Sabtu, 21 April 2012

Sangsi Bagi Yang Meninggalkan Shalat


Oleh Drs. Mukhlis Denros



Sebelum anak mengenal sekolah dan masyarakat lingkungan tempat dia bergaul dengan orang lain, terlebih dahulu ia hidup dalam alam dan udara keluarga. Dalam keluarga itulah dia mengenal pendidikan atau mengenyamnya pada mula pertama kali. Terutama ibunya, sejak dalam kandungan dia telah mempunyai hubungan bathin dengan ibunya.

Kemudian dalam keluarga sia anak mula-mula mengenal kata-kata dan pengertiannya, ucapan-ucapan dan bacaan-bacaan. Juga berbagai contoh teladan yang nantinya tidak bisa lepas dari apa yang bakal dipraktekkan dalam kehidupan selanjutnya. Bagaimana sikap dan langkahnya terhadap orangtua atau orang lain. Bagaimana mengahayatinya praktek ajaran islam seperti shalat berjamaah di rumah, di mushalla atau di masjid, shalat taraweh dan shalat Idul Fithri atau Idul Adha dan sebagainya. Dalam satu hadits Rasulullah bersabda, ”Dari Amer bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, telah berkata Rasulullah Saw, perintahkanlah anak-anakmu untuk mendirikan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila belum mau shalat dikala berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tidur diantara mereka sejak berumur sepuluh tahun”[HR.Abu Daud].

Hadits di atas memerintahkan bahwa anak umur sepuluh tahun yang belum mau mengamalkan shalat harus dipukul. Pukulan itu adalah sebagai sangsi atau hukuman. Ini bukannya tindakan kejam, karena menurut penjelasan ahli agama, hukuman pukulan bagi anak tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali dengan alat pemukul kecil yang tidak menyakitkan sehingga tidak membawa penderitaan fisik bagi si anak. Lagi pula, sebelum hukuman pukul itu dilaksanakan, hendaklah telah dipergunakan segala cara dan taktik bagaimana agar si anak mau shalat. Ia diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya itu, sehingga cara-cara yang keras dari orangtua dihindari dulu.



Maka orangtua hendaknya menjalankan segala siasat untuk membiasakan anaknya mengamalkan semua adat istiadat baik yang sesuaii dengan ajaran agama. Juga kewajiban-kewajiban dari agama yang telah patut diamalkannya. Segala siasat, artinya dengan nasehat, perangsang, motivasi, dorongan, pujian. Semuanya sebagai upaya agar anak mau berbuat baik dan meninggalkan perbuatan jelek. Sebaliknya, cara menakut-nakuti, ancaman, celaan dan gertakan semuanya itu bisa digunakan bilamana perlu. Tentu saja semuanya itu dilaksanakan oleh orangtua setelah memahami segala sifat-sifat dan watak sianak, sehingga tindakan orangtua bisa disesuaikan dengan kondisi pribadi dan perkembangan jiwa anak.

Dalam memukul anak, janganlah dipukul pada tempat yang berbahaya dari tubuhnya sehingga berakibat fatal bagi anak. Namun jarang kita mendengar ada orangtua memukul anaknya karena anak tersebut tidak melaksanakan shalat. Bahkan sebaliknya banyak orangtua muslim yang tenang-tenang saja melihat keadaan anaknya tidak pernah melaksanakan shalat lima waktu dan tidak bisa membaca Al Qur’an. Tetapi ia merasa gelisah kalau anaknya tidak bisa berbahasa asing, tidak bisa menggunakan komputer atau tidak menguasai salah satu alat musik.

Sering kita mendengar orangtua yang memukul anaknya tanpa didasari jiwa agama tapi didorong oleh ambisi pribadi seperti anak gagal dalam kompetisi olahraga di sekolah, raport anak nilainya rendah atau anak tidak sanggup meraih sesuatu yang diidam-idamkannya. Melaksanakan shalat sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’ 4;103 disebutkan bahwa waktu-waktu shalat tersebut sudah ditentukan sedemikian rupa, walaupun ummat islam terutama orangtua tahu waktu shalat berdasar kebiasaan yang ada hanya dijadikan sebagai waktu saja bukan untuk mendirikan shalat apalagi mengajak anaknya.

Ketika adzan subuh bergema anak harus bangun, pertanda hari sudah siang, lalu mandi, sarapan pagi dan berangkat ke sekolah. Zhuhurpun datang waktunya anak untuk pulang sekolah, makan siang lalu tidur atau disibukkan dengan kegiatan lain. Saat ashar datang orangtua sibuk memanggil anaknya agar cepat mandi dan ganti pakaian. Maghribpun terdengar saat anak harus masuk rumah dan tidak boleh berkeliaran di luar. Bila isya datang anak-anak diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah lalu cuci kaki dan tidur.

Itulah kegiatan rutin sebagian rumah tangga muslim yang menjadikan waktu-waktu shalat hanya sebagai waktu tanda untuk mengerjakan sesuatu kegiaan selain shalat, dapatkah dikaitkan tanggungjawab orangtua demikian kepada anaknya dalam menanamkan pengamalan nilai-nilai islam, padahal Allah telah memperingatkan sejak lama dalam firman-Nya pada surat At Tahrim ayat 6, :”Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”.

Kaitan dengan ayat ini, Umar bin Khatab bertanya kepada Rasulullah, bagaimana caranya menjaga keluarga, kalau menjada diri pribadi bisa diupayakan. Rasulullah menjelaskan kiat menjaga anak, isteri dan orang yang dibawah naungan kita dari panasnya api neraka yaitu, ”Engkau tanamkan kepadanya apa yang diperintahkan Allah agar dia laksanakan dan apa yang dilarang Allah agar dia hindari”.

Salah satunya adalah memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat, dilatih sejak awal, dibiasakan dan dipaksakan sehingga menjadi pakaian sehari-hari, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 26072002].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar