Sabtu, 21 April 2012

Hidup Terarah Dengan Islam


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Manusia disebut juga dengan ”Homo Religius” yaitu manusia dasarnya beragama sehingga cendrung kepada kebenaran sebagai pedoman hidup yang dapat membawa kepada keselamatan, dasar agama yang dimiliki manusia digambarkan Allah dalam surat Al A’raf 7;172-174, ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, ”Bukankah Aku Tuhanmu?” mereka menjawab, ”Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”.

Dari ayat ini jelas dan tegas sekali bahwa sebelum manusia lahir ke dunia ini telah dibekali dengan agama yaitu ajaran Tauhid yang siap menjadikan Allah sebagai Tuhan, sehingga layak kalau kebenaran dijauhkan atau ajaran Tauhid dicampuradukkan, manusia tetap mencarinya sampai menemukan kebenaran yang hakiki.

Menurut Ki.H.MA. Mahfudz ada empat bukti yang terdapat didalam jiwa manusia yang menyatakan bahwa manusia sewaktu di alam ruh dahulu itu sudah menyaksikan sifat-sifat Tuhan, yaitu;
1. Adanya rasa takut dalam jiwa manusia, yang disebabkan karena menyaksikan sifat-sifat kemahagagahan dan kemahakuasaan Allah.
2. Adanya rasa harap dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat kemahapenyayangan dan kemahapengasihan Allah.
3. Adanya rasa indah dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat kemahaindahan Allah.
4. Adanya rasa agama [bertuhan] dalam jiwa manusia, yang disebabkan oleh karena menyaksikan sifat-sifat Allah dalam keseluruhannya.

Kehadiran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad adalah kelanjutan risalah dari nabi-nabi sebelumnya sekaligus menuntun fithrah manusia agar tetap berada pada posisi tauhid yang benar lalu melepaskan watak jahiliyah, Sayyid Qutb dalam bukunya Petunjuk Jalan, 1980 menyebutkan sebuah sistem. Manusia...sekiranya mereka hidup dengan mempraktekkan seluruh sistem Allah, mereka adalah muslim, dan sekiranya mereka hidup dengan mempraktekkan sistem-sistem ciptaan manusia, mereka sebenarnya melakukan sesuatu yang berlawanan dengan undang-undang alam, bertentangan dengan fithrah kejadian dan fithrah diri mereka sendiri, dengan sifat diri mereka sebagai sebagian daripada kejadian...pertentangan ini akan mengakibatkan kehancuran, baik cepat atau lambat...

Tuntunan kehidupan manusia tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Ilahi [GBHI] yang disebut dengan Al Qur’an serta gerak hidup, sepak terjang dan prilaku nabi Muhammad Saw dengan nama Hadits. Al Qur’an yang merupakan dasar hukum pertama bagi ummat Islam adalah pedoman yang akan mengarahkan jalan hidup manusia sampai kepada tujuan akhir yaitu akherat.



Mereka mempelajari Al Qur’an untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribadinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, tentang persoalan kehidupan yang dihidupinya, ia dan golongannya. Ia menerima perintah itu untuk segera dilaksanakan setelah mendengarnya. Persis bagaimana prajurit di lapangan menerima ”perintah harian” untuk dilaksanakan segera setelah diterima. Karena itu, tidak seorangpun yang minta tambah perintah sebanyak mungkin dalam satu pertemuan saja. Karena ia merasa hanya akan memperbanyak kewajiban dan tanggungjawab di atas pundaknya. Ia merasa puas dengan kira-kira sepuluh ayat saja, dihafal dan dilaksanakan.

Dengan kehadirannya manusia di alam ini sebagai hamba Allah walaupun bekal hidup berupa agama [Islam] telah ada sejak lahir tapi godaan dan gangguan yang membawa ke jalan kesengsaraan terlalu banyak di bawah komando syaitan la’natullah. Kalau tauhid seseorang terbiming sejak kecil oleh syariat Allah [ajaran Islam] maka bagaimanapun kerasnya kehidupan, indahnya dunia tidak akan menyilaukan mata dan tidak akan mengaburkan perjalanan, semakin banyak batu ujian semakin mulus perjalanan manusia menuju kampung akherat.

Sesungguhnya cobaan yang pernah dikenakan kepada Adam di syurga sama sekali seperti cobaan yang dikenakan kepada kita,sehingga dengan ketulusan kita berhak mewarisi syurga yang kekal di akherat. Apakah yang sebenarnya menjadi ukuran keberhasilan atau kegagalan kita menghadapi ujian tadi?

Ada diantara kita menghadapi ujian, sedangkan ia berada di atas kursi kekuasaan atau sedang tergantung pada tiang gantungan. Ada diantara kita ujiannya dalam bentuk pangkat kekuasaan yang tinggi atau tinggal dalam gubuk reot. Semua ini merupakan keadaan sementara dalam menghadapi ujian atau cobaan, kendatipun nampak sesuai saja dengan fithrah manusia, namun manusia belum tentu berhasil lulus dan mencapai kebahagiaan, sebaliknya tidak pula memastikan, bahwa manusia pasti gagal menghadapinya.

Kebahagiaan abadi akan dicapainya dengan menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang taat dan dalam tindakannya hanya semata-mata menuntut ridha Allah, kendatipun ia berada dijana saja dan dalam keadaan apa saja. Kebenaran Islam dapat diuji dengan ilmu pengetahuan dan dijamin Allah sampai akhir zaman, kalau manusia mencari kebenaran lain sesuai dengan hawa nafsu tentu akan rusak langit dan bumi beserta segala isinya sedangkan Islam menjanjikan keselamatan hidup lahir dan bathin.

Orang yang hidupnya menyenangi seni maka kehidupan ini bagi dia adalah suatu keindahan, yang menyenangi ilmu pengetahuan maka kehidupan ini akan dilaluinya dengan mudah, agar hidup kita terarah tiada lain mengkaji, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran Islam, Allah berfirman, ”Allah hendak memimpin orang yang menuruti kehendak-Nya ke jalan bahagia” [Al Maidah 5;15]

”Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kebahagiaan hiduplah bagi mereka dan tempat kembali yang baik” [Ar Ra’du 13;29].

”Inilah Al Kitab [Al Qur’an] tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertawa” [Al Baqarah 2;2].

Suatu ketika Rasulullah pernah membuat suatu garis lurus pada sebuah tanah, kemudian beliau berkata,”Ini adalah syirathal mustaqim, barangsiapa yang menuruti jalan ini dia akan selamat. Di luar jalan ini banyak sekali jalan-jalan yang sesat, agar kalian berhati-hati”, syirathal mustaqim adalah Islam yang menuntun manusia agar hidupnya terarah dan bermakna sejak di dunia hingga akherat, selain itu bathil dan menyesatkan, wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 18052001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar