Jumat, 20 April 2012

Tersingkapnya Tabir Kepalsuan


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Ketika manusia belum dapat disebut sebagai manusia, masih berada di alam ruh telah terjadi suatu perjanjian dengan Allah, suatu ikatan bahwa manusia dengan segala kerendahan diri mengakui kebesaran Allah, akan beribadah, taat dan tunduk hanya kepada Allah semata, ”Dan ingatlah tatkala tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang belakang mereka dan, ia jadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka sendiri,”Bukankah Aku Tuhanmu ?” mereka menjawab,”Betul, kami bersaksi” dengan demikian itu agar kamu tidak berkata dihari kiamat, ”Sesungguhnya kami lalai dari sini” [Al A’raf 7;127].

Setelah lahir dan berada di dunia ini manusia lupa dengan janji yang lalu, jangankan perjanjian yang terjadi di alam ruh sedangkan perjanjian yang diikatkan di dunia saja manusia sering lupa dan melupakan. Sehubungan dengan hal diatas Allah menurunkan para nabi dan rasul untuk mengingatkan kembali janji itu. Tetapi walaupun diingatkan oleh Allah, manusia cendrung untuk berbohong, menipu dan memalsukan perbuatannya dengan berbagai topeng sehingga manusia lainnya tidak tahu maksud yang sebenarnya, namun Allah kelak minta pertanggungjawabannya dengan sangsi besar, tak ada lagi waktu itu tabir dan benteng yang dapat menutupi kepalsuan mereka, sebab seluruh tubuh menjadi saksi atas perbuatan yang dilakukannya, ”Sekiranya kamu terangkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu sembunyikan niscaya Allah akan memperhitungkannya juga” [Al Baqarah 2;284].

Topeng kepalsuan inilah yang disinggung Allah dengan istilah nifaq yaitu orang yang hatinya tidak beriman sementara bibirnya fasih mengucapkan iman, mereka walaupun beramal juga tapi dilakukan dengan tidak ikhlas, ”Sesungguhnya orang munafiq hendak menipu Allah maka Allah memperdayakan mereka pula, jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malasnya, mereka mengerjakannya hanya supaya dilihat manusia, mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit”[An Nisa’ 4;142].

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim diceritakan bahwa Allah akan membalas dan membuka segala kepalsuan yang dilakukan manusia dengan balasan neraka, walaupun nampaknya amal yang telah dilakukan benar, besar dan penuh perjuangan, dikatakan bahwa pada hari kiamat akan diadili terlebih dahulu tiga golongan manusia yaitu pejuang, kaum terpelajar dan golongan hartawan. Ketiga golongan ini diperiksa satu persatu.

Kaum pejuang ditanya, ”Apa yang telah engkau kerjakan di dunia ?” mereka menjawab, ”Saya berjuang dan bertempur pada jalan Engkau sehingga saya tewas di medan juang”, Allah menyanggah, ”Engkau berdusta, kamu tewas bukanlah karena mempertahankan agama Allah tapi hanhya karena mengharapkan supaya kamu disebut sebagai pahlawan, tempatmu di neraka”.

Kaum terpelajar ditanya, ”Apakah amal yang kamu kerjakan ?” mereka menjawab, ”Saya menuntut ilmu, kemudian saya ajarkan pula kepada orang lain, dalam pada itu senantiasa saya membaca Al Qur’an”, dengan keras Allah membentak mereka, ”Engkau pembohong, sebab engkau belajar dan mengajar agar digelari orang ulama, kamu senantiasa membaca Al Qur’an supaya disebut qori’, tempatmu di neraka”.

Kaum dermawan ditanya, ”Allah telah melapangkan hidupmu dan mengaruniakan rezeki yang banyak kepada engkau, apa yang telah kamu kerjakan dengan nikmat itu?” mereka menjawab,”Saya nafkahkan harta itu hanya supaya engkau disebut orang dermawan, tempatmupun di neraka”.

Menurut Imam Al Gazali ada beberapa orang yang tertipu di dunia ini, mereka mengira amal yang dikerjakan di dunia bernilai emas tapi nyatanya berbobot loyang, merekalah yang melakukan amal perbuatan itu diantaranya;

Pertama, ulama yang sibuk dengan ilmunya disamping itu mereka melalaikan tugas-tugas anggota badan serta melakukan maksiat, mereka terpukau dan terpesona sesaat oleh ilmunya, dan menyangka dengan demikian seolah-olah mereka sudah sampai kepada tingkat puncak ilmu pengetahuan yang tidak mungkin Allah akan menyiksanya dengan ilmu itu.

Kedua, orang yang tertipu dalam tilawatil qur’an, berkeras-keras dalam membacanya, barangkali mengkhatamkannya dalam sehari semalam, lisannya lancar mengucapkannya, tetapi hati mereka maju mundur didalam berangan-angan serta tafakkur tentang dunia, dia tidak mengambil nasehat dari isi Al Qur’an walaupun dia membacanya terus menerus.

Ketiga, orang yang berusaha sekeras-kerasnya mendirikan masjid, madrasah-madrasah, tempat-tempat pertemuan, jamban dan kolam-kolam air dan apa saja yang nampak oleh manusia, serta menuliskan nama mereka sebagai penyokongnya, agar kekallah ingatan orang kepada mereka.

Keempat, yang berlagak tasauf, mereka keliru tentang pakaian, ucapan dan gaya sehingga mereka serupa dengan ahli tasauf sungguh-sungguh. Mereka menyangka perbuatan itu akan menyelamatkan mereka, karena mereka tidak payah-payah sedikitpun juga melakukan mujahadah, tetapi yang mereka makan dari hasil barang yang haram.

Itulah empat golongan manusia yaitu ulama, ahli ibadah, dermawan dan kaum sufi tertipu dengan keadaan mereka. Betapa banyak topeng kepalsuan yang hadir di dunia ini sehingga sulit membedakan mana yang benar berjuang karena Allah dan mana sebagai pengikut thaghut sehingga puasa hanya memperoleh lapar dan dahaganya saja, shalat hanya memperoleh capeknya saja. Senantiasalah seorang muslim, mukmin mengoreksi diri kembali amal-amal yang telah lalu dan memperbaharui niat untuk masa mendatang agar bernilai disisi Allah, wallahu a’lam [Harian Mimbar Minang Padang, 10052002].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar