Jumat, 20 April 2012

Al Kafirin, Penentang Agama Allah





Drs. St. Mukhlis Denros

Islam adalah agama yang benar, diturunkan untuk menyelesaikan persoalan dan menyelamatkan ummat manusia dari kehancuran kehidupan ini yang bila tanpa kendali dapat dipastikan kiamat besar akan terjadi. Penyebabnya kecendrungan manusia kepada jalan yang fasad [rusak] sangat besar dengan mengabaikan ajaran Khaliq yang telah memberi hidup kepadanya.

Sungguh ironis memang manusia itu, terhadap Tuhan yang telah memberikan segala fasilitas hidup kepadanya, dibalas dengan penentangan dan segala bentuk kekafiran. Bahasa premannya, manusia itu memang tidak tahu diuntung, tidak pandai berterima kasih dan malah banyak yang ”kurang ajar”.

Di dunia ini Allah memang telah memprediksi akan tampilnya tiga kelompok manusia. Nyatanya memang, di panggung sejarah ketiganya saling berebut pengaruh dan berupaya mencari audiens serta ingin mendominasi. Selanjutnya kelompok itu berkembang jdi idiologi yang dipertahankan oleh pengikutnya hingga tetesan darah penghabisan.

Ketiga kelompok dimaksud pertama “mukmin” yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dengan segala konsekwensinya. Kafir yaitu orang yang menentang atau mengingkari atas segala aturan Allah dengan segala isme yang melingkupinya. Terakhir adalah orang yang bermuka dua dan dikenal dengan sebutan “munafiq”, keimanannya sebatas decoration only, dekorasi dan hiasan bibir saja [Al Baqarah 2;1-20].

Allah tidak memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya. Karena itu memang hak azasi dan Allah memberi kebebasan kepada manusia sampai dimana usahanya untuk mencari dan berusaha menemui hidayah. Iman itu bukanlah hadiah atau warisan dari seorang bapak kepada keturunannya, apalagi keimanan yang sebenarnya iman, harus diraih dengan ikhtiar yang maksimal melalui kajian dan penghayatan terhadap keberadaan Allah dengan segala asfeknya.


Keimanan seseorang tidaklah punya pengaruh terhadap eksistensi-Nya, sebagaimana Rasulullah menyatakan dalam hadits bahwa seandainya seluruh malaikat, jin dan manusia beriman kepada Allah maka tidak akan meninggikan derajat Allah. Sebaliknya bila seluruh malaikat, jin dan manusia ingkar, kafir dan menentang Allah, tidak akan merendahkan derajat Allah. Bahkan lebih tegas dikatakan; mau beriman silahkan daningin kafir tidak masalah. Sayid Qutb pernah menyatakan kepada orang-orang manafiq yang tidak terang-terangan memusuhi Islam dan ummatnya,”Masuk Islam keseluruhan atau tinggalkan Islam keseluruhan”.

Pengingkaran ummat terdahulu kepada Allahpun menghiasi perjalajan kehidupan para Nabi dan Rasul, lantaran penyampai da’wah adalah seorang nabi yang bukan dari kalangan mereka, atau nabi itu mereka pandang rendah status sosialnya bahkan faktor gengsi lainnya membuat mereka tidak segan-segan menolak kebenaran yang diwahyukan itu. Banyak faktor memang yang menjadikan seorang kafir dan tidak sedikit pula faktor yang membuat orang beriman, membela kebenaran Islam dengan seluruh potensi hidupnya>

Suatu ketika kafir Quraisy menyatakan maksudnya kepada Rasulullah untuk beriman kepada kebenaran ajaran Islam dengan syarat kalau beliau dapat menggeser bukit-bukit yang menghalangi mereka sehingga kota Mekkah lapang. Mendengar itu Rasulullah diberikan wahyu oleh Allah, bahwa sekiranya permintaan itu dikabulkan maka mereka tetap tidak akan beriman, itu hanya alasan saja untuk meramaikan perdebatan yang akhirnya merekapun mengolok-olok dan semakin jauh saja kesesatannya.

Demikian pula halnya ummat Nabi Musa yang meragukan eksitensi Allah sehingga mereka meminta kepada Musa agar diperlihatkan Allah secara nyata agar keimanan mereka bertambah. Ini alasan yang mereka lontarkan, apakah dengan mereka dapat melihat Allah secara nyata lalu keimanan mereka akan bertambah ? belum tentu, ”Dan ingatlah ketika kamu berkata,”Hai Musa, kami tidak akan beriman kepada kamu sebelum kami melihat Allah dengan terang” karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikan...”[Al Baqarah 2;55].

Suatu argumentasi yang tidak masuk akal yaitu mengukur keimanan dengan sandaran panca indra. Padahal kemampuan panca indra manusia itu terbatas. Jangankan tentang wujud Allah, sedangkan rahasia kejadian manusia saja belum terungkap.

Ketika Musa menyediakan dirinya untuk mengabulkan permintaan dari pengikutnya itu, mereka ingin melihat Allah dengan transparan, tetapi karena keterbatasan manusia akhirnya belum mampu memenuhi keinginan mereka. Justru yang terjadi musibah datang dengan hancurnya sebuah gunung, karena tidak sanggupnya menyaksikan eksistensi Allah. Walaupun demikian kekafiran masih kental di hati mereka. Bahkan saat Musa datang menemui kaumnya yang ditinggalkan bersama Nabi Harun, bukan main gusarnya sebab ummat yang telah beriman, sepeninggal Musa mereka kafir kembali. Mereka menyembah anak sapi yang terbuat dari emas yang dapat mengeluarkan suara.

Orang kafir adalah musuh Allah dan musuhnya orang-orang beriman. Orang kafir dibungkus oleh berbagai idiologi seperti komunis, sosialis dan isme-isme lain yang hakekatnya bentuk kekafiran dengan baju kemodernan atau kepalsuan yang dibungkus adat istiadat dengan praktek syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul. Segala bentuk ajaran yang tidak mengacu kepada ajaran Islam yang asholah [asli] adalah kekafiran baik diakui atau tidak.

Salah satu kelompok yang tidak dicintai Allah adalah kelompok kafir yang dengan transparan melakukan penentangan kepada Allah, walaupun bentuk penentangan itu dengan berpaling dari kebenaran yang diwahyukan Allah, ”Katakanlah, ”Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”[Ali Imran 3;32].

Kekafiran dimaksud bukanlah semata-mata karena tidak beriman kepada Allah, tapi maknanya luas sekali. Kekafiran yang mutlak adalah berada pada satu agama yang tidak Islam, posisi mereka ini jelas yaitu non muslim. Tetapi kekafiran juga tampak pada sebagian orang yang masih mengaku muslim, bukan kafir dari segi i’tiqad atau aqidah. Seorang muslim yang dengan sengaja meninggalkan shalat dapat dikategorikan dengan kafir karena mereka meninggalkan syariat. Tidak bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang dikaruniakan-Nya juga dapat dikatakan kufur nikmat, tidak mau memakai hukum Allah juga termasuk karakteristik kafir, ”Siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”[Al Maidah 5;44].

Orang kafir pada asfek manapun seperti kufur nikmat, fasiq, nifaq dan zhalim sangat sulit diberi peringatan. Siapapun yang memberikan peringatan pasti ditolak, karena Allah memang telah mengunci mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka telah tertutup oleh sebab kekafiran mereka sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka juga tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat” [Al Baqarah 2;6-7].

Kelompok ini adalah orang-orang yang berprasangka buruk terhadap da’wah Islam sebagaimana yang disampaikan oleh seorang mujahid da’wah Hasan Al Banna dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Mereka adalah orang-orang yang selalu berprasangka buruk kepada kami dan hatinya diliputi keraguan atas kami. Mereka selalu melihat kami dengan kaca mata hitam pekat dan tidak berbicara tentang kami kecuali dengan pembicaraan yang sinis. Kecongkakan telah mendorong mereka terus menerus berada pada keraguan, kesinisan dan gambarana negatif tentang kami.
Bagi kelompok macam ini, kami bermohon kepada Allah Swt, agar berkenan memperlihatkan kebthilan sebagai kebathilan dan memberikan kekuatan kepada kami untuk menjauhinya. Kami memohon kepada Allah Swt agar berkenan menunjuki kami dan mereka ke jalan yang lurus.

Kami akan selalu menda’wahi mereka jika mereka mau menerima, dan kami juga berdo’a kepada Allah Swt, agar berkenan menunjuki mereka. Memang hanya Allah yang dapat menunjuki mereka, kepada Nabi-Nya Allah berfirman tentang segolongan manusia, ”Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada siapa yang kamu sukai, akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Ia kehendaki” [Al Qashash;56].

Usahalah yang kita miliki untuk menyebaran dan sosialisasi nilai-nilai Islam kepada orang-orang kafir tersebut, untuk senantiasa berda’wah tanpa harus berhenti, karena memang hidayah itu milik Allah. Ingat Rasulullah pernah mengatakan bahwa kita akan melihat ada orang yang hari ini beriman tapi kemudian besok sudah kafir dan tidak sedikit orang yang kafir di siang hari, saat malam tiba dia telah beriman dengan tidak diragukan komitmen keimanannya.

Jangan sampai kita sibuk membicarakan kekafiran orang, kemurtadannya dan kefasikan yang dilaksanakan sementara kita lupa untuk menjaga mutiara iman kita yang senantiasa diincar oleh musuh-musuh Islam. Bahkan mungkin kita mempraktekkan kehidupan yang tidak Islami sedangkan orang-orang telah mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Dalam kaitan ini, Muhammad Abduh pernah berkata, ”Saya telah pernah ke Eropa. Disana tidak ada umma islam, tapi Islam melekat pada pribadi mereka. Sayapun sudah ke Timur Tengah, disitu mayoritas muslim tapi nilai-nilai Islam tidak terujud dalam kehidupan mereka”,wallahu a’lam [Tulisan ini pernah dimuat pada Harian Mimbar Minang Padang, Maret 2003].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar