Selasa, 17 April 2012

Mewujudkan Sikap Benar, Jujur dan Tegas


Dengan figur Rasulullah Saw, Islam mampu merambah pelosok dunia yang disampaikan melalui akhlak mulia. Inilah satu modal kenapa Islam mudah diterima orang. Akhlak yang diterapkan sesuai dengan fithrah nurani manusia. Diantara akhlak muslim yaitu benar, jujur, dan tegas dengan tidak melepaskan kelemahlembutan, Allah berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 70, ”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
Sungguh jauh berbeda antara antara pengertian perkataan yang benar [gaulan sadida] dan perkataan yang keras [qaulan syahida]. Kaum muslimin dituntut untuk berbicara benar, tidak mencla-mencle atau lemah pendirian. Namun dalam penyampaiannya digunakan ucapan yang lembah lembut dan santun. Bahkan ketika berbicara dengan musuh sekalipun, ”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi kawan yang akrab” [ Fushilat ;34].

Islam merupakan suatu dien yang persuasif dan sangat menghargai jati diri manusia. Islam tidak ingin memaksakan doktrinnya untuk diterima begitu saja oleh manusia, Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya dien [agama] mudah dan tidak seorangpun yang mempersulitnya kecuali pasti dikalahkannya. Bertindaklah tepat, lakukanlah pendekatan, sebarlah berita gembira, permudahlah dan gunakan siang dan malam serta sedikit waktu fajar sebagai penolongmu” [HR. Bukhari].

Dalam kondisi akhlak manusia yang makin menuju ke arah kehancufran ini, kebenaran menjadi barang langka. Sulit untuk menemukan kebenaran hakiki dari mulut manusia. Yang ada, bahkan banyak, adalah manusia yang mengaku benar. Begitu pula, sangat sulit menemukan manusia yang pandai merasa. Yang banyak ditemukan adalah manusia yang tidak pandai merasa. Akankah kebenaran punah dari muka bumi ini ?

Perlulah kitanya mengungkapkan apa yang dikatakan Imam Al Gazali tentang hal ini. Menurut beliau, benar [shidq] ada enam, yakni:

Pertama, shidqu anniyah wal iradah yaitu niat yang benar dan motivasinya hanya mengharapkan ridha Allah. Inilah yang disebut dengan ikhlas.

Kedua, shidqu lisan, yaitu ucapan yang tidak bercampur dengan dusta dan kepalsuan, artinya lisan yang selalu benar meskipun dalam bercanda.

Ketiga, shidqu azmi, yaitu tekad yang baik dan cetusan yang murni.

Keempat, shidqu wafa bil azmi, adalah sikap teguh dalam melaksanakan tekad.

Kelima, shidqu amal; amal yang benar yaitu sesuainya ucapan dengan perbuatan yang dilandasi oleh aqidah yang mantap.

Keenam, shidqu fi maqamatuddin; orang yang benar dalam melaksanakan agama sehingga mampu mencapai derajat taqwa.

Rasulullah sejak masih remaja telah nampak kejujurannya sehingga beliau bergelar Al Amin. Walaupun demikian, setelah beliau menjadi Rasul tidak sedikit orang yang curiga dan khawatir atas kerasulannya. Apalagi para pendatang selalu tidak puas dalam menerima informasi tentang kerasulannya. Bahkan beliau dituduh gila, tukang sihir dan perusak persatuan kabilah.

Salah satu prinsip Muslim selain shid [benar] adalah lemah lembut kepada muslim dan bersikap tegas kepada orang kafir, Rasulullah bersabda, ”Belum beriman salah seorang kamu sehingga mencintai saudaranya sama dengan mencintai dirinya sendiri” [HR. Muslim].

Untuk merealisasikan kasih sayang sesama muslim, Rasululah sendiri diperintah agar bersikap rendah hati kepada para pengikutnya, firman Allah dalam surat As Syu’ara ayat 215, ”Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari orang-orang mukmin”.

Panduan sikap lunak kepada orang-orang mukmin adalah sikap A’izah alal kafirin maknanya penuh gengsi dan prestise terhadap orang kafir. Merasa bangga dengan keimanan di dalam dada dan tidak merasa hina atau rendah di hadapan kekufuran. Tidak tunduk kepada jahiliyah dan hawa nafsu. Sifat ini adalah ciri khas para penolong agama Allah sejak generasi pertama dahulu, ”Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka”[Al Fath;29].

Sifat a’izah dan ashidda membuat seorang mukmin memandang kecil kesenangan duniawi yang dimiliki orang-orang kafir, dan akheratlah kesenangan abadi dan mulia. Inilah pribadi muslim sejati. Ia selalu benar dalam segala hall yang didukung oleh kejujuran tapi tidak lepas dari tegas walaupun lemah lembut tetap melekat. Hanya orang yang mampu meneladani sikap Rasul inilah yang dapat bersikap demikian. [Majalah Ishlah Jakarta, edisi 75/ 1997].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar