Selasa, 17 April 2012

Siapa Yang Menyemai Amal Akan Menuai Pahala


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Orang yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah tapi orang yang selalu memperbaiki dirinhya. Mengisi kekurangan dan mengusahakan melepaskan diri dari kesalahan serta memanfaatkan restan umur dengan berbuat baik sebagai bekal amal di akherat. Sebuah pepatah mengatakan bahwa tidak akan menuai bagi orang yang tidak pernah menyemai artinya tidak ada yang dapat diharapakan dari orang yang tidak berbuat apa-apa.

Sedangkan Rasulullah bersabda bahwa orang yang baik adalah orang yang bermanfaat bagi masyarakat sekelilingnya, baik tenaga, ilmu atau hartanya dimanfaatkan di masyarakat sehingga hidupnya berfungsi sosial.

Diri, ilmu, harta dan apa saja yang dapat dimanfaatkan di tengah masyarakat adalah kebaikan didunia juga mendapat imbalan di akherat, kedua kepentingan ini tidak boleh dipentingkan salah satunya saja, karena keduanya perlu dan dibutuhkan manusia beriman, Rasulullah bersabda, ”Bukan sebaik-baik kamu orang yang meninggalkan dunianya untuk mengejar akheratnya dan meninggalkan akheratnya untuk mengejar dunia, sehingga memperoleh kedua-duanya sekaligus, karena sesungguhnya dunia ini merupakan alat ke akherat dan janganlah kamu menjadi beban atas orang lain”.

Dunia adalah tempat untuk bertanam kebaikan, menambah amal ibadah serta memupuk pahala sebagai bekal menuju akherat. Memang kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang sementara apabila dibandingkan dengan kehidupan akherat yang abadi. Namun dengan keras diingatkan agar kehidupan di dunia ini janganlah dijadikan alasan untuk hidup dengan laku penuh penyesalan, jangan dijadikan penantian dengan mental yang senantiasa was-was dan was-was. Sema sekali tidak dibenarkan untuk mengartikan sebuah ungkapan bahwa dunia ini adalah ”bangkai” dan barangsiapa yang berlaku asyik dengannya sama dengan anjing dengan pengertian yang harfiah. Allah memperingatkan dalam Al Qashash ayat 77 yang artinya, ”Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk kehidupan abadi kampung akherat namun janganlah sekali-kali kamu melalaikan bahagianmu dari kenikmatan hidup di dunia ini...” secara awam ayat tersebut diartikan:

a. Allah telah berkenan memberi anugerah yang banyak, nah terimalah dan nikmatilah anugerah itu dengan pengertian janganlah lupa diri bahwa kita bakal mati.

b. Kehidupan yang lebih baik dan kekal adalah kehidupan di akherat. Berbuatlah untuk mencapai akherat itu dengan penuh kesungguhan namun tidak berarti manusia harus membelakangi kenyataan hidup di dunia ini.


Dalam kesementaraan hidupnya di dunia ini manusia harus benar-benar tahu diri, kapan harus berbuat, kapan harus menikmati hasil perbuatannya. Kapan harus bertahan dan kapan harus bergerak. Mana yang harus didahulukan dan mana yang harus ditangguhkan. Mana yang wajib dan mana yang haram, semua petunjuknya ada dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul.

Bila ajaran ini telah tertanam akan melahirkan ummat islam yang tangguh, penuh pendirian dan siap menghadapi kehidupan dengan segala senang hati karena dibawah pimpinan Allah sebagai mana firman-Nya dalam surat Al Ankabut 29;69 yang artinya, ”Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tuntukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa kebahagiaan itu baru akan dicapai manusia, apabila mereka telah beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya kesungguhan di dalam segala bidangnya. Ummat islam atau orang-orang beriman dewasa ini, belum mencapai kebahagiaan itu karena mereka belum lagi melaksanakan ibadah dengan sebenar-benarnya kesungguhan di dalam segala bidangnya.

Mungkin mereka sewaktu dalam masjid, sewaktu melaksanakan shalat, mereka telah sebenar-benarnya sungguh-sungguh, tetapi apabila mereka telah masuk ke dalam masyarakat atau perdagangan, mereka belum sungguh-sungguh secara islam. Mereka masih dipengaruhi oleh cara-cara komunis dan kapitalis, yang membolehkan memakai segala macam cara untuk mencapai tujuan atau supaya tidak dicap ketinggalan zaman. Bahkan ada yang berkeyakinan dan berpropaganda ajaran buatan manusia lebih ampuh atau sakti dari ajaran buatan Allah.

Untuk itu manusia harus berpedoman kepada ajaran Allah dengan tetap membawa imannya kemanapun pergi, bukan dikatakan beriman hanya dimasjid saja lalu selepas dari itu, iman dan amalnya tidak terkontrol. Landasan amal yang akan diberi ganjaran oleh Allah yaitu hanya mengharapkan ridha Allah bukan karena yang lain, kalau landasan ini dijadikan sebagai acuan dalam berbuat maka tak satupun kebaikan yang dikeluarkan akan luput dari balasan pahala dari Allah sebagaimana dua surat dibawah ini Allah berfirman dalam surat Zalzalah 99;7-8, ”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrahpun niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula”.

Surat An Nisa’ 4;40, ”Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”.

Selama hayat masih dikandung badan selama itu pula manusia dituntut berbuat kebaikan dan amal shaleh, serta menyemai bibit agar dapat menuai buah pahalanya kelak di hadapan Allah sehingga hidupnya di dunia bermakna bagi diri sendiri maupun orang lain atas usaha, kerja dan amal ibadah yang dilakukan. [Buletin Risalah Da’wah Al Furqan Kota Solok nomor 191/ 1997]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar