999 yang mengarahkan bahwa dana untuk mereka sesuai dengan aturan tersebut, lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 110 tahun 2000, tapi ditentang dan tidak dipakai oleh dewan dimanapun, sehingga mereka dianggap melanggar PP 110/2000 karena diluar kewajaran dan kepatutan sehingga LSM dan Kejaksaan Negeri mengatakan anggota DPRD merugikan rakyat.

Demikian pula halnya dengan DPRD Kabupaten Solok yang dikenal dengan kasus “Lombok Gate” karena dari perjalanan dinas yang dilakukan pada tangggal 12 Maret 2003, karena dari perjalanan dinas tersebut, anggaran yang disediakan dianggap melanggar kepatutan, termasuk waktu yang dipakaipun tidak efektif, kelebihan dana tadipun dengan kesadaran anggota dewan dikembalikan, tapi tetap dianggap belum selesai.

Walaupun PP 110/2000 sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, tapi pihak penegak hukum selalu mengejar dan mengangkat kasus ini pada waktu-waktu yang tepat menurut ukuran mereka, ujung-ujung penyelesaiannya hanya lewat upeti yang diperas oleh oknum di kejaksaan, dijadikan peluang untuk memeras anggota dewan, hingga sekarang tidak jelas bagaimana penyelesaiannya dan belum tuntas.

Ketika pertemuan anggota DPRD seluruh Indonesia dari Partai Keadilan tahun 2003 di Puncak Bogor, hal ini juga mencuat, dari beberapa orang teman saya ajak mereka berdialog, intinya PP 110/2000 tidak dipakai dimanapun karena bertentangan dengan Undang-undang 22/1999, namun di daerah kami aman tidak heboh sebagaimana di Sumatera Barat, sehingga keluar kalimat dari mereka,”Heran Sumatera Barat, sudah gaji dewannya kecil ribut lagi, kami lebih besar dari itu tapi aman”.

Saat saya dan teman-teman DPRD Kabupaten Solok berkunjung ke Kabupaten Bangko Propinsi Jambi 12 Desember 2003 , dikala berdialog dengan anggota dewan, mereka mengatakan bahwa trik agar anggaran dewan tidak diusik-usik oleh siapapun maka beri mereka jatah, karena persoalannya hanya mereka tidak kebagian saja sebagaimana kami juga menganggarkan dana jatah untuk Kejari, Polres, Kodim dan LSM melalui APBD.

Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, menggelar acara diskusi dengan seluruh anggota DPRD se Sumatera Barat hasil Pemilu tahun 2004 di Hotel Rocky Padang tanggal 31 Agustus 2004, maksud acara agar anggota DPRD tidak terlibat lagi kasus sebagaimana pelanggaran PP 110/2000, sejak awal harus berhati-hati.

Hangat juga dibahas ketika itu tentang pelanggaran PP 110/2000, dalam sesi tanya jawab saya beranikan diri untuk angkat bicara dengan komentar sebagai berikut: “Sebenarnya kasus pelanggaran PP 110/2000 bukan hanya di Sumatera Barat saja tapi juga dialami oleh seluruh DPRD di Indonesia, bahkan honor untuk anggota dewan di Sumatera Barat dibandingkan daerah lain sangat kecil, tapi kenapa yang diproses hanya di Sumatera Barat saja, ada apa sebenarnya dengan kasus ini.

Sebagai penegak hukum harus berhati-hati dalam menjatuhkan ponis kepada seseorang, dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda bahwa ada tiga orang hakim di dunia ini, hanya satu kelompok orang yang masuk syurga sedangkan yang dua kelompok hakim masuk neraka, yang masuk neraka itu adalah orang-orang yang menjatuhkan hukum tidak sesuai dengan aturan yang berlaku [peserta tepuk tangan]

Dalam sebuah pendapat ada yang mengatakan bahwa hukum itu ibarat sarang laba-laba, banyak ditabrak serangga besar tapi yang terjaring serangga kecil, Masih banyak kasus korupsi yang besar dan jelas tapi kenapa dibiarkan dan seolah-olah tidak tersentuh oleh hukum”.

Dari tiga pertanyaan itu, hanya satu yang ditanggapi oleh Kajati Sumbar yang bertindak selaku Nara Sumber dalam diskusi itu, yaitu tentang pepatah bahwa hukum itu ibarat sarang laba-laba, dia mengatakan,”Itu bukan hal aneh dan tidak baru, dan memang begitu keadaan hukum [peserta tertawa], orang-orang besar sulit sekali tersentuh oleh hukum karena dia telah mempersiapkan segala sesuatu untuk membentengi dirinya, contohnya kasus Soeharto, saya terlibat lansung memproses kasusnya, tapi sulit sekali karena dia punya benteng dan kekuatan untuk melindungi dirinya.”

Itulah keadaan anggota dewan yang memakai anggaran APBD selalu dalam pengawasan siapapun bahkan nyaris kakinya di penjara dikala tidak hati-hati, sedangkan hati-hati saja kita masih juga dituding begitu, baik oleh konstituen apalagi kader yang telah mempercayakan kita.

Politik adalah sebuah sarana untuk menegakkan kebenaran, memperjuangkan keadilan dan mengujudkan kesejahteraan, dikala pisau politik ditangan orang-orang yang baik, orang-orang yang amanah, orang-orang yang mau dan mampu mengujudkan keselarasan keinginan hati dan ucapannya, orang yang punya hati nurani, santun dalam berbuat, sopan dalam berucap, maka politik itu menjadi sebuah tenaga baru untuk mengadakan perubahan menuju kebaikan, sehingga wajar bila Mujahid Da’wah Syahid Syaikh Hasan Al Banna mengatakan kepada para pemuda yang habis waktu dan tenaganya untuk memperbaiki masyarakat dengan ikhlas, “Antum Ruhul Jadid fi hazihi jasadil ummah” kamu adalah ruh baru pada jasad ummat ini.

Dikala kecurangan, pengkhianatan dan sifat munafiq tampil pada seseorang, pandai mengicuh dengan janji-janji dan komitmen yang kosong, apalagi ada yang mengatakan dengan dalih politik, kecurangan itu dianggap wajar, keluar kalimat yang tidak islami, “Itulah yang namanya politik”, jadi nampaknya bila kita ingin tampil dalam gelanggang politik harus pandai mengicuh, mengkhianati kesepakatan dan melanggar komitmen, dengan gambaran ini wajar bila masyarakat menganggap politik itu kotor, rusak dan menghalalkan segala cara karena memang orang-orang yang terjun dalam politik orang-orang yang demikian adanya, islam tidak mengenal politik demikian, jauh sebelum Machiavelli lahir, islam melalui Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan bagaimana berpolitik yang manusiawi, santun dan punya harga diri, politik yang demikian seharusnya kita kembangkan di Kabupaten Solok ini.

Politik adalah sebuah sarana efektif untuk membangun bangsa ini dalam lingkup kedaerahan, hal ini hanya bisa dilakukan bila partai politik sangat selektif merekrut orang-orang yang akan terjun dalam politik, bukan sembarang orang dan tidak pula orang sembarangan, sehingga keutuhan dan kemegahan partai politik tadi dapat bertahan lama, paling tidak orang-orang yang berada didalamnya dihargai, punya gengsi dimata masyarakat bukan sebatas masa ketika jabatan yang diberikan kepadanya, bahkan ukuran keberhasilan sebuah kepemimpinan tergantung seseorang pemimpin tersebut masih dihargai dikala dia tidak punya jabatan lagi.

Pergantian kepemimpinan adalah hal yang lumrah dalam setiap level kepemimpinan, demikian pula dengan lembaga legislative akan selalu berganti setelah selesainya Pemilu yang berlansaung setiap lima tahun sekali. Kita semua berhak untuk meraih yang terbaik pada bidang apa saja, dengan tidak meremehkan usaha dan ikhtiar orang lain sekecil apapun. Sedangkan usaha besar yang sudah kita lakukan tidak ada artinya sama sekali dimata Allah dikala kebaikan itu kita jadikan sebuah sarana meraih populeritas, apalagi belum jelas kerja besar apa yang akan kita banggakan.

Melalui Pandangan umum anggota fraksi kesempatan bagi anggota DPRD untuk menyampaikan aspirasi yang diterima dari masyarakatnya untuk disampaikan kepada pemerintah daerah yang berkaitan dengan keinginan masyarakat yang mungkin tidak sampai kepada pemerintah daerah, inilah salah satu fungsi dewan sebagai penyambung suara masyarakat.

Selain itu, pandangan umum anggota fraksi juga sarana untuk menyampaikan evaluasi dan kritikan sekaligus solusi bernas kepada pemerintahan daerah dalam hal ini Bupati dan lembaga legislatif yang intinya sama-sama memberikan pandangan-pandangan dan ide-ide pembangunan untuk kemajuan daerah kita keseluruhan tanpa maksud menggurui apalagi memojokkan satu sama lain.
Ada beberapa komentar dari anggota dewan yang pesimis terhadap Pemerintah Daerah dengan menyatakan bahwa pandangan umum anggota fraksi itu percuma saja disampaikan karena tidak akan diresfon oleh Bupati, dia ibarat teriakan si pongang di tengah padang tandus yang tidak berarti, atau seperti anjing menggonggong tapi kafilah tetap berlalu.

Hal ini terungkap mungkin saja benar apa yang disampaikan tadi karena selama ini hal itu mungkin memang terjadi, wallahu a’lam. Namun setiap permasalahan yang disampaikan dalam pandangan umum anggota fraksi selama ini, baik berupa saran, kritikan dan solusi semuanya itu diresfon baik oleh Bupati melalui jawaban pemerintah daerah yang intinya sang Bupati siap menerima segala bentuk pandangan anggota dewan, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk ditindaklanjuti.

Tapi kita sebagai anggota dewan berkewajiban untuk berkontribusi pemikiran di lembaga ini melalui suara dan bicara diantaranya melalui forum ini, berteriak saja kita di forum ini untuk kebaikan dan perbaikan daerah Kabupaten Solok belum tentu diresfon oleh Bupati dengan tindakan dan kebijakannya apalagi kita diam sama sekali, kebenaran yang kita sampaikan hari ini yang itu merupakan aspirasi masyarakat belum tentu bisa diterima oleh Pemerintah Daerah, tapi itu sudah upaya perjuangan seorang anggota dewan dan tugas kita hanya berjuang, tidak lebih dari itu, masalah hasil urusan Allah.

Setiap masuk masa Pemilihan Umum sejak awal para kandidat sudah mulai mempromosikan dirinya untuk dipilih oleh rakyat melalui pendekatan kepada ketua partai agar diletakkan pada nomor yang strategis dilanjutkan dengan sosialisasi diri ke tengah masyarakat hingga berlansungnya kampanye dan pencoblosan di bilik suara, akhirnya duduk manis di kursi dewan menjadi orang terhormat.

Waktu lima tahun bagi kandidat yang tidak duduk sebagai anggota dewan periode yang lalu, atau orang yang memandang kinerja saya selama ini di dewan yang tidak baik, atau masyarakat yang menilai saya tidak aspiratif menyuarakan denyut nadi mereka merasakan betapa lamanya jabatan itu sehingga caci maki sumpah serapah bermunculan dimana-mana, yang intinya saya anggota dewan yang tidak layak dipilih lagi.

Sedangkan saya merasakan waktu lima tahun, sepuluh tahun bahkan lima belas tahun di dewan adalah waktu yang sangat singkat sekali dan tidak mau meninggalkan kursi dewan yang terhormat ini selamanya, sehingga bila saya tidak dicalonkan oleh partai saya yang kemarin maka saya akan berusaha dengan semaksimal mungkin mendekatkan diri ke partai lain dengan memberikan keyakinan bahwa saya adalah tokoh yang punya potensi dengan dukungan suara tidak diragukan lagi, intinya bagaimana saya bisa duduk lagi di dewan periode mendatang.

Dahulu, agar masyarakat memilih dan percaya penuh kepada saya, maka siang dan malam bahkan berkali-kali saya menemui tokoh itu agar saya ditempatkan pada posisi penting pada daftar caleg dengan kasak kusuk kian kemari, kalau tidak ada rotan akarpun jadi, seluruh perhatian dan konsentrasi saya hanya satu supaya tokoh itu menempatkan saya pada daftar caleg jadi sampai jadi caleg beneran.

Masapun berlalu saya sudah berkantor di gedung dewan yang sejuk dan sudah sejak lama saya dambakan dengan banyak kesibukan melaksanakan agenda kedewanan, sayapun sudah lupa siapa dahulu orang yang merekrut dan memperkenalkan kepada saya tentang partai yang hari ini saya menjadi anggota dewan, saya juga tidak mau tahu lagi bagaimana tokoh itu mati-matian memperjuangkan agar nama saya ditempatkan pada nomor urut yang pasti duduk di dewan, bahkan saya berusaha untuk menyingkirkan orang itu dari kepengurusan partai karena mereka tokoh-tokoh tua yang tidak layak lagi sibuk di partai dengan tekad, biar kami yang muda-muda tampil ke depan....

Saya sudah terbiasa dengan pakaian safari, jas yang dilengkapi dasi bergaya seorang legislatif muda, dan itu tidak terlarang karena memang sudah diatur dalam tata tertib dan protokoler dprd, karena posisi saya penting banget di dewan sehingga kemana-mana saya harus dengan mobil dinas yang menaikkan gengsi di tengah masyarakat, dan itu benar karena sudah diatur dalam tata tertib sesuai dengan program dan anggaran, saya sudah lupa daerah mana saja yang telah saya kunjungi di Indonesia ini dan semua itu penting guna melaksanakan program kedewanan untuk kepentingan dan kemajuan Kabupaten Solok, itu cocok benar dengan keputusan rapat, agenda dewan dan anggaran yang sudah diplot untuk itu, tapi saya tahu persis beberapa kabupaten dan provinsi di Indonesia yang belum saya kunjungi, itu semua saya lakukan karena saya anggota dewan terhormat dan posisi itu tidak dimiliki oleh orang lain yang bukan anggota dewan.

Dahulu saya orang yang ramah, santun, penyabar dan baik hati. Selalu mengembangkan senyum kepada semua orang karena saya tahu itu merupakan sikap terpuji ketika tampil di tengah masyarakat, namun dikala kekuasaan sudah saya miliki sebagai anggota dewan terhormat ditambah lagi dengan serenceng jabatan penting yang melambungkan saya jauh ke angkasa, saya merasakan tidak berjalan lagi di darat tapi seolah-olah di angkasa, tinggi sekali, yang tidak mungkin dijangkau oleh orang lain. Kini saya menjadi orang yang mudah tersinggung, emosi, arogan dan SOK Sombong Ongas Kagadang-gadangan, saya berfikir tidak memerlukan lagi orang lain karena memang dahulu saya duduk di dewan berkat usaha saya sendiri yang optimal tanpa ikut campur tangan dari siapapun.

Saya beranggapan bahwa kehormatan bisa diperoleh hanya sebagai anggota dewan saja dan saya yakin saya tidak bisa hidup bila tidak sebagai anggota dewan sehingga berbagai cara saya harus duduk lagi sebagai anggota dewan dengan menyingkirkan orang lain walaupun mereka sudah antri bertahun-tahun menunggu daftar pasti juga sebagai anggota dewan, dengan dalih saya adalah wakil rakyat yang merakyat, saya adalah wakil rakyat bukan paduan suara, saya adalah wakil rakyat yang tidak tidur waktu sidang soal rakyat, sehingga layak kalau saya dipilih lagi oleh rakyat dan duduk kembali di gedung rakyat, demikian sekilas perjalanan hidup sebagai anggota dewan yang penuh dengan romantikanya, karena ini hanya sebuah sketsa kehidupan manusia dalam perjalanan panjang yang ditempuhnya, bila ada yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya mohon maaf atas segalanya , camkan wahai yang punya hati nurani.[ Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010.M].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar