Senin, 09 April 2012

Nilai Lebih yang Harus Dikeluarkan



Oleh Drs. Mukhlis Denros


Sudah menjadi tabiat manusia dan memang fithrah dunia, ada orang yang berada di atas dengan segala kesenangan dan ada yang dibawah bersama segala penderitaannya. Ada manusia yang memiliki nilai lebih serta ada yang selalu berada dalam kekurangan. Nilai lebih manusia tadi dapat berupa harta, ilmu dan kedudukan. Bila si pemilik nilai lebih hanya memperbesar perut dan kesenangannya saja berarti dia telah mengabaikan seruan Allah dan Rasul-Nya. Islam tidak menginginkan harta kekayaan hanya beredar pada satu kaum atau golongan saja, akan tetapi islam memberikan jalan keluarnya yang layak diikuti bagi orang-orang yang telah meyakinkan kebenaran Risalah-Nya.

Jalan keluar tersebut dapat disebut dengan zakat, infaq, wakaf ataupun sedekah, yaitu pemberian yang harus dikeluarkan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dimiliki seseorang bukanlah mutlak semuanya menjadi hak miliknya, dibalik tu terdapat harta anak yatim, harta fakir miskin, serta untuk keperluan kaum muslimin lainnya.

Dua ayat dibawah ini merupakan pijakan untuk mengeluarkan nilai lebih yang kita miliki yaitu;
1. Surat Al Baqarah 2;261
”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka pada jalan Allah, adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. dan Allah melipatgandakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah itu luas pemberian-Nya dan Dia amat Mengetahui”.

2. Surat Ali Imran 3;92
”Kamu belum lagi mencapai kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu sukai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan [dermakan] itu Allah Mengetahui”.

Harta yang dikeluarkan di jalan Allah seperti membantu kelancaran suatu pendidikan, membebaskan fakir miskin dari kesengsaraan, membantu anak yatim, maka itu bukanlah pengeluaran yang sia-sia, akan tetapi Allah akan menghitung dan memperhitungkan pahalanya yang sangat banyak, yang diibaratkan sebutir biji yang menghasilkan tujuh ratus kebaikan. Allah sendiri mengatakan bukanlah atau belum mencapai suatu kebajikan seandainya orang yang beriman belum menafkahkan dari sebagian harta yang paling dicintainya dan masih disukainya.

Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain barang yang tidak lagi disukainya, buah-buahan yang sudah layu, makanan yang sudah basi, pakaian bekas yang sudah compang camping, yang jelas tidak disukainya lagi baru diberikan kepada orang lain.

Sehubungan dengan firman Allah pada ayat 92 surat Ali Imran diatas, ada sebuah ilustras yang sangat menarik sebagai peringatan bagi para da’i, mubaligh dan ummat islam umumnya, ilustrasi ini terjadi di daerah antah berantah, seorang kiyai mengupas ayat diatas dengan berapi-api dalam sebuah pengajian, dengan mengatakan bahwa tidaklah beriman kamu sebelum memberikan harta yang dicintainya. Diantara peserta pengajian terdapat seorang ibu yang kebetulan isteri pak kyai tersebut, serta merta ibu tadi meninggalkan majlis pengajian menuju rumahnya. Sesampai di rumah, segala barang yang berharga bagi keluarganya diserahkan kepada orang lain, termasuk jas suaminya yang sangat disayangi dan kebetulan memang satu-satunya.

Ketika sang kiyai sampai di halaman rumahnya, dia heran karena banyak orang berkumpul di rumah, dan kejadian ini tidak biasanya. Dia semakin heran, setiap orang yang keluar dari rumah tersebut membawa barang minimal gelas satu buah. Sang isteri ditanya dengan menahan emosi, tak tahu apa yang harus dilakukannya, melihat kesibukan isteri memindahkan barang-barang. Pak kiyai bertambah kaget ketika dilihat jas kesayangannya juga telah terbang ke tetangga sebelah. Dihampirinya sang isteri tercinta dengan pertanyaan yang sangat hati-hati, ada apa gerangan ? Isteri memberi jawaban polosnya, ”Pak, saya hanya menjalankan perintah bapak di pengajian tadi, ”Tidaklah atau belumlah dikatakan beriman atau mencapai suatu kebajikan sebelum menafkahkan harta yang paling disukai”, dengan perasaan yang bermacam-macam dan senyum dikulum pak kiyai menjelaskan, ”Buk, ayat yang saya sampaikan pada pengajian tadi bukan untuk kita, ayat itu untuk orang lain”.

Itu hanya sebuah ilustrasi yang tidak akan terjadi terutama bagi pada da’i. Mulailah dari diri, keluarga baru kepada orang lain. Ketika Rasulullah Saw mengeluarkan fatwa untuk mendermakan harta di jalan Allah, terdapata seorang sahabat yang sangat papa. Jangankan untuk sedekah, sedangkan untuk diri sendiri dia tidak punya. Sahabat itu berkata, ”Ya, Rasulullah, bolehlah Abu Bakar, Umar atau Usman bersenang hati untuk berderma di jalan Allah, tapi kami ini ya Rasul, orang yang pada dan sangat miskin, apa yang harus kami berikan ?”

Kemudian Rasulullah memberikan kabar gembira bahwa sedekah bukan sebatas harta yang harus dimiliki, salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ahmad, ”Setiap diri diwajibkan sedekah kepadanya tiap hari dikala terbitnya matahari, diantaranya;
1. Jika ia mendamaikan diantara dua orang yang bermusuhan dengan adil, itulah sedekah.
2. Bila ia menolong seseorang untuk menaiki binatang tunggangannya, berarti sedekah.
3. Mengangkatkan barang-barang ke atas kendaraan itu juga sedekah.
4. Menyingkirkan rintangan duri di jalan adalah sedekah.
5. Ucapan yang baik kepada keluarga dan orang lain adalah sedekah.
6. Dan setiap langkah yang dilangkahkan seorang untuk mendirkan shalat adalah sedekah.
7. Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.”

Disamping hadits diatas, juga terdapat sabda Rasulullah Saw yang mengatakan,”Setiap tasbih, setiap tahmid, setiap takbir dan setiap tahlil adalah sedekah”. Sebagai saluran nilai lebih dari yang dimiliki oleh seorang hamba bila ia miskin, maka terlebih dahulu ialah dirinya sendiri, jika ada kelebihan jalan keluarnya ialah buat keluarga, untuk kaum kerabat, setelah itu barulah untuk keperluan lainnya, selama masih untuk membuktikan ketaatan kepada Allah.

Sedekah yang diberikan tadi bukan hanya khusus ditujukan kepada manusia saja, bahkan sedekah yang diberikan kepada hewanpun akan menerima imbalan dari Allah. Nabi Muhammad Saw pernah menceritakan dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa pada masa dahulu terdapat seekor anjing yang sedang kehausan di pinggir perigi [kolam], dia berputar-putar di pinggir kolan tersebut dengan amat letihnya. Ketika itu juga datanglah seorang pelacur Bani Israil. Dengan perasaan tulus dan ibu dibukanya sepatunya, kemudian disauknya air dengan sepatu tersebut. Anjing itupun minum dengan senangnya, hausnya lepas, kemudian dia berlalu meninggalkan pelacur seorang diri. Kata Nabi, Allah memperhitungkan dan mengampuni dosanya”.

Dari sekian derma yang dikeluarkan di jalan Allah, maka tidaklah seluruhnya akan mudah diterima Allah, karena bila berderma bukan karena mengharapkan ridha Allah, berniat bukan karena Allah, maka batallah seluruh pemberian tadi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seseorang bila akan menyalurkan nilai lebih yang terdapat pada dirinya, sehingga pemberian tersebut mempunyai makna, disamping dihitung dia juga diperhitungkan Allah sebagai pahala, diantaranya;

1. merahasiakan derma itu, dalam ayat Allah berfirman, ”Apabila kamu merahasiakan derma dan kamu berikan kepada fakir miskin, maka itu lebih baik bagimu”. Orang dahulu bila berderma, mereka rahasiakan dengan jalan berderma dengan orang buta, sehingga tanpa diketahui oleh orang yang menerimanya.

2. Jangan menyakiti dengan mengungkit derma yang sudah diberikan, firman Allah dalam surat Al Baqarah pada ayat 264, ”Hai orang yang beriman, jangan kamu membatalkan derma kamu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti hati, seperti orang yang berderma supaya dilhat orang”.

3. Memberi dengan muka yang bersih. Bagaimanapun baik dan banyaknya pemberan bila diberikan dengan muka masam, muka marah atau caci maki, maka sangatlah menusuk hati yang menerimanya. Pemberian yang sedikit lebih baik bila diiringi dengan senyum dan muka yang tulus.


4. Dermakan barang yang paling baik dan yang disayangi, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 92 diatas. Pemberian yang baik, disamping barang yang halal juga masih bermanfaat dan masih kita senangi dengan ukuran bila kita menerima barang tersebut dari orang lain kitapun masih senang.

5. Memberikan derma pada sasaran yang tepat. Dalam sebuah firman Allah dikatakan derma tu ditujukan kepada fakir dan miskin, disamping itupun terbuka pintu untuk menerimanya seperti panti asuhan, pembangunan madrasah/masjid atau membantu anak-anak yang terlantar pendidikannya. [Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta No. 95/ Mai 1989].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros-
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala,
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan,
Syukur disebutkan Penulisnya, untuk kemaslahatan umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar