Selasa, 01 Mei 2012

Bersikap Manusiawi kepada Anak


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Anak adalah amanat dari Allah Swt agar dididik dan dijaga baik fisik maupun mentalnya. Dalam ajaran islam yang dihitung bukan jumlah anak tapi kualitasnya yaitu mutu anak dengan ukuran ”Qurrata a’yunin” yaitu anak yang penyejuk mata dan penenang hati. Mencetak anak yang berkualitas tidak semudah membalik telapak tangan tetapi melalui perjuangan dan proses yang panjang.

Orangtua harus pandai dan tahu masa-masa perkembangan anaknya supaya berjalan sebagai mana layaknya anak-anak lain. Mereka membutuhkan perhatian, kasih sayang dan kebebasan yang terarah dari orangtua. Suatu ketika mereka harus mengerjakan tugas-tugas wajib seperti belajar, membantu orangtua dan lainnya maka dilain kesempatan merekapun harus diberi kebebasan untuk bermain, bergaul dengan teman-temannya, apalagi anak yang masih balita, segala kegiatannya lebih banyak berbentuk permainan.

Bermain bisa diartikan dengan segala kegiatan yang dilakukan hanya untuk kesenangan. Dan bermain bisa dibagi kepada dua kategori, bermain aktif [play] dan bermain pasif [amusemen]. Dalam pengertian aktif, kesenangan [enjoymen] timbul dari apa yang dilakukan oleh individu, seperti berlari untuk menikmati [kesenangan] lari atau membuat rekonstruksi dari cat atau tanah liat. Apabila anak-anak sudah mendekati masa pubertas atau dewasa, mereka lebih banyak memiliki tugas sekolah dan rumah, sedangkan dalam bermain pasif kesenangan timbul sebab adanya aktivitas orang lain, anak yang sedang bermain dalam artian hanya menonton anak lain yang sedang bermain, melihat orang lain atau binatang-binatang seperti di televisi, melihat gambar komik atau membaca buku-buku adalah bermain dengan pengeluaran energi minimum, tetapi kesenangan yang didapati sama dengan anak yang mengeluarkan tenaga untuk melakukan aktivitas bermain, seperti bersenam atau bermain dengan permainan.

Orang yang bijaksana akan memberikan waktu kepada anaknya untuk bermain sesuai dengan perkembangan mental anak, semakin dewasa waktu bermain semakin berkurang. Dengan kegiatan bermain sebenarnya menumbuhkan bakat anak yang masih terpendam. Dengan memperhatikan aktivitas anak maka akan nampak kemana bakat anak tersebut. Bila mereka bergelut dengan buku-buku dan hal itu mereka sukai dapat diraba bahwa anak kita berbakat jadi ilmuwan yang menyukai ilmu pengetahuan, sifat ingin tahunya nampak besar apalagi setelah membaca dia banyak bertanya tentang persoalan yang belum diketahuinya, kemampuannya bertanya lebih besar dibandingkan dengan anak lain, maka inilah bakat anak tersebut.

Anak yang berkemampuan tertentu biasa diistilahkan dengan berbakat. Bakat seorang anak tidak teruju pada nilai-nilai seni saja, tetapi dapat juga berupa ilmu pengetahuan, misalnya; bidang fisika, kimia mungkin juga bidang intelektual lainnya. Dan anak berbakat sering dikatakan sebagai anak yang menyimpang, tetapi menyimpang dalam hal yang positif. Anak yang menyimpang ini memerlukan perhatian khusus, dengan tujuan supaya anak tersebut dapat berkembang lebih baik. Perhatian tersebut dapat berupa perhatian mental maupun perhatian spiritual.

Baik secara lansung maupun tidak lansung, bakat seorang anak tidak dapat dipaksakan secara begitu saja. Karena bakat ini timbul dari hati sanubari anak itu sejak kecil, yang lambat laun akan terlihat dengan sendirinya, walaupun demikian bakat itu sendiri tidak akan ada artinya tanpa adanya dorongan tertentu dari pihak orangtua maupun saudara-saudaranya.

Seseorang anak yang berbakat dalam bidang melukis, bakat ini akan terpendam kembali bila tidak ada penyalurannya apalagi orangtua melarang anak dengan bakat tersebut. Anak berbakat jadi guru lalu dipaksanakan untuk bekerja di kantor tertentu, tentu saja yang dilakukannya tidak sepenuh hati karena tidak sesuai dengan panggilan bakat dan hati nuraninya. Suatu kesalahan besar yang dilakukan orangtua, mengharapkan anaknya sesuai dengan kemuaan sendiri tanpa melihat bakat dan kemampuan anak, dalam satu keluarga tidak semua anak mempunyai bakat dan kemampuan yang sama. Ada yang berbakat di bidang elektronik tapi mampu hanya sekolah tingkat SLTA saja. Ada pula berbakat sebagai guru dn dia mampu menamatkan perguruan tinggi dengan baik.

Berbagai macam cara orangtua mendidik anaknya agar menjadi anak yang pintar atau berprestasi intelektual dalam kehidupan mereka, ada yang mendidik anaknya dengan santai, ada juga yang melalui kekerasan dan peraturan yang kaku. Bukan hanya orang-orang mewah saja yang mendambakan anaknya menjadi orang pintar kelak dikemudian hari. Tetapi mereka yang berekonomi lemahpun juga demikian, apalagi mengingat biaya anak sekolah tidak sedikit.

Dalam hubungan ini tidak jarang dijumpai, orangtua ikut berperan sebagai guru, mendidik dan memberikan pelajaran pada anaknya sendiri di rumah. Bahkan ada yang mendidik anaknya dengan terburu-buru tidak diukur dengan kemampuan anak, atau memberi kesempatan kepada anaknya untuk berkembang sendiri. Akan sia-sia bila memberi pelajaran dengan cara memaksa anak, padahal daya fikir anak belum mampu untuk menerimanya. Bukannya akan menghasilkan kebaikan tapi malah sebaliknya.

Mencetak anak yang baik, pintar dan membangggakan orangtua tidaklah secepat yang diharapkan, harus melalui proses yang panjang dan dengan cara yang lemah lembut bukan dengan pemaksaan demikian. Orangtua harus berprinsif bahwa anaknya harus lebih segalanya dari mereka sendiri. Untuk itu harus berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku. Segala kekerasan yang ditanamkan tidak menghasilkan apalagi dengan terburu-buru. Orangtua harus punya kesabaran yang luar biasa kepada anaknya karena kita sedang membentuk manusia penerus perjuangan bangsa yang sesuai dengan kemampuannya bukan mencetak robot sehingga harus sesuai dengan kemauan perancangnya.

Keberhasilan anak sebagaimana yang diharapkan orangtua ditentukan oleh beberapa faktor terutama lingkungan keluarga, jangan mengharapkan anak akan lemah lembut dalam bersikap kalau orangtua selalu berkata keras lagi kasar. Jangankan anak akan tenang dalam belajar di rumah kalau orangtua selalu dalam peperangan [bertengkar], jangan mengharapkan anak akan betah di rumah kalau ayah dan ibu mereka selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Untuk mendukung keberhasilan anak harus berangkat dari suasana keluarga yang baik yaitu tentram, damai dan keheningan suasana seperti;
1. Kedua orangtua tidak pernah berkomunikasi, berdialoq dan bercakap-cakap dengan suara lantang dan deras, begitu juga terhadap putra-putrinya.
2. Sikap, tingkah laku dan tindak tanduk orangtua terhadap putra-putrinya yang serba halus, lembut dan sopan dan selalu ramah dengan senyum, senyum dan senyum.
3. Ketidak sepakatan, benturan-benturan kecil sampai pada gejala-gejala bentrokan antara ayah dan ibu tidak pernah dinampakkan di muka anak dan putra-putranya.
4. Segala persoalan yang menyangkut pribadi orangtua dan rahasia rumah tangga tidak pernah dibawa-bawa keluar rumah, mereka menyelesaikan urusan rumah tangganya didalam rumahnya sendiri.
5. Keempat poin tersebu ternyata ditunjang oleh sifat kesabaran yang sangat prima sekali.

Kalau orangtua mampu menciptakan suasana demikian maka akan tercipta generasi yang baik dikemudian hari. Anak akan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, tentu saja segala harapan dan dambaan orangtua akan terbayar, karena sudah menjadi hukum alam bahwa suasana, pendidikan, perhatian, kasih sayang yang serba baik akan menghasilkan buah yang baik, dapat diibaratkan tumbuhan yang tak pernah diurus, tidak diperhatikan, tidak disiram tentu dalam waktu singkat akan meranggas, hidup tidak berharap matipun belum waktunya.

Anak yang tidak dididik dengan baik atau kasarnya ”anak terserah anak” sementara orangtuanyapun ”terserah orangtua saja” akan menimbulkan konflik batin bagi si anak. Perceraian wajar terjadi bila rumah tangga tidak dapat lagi didayung bersama. Dalam waktu singkat suami/isteri yang bercerai itu akan menemukan pasangan masing-masing yang lebih baik dari pasangan semula, tapi bagi anak akan menimbulkan beban batin dan perkembangannya akan tersendat, mungkin dia akan dendam atas tragedi yang menimpa dirinya, dendam ini akan meletus bila waktunya datang dengan berbagai penyimpangan.

Dendam adalah hal yang wajar jika yang melakukan dendam itu seorang anak. Dendam itu dapat dirasakan oleh seorang anak karena memang terdapat suatu keadaan yang selalu menyertai pribadi seorang anak serta memaksa mental dan fisik seseorang anak untuk bertindak dan bereaksi. Hal ini merupakan reaksi ekspresi dari rasa tidak puas, benci dan letusan perasaan prasangka ketidakadilan prilaku orang luar terhadap dirinya. Dendam itu juga merupakan suatu proses nurani agar keadilan itu segera terujud sehingga kepuasan pribadi terpenuhi. Kemampuan seorang anak untuk merasakan dendam adalah sebagian diantara seperangkat kepribadian yang dimilikinya. Kemampuan tersebut itu timbul asfek dan tumbuh sebagaimana pertumbuhan kemampuan bicara anak, kemampuan menulis, kemampuan dalam proses berfikir dan sebagainya.

Kalau dendam itu tidak dibayar akan tetap merendam dalam dada anak, diibaratkan api dalam sekam. Tapi bila dikeluarkan akan membahayakan diri anak tersebut dan orang yang didendamnya, maka akan muncul kebencian sampai kepada pemberontakan yang merugikan. Untuk itulah agar orangtua dapat menciptakan rumah tangga yang harmonis lahir dan batin sehingga kehadiran anak dalam asuhan orangtua berjalan dengan baik dan mesra. Mereka adalah anak-anak kita, juga manusia yang harus diperlakukan sebagaimana manusia, kejayaan dan kekalahan suatu bangsa berangkat dari kejayaan dan kekokohan generasinya.

Itulah makanya islam sangat berhati-hati terhadap generasi yang akan datang sebagaimana saat Rasulullah dikejar-kejar dan bahkan nyaris dibunuh di Thaif, dikala beliau menyampaikan islam, beliau melindungkan diri ke sebuah kebun, saat itu datanglah malaikat gunung yang menawarkan jasa,”Ya Rasulullah, bagaimana kalau gunung itu aku hantamkan kepada mereka”, Rasulullah menjawab,”Jangan, biarlah mereka tidak beriman hari ini, mungkin besok, lusa atau bulan depan, tidak beriman juga, mungkin anak dan keturunan mereka yang akan datang” akhirnya benar anak dan keturunan Thaif banyak yang masuk islam dan mendukung da’wah islam.

Kita berharap dengan banyaknya digelar hariini acara-acara diskusi keislaman serupa studi islam intensif atau pesantren kilat disetiap sekolah dan masjid, kajian-kajian keislaman di kampus-kampus akan membuahkan hasil nantinya tokoh-tokoh yang siap mengemban da’wah ini sesuai dengan kapasitasnya. Benar kata Rasulullah memperingatkan kepada kita, didiklah anak-anakmu karena mereka akan menghadapi suatu masa lain yang berbeda dengan kondisimu, wallahu a’lam,[ Harian Singgalang Padang, 25082000].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar