Selasa, 17 April 2012

Mencari Peluang Ibadah


Oleh Drs. Mukhlis Denros


Keberadaan manusia di dunia sesungguhnya adalah dalam rangka merealisasikan sebuah janji yang pernah diikat dengan Allah ketika berada di alam ruh. Ketika itu manusia berjanji siap untuk menjadi hamba, menyembah Allah semata. Pengabdian juga merupakan tujuan penciptaan makhluk yang bernama manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Adz Dzariat;56, ”Tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa ibadah [penghambaan] adalah sebuah kata yang menyeluruh, meliputi apa saja yang dicintai dan diridhai Allah. ia menyangkut seluruh seperti shalat, zakat, puasa, haji, berkata-kata yang benar dan menunaikan amanah.

Selain itu adalah berbuat baik kepada kedua orangtua, bersilaturahim, memenuhi janji, menyuruh berbuat baik, dan melarang dari perbuatan mungkar. Juga termasuk ibadah yaitu berperang melawan kekufuran dan kemunafikan , lemah lembut terhadap tetangga dan anak yatim, menyantuni orang-orang miskin, ibnu sabil,hamba sahaya dan binatang, serta do’a, dzikir dan membaca al Qur’an.

Mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan taubat kepada-Nya, ikhlas dalam beribadah, menerima hukumnya, bersyukur atas nikmatNya, rela terhadap keputusan-Nya, berserah diri [tawakal] kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya juga termasuk dalam makna beribadah kepada Allah.

Jadi ruanglingkup ibadah itu sangat luas. Bukan hanya ibadah khasah [khusus], melainkan juga seluruh aktivitas seorang hamba dalam rangka mencari ridha Allah. Digambarkan dalam sebuah hadits ada tiga kelompok manusia yang telah melaksanakan amaliyah ibadah di dunia. Mereka itu adalah orang yang berjihad hingga wafat, orang yang telah berinfaq,dan orang yang menuntut ilmu serta mengajarkan ilmunya itu kepada orang lain. Namun sebenarnya mereka telah maksiat kepada Allah. Mengapa ? Motivasi perbuatan mereka bukan mencari ridha Allah, melainkan karena riya, yaitu beramal agar dipandang manusia.

Rasulullah melalui wahyu dari Allah menuntunkan kepada ummatnya agar mencari peluang-peluang ibadah seluas mungkin. Selain ibadah mahdhah, banyak ibadah penting lainnya yang terkait dengan kepentingan sosial. Enam puluh persen lebih ajaran islam mengarahkan kepada bentuk sosial. Bahkan, ibadah khususpun mengisyaratkan agar memperhatikan masyarakatnya. Shalat yang dilakukan dengan berjamaah, membayar zakat, puasa serta haji, semua itu tampaknya mengandung asfek sosial. Rasulullah Saw bersabda, ”Berjalannya seorang diantara kamu untuk memenuhi keperluan saudaranyha, maka lebih baik dari i’tikaf di masjidku ini satu bulan”.

Dari hadits ini tergambar bahwa ibadah yang berkaitan dengan sosial bernilai lebih tinggi diandingkan ibadah mahdhah seperti shalat atau i’tikaf, padahal menurut riwayat Baihqi, shalat dimasjid Rasulullah satu kali saja bernilai 1000 kali shalat di masjid lain.

Seorang mukmin tidak boleh mengabaikan amalan sosialnya walaupun kecil, Rasulullah pernah menggambarkan kepada ummatnya agar berhati-hati terhadap kebaikan walaupun sedikit karena siapa tahu amalan yang sedikit itu akan dicatat Allah sebagai penghuni syurga.

Beliau mengingatkan pula agar berhati-hati terhadap perbuatan maksiat walaupun hanya kecil karena siapa tahu dengan maksiat yang kecil Allah menuliskan kita sebagai penghuni neraka selama-lamanya.

Seorang mukmin harus meningkatkan amalan ibadah yang khusus dengan tidak melupakan amalan sosial. Terutama terhadap saudara-saudara terdekat mereka yang seiman dan seperjuangan. [Majalah Ishlah Jakarta, Edisi 68/ 1996]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar