Senin, 09 April 2012

Menjawab Kemiskinan Umat Islam




Oleh Drs. Mukhlis Denros

Dahulu kita mendengar beberapa tuduhan yang ditujukan kepada ummat Islam sehubungan dengan keadaannya,dikatakan; ummat Islam bodoh, miskin, jorok dan sebagainya. Sekarangpun tuduhan tersebut masih sering terdengar yang dihubungkan dengan Dunia Islam; sebagai penyebar fitnah, suka berperang, terbelakang serta banyak julukan lainnya seperti; ekstrim dan fundamentalis.

Tulisan ini bukan mengadakan pembelaan atau membersihkan diri dari tuduhan itu, hanya sekedar meninjau apa betul orang Islam itu miskin, sehingga banyak putra-putrinya terbengkalai pendidikannya, tidak terbina dengan baik dalam rumah tangga. Banyaknya orang Islam yang meninggalkan aqidah karena dorongan materi, karena segantang beras, sepotong baju kaos atau seteguk dahaga dunia. Kesempatan ini digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari massa bagi kepentingan misi mereka dengan dalih menolong, toleransi dan istilah lain yang maksudnya sudah kita ketahui dengan jelas.

Sesungguhnya ummat Islam tidak miskin terhadap harta, ummat Islam kaya raya dan banyak memiliki kekayaan, baik yang masih terpendam di bumi ataupun yang sedang diolah. Hanya permasalahannya ialah harta ummat Islam digunakan bukan untuk kepentingan ummat Islam, bukan untuk membela ummat yang tertindas, tetapi kekayaan itu melayang jauh dari sasaran, sangat jauh, diluar hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan dunia dan akherat.

Dalam suatu koran Suara Karya [Selasa, 13 Desember 1988] disebutkan, “Sebuah Masjid sedang dibangun di Casablanca, Marokko, masjid ini mempunyai menara tertinggi di dunia dan sinara laser memancar dari menara itu langsung ke arah Mekkah. Harga bangunannya tak tanggung-tanggung, sekitar 2,5 milyar Franc [720 milyar]. Sedangkan biayanya yang sudah terkumpul sekitar tiga milyar Franc [864 Milyar] dana terkumpul lebih”.

Dari satu sisi bagi ummat Islam bangunan tersebut merupakan kebanggaan dan kemegahan, karena dengan majunya teknologi dapat pula menciptakan bangunan yang bagaimanapun diharapkan. Tapi pada satu sisi ummat Islam tertindas, terjajah, jangankan untuk memikirkan hari esok, sedangkan makan untuk hari ini saja belum ketemu ladangnya. Nun jauh di Afghanistan, ummat Islam sedang berjuang mengorbankan harta dan jiwanya mempertahankan negaranya yang sedang dijajah musuh-musuh Allah. Sedangkan pada negara lain ummat Islam mulai tumbuh dengan berbagai kegiatan, tetapi jangan untuk membangun Masjid megah, sedangkan menyewa sebuah emperan toko sebagai Mushalla saja tidak ada biaya. Masih banyak lagi ummat Islam yang tidak dapat tempat tinggal yang layak sebagai manusia, kotor dan menjijikkan, sehingga setiap saat maut selalu mengintai. Tidak sedikit ummat Islam hanya sekedar mengerti huruf dan angka, kalau tidak buta huruf. Mungkin masih terngiang di telinga tetangga sebelah kita harus menutup sekolah anaknya karena tidak ada biaya, bagaimana nasib mereka yang ada di Afrika khususnya Ethiopia dan Somalia ?

Di tengah-tengah kemiskinan itu, kemegahan yang kita lihat melalui kekgiatan ummat Islam seperti pesta megah MTQ sejak dari tingkat RT sampai dunia, berjuta-juta ummat Islam berangkat menunaikan ibadah haji dengan biaya tinggi, masih sering kita lihat pesta glamour yang diadakan di desa samai kota walaupun dalam bentuk syukuran atau khitanan atau walimah perkawinan.

Tidak berarti penulis tidak setuju dengan kegiatan MT yang menghabiskan ratusan juta, tapi alangkah baiknya dana yang sebesar itu digunakan untuk mencerdaskan ummat terhadap baca Al Qur’an yang berada di pelosok desa sampai kota. Kita tidak menolak masjid indah yang didirikan dengan megah, tapi diharapkan masjid dibina agar menjadi masjid yang makmur, dan jamaahnya menghimpun dana untuk disalurkan ke negara-negara Islam yang sedang tumbuh imannya walaupun dengan sebuah mushalla kecil dan sederhana. Disana mereka akan diarahkan dan ditampung segala ide untuk kemajuan ummat.

Kemegahan dan kemewahan meman kesenangan manusia, terlihat dalam acara kecil seperti ulang tahun, khitanan dan walimah pernikahan dengan biaya mewah, hal ini hanya sekedar menunjukkan kepada masyarakat bahwa merekapun mampu bermewah-mewah, tapi untuk membiayai kepentingan sekolah anak, belajar agama, bila ada biaya mereka berhentikan saja, tanpa ada usaha yang gigih bagaimana biaya itu dapat terpenuhi.

Ummat Islam tidak miskin dan memang tidak dianjurkan untuk miskin, begitu banyak harus diselesaikan dengan kekayaan seperti sedekah, zakat dan berjuang di jalan Allah, semuanya membutuhkan biaya. Kenyataan yang ada sekarang ini karena sebagian ummat yang kaya tidak bisa menggunakan kekayaannya sesuai dengan jalan Alah, dia lebih suka menghamburkan biaya untuk glamour dan kemewahan, sementara jeritan rakyat yang tertekan, tertindas tidak difikirkan.

Di Minangkabau yang disebut sebagai masyarakat ”Adat Bersendi Syara” dan Syara’ bersendi Kitabullah”, khususnya di Pariaman setiap tahun tepatnya pada bulan Muharam diadakan suatu acara yang disebut dengan TABUIK, yaitu sebuah pesta adat yang berlansung sudah sekian puluh tahun. Menurut sebagian pendapat acaraa tersebut dilakukan dalam rangka memperingati kematian cucu Nabi Saw yang bernama Husein di Padang Karbala. Dari segi adat dan kebudayaan nenek moyang memang baik sebagai hiburan dan melestarikan budaya bangsa, sedangkan dimata ekonom dan kacamata Islam tidak mengandung manfaat, dia adalah pemborosan yang menghamburkan uang sekian juta hanya untuk sehari saja. Padahal sangat bermanfaat bila uang tersebut digunakan untuk pengobatan masyarakat Minang yang terkena penyakit kusta, atau sarana jalan yang semakin rusak atau menyelamatkan ummat Islam akibat Kristenisasi di Sitiung dan Pasaman.

Imam Al Gazali terhadap penggunaan atau pembelanjaan uang, beliau membagi dalam dua jalan;
1. Digunakan kepada jalan kebajikan. Dana tersebut digunakan untuk pribadi dalam hal ibadah, seperti ibadah haji, sedekah, zakat atau sebagai pembantu ibadah seperti makan dan minum. Dapat pula digunakan kepada manusia lain dlam bentuk derma, membela sahabat, melindungi nama baik seseorang atau menggaji pegawainya. Digunakan dalam masyarakat dalam bentuk amal-amal sosial.

2. Digunakan kepada jalan kejahatan. Dana yang digunakan pada perbuatan maksiat, seperti perjudian, pelacuran, minum yang haram [memabukkan], kepada keperluan yang tidak berguna dalam ujud plesiran dan permainan [berfoya-foya]. Perbuatan berfoya-foya itu melalaikan ingat kepada Allah, yaitu sibuk dengan masalah ekonomi, mengumpulkan harta sehingga untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak ada waktu.

Dengan membaca kondisi ummat Islam secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa banyak ummat Islam yang tertindas ekonominya, terkungkung oleh hutang, terjerat kebodohan, menjerit dalam kemelaratan, diancam kepahitan hidup, semua itu dapat diatasi dengan jalan saling tolong menolong bagi mereka yang mampu, mengeluarkan dana pada sasaran yang lebih baik dan bermanfaat. Allah tidak membenarkan bila harta hanya beredar pada satu golongan atau satu bangsa saja, dan Allah pun tidak memuji orang yang mengeluarkan biaya untuk kepentingan yang tidak baik [Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta nomor 144, Juni 1993].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros-
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala,
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan,
Syukur disebutkan Penulisnya, untuk kemaslahatan umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar