Senin, 09 April 2012

Egoisme Suatu Penyakit




Drs. St. Mukhlis Denros

Egoisme adalah salah satu sifat manusia yang negatif. Egoisme ialah; orang yang hanya mementingkan diri pribadi tanpa memperhatikan orang lain. Sifat ini dimiliki oleh siapa saja, tergantung tebal dan tipisnya tertanam di dalam jiwa seseorang. Kalau ada orang berkata, ”Saya akan pergi seorang diri”, atau ”Saya mendiami rumah ini seorang diri”, yang dimaksud adalah jelas bahwa dia tidak berteman, dia hanya sendiri.

Kalimat diatas lebih lanjut menunjuk bahwa insan itu selamanya dan dimana saja tetap seorang diri, meskipun perkataan pribadi bisa ditujukan juga kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan, tetapi hanya manusia saja yang memiliki kesadaran diri, hanya makhluk manusia saja yang mampu mengatakan dirnya dengan pengakuan ”aku”, sehingga pribadi manusia itu adalah subyek ”aku” berdiri sendiri, sebagai individu yang tidak terbagi.

Ketika kita dihadapkan kepada sebuah foto yang terdapat di dalamnya sekelompok manusia, maka akan terlihat terlebih dahulu wajah sendiri dengan pengakuan ” ini aku sedang duduk”, setelah itu baru terlihat wajah orang lain. Efek dari sifat ini bisa kita lihat dalam kehidupan berumah tangga yang suasananya tidak tentram. Misalnya saja si isteri tidak mau mengerti maksud, rencana dan keadaan suami, akhirnya rumah tangga itu menjadi berantakan. Sedang bagi suami yang sama sifat egoisnya dengan sang isteri akan lebih fatal lagi akibatnya, perceraian dapat dipastikan terjadi, Allah berfirman dalam surat Al Isra’ ; 83-84 ”Dan apabila Kami berikan kesenangan [nikmat] kepada manusia, niscaya berpalinglah dia dan membelakang dengan sikap yang sombong, dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia putus asa. Katakanlah, ”Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.

Egoisme bila meluas sama dengan membanggakan suku dan bangsa menjadi sukuisme dan nasionalisme, lebih mengutamakan diri, suku dan bangsa sendiri sementara orang lain yang tidak terlibat di dalamnya tanpa ditenggang dan diperhatikan. Sifat ini sangat berbahaya bila terlalu dalam menghinggapi seseorang akan menimbulkan beberapa kegoncangan dana tekanan batik tidak tergantung faktor ekonomi, politik, adat kebiasaan dan sosial. Hidupnya diburu oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, biarlah orang lain berada dibawah dan terhimpit penderitaan ”asal aku diatas” terbuai oleh nikmatnya kebahagiaan. Setiap orang menjadi korban keinginannya sendiri, tidak seorangpun yang menentramkan diri dengan mengatakan, ”Satu burung di tangan lebih baik daripada sepuluh burung di udara”.

Ego atau nafsu atau sifat ananiyah kita pada hakekatny dapat memenjara kita, yang berada di dalam diri kita. Jadi kita yang memenjara dan yang dipenjara. Manusia yang telah terbenam oleh egonya bahkan kemudian akan mempertuhankan egonya itu. Dia menjadi manusia yang tamak, loba dan serakah. Dia tidak puas dengan apa yang dimilikinya, walaupun kekayaannya sudah melimpah ruah, akibatnya menjadi masyarakat nafsi-nafsi. Semangat ”kerjasama” dan ”tolong menolong” menjadi sirna bahkan menjadi masyarakat yang eksploitatif, pihak yang kuat memeras dan menindas pihak yang lemah, yang kaya menghisap yang miskin, akibatnya akan timbul beberapa penyakit yang diawali oleh penyakit Tabaghud [benci membenci] antara sipendengki dengan orang yang didengki. Kemudian tabaghud yang tidak terpendam akan menyala menjadi ’Adawah [permusuhan]. Dan kalau ’adawah inipun selalu beroleh bensin, ia akan berkobar menjadi Al Baghyu, tak segan melakukan pengkhianatan terhadap siapa yang dimusuhinya, apalagi ia mendapat peluang dan kesempatan. Dan akhirnya kalau nyala itu tidak dapat lagi dipadamkan, maka ia akan meningkat menjadi Al Haraj [sudi membunuh]. Kita tidak lagi melihat masyarakat manusia yang manusiawi, tetapi yang kita lihat adalah masyarakat Srigala yang berujud manusia.

Egoisme, sukuisme dan nasionalisme adalah faham sempit yang timbul dari pengagungan seseorang dan bangsa, ”Jangan berikan kesempatan kepadanya karena dia bukan suku kita”, dan ”Kenapa dia diberi bantuan, kan dia bukan golongan kita”. Tanah ummat Islam bukan Arab atau Indonesia saja, dimana ada ummat Islam, maka disanalah negeri Islam. Tentang maju dan mundurnya menjadi tanggungjawab seluruh ummat Islam yang ada di dunia ini. Tanah Islam jauh membentang, penderitaan yang dialami ummat Islam Moro, Pattani, India dan Afghanistan serta Palestina merupakan masalah ummat Islam yang harus dibela, diperjuangkan oleh ummat Islam, walaupun sekupnya terletak dalam negeri suatau bangsa, tetapi tanggungjawabnya meliputi seluruh ummat Islam. Bukanlah termasuk ummatku, kata Rasululah, bila tidak memperhatikan umat islam lainnya. Yang diajarkan Islam ialah kerja sama, gotong royong dan berlomba-lomba dalam kebaikan dalam suatu wadah Ukhuwah Islamiyyah. Zakat merupakan realisasi terwujudnya masyarakat Islam, merasakan penderitaan yang diderita saudaranya dengan meringankan beban mereka. Ajaran Islam memberikan bantuan kepada yang membutuhkan walaupun dia beragama lain dengan batas tertentu, demikian pula menghormati jenazah seseorang dengan beridirnya ketika bertemu rombongan yang membawa jenazah, meksipun dia mayat orang Yahudi [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta, Nofember 1988].


Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar