Selasa, 17 April 2012

Kembali Kepada Fithrah Manusia

Drs. St. Mukhlis Denros
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetapkanlah atas fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu” [Ar Rum;30]

Dunia, apakah gerangan dunia ini ? banyak orang yang terpesona kepadanya, tetapi ada pula orang yang tertangis-tangis karenanya, hendak dibawa kemanakah manusia ini ? atau akan kekal di dalamnya atau buat sementara saja ? Dunia, mengapakah ada orang yang mentamsilkan engkau sebagai bangkai busuk sehingga berebut-rebutlah binatang buas untuk menikmatinya, betulkah didalam kehidupan ini penuh dengan tipu daya ?

Berapa banyakkah manusia yang hanyut dalam lembah kehidupan dunia, dia berkhayal terus, umurnya tidak diperhitungkannya bahkan dipergunakannya dalam merebut sesuatu yang belum tentu dapat dimakannya, dipakainya dan didiaminya sehingga hidupnya hampa dan merugi. Manusia semuanya ingin hidup bahagia, tetapi sebahagiannya dengan cara yang salah dalam mengartikan dan mencari bahagia itu. Karena itu dia belum juga mengenyam kebahagiaan yang diinginkannya itu.

Setiap insan yang hidup di dunia ini memiliki naluri cinta yang berlebihan. Inilah yang disebut dengan kemewahan, kemilaunya dunia, ”Dihiaskan kepada manusia keindahan hidup antara lain cinta kepada wanita, anak-anak, harta benda yang banyak [emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak piaraan, sawah dan ladang]. Itulah kesenangan hidup di dunia, akan tetapi disisi Allah adalah tempat kembali yang sebaik-baiknya” [Ali Imran;14].

Itulah salah satu fithrah, naluri atau gharizah manusia. Sesungguhnya Allah tidak menutup pintu bagi perkembangan fithrah manusia, memberikan sesuatu yang sesuai dengan tuntutan jiwa dan keinginan-keinginan sesuai dengan fithrah itu. Ajaran Islam secara tegas memberikan secara sah hak-hak pemilikan berupa harta benda sebagai tuntutan nalurinya sehingga setiap insan yang memperoleh anugerah kekayaan bukanlah hamba-hamba yang dianggap sebagai pelanggar-pelanggar ketentuan agama.

Namun atas hak-hak tersebut manusiapun memiliki kewajiban yang tidak dapat dipisahkan untuk mengisi kegersangan jiwa, bahkan mental manusia supaya menghindari malapetaka. Silahkan kumpulkan harta sebanyak-banyaknya, akan tetapi harus diingat bahwa dibalik harta itu tersimpan harta orang lain, harta fakir miskin atau harta anak yatim. Silahkan menuntut ilmu setinggi-tingginya, akan tetapi kewajiban untuk memberikan penerangan, menyampaikan ilmu kepada orang lainpun harus dilaksanakan.

Harta adalah kepuasan lahiriah yang semua orang tidak menghindarinya, bahkan mengejarnya. Harta juga tidak semua orang dapat merasakan arti kepuasan itu, betapa banyaknya dalam pergaulan hidup ini, kita saksikan di dalam gedung nan indah, kendaraan mutakhir. Uang bertumpuk banyak, justru mereka kehilangan kebahagiaan, kehilangan kedamaian, terbelenggu oleh kehausan yang tidak diketahui dimana ujung pangkalnya. Orang seperti ini mungkin saja telah kehilangan keseimbangan hidup, Nabi bersabda,”Bukanlah yang dikatakan kekayaan itu apa yang tampak berupa benda yang bertumpuk, tetapi kekayaan itu sebenarnya adalah yang bersemayam didalam jiwa seseorang”.

Jika diperhatikan saat ini, kemajuan teknologi ilmu pengetahuan semakin canggih, termasuk pandangan filsafat telah membawa manusia kepada pengertian-pengertian atau faham terhadap pandangan hidup ini, seperti ajaran kapitalisme dan komunisme sebagai tandingannya. Faham kapitalisme mengajarkan hak-hak kepemilikan kekayaan sebagai monopoli individu, bersikap dingin terhadap penderitaan orang lain, mencari kepuasan diri sendiri,dia rela menari-nari diatas penderitaan orang lain, tidak menghiraukan kepentingan masyarakat. Sementara komunisme sebagai penganut doktrin sosialisme juga berpandangan picik dan pincang, hanya mengutamakan kepentingan bersama, tanpa menghargai hak-hak pemelikan individu. Kedua faham tersebut saling bertentangan, tidak dapat dipakai secara utuh dalam suatu masyarakat beragama.

Dalam pandangan Islam, harta adalah sumber dan tenaga hidup, urat nadi dalam kehidupan ini, diantara petunjuk Rasulullah, ”Carilah rezeki dari celah-celah perut bumi”, ”Siapa yang menghidupkan atau menyuburkan tanah yang gersang, maka tanah itu adalah miliknya”.

Allah juga berfirman dalam surat Al Jumuah ayat 10, ”Jika kamu telah selesai shalat maka bertebaranlah dimuka bumi ini untuk mencari karunia Allah”.

Islam membuka kesempatan untuk mencari harta sebanyak-banyaknya demi kehidupan di dunia ini, Islam tidak melarang untuk menikmati kemilaunya dunia ini, Islam tidak menghambat manusia untuk makan yang lezat-lezat, silahkan. Akan tetapi dari mana harta serta kenikmatan itu, apakah dari jalan halal atau haram. Perlu pula diingat, harta serta kenikmatan yang diperoleh itu bukanlah milikmu mutlak, Islam mengaturnya dengan baik, melalui zakat, sedekah, infaq dan derma lainnya. Dalam ajaran Islam kaum muslimin diutamakan memberi dari pada menerima, dan segala sesuatu itu dijalankan secara baik menurut ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu harta dalam Islam berfungsi sosial, hak individu dijamin, tapi kewajiban terhadap kepentingan masyarakat tidak boleh diabaikan. Penumpukan harta, manipulasi, kecurangan dalam bentuk apapun, penipuan, mementingkan diri sendiri dan golongan dianggap pelanggaran apabila harta benda semakin menumpuk pada seseorang atau sekelompok orang sementara masyarakat banyak sangat memerlukan tidak mendapat perhatian.

Islam telah memberikan ketegasan kepada kita sebagaimana firman Allah, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling makan harta sesamamu dengan jalan bathil”. [Tulisan ini pernah dimuat pada Risalah Da’wah Masjid Al Furqan Solok nomor 212/ Februari 1998].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar