Sabtu, 21 April 2012

Kepala Daerah Dambaan Ummat


Drs. St. Mukhlis Denros

Berakhirnya masa jabatan seorang Gubernur, Bupati atau Wali Kota akan jadi perbincangan umum baik di kedai kopi hingga fraksi di DPRD. Semua punya penilaian dan berhak menilai dengan standard masing-masing atas keberhasilan atu kegagalan kepala daerah yang terakhir ini, semuapun punya harapan serta dambaan agar kepala daerah yang akan datang lebih baik dari hari ini dari segi keberhasilan pembangunan fisik, mental ataupun pengamalan kehidupan beragama sehingga negeri ini yang bersemboyan religius yang bukan sekedar bahasa politis dan gincu untuk merayu rakyat memilih mereka.

Seandainya pengganti Gubernur, bupati/ wali kota yang akan datang adalah orang yang lebih buruk kualitas dan kapasitasnya, pilihan yang tepat adalah kepala daerah yang hari ini akan berakhir jabatannya, bila rakyat menghendaki tidak salahnya terpilih kembali.

Ketika Rasulullah Muhammad Saw wafat saat itu ummat Islam belum menentukan pemimpin yang menggantikan beliau, bukan tidak terfikir, sementara jenazah Rasul belum lagi dikebumikan tidak layak kiranya sudah bicara tentang pengganti beliau, apalagi kaitannya dengan sebuah jabatan.

Di sebuah tempat segerombolan ummat Islam sedang menyeleksi figur pimpinan mendatang, dari kaum Anshor mereka mencalonkan bakal calon dari kelompoknya demikian pula kaum Muhajirin telah pula punya jago yang diadu dengan lawan lainnya. Pencalonan itu akhirnya mentah kembali ketika Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab datang kemudian, kontan saja mereka berdua didaulat oleh hadirin untuk menduduki jabatan Khalifah pengganti Rasulullah.

Dua orang kandidat ini punya kelebihan yang luar biasa dibandingkan dengan yang lain, Abu Bakar adalah orang yang paling berjasa membela Rasul untuk kepentingan Islam, dialah yang menemani Rasul ketika Hijrah serta membantu seluruh kepentingan da’wah tak terkecuali dengan Umar, orang yang tegas terhadap kezhaliman, siap mempertaruhkan hidup dan matinya demi tegaknya Kalimatullah.

Abu Bakar memegang tangan Umar, lalu dia angkat tinggi-tinggi dan berseru, ”’Inilah pemimpin kita sekarang yang akan membawa ummat ini kepada kesejahteraan, sebagai pengganti Rasul dalam segala urusan ummatnya”, belum lagi tangan itu naik dengan ketinggian yang dimaksud oleh Abu Bakar, lansung Umar menarik tangannya dan berkata,”Selama masih ada Abu Bakar, maka aku tidak pantas menggantikan Rasulullah meraih posisi ini, dengan nama Allah, Abu Bakarlah khalifah kita...” kata Umar bin Khatab kepada hadirin, semuanya menyadari memang Abu Bakar yang lebih baik pada masa ini menggantikan jabatan pemimpin ummat, kehadirannyapun diterima oleh semua pihak, Umar dan Abu Bakarpun sebenarnya tidaklah ambisius untuk jabatan itu, karena jabatan bukanlah hadiah atau prestise tapi adalah sebuah beban dan amanat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Kita menginginkan tampilnya kepala daerah yang dapat menyelesaikan problem ummat bukan menambah runyamnya negeri ini, diapun bukan orang yang ambisius untuk sebuah jabatan dengan menghalalkan segala cara, bila datang kepadanya jabatan itu ditunaikan dengan baik, kehadirannyapun diterima seluruh kalangan karena perjuangannya bukan satu fraksi, satu golongan dan segelintir orang, tapi untuk semuanya, untuk seluruh anak negeri ini agar terlepas dari kesengsaraan.

Abu Bakar Ash Shiddiq menempatkan jabatannya dengan penuh hati-hati, meletakkan pegawainya sesuai dengan keahlian masing-masing tanpa melihat asal keturunan, artinya dia tidak menghidup suburkan budaya KKN, karena ini akan menghancurkan tatanan kepemimpinan dalam masyarakat yang punya budaya dan moral Islami kemudian disokong oleh adat istiadat yang baik.

Ketika akhir jabatan Umar bin Khattab akan selesai, lalu sebuah tim formatur sedang mencari kandidat, salah seorang dari kandidat yang diagungkan adalah Abdullah bin Umar, mendengar hal itu lansung Umar protes, ”Janganlah kalian berikan jabatan itu kepada keluargaku walaupun dia mampu, cukuplah kepada saya saja, terlalu besar tanggungjawab saya nanti di hadapan Allah, saya tidak sanggup”.




Abdullah bin Umar pantas menempati posisi itu karena kualitasnya, dia diterima oleh segala kalangan dan golongan, tapi karena jabatan itu menggantikan jabatan ayahnya, Umar dan Abdullahpun tidak mau menerimanya, akan timbul nanti suatu tuntutan masyarakat kalau posisi yang diraih hasil kolusi dan nepotisme.

Selama hampir enampuluh tahun negara kita hancur karena ulah permainan KKN sehingga jabatan itu tidak dijabat oleh mereka yang ahlinya, sebenarnya Rasulullah pernah memberikan sinyal kepada kita, ”Bila pekerjaan tidak dijabat oleh ahlinya tunggu saja kehancurannya”.

Ummat saat ini menantikan seorang kepala daerah adalah orang yang berhati ikhlas dalam amalnya, dia berbuat hanya dimotivasi mencari ridha Allah, walaupun akhirnya mendapat ridha dari yang lain. Imam Al Gazali pernah berkata, ”Barangsiapa yang mencari akherat maka dia akan mendapatkan dunia dan siapa saja yang mencari dunia semata maka dia tidak akan mendapatkan akherat”, selama ini kita mungkin belum menemukan pemimpin yang ikhlas dalam mengemban negeri ini terbukti seluruh amalnya bersifat show dan bernada wah sementara esensialnya kosong, kita lihat lampu jalan yang kemilau, telefon umum yang ada disetiap sudut, ini pembangunan fisik yang sangat dibutuhkan, tapi kenyataannya semua itu hancur oleh anak negeri sendiri, karena kepala daerah hanya sibuk pembangunan untuk keperluan fisik sementara pembangunan mental diabaikan, realita bisa kita saksikan saat Reformasi digagas oleh mahasiswa maka seluruh bangunan yang menghabiskan dana milyaran rupiah hancur seketika oleh huru hara dan penjarahan.

Masjid di zaman orde baru banyak yang dibangun melalui Yayasan Muslimin Pancasila, akan tetapi masyarakat tidak memanfaatkannya, mana mungkin mereka akan memakmurkan masjid bila hati dan nurani mereka tidak dibangun sebelumnya, itulah sebabnya Rasulullah tidak buru-buru membangun masjid, tapi beliau berjuang membangun masjid di hati ummatnya.

Jadi janganlah kita mengutuk keberhasilan seorang kepala daerah dari bangunan fisik saja, pembangunan mental juga perlu dipertanyakan, MTQ penting tapi pengamalan dari MTQ itu lebih penting, masjid perlu tapi kemakmuran masjid itu sangat perlu.

Kita juga mendambakan seorang kepala daerah yang bisa diajak berdialog, berdiskusi, dikritik dan ditegur, bukan kepala daerah yang serba benar, tidak mengenal salah, mereka juga manusia sama dengan kita, khilaf, lupa dan lalai bisa menyerang siapa saja termasuk kepala daerah. Umar bin Khattab suatu ketika jalan-jalan di pasar, dalam pasar itu seorang ibu-ibu mengeritiknya tentang dibatasinya jumlah mahar yang harus disediakan seorang calon suami, dengan senang hati Umar mengaku kesalahannya dan mencabut pendapat pribadinya itu, katanya, ”Ibu itu benar dan Umarlah yang salah”.

Terlalu banyak harapan rakyat, ummat terhadap bakal calon Gubernur, Bupati dan Wali Kota, mereka membutuhkan seorang kepala daerah yang super, yang ideal, hal ini wajar saja, agar kepala daerah tersebut adalah mereka yang terbaik dari yang baik, bila tidak ada yang lebih baik, tak usahlah kepala daerah itu diganti, idealnya memang demikian, untuk itu perlu usaha kita semua untuk menjaring, menyaring dan memilih bakal calon hingga menjadi calon dambaan ummat,wallahu a’lam. [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, 24122008].



Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar