Jumat, 20 April 2012

Bermandikan Rahmat Allah


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159, ”Maka disebabkan dari rahmat Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi keras tentulah mereka akan lari dari sekelilingmu...”. Rahmat Allah artinya kasih Allah yang dicurahkan kepada manusia, baik dia mukmin ataupun kafir. Pada ayat tersebut tergambar bagaimana keterlibatan Allah kepada aktivis da’dah yang digelar oleh Rasulullah. Keberhasilan da’wah hingga futuhnya Mekkah semua itu terhimpun rahmat Allah, kalau saja Allah tidak merahmati Rasul-Nya dengan sifat lemah lembut tentu saja tidak ada orang yang mau mengikuti jalan mulia ini, bahkan dengan sifat lemah lembut inipun masih banyak ornag-orang yang menjauhkan diri dari Islam.

Dalam hadits qudsi Allah melalui Rasul-Nya menunjukkan rahmat yang diberikan Allah kepada ummatnya yang beriman, ”Jika seorang hamba-Ku merencanakan untuk melakukan suatu kejahatan, tetapi tidak dilaksanakannya, tulislah baginya satu kebaikan, jika dilaksanakannya maka tulislah satu kejahatan, bila ia taubat, hapuslah daripadanya kesalahan itu. Dan bila seorang hamba-Ku merencanakan untuk melakukan kebaikan lalu tidak dilaksanakannya, maka tulislah baginya satu kebaikan, tetapi jika dilaksanakannya tulislah baginya sepuluh ganda hingga tujuh ratus ganda kebaikan”.

Bila seorang hamba yang mukmin merencanakan suatu kejahatan tapi tidak jadi dilakukan maka dia akan memperoleh satu pahala, bila rencana jahat itu terealisir maka tercatat hanya satu dosa, dosa yang dilakukan tadi akan hapus dengan jalan bertaubat yaitu taubatan nasuha. Kriteria taubat nasuha itu adalah; tidak melakukan perbuatan maksiat itu lagi, dia menyesali perbuatan itu bahkan bila perlu dengan tetesan air mata diadukan kepada Allah.

Bila seorang hamba allah yang beriman mempunyai rencana baik tapi gagal melaksanakannya karena beberapa sebab, maka sudah tercatat sebagai suatu kebaikan. Betapa banyak diantara kita yang merencanakan untuk qiyamullail tapi tidak terlaksana karena kesiangan, tapi dihadapan Allah sudah dicatat suatu ibadah. Dikisahkan dahulu ada seorang yang ingin melakukan ibadah haji, dari rupiah demi rupiah dia kumpulkan, hingga sampai masanya dia akan menunaikan ibadah haji dari tabungan yang dikumpulkan. Niat itu tidak terlaksana karena dikampungnya terjadi paceklik yang mematikan ekonomi rakyat, bahkan sampai ada orang yang karena darurat harus makan bangkai. Dari uang itu dia selamatkan masyarakat dari kelaparan.

Seorang syaikh bermimpi bahwa jamaah haji tahun itu tidak memperoleh pahala dari Allah, artinya nilai hajinya mardud kecuali orang yang berniat untuk menunaikan ibadah haji tadi, dia tidak jadi pergi haji karena biaya keberangkatannya diserahkan untuk menyelamatkan ummat dari kelaparan. Bila kebaikan terlaksana maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh sampai ratus pahala, ”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipatgandakan pahala bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas Karunia-Nya lagi Maha Mengetahui” [Al Baqarah 2;261].

Apakah pahala itu hanya terbatas tujuh ratus ? Menurut Ibnu Hajar, orang Arab apabila menyatakan suatu bilangan yang banyak mereka sebutkan bilangan tujuh, maka artinya tujuhratus itu tidak terhingga pahalanya. Dalam sebuah disebutkan oleh Rasulullah seorang hamba yang telah ratusan tahun beribadat kepada Allah Swt, sewaktu akan masuk syurga, Allah berfirman kepada malaikat agar hamba tersebut dimasukkan ke dalam syurga dengan rahmat-Nya, tapi sang abid protes, ”Ya Allah jangan Engkau masukkan aku ke dalam syurga-Mu karena rahmat-Mu, tapi masukkanlah aku karena pahala ibadahku selama ini”, selanjutnya Allah memerintahkan malaikat untuk menimbang seluruh pahalanya itu, ternyata tidak mencukupi target yang diharapkan, imbalan syurga tidak seimbang dengan ibadah walaupun ratusan tahun lamanya, tanpa adanya rahmat Allah. Sehingga kembali Allah memerintahkan kepada malaikat agar sang abid dibenamkan dalam jahanam, karena pahalanya tidak mencukupi untuk menghantarkannya ke syurga. Kembali sang hamba tadi intrupsi, ”Ya Allah ampunilah hamba, masukkanlah hamba ke dalam syurga-Mu bukan karena pahala ibadah yang hamba lakukan, tapi karena rahmat-Mu”.

Seorang sufi wanita bernama Rabi’ah Al Adawiyah bermunajad kepada Allah, ”Wahai Tuhanku, bila mana daku menyembah-Mu karena takut neraka, maka jadikanlah neraka kediamanku, dan bila mana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat syurga, maka tutuplah pintu syurga selamanya bagiku, tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata maka janganlah larang daku menatap keindahan-Mu yang abadi”.

Senantiasa hendaknya seorang mukmin, apapun aktivitas yang dilakukan semata-mata hanya mengharapkan ridha dan rahmat Allah, agar ibadah tersebut bermakna ganda. Silahkan kita banyak beribadah tapi jangan lupa mencari simpati dan rahmat-Nya sehingga ibadah tersebut dapat pula mengantarkan kebahagiaan, apalah artinya ibadah banyak namun Allah benci dan tidak memberi kasih-Nya kepada kita, lebih parah, sudah banyak maksiat tidak pula meraih rahmat Allah dengan taubat nashuha kepada-Nya, wallahu a’lam. [Harian Mimbar Minang, 06102000].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar