Selasa, 17 April 2012

Ikhlas Sebagai Acuan Dalam Beramal


Drs. St. Mukhlis Denros
Secara kelompok besar, ajaran agama Islam dibagi menjadi tiga yaitu Aqidah yang mencakup rukun iman, Syari’ah yang meliputi segala hukum agama sampai kepada masalah ibadah, ibadah secara sempit terangkum dalam rukun Islam, sedangkan secara luas yaitu segala aktivitas manusia yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tanpa melanggar garis aturan yang telah ditetapkan Allah, sedangkan kelompok ketiga yaitu Akhlaq atau Muamalah; baik akhlak kepada Allah maupun kepada manusia bahkan kepada lingkungan sekitarnya, hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Dalam melaksanakan kerangka ajaran Islam yang kedua yaitu Syari’ah diantaranya masalah ibadah, secara luas atau ibadah yang sempit, diharapkan ialah ketulusan dalam melaksanakannya. Amal yang dilaksanakan dengan ikhlas, semata-mata mengharapkan ridha Allah, tetapi walaupun amal tersebut besar belum tentu membuahkan hasil yang besar karena bukan didorong oleh niat yang ikhlas.

Ulama Salaf [ulama pada masa dahulu] pernah memberikan suatu pendapat yang berhubungan dengan niat dalam beramal, ”Kerapkali amal yang kecil menjadi besar karena niatnya, dan seringpula amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya”.

Berhijrah dari Mekkah ke Madinah pada masa Rasulullah merupakan amal yang besar, tiada balasannya selain syurga, nilainya akan kecil bila dilaksanakan bukan karena Allah, dia pergi hanya mengikuti seorang wanita yang akan dinikahinya. Sahabat menanyakan kepada Rasul bagaimana pahalanya, kemudian Rasul menjawab, ”Sesungguhnya amal itu terletak pada niatnya, barangsiapa yang berhijrah karena dunia maka dia akan memperoleh dunia itu dan barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka dia akan memperoleh pahala yang baik dari Allah”.

Ibadah yang ikhlas akan tertanam pada setiap jiwa mereka yang beriman bila mereka telah mampu mengkaji dan menghayati kerangka ajaran Islam yang kesatu yaitu Aqidah. Bila aqidah seseorang telah mapan dan kuat, maka jangankan ikhlas dalam beribadah bahkan mengorbankan apa saja yang dituntut agama dengan senang hati akan dilaksanakannya. Jangankan mengorbankan waktu shalat yang hanya sekian menit, bahkan harta serta jiwanya dia rela memberikan kepada Allah.

Lukmanul Hakim seorang pendidik yang namanhya terangkum indah dalam Al Qur’an, tidak buru-buru mengajarkan shalat kepada anaknya. Dia lebih mengutamakan penanaman aqidah, setelah keimanan ini mantap barulah meletakkan fungsi ibadah pada urutan berikutnya, jelasnya kalau iman seseorang sudah mantap maka masalah ibadah, masalah shalat, berbuat baik kepada orangtua tidak perlu lagi dipaksakan.

Menurut Dahlan As, ustadz yang terkenal dikalangan artis masa itu membagi niat manusia dalam beribadah pada tiga hal;

1. Yang disebut dengan Linnafsi; yaitu niat manusia beramal dan berbuat karena, oleh dan untuk dirinya sendiri, tanpa didorong oleh pihak lain. Niat ini cendrung kepada sifat egoisme yang rela tertawa di atas penderitaan orang lain, berbahagia dibangkai saudaranya. Dia tidak akan senang melihat orang lain berhasil, dia tidak akan bangga dengan menyampaikan ucapan selamat kalau keberhasilan diraih saudaranya. Kecurigaan kepada orang lain semakin besar, umpamanya si A memperoleh dan memiliki sebuah motor, maka dia akan mengeluarkan fikiran dan ucapan, ”Alah paling-paling motor kridit, dengarlah bunyikan dit dit dit”.

2. Linnasi adalah niat manusia dalam berbuat karena dan oleh manusia, dia berbuat didorong oleh orang lain, karena dipandang dan karena ingin memperoleh pujian. Dalam memberikan sumbangan dia tidak akan mau kalau tidak disebutkan, tidak diumumkan lewat radio dan media lain. Orang yang seperti ini ada segi baiknya dalam masyarakat, tetapi terhadap dirinya sangat merugi, karena Allah tidak akan menghitung dan memperhitungkan amal mereka.

3. Niat manusia yang ketiga ialah Lillahi; manusia berbuat karena Allah dalam segala hal, tujuannya mencari rezeki di pasar dengan jalan berdagang semata-mata mencari ridha Allah. Dalam hal beramal walaupun sedikit, karena hanya lillahi maka dia akan memperoleh imbalan dunia, upah dunia akan diperolehnya dengan ukuran wajar-wajar saja. Segala prilaku manusia dalam beramal Allah mengetahui niatnya baik dinampakkan atau disembunyikan, ”Sekiranya kamu terangkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu sembunyikan niscaya Allah akan memperhitungkan juga” [Al Baqarah 2;284].

Yahya bin Syaifuddin An Nawawi membagi derajat manusia dalam beramal menjadi tiga yaitu;
a. Amal Budak; dia melaksanakan suatu kewajiban karena takut kepada Allah, batas ketundukannya hanya menghindari murka Allah.

b. Amal Saudagar; suatu perintah Allah dilaksanakan karena mengharapkan sesuatu yaitu pahala dari Allah, bila tidak ada yang diharapkan maka otomatis dia tidak akan beramal.

c. Amal Orang Merdeka; ketundukannya kepada Allah sebagai bukti dan bakti kesyukuran kepada Allah, dilaksanakan karena memang perintah Allah yang wajib dilaksanakan sebagaimana firman Allah, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.

Seorang sufi wanita yang terkenal bernama Rabi’ah Al Adawiyah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah karena cintanya, sebagaimana yang tergambar dalam sebuah munajadnya kepada Allah, ”Ya Allah sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena takut kepada neraka, maka campakkanlah aku dalam jahanam. Seandainya aku beribadah kepadamu karena mengharapkan syurga, maka jauhkanlah aku daripadanya, akan tetapi bila aku beribadah kepada-Mu karena cinta maka janganlah ya Ilahi Engkau sia-siakan aku”.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Al Hakim, Rasulullah bersabda, ”Tiga orang yang tidak dilihat Allah dihari kiamat ialah; orang yang durhaka kepada orangtuanya, orang yang kecanduan minuman keras dan orang yang mengungkit-ungkit kebaikannya kepada orang lain.

Salah satu sebab Allah tidak mau memandang manusia pada hari kiamat ialah mereka yang beramal, berbuat kebaikan kemudian kebaikan tersebut dingungkit-ungkit kembali. Kalau dia tulus berbuat baik kepada manusia maka dia tidak akan mengungkit – ungkit kebaikan apa yang pernah diberikannya kepada orang lain, walaupun tidak diungkit-ungkit maka kebaikan itu akan tetap terkenang oleh penerimanya. Kebaikan akan gugur dan sia-sia karena diungkit kembali baik dengan ucapan maupun tindakan seperti, ”Anda tidak akan sejaya ini kalau tidak karena bantuan yang saya berikan, kamu tidak akan jadi kaya kalau bukan karena saya, dia itu sukses karena sumbangan dan bantuan baik kita” dan lain sebagainya ucapan yang dilontarkan.

Alangkah ruginya kita dalam hidup ini dengan amal yang banyak sebagai bekal di akherat, negeri yang sangat dinanti-nantikan oleh orang yang beriman, akan tetapi amal tersebut tidak akan pernah kita dapati karena dilakukan bukan karena Allah, padahal dalam beramal Rasulullah telah memberikan suatu pedoman, laksanakan dengan ikhlas hanya mengharapkan ridha Allah [Tabloid Lentera Padang Nomor 23/ Februari 2000].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar