Rabu, 09 Mei 2012

A y a h


Oleh Mukhlis Denros

Tak semua kita bisa bertemu sang ayah, kadangkala sebelum lahir ayah sudah tiada karena meninggal atau karena terjadinya perceraian sehingga hidup dan besar dengan sang ibu, itupun kalau Allah menghendaki hidup dengan ayah tiri yang hakekatnya sama dengan ayah sendiri. Ayah adalah sosok tampan yang jadi pujaan hati ibu dikala mudanya sehingga siap menerima kehadirannya sebagai suami dan ayah bagi anak-anaknya, ayah adalah sosok lelaki gagah yang dikagumi anak-anaknya, ketampanan dan kegagahannya menyimpan kelembutan dan kasih sayang terhadap anak-anaknya sehingga seluruh tenaga, waktu, harta dan kekayaannya hanya untuk isteri dan anak-anaknya.

Ketika datang seorang sahabat kepada Rasulullah, tiba-tiba anak lelaki menghampirinya, maka di gendong anaknya itu kemudian dicium, tapi ketika datang anaknya yang perempuan, Cuma dapat belaian saja, tidak dicium. Rasul menegurnya dengan mengatakan, kau harus adil terhadap anak-anakmu walaupun hanya masalah ciuman.

Nabi Ibrahim telah menikah dengan Sarah. Pernikahan itu tidak kunjung membuahkan generasi pelanjut. Berpuluh tahun menantikan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya, belum juga dikaruniai seorang putrapun. Ibrahim menjadi masqul. Melihat kesedihan suami yang dicintai, Sarah tidak tega. Ia tawarkan Hajar, budaknya untuk dinikahi dengan harapan akan memperoleh seorang putra bagi Ibrahim, Sarah rela dimadu dengan Hajar.

Allah memberikan karunianya. Hajar mengandung. Tiada terkira rasa cemburu Sarah kepada Hajar. Timbul khawatir Ibrahim akan melupakan dirinya. Rasa cemburu merupakan fithrah manusia, tidak kecuali pada Sarah. Sementara ia masih bisa menahan hati ketika Hajar masih mengandung. Namun perasaan itu tidak bisa disembunyikan lagi bila Ismail telah lahir. Suatu hari Sarah berkata, ”Suamiku Ibrahim. Berat rasa hati mengatakan hal ini, telah lama ku pendam perasaan. Sudah ku coba untuk menenangkan hati, tapi rasanya tak tahan lagi. Aku takut kau akan melupakan diriku, setelah Hajar menjadi isterimu, ia wanita yang beruntung dapat memberikan keturunan kepadamu”.

Ibrahim menaruh kasihan, ”Sarah, Hajar adalah budakmu. Kau dapat melakukan apa saja padanya. Kau dapat berbuat sesuka hatimu”. Hibur Ibrahim. Namun sebagai wanita yang beriman, Sarah tidak mau melampiaskan semua isi hatinya. Ia takut kepada Allah. Meskipun telah diberi kebebasan, dia tidak mau melakukannya. Sarah masih membolehkan Hajar tinggal di rumahnya.

Ketika Ismail lahir, apa yang dibayangkan serta dilakukan Sarah benar-benar terjadi. Perhatian dan kasih sayang Ibrahim kepada Hajar dan putranya makin bertambah. Tidak ada waktu luang yang tidak dilewatkan bersama anaknya Ismail. Tiada terkira bahagianya Ibrahim. Melihat kenyataan itu Sarah menemui Ibrahim dan berkata, ”Demi Allah aku tidak tahan lagi hidup bersama. Aku tidak tahan lagi hidup satu rumah dengannya”. Setiap hari Sarah mendesak Ibrahim agar membawa Hajar pergi dari rumahnya. Hingga suatu hari Ibrahim mendapat perintah dari Allah Swt untuk membawa Hajar ke Selatan.


Dibawanya Hajar dan Ismail ke daerah tandus lagi kosong tanpa penduduk. Daerah itu aman bagi Ismail dan ibunya. Aman pula dari Sarah yang tidak menyukai kehadirannya. Disini Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya dengan bekal sekarung kurma dan segentong air, setelah dibangunnya sebuah gubuk sederhana sekedar tempat berteduh. Disini Hajar harus berjuang mempertahankan hidup bersama Ismail. Hajar belum menyadari mereka akan ditinggalkan ditempat sepi ini. Ia takut dan cemas. Hari demi hari akan dilaluinya dalam kedukaan. Setelah Ibrahim mengutarakan maksud Allah, Hajar berusaha membujuk Ibrahim, tapi dengan tegar Ibrahim melangkah tanpa menoleh. Setelah agak jauh meninggalkan Hajar, terdengar teriakan Hajar. ”Ibrahim suamiku. Benarkah engkau akan pergi meninggalkan kami di tempat ini, sunyi lagi sepi ? Benarkah yang menyuruh ini Allah ?”. dengan suara tersendat bercampur dengan kepiluan Ibrahim menjawab, ”Benar, isteriku. Ini semua perintah Allah”.

Setelah mendengar jawaban dari Ibrahim, puaslah hati Hajar. Dia tenang kembali, karena yakin Allah memberikan ujian kepada mereka serta Allahpun siap menolongnya. Sebelum hilang anak dan isteri dari pandangannya, Ibrahim berdo’a, ”Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau [Baitullah] yang dihormati. Ya Tuhan, karena yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cendrung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur” [Ibrahim;37].

Hajar begitu menyadari telah tinggal berdua saja dengan anaknya ismail kemudian merasa panik. Apalah daya anak bayi tersebut. Tidak ada yang lain tempat meminta tolong. Apalagi setelah perbekalan mereka berupa kurma dan air berangsur habis. Hajar dan anaknya terancam lapar dan dahaga. Rasa lapar dan haus tidak tertahankan lagi membuatnya bingung. Sementara rona wajah anaknya semakin pudar dari sinar kehidupan.

Hajar mencari air untuk mengembalikan cahaya Ismail. Hanya pasir kering dan batu karang yang ditemuinya. Dilayangkan pandangannya ke Shafa, seolah ada air, tetapi alangkah kecewa hatinya. Tidak ada air yang diperlukan, dilihatnya Marwa, diapun berlari kesana untuk mendapatkan air. Sia-sia saja usahanya, karena dorongan rasa sayang kepada buah hatinya, tetap dicari tanpa putus asa, tak pernah padam semangatnya.

Dari Marwa kembali ke Shafa tidak juga berhasil. Bolak balik dari Shafa ke Marwa sampai tujuh kali, akhirnya kehabisan tenaga. Hajar jatuh tersungkur ke batu karena letih. Dalam ketidakberdayaannya Hajar menyerahkan diri dan nasib anaknya kepada Allah, memohon perlindungan dan pertolongan.

Dia dikejutkan oleh tangis anaknya, diseretnya langkah menuju sang bayi, wajah pucat yang disayang terpandang olehnya. Cahaya kehidupan Ismail hampir padam sedikit demi sedikit.

Hati ibu mana yang tidak akan hancur melihat kenyataan demikian. Dikumpulkannya sisa tenaga yang ada...perlahan-lahan ditinggalkannya anaknya yang menyongsong maut itu. Tidak tega hatinya. Tangannya menutupi wajahnya yang berurai air mata, penuh kesedihan dia merintih. Dunia seakan berhenti berputar, angin seolah berhenti bertiup, turut merasakan kesedihan ibu yang menderita itu. Yang terdengar hanya nafas ibu dan desah anaknya yang kian lembut.

Tiba-tiba tanpa diketahui darimana datangnya. Tampak sekelompok burung terbang menuju ke suatu tempat. Kemudian mematuk-matuk tanah dengan paruhnya. Hingga tampak basah, secepat kilat Hajar menuju tempat itu, digalinya tanah basah itu dengan kedua tangannya. Maka memancar air dengan derasnya. Diucapkan kata-kata ”Zam-zam” yang berarti teduhlah air, teduhlah atas kekuasaan Allah. Dibawanya air untuk membasahi bibir Ismail dengan kedua telapak tangannya, digendong serta disirami air. Kehidupan mulai tampak, cahaya muka Ismail mulai kelihatan dengan adanya air zam-zam.

Sampai Ismail menjelang dewasa, tidak pernah ditengok oleh ayahnya, hanya dalam asuhan ibunya seorang, Ismail tidak mengetahui dan mengenal ayahnya, dia diasuh dengan belaian kasih sayang seorang ibu, dengan segala beban penderitaan, hingga datang suatu hari Ibrahim menjenguk anak dan isterinya. Tetapi sayang ketika dalam kegembiraan Ibrahim mendapat ujian kembali. Belum habis rasa capeknya setelah menelusuri perjalanan yang panjang, belum terobati rasa rindunya sebuah mimpi mengusik ketenangannya, mimpi itu dari Allah agar dia menyembelih putranya.

Dapat dibayangkan betapa hancur dan pedihnya hati seorang ayah yang sudah lama memendam rasa rindu, tapi setelah bertemu anak yang baru saja tumbuh remaja harus pula disembelih. Dia tidak tega melakukannya, sehingga beberapa saat mimpi itu selalu disimpan. Tidak berani menceritakan kepada anak dan isterinya. Namun karena perintah Allah, pengorbanan apa saja dia selalu siap melaksanakannya, ”...Ibrahim berkata, ”Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu”. Ismail menjawab, ”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku orang-orang yang sabar” [Asy Syafaat;120].

Ismail walaupun masih muda belia rela serta tidak gentar menyerahkan dirinya untuk disembelih. Dia ikhlas karena dia anak yang shaleh yang telah dibina, dididik, ditempa oleh seorang ibu dengan segala beban penderitaan. Mereka sadar bahwa hidup hanyalah serentetan ujian dari Allah. Dan kini mereka sedang berada dalam ujian yang kesekiankalinya yaitu melakukan penyembelihan terhadap anak kesayangannya, belahan jiwa, penyejuk mata penenang hati. Ketika pisau akan disembelih ke leher Ismail dengan sangat hati-hati Ibrahim melakukannya, atas kuasa Allah, diganti dengan seekor domba, Allah menerima iman dan kesabarannya.

Seandainya Ibrahim, begitu menerima perintah Allah langsung mengerjakan penyembelihan terhadap Ismail, maka dia telah berpahala, namun dia tidak suka, bila pekerjaan besar ini tidak mendapat resfon dari Ismail, Ibrahim juga berharap agar anaknya mendapat pahala yang besar dari pengorbanan ini.

Dari kisah di atas nampaknya hidup memang penuh dengan rentetan ujian dan cobaan dari Allah. Pengorbanan dalam arti luas yaitu memberikan sedikit waktu, tenaga, peluang serta bentuk marena kepada yang membutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Allah tidak menerima ujud dari pengorbanan tersebut namun sebagai amal, yang sampai ialah keikhlasan dalam pengorbanan itu.

Begitu sayangnya Rasulullah kepada anaknya yang bernama Fatimah, setiap pergi kemana saja selalu dibawa bahkan Fatimah lebih banyak bersama Rasul dalam menerima beban da'wah ini. Suatu saat dikala Nabi Muhammad sedang mengerjakan shalat di depan Ka'bah, beliau sujud, tiba-tiba Abu Jahal meletakkan kotoran onta ke kepalanya, hal itu dilihat oleh Fatimah, bukan main sedihnaya sang anak dara ini, dengan deraian airmata dia campakkan kotoran onta yang berada di kepala ayahnya itu. Saat meninggalpun Rasul hanya ditemani oleh Fatimah, beliau menghadapkan kepalanya kepada anak tersayangnya itu sambil berkata,"Ya Fatimah sakit sekali nak, tapi setelah ini tidak adalagi rasa sakit itu". Fatimahpun sedih dan menangis menyaksikan ayahnya yang sedang sakarat.

Anak adalah dambaan calon ayah dan ibu sebagai pelengkap kasih dalam keluarga, apalagi kehadirannya sudah lama dinantikan dengan segala kerinduan. Rumah kurang cerah kalau didalamnya tidak terdengar tangisan atau rengekan seorang bayi, bahkan karena tidak dapat menghadirkan anak bagi sepasang suami isteri sebagai penghibur keduanya, acap kali diakhiri dengan perceraian.

Setelah anak hadir di tengah-tengah mereka dengan karunia dari Allah maka timbullah berbagai tuntutan dan ketentuan hukum yaitu kewajiban orangtua untuk memenuhi segala hak anak sejak mereka lahir sampai dapat hidup mandiri, diantara kewajiban seorang ayah adalah;

Pertama, Nasab; anak dinasabkan berbangsa kepada ayahnya melalui berbagai cara; perkawinan, pengakuan ataupun surat bukti sebagai pengakuan secara formal. Sampai anak berumah tanggapun bagi wanita dia harus menempatkan nama ayahnya di belakang namanya, bukan nama suaminya sebagaimana yang terjadi pada masyarakat sekarang. Contoh namanya Aminah sedangkan nama ayahnya Amir, nama tersebut layak digandengkan dengan sebutan Aminah Amir, bukan nama suaminya seperti Anwar lalu menjadi Aminah Anwar. Penggandengan nama suami bagi seorang isteri adalah suatu kekeliruan dan kesalahan yang disengaja.

Kedua, menyusukan; kewajiban menyusukan anak adalah kewajiban seorang ibu, dia adalah kewajiban yang dibebankan agama bukan yuridis artinya kalau ada ibu yang tidak mau menyusukan anaknya secara hukum ia tidak bisa dipaksakan kecuali anak itu sendiri yang enggan untuk menyusu selain kepada ibunya, barulah ibu itu boleh dipaksa. Dalam islam bila wanita itu telah diceraikan maka ayah anaknya berkewajiban memberikan upah khusus isterinya tersebut susu yang ditetekkan kepada anaknya, surat Al Baqarah 2; 233 Allah berfirman, ”Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf….jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut”.

Dari segi psikologis anak yang disusukan oleh ibunya sendiri maka kasih sayang itu sepenuhnya tercurah kepada anak dan anakpun merasakan bagaimana denyut nadi ibunya, disamping itu anak dapat dengan sepenuhnya merasakan asuhan ibu dengan belaian yang lembut.

Ketiga, memberi nafkah; orangtua terutama ayah berkewajiban memberikan makan, pakaian atau tempat tinggal yang layak kepada anaknya, tentunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dalam surat at Thalaq ayat 7 Allah berfirman, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan [sekedar] apa yang Allah berikan kepadanya”.

Dari sekian nafkah yang dikeluarkan seseorang dalam hidupnya baik untuk keluarga, ataupun masyarakat, maka nilai yang lebih baik dan tinggi disisi Allah ialah nafkah yang dikeluarkan untuk keluarga sebagaimana sabda Rasulullah dalam shahih Muslim, “Satu dinar kamu belanjakan di jalan Allah dan satu dinar kamu belanjakan untuk [memerdekakan] seorang budak, dan satu dinar kamu sedekahkan kepada si miskin, dan satu dinar kamu belanjakan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya dari itu semua adalah yang kamu belanjakan kepada keluargamu”.

Keempat, perawatan; yang dimaksud disini adalah perawatan yang mencakup pada kesehatan anak, baik tentang makanan yang bergizi, obat-obatan, serta memperhatikan segala keperluannya dalam bentuk jasmani; jangan sampai orangtua membiarkan anaknya dalam keadaan sakit tanpa diusahakan mengobatinya atau membiarkannya bermain pada tempat yang kotor, juga perlu diperhatikan kebutuhan fisik lainnya seperti olah raga serta keterampilan, sebagaimana sabda Rasulullah, “Ajarilah anakmu memanah, berkuda dan berenang”, dengan maksud agar fisiknya berkembang, pertumbuhan tubuhnya sesuai dengan umur dan keterampilannya tangk seras.

Kelima, pendidikan; selain empat hal diatas maka kewajiban memberikan pendidikan kepada anak sangat penting sebagai bekal hidupnya baik di dunia maupun di akherat. Bekal di dunia tidak lain pendidikan yang berbentuk keterampilan, karena dengan adanya keterampilan seorang anak merasakan dunia ini luas baginya serta dia mampu hidup mandiri. Keterampilan yang dapat berhasil guna yaitu ahli atau profesional dalam suatu bidang; dia betul-betul mengetahui serta mampu berbuat dengan keahlian itu, sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw, “Bila pekerjaan tidak diberikan kepada ahlinya maka tunggu saja kehancurannya”.

Disamping itu orangtua jangan lupa memberikan pendidikan agama kepada anaknya, dengan agama anak dapat melakukan segala aktivitas mencari nilai ibadah kepada Allah, bila aqidah telah mapan dia akan jadi seorang muslim yang berbuat karena Allah, dalam bidang garap apapun tidak akan melakukan penyelewengan, korupsi dan manipulasi, Allah berfirman dalam surat An Nisa’ 4;9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatiri terhadap mereka….”

Itulah diantara kewajiban orangtua baik ayah atau selaku ibu yang harus dilakukan kepada anaknya karena semua itu adalah hak anak yang layak dituntut bila tidak diberikan, Rasulullahpun memberikan nasehat kepada kita, “Didiklah anak-anakmu karena dia akan menghadapi masa sulit yang tidak pernah kamu hadapi”. Mudah-mudahan kita mampu mempersiapkan kader shaleh berkualitas dari tangan bapak dan ibu yang shaleh dan shalehah.

Bagaimana kesedihan memuncak dari seorang ayah bernama Nuh, ketika ingin menyelamatkan anaknya dari ganasnya air bah tapi sang anak enggan mengikuti ajakan ayahnya, akhirnya tenggelamlah sang anak dalam kekafirannya. Allah menghibur Nuh bahwa anak yang demikian tidaklah termasuk keluarganya, sebab yang dikatakan keluarga itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dengan segala konsekwensinya.

Luar biasa marah dan sedihnya Ya'kub ketika dikabarkan oleh anak-anaknya bahwa Yusuf, anak kesayangannya diterkam Srigala, sehingga kesedihan itu berlarut-larut yang menyebabkan sembab dan buta mata sang ayah memikirkan anaknya entah dimana, do'a dan munajad selalu dipanjatkan agar bisa bertemu dengan si anak, di usia rentalah Ya'kub bertemu dengan Yusuf setelah sang anak melalui perjalanan panjang hingga jadi pejabata di negeri Mesir.

Sungguh bangga hati seorang ayah ketika anaknya berprestasi dalam pendidikan, pintar bergaul dengan akhlak terpuji, memahami ajaran agama dengan baik sehingga jadi anak shaleh dan shalehah, dia berharap kelak mendapat menantu dan ;punya cucu dari anak-anaknya itu, sang ayah merasa bahagia kalau kebahagiaan itu ada pada anak-anaknya, hati siapa yang tidak luka, teriris-iris, sedih yang mendalam kalau punya anak yang penuh dengan segala kekurangan sehingga rasanya menyesal punya anak demikian, wallahu a'lam.[Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010.M].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar