Rabu, 02 Mei 2012

Takwinul Ummah


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Keberhasilan suatu kepemimpinan cendrung diukur dari pembangunan fisik, sudah berapa buah gedung bertingkat dibangun, jembatan yang direhab, jalan yang dirintis. Masjid yang diperindah serta sekian laporan pembangunan yang selesai diresmikan. Dan itu benar,disamping dibutuhkan biaya yang tidak sedikit waktu yang relatif singkat, hal itu mudah dilakukan oleh siapa saja tapi baru satu asfek yang nampak padahal ruang lingkup pembangunan itu mencakup fisik, mental dan asfek lainnya.

Seorang Soekarno selain deklarator bangsa ini juga dikenang dengan usahanya membangun monumental yang kita kenal dengan Monas meskipun ketika itu kehidupan masyarakat menjerit dalam kemiskinan. Demikian pula keberhasilan Soeharto karena dia mampu menciptakan berbagai bangunan pencakar langit sehingga dijuluki ”Bapak Pembangunan” meskipun banyak tanah rakyat yang digusur tanpa penyelesaian yang jelas.

Kita memang membutuhkan sarana dan prasarana yang bisa ditunjang dengan pembangunan fisik yang berkesinambungan apalagi kemakmuran rakyat biasanya diukur dari tempat tinggal seseorang, di kompleks mana, gang apa dan kendaraan jenis apa yang dimilikinya. Semua itu tidak kita pungkiri, bahkan Iskandar Zulkarnain seorang raja yang beriman kepada Allah mempunyai benteng yang kokoh untuk mempertahankan rakyatnya dari serangan negara bar-bar lain. Sulaimanpun punya kerajaan yang bagus dilengkapi dengan gedung perkotaan gaya metropolitan. Tapi mereka tidak meluakan untuk membangun mental dan spiritual rakyatnya agar hidup qana’ah tawaddhu dan tidak mempertuhankan selain Allah.

Menurut konsep da’wah, dalam rangka membangun mental manusia ada tiga unsur pembangunan yang perlu dilakukan yaitu fisik, aqal dan ruhi yang kesemuanya harus diperhatikan, bila tidak akan terjadi kepincangan padahal kita harus hidup tawazun yaitu seimbang dalam membangunnya, yang selama ini kita hanya memprioritaskan pembangunan fisik dan aqal saja dengan mengabaikan ruhani sehingga terbentuk manusia gagah dan cerdas tapi tidak baik dan jauh dari aturan agama. Ruhani atau mental manusia perlu dibangun dengan nilai-nilai agama sehingga kepentingan dunia akherat diletakkan secara adil.

Pembentukan umat atau takwinul ummah artinya membentuk pribadi yang betul-betul berkualitas secara muslim yang kaffah [integral], semua itu dapat dilakukan dengan mempergencar da’wah yang tersistim bukan da’wah asal jadi sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Untuk membentuk mental manusia yang kita harapkan dengan enam cara yaitu;

Pertama, menanamkan Al Wa’yu artinya kesadaran diri untuk hidup bersama islam dengan segala suka dan dukanya melalui pengkajian islam yang intensif, sebenarnya kenapa ummat islam berbuat diluar ketentuan ajaran agamanya karena sebagian dari mereka tidak sadar tentang perannya dalam hidup ini, kewajiban dan haknya sebagai muslim masih belum mereka ketahui. Kesadaran ini perlu kita tumbuhkan karena memang banyak muslim yang tidak sadar tentang kemuslimannya.

Kedua, kita dalam membina umat ini perlu adanya Islahul Mustamirah yaitu melakukan perbaikan diri secara berkesinambungan bukan insidentil sebab musuh islam itu setiap waktu mengincar ummat ini untuk disesatkan disamping itu setiap muslim dimusuhi oleh idiologi apapun tanpa mengenal batas waktu.

Ketiga, dalam membina ummat ini kita perlu memupuk Ukhuwah Islamiyyah yaitu persaudaraan muslim yang diikat oleh aqidah, ibadah dan da’wah yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, dengan membentuk mental manusia agar terujud keimanan yang dalam [imanul amiq] sehingga iman yang dimiliki bukan sebatas kultur tapi iman yang mendiologi.

Kelima, akan terujud pembangunan mental yang kita harapkan bila kita berupaya menanamkan Taqwa Haqqa Tuqatihi yaitu ketaqwaan yang sebenar-benarnya taqwa bukan sebatas hiasan bibir saja.

Keenam, pembangunan mental manusia dapat diujudkan dengan Islamiyyatul Hayah yaitu islamisasi dalam seluruh asfekkehidupan.

Untuk melakukan semua itu memang bukan tugas ulama saja tapi tugas semua muslim melalui da’wah yang intensif dikerjakan dengan rapi dan terprogram yang hanya bisa dilakukan dengan da’wah fardiyah [rekrutmen] bukan da’wah yang cendrung seremonial dan formal.

Rasul saja dalam sejarahnya mengajak ummat ini agar menggencarkan da’wah secara pribadi tapi dalam bingkai jama’i [organisasi]. Allah menyiratkan dalam firman-Nya surat Ali Imran 3;104 , ”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” [Tabloid Suara Solinda No 15/Januari 2002].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar