Sabtu, 21 April 2012

Citra Sebuah Partai Islam


Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Mayorias bangsa Indonesia ini beragama Islam sehingga memungkinkan bagi berkembangnya partai politik yang berazaskan Islam. Hal ini terbukti dikala BJ Habibie selaku Presiden keempat membuka kran untuk tampilnya beragam partai maka muncullah partai-partai Islam yang sebelumnya sudah ada yaitu Partai Persatuan Pembangunan, partai yang memiliki historis atau yang sengaja memunculkan masa silam yaitu Partai Bulan Bintang, Masyumi, Masyumi Baru. Partai yang mengatasnamakan ummat Islam yang kita kenal dengan PUI, partai yang merupakan komunitas baru yang tumbuh dan berkembang di kalangan anak muda kampus, tidak punya historis dengan partai manapun yaitu Partai Keadilan, yang kemudian mengganti baju dengan nama Partai Keadilan Sejahtera.

Idealnya sebuah partai Islam dipimpin dan diikuti oleh orang-orang yang memiliki kapasitas Islam yang baik, memiliki moral yang tercermin dalam akhlaqul karimah sehingga bisa diteladani oleh masyarakat luas, ukhuwah islamiyah pada partai ini betul-betul nampak, ibadah yang dilakukanpun mengacu kepada apa yang diajarkan oleh Rasulullah termasuk motivasi berkecimpung dalam partai Islampun jelas, bukan sebatas mengejar kursi dan jabatan. Hidup mereka dalam keseharian tercermin dalam kesederhanaan dan siap untuk berintegrasi serta berinteraksi dengan masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari.

Kapasitas keislaman yang baik adalah wawasan yang cukup terhadap Islam, mereka bergabung dengan partai Islam karena memang fikrah dan pola fikirnya sudah menyatu dengan Islam sehingga pemikiran yang Islami tidak terkontaminasi oleh faham sekuler, orientalis, Yahudi dan Nasrani.

Mereka benar-benar faham bahwa Islam adalah sebuah sistem dan jalan hidup yang bisa dipakai untuk mengubah masyarakat yang selama ini telah teracuni oleh sistem Barat dan Adat. Bila pemahaman ini telah melekat pada kader-kader partai Islam maka insya Allah tidak akan kita temui pemimpin partai Islam yang melecehkan Islam dan bahkan mendukung ajaran thaghut dan kejahiliyahan.

Akhlaqul Karimah adalah sikap pribadi muslim dalam kehidupan sehari-hari yang harus dicerminkan oleh pemimpin dan pengikut partai Islam, bagaimana mereka dalam bertutur kata yang santun, makan dan minum tidak dengan tanan kiri, menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat apalagi yang haram, menjauhi rokok dan tidak melakukan perbuatan yang sia-sia apalagi merugikan diri sendiri maupun orang lain. Rasulullah menyatakan bahwa untuk mengetahui baiknya seseorang itu diantaranya adalah dia meninggalkan pekerjaan yang tidak ada manfaatnya.

Para wanitanya menutup aurat dengan memakai jilbab demikian pula isteri dan anak-anak perempuan pemimpin partai Islam, sungguh tidak layak kiranya isteri, anak perempuan pemimpin sebuah partai mengumbar auratnya tanpa ditutupi dengan pakaian busana muslimah.

Jelas ini kesalahan orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang mengangkat dia sebagai pemimpin partai Islam, sungguh memalukan bila hal ini terjadi, apalagi senantiasa menyuarakan tegakkan syari’at Islam, sedangkan pakai jilbab saja yang merupakan bagian terkecil dari syariat itu tidak mampu dilaksanakan.

Syari’at yang bagaimana yang mereka agung-agungkan, atau hanya sebatas komoditas politik saja, biar dianggap orang muslim sementara money politic dilakukan sejak dari seleksi calon legislatif, pemilihan kepala daerah bahkan LPJ kepala daerah, apakah layak dikatakan partai Islam bila mereka menerima suap dan sogok untuk sebuah urusan apalagi yang berkaitan dengan jabatan. Seharusnya masyarakat tidak lagi memilih partai yang orang-orang didalamnya bermain politik yang haram.

Dikata jabatan diperoleh sebagai anggota dewan ataupun yang lebih tinggi dari itu, dia tidak sombong sehingga merendahkan orang lain, menganggap dirinyalah yang berkuasa, paling gagah dan paling terpandang. Umar bin Khattab dikala dia memasuki Palestina bersama dengan pembantunya, beliau bergantian menaiki kuda, suatu ketika Umar di atas lalu pembantunya di bawah mengiringinya, pada kesempatan lain Umar di bawah. Disaat dia sedang mengiringi perjalanan itu, pembantunya asyik duduk di atas kendaraan, maka sampailah mereka di Palestina, serentak masyarakat menyambut Umar dengan senangnya sambil menyalami orang yang ada di atas kuda dan melalaikan pengendaranya, lansung pembantu Umar mengatakan bahwa Khalifah Umar itu adalah orang yang berjalan bukan dirinya.

Ukhuwah Islamiyah adalah kalimat yang sangat mudah diucapkan tapi sulit untuk diujudkan, kerapkali karena salah faham sedikit lalu keluar dari Partai Islam satu dan membuat partai baru, ketika aspirasinya tidak terakomodir lalu memboikot sidang-sidang yang intinya merusak persaudaraan. Apalagi beberapa orang mendapat jabatan dan fasilitas padahal pada awalnya sama-sama berjuang, cemburu sosial tentu ada dan itu wajar, tapi sebaiknya tidak merusak ukhuwah, maka masing-masing punyalah usaha untuk merajut sehingga jangan karena jabatan dan fasilitas yang berlebih pertengkaran dan kemarahan dilegalkan.

Tidak semua pengurus partai bisa mendapat jabatan dan kedudukan, yang tidak atau belum mendapat jabatan sebaiknya bersabar dengan sikap iffah bahwa rezeki dan jabatan itu urusan Allah, yang sudah mendapat sebaiknya bersikap santun dan murah hati, tidak bakhil.

Keberhasilan seseorang meraih kemenangan dan jabatan salah satu faktor adalah ketundukannya kepada aturan Allah melalui pengabdian yang intensif seperti shalat, tahajud, shaum dan tilawah Qur’an. Bagi kader partai Islam aktivitas yang demikian seharusnya sudah menjadi agenda harian sehingga nampak bahwa orang-orang yang ada di partai Islam itu memang mengamalkan Islam bukan sebatas simbol saja dan ironinya sungguh sangat memalukan bila pemimpin, anggota dewan dan kader sebuah partai Islam tapi mereka tidak shalat, kalau begini apa yang bisa diharapkan dari mereka untuk memperbaiki umat dan masyarakat Indonesia.

Hal lain yang perlu diujudkan aleh kader, pengurus dan pemimpin sebuah partai Islam adalah sikap hidup yang sederhana, tidak berlebih-lebihan sehingga memperjauh jaraknya dengan masyarakat yang memilihnya, bukan berarti tidak boleh punya mobil, hal ini penting sebagai sarana transportasi, tidak pula dilarang punya rumah, asal tidak mewah dan wah sehingga orang takut karenanya. Ketika Abu Bakar punya baju baru, ada diantara para sahabat yang mempertanyakannya sehingga Rasul menyatakan,”Yang tidak boleh adalah timbulnya sikap sombong karena baju baru itu”.

Mungkin saja penghasilan tokoh partai akan bertambah dikala jabatan dan kekuasaan diraihnya berkat bantuan masyarakat luas, tentu dia tidak melupakan zakat dan infaq serta sedekah yang harus dikeluarkan sebagai konsekwensi sebagai muslim yang punya kelebihan. Partai tempatnya bernaung juga butuh dana untuk pembinaan dan operasional sehingga tidak ada istilah kegiatan tidak berjalan karena tidak ada dana sebab anggota dewan dan pejabat yang diamanahi partai Islam tidak mau membantu gerak da’wah pada partai tersebut.



Hidup membaur dan bercampur dengan masyarakat adalah kelaziman walaupun seseorang sebagai pejabat sekalipun dan tidak ada halangan untuk itu bahkan menambah simpati masyarakat kepadanya, interaksi tadi mungkin dalam ujud silaturahmi, jumpa kader dan jumpa tokoh, pergaulan dengan tetangga melalui berbagai kegiatan sehingga janganlah jauh dari masyarakat setelah jabatan didapat. Salah satu kekaguman Abu Sufyan kepada Nabi Muhammad adalah, dikala beliau bergaul dengan sahabatnya tidak ada perbedaan yang siknifikan sehingga Abu Sufyan sulit untuk membedakan Muhammad sebagai pemimpin ummat Islam dengan yang lain sebab tidak ada jarak Rasul dengan sahabat dan ummatnya dikala interaksi itu berjalan.

Perselisihan adalah hal yang wajar terjadi selama masih bisa diislah demi kepentingan partai dan da’wah, janganlah perselisihan itu memicu untuk tafarruk (pecah] sehingga membentuk kubu-kubu yang saling berjauhan hati, apa yang bisa diharapkan oleh masyarakat dikala pemimpinnya dalam keadaan kacau dan pecah, apalagi isu-isu miring yang dilontarkan oleh intern partai karena kecemburuan sosial sehingga mudah sekali mencari kesalahan orang lain, dan umumnya kesalahan itu ditujukan kepada orang yang menerima jabatan dari sebuah partai mungkin anggota dewan ataupun eksekutif.

Dikala kampanye adalah hal yang wajar bila mengungkapkan program partai dikala berkuasa, bukan mengumbar janji-janji yang sulit untuk diujudkan, inilah gaya orde baru yang membodohi masyarakat yang mengiming-imingi dengan janji yang semuanya itu hanya hiasan bibir. Janganlah partai Islam ini berjanji dengan konstituennya karena bila janji itu tidak terkabulkan akan menghantam kita, biarlah kita tidak berjanji tapi berusaha memperjuangkan kepentingan rakyat semampu kita dan semua itu harus diusahakan, masalah gagal diluar kemampuan kita.

Idealnya sebuah partai Islam itu adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang memang mengetahui Islam dengan baik bahkan mereka terekrut dalam partai itu bukan karena retorikanya tapi karena telah terukur dirinya sesuai standard Islam sehingga wajarlah bila seorang ulama mengatakan, Islamiyyah qabla jam’iyah artinya memberikan kesadaran berislam dahulu sebelum merekrut dalam organisasi. Sebab bila kita mendahulukan organisasi atau partai dengan mengabaikan pembinaan islamnya seseorang akan terjadi kerusakan diantaranya tidak satu visi dan misi dalam mengemban roda gerak partai itu, hingga terjadinhya pelanggaran asusila yang dilakukan oleh kader-kader partai seperti tertangkap basah disaat berbuat zina, mati dalam pelukan pelacur, terjebak dalam diskotik, terperangkap obat bius di kamar serta seribu masalah lainnya.




Partai Islam untuk berhati-hati merekrut orang-orang yang siap bergabung dengannya melalui empat penilaian yang dilakukan dengan kontinyu sebelum seseorang masuk ke dalam kepengurusan. Empat kriteria itu adalah Salimul Aqidah [aqidah yang bersih], Salamatul Fikrah [Pemikiran yang selamat], Sahihul Ibadah [ibadah yang benar], dan Matiinul Khuluq [akhlak yang solid].

Mendirikan partai dengan azas Islam sangat sulit, tapi lebih sulit lagi adalah menjaga dan memeliharanya apalagi menjaga citra partai agar tetap dicintai ummat, jangan sampai terdengar kalimat dari masyarakat ’’ah sama saja, partai Islam atau tidak, lihat tuh kelakuannya”. Sangat ironis dan memalukan bila ini terjadi, sekali partai Islam tetap jaga citranya karena baiknya partai Islam akan mengangkat Islam dan ummatnya dan sebaliknya buruknya partai Islam maka akan cemarlah Islam dan ummatnya, wallahu a’lam. [Harian Umum Mimbar Minang Padang, 24102003].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar