Rabu, 02 Mei 2012

Membina diri agar ikhlas


Oleh Drs. Mukhlis Denros

Ketika Rasulullah Saw mengeluarkan fatwa untuk mendermakan harta benda di jalan Allah, terdapat seorang sahabat yang sangat papa. Jangankan untuk bersedekah sedangkan untuk dirinya sendiri dia tidak punya. Sahabat itu berkata, ”Ya Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Usman bersenanghati untuk berderma dijalan Allah karena mereka orang yang kaya, tapi kami ini ya Rasul, orang yang papa dan sangat miskin, apa yang harus kami berikan?” kemudian Rasul memberikan kabar gembira dengan sabda beliau, ”Setiap diri diwajibkan bersedekah setiap hari ketika terbit matahari diantaranya; jika ia mendamaikan diantara dua orang yang bermusuhan dengan adil, itu sedekah, bila ia menolong seseorang untuk menaiki binatang tunggangannya, berarti sedekah, mengangkat barang-barang ke atas kendaraan itu juga sedekah, menyingkirkan rintangaan duri dijalan itu juga sedekah, ucapan yang baik kepada keluarga dan teman itu juga sedekah, setiap langkah yang dilangkahkan seseorang untuk mengiringkan shalat juga sedekah, senyum mu didepan saudara mu adalah sedekah’’

Disamping hadist diatas juga terdapat sabda Rasulullah ’’setiap tasbih, setiap tahmid, setiap takbir dan setiap tahlil adalah sedekah ’’Sebagai saluran nilai lebih dari yang dimiliki seorang hamba ,bila ia miskin ,maka terlebih dahulu adalah dirinya sendiri, jika ia memiliki kelebihan jalan keluar ialah buat keluarganya, untuk kaum kerabat, setelah itu barulah untuk keperluan lainnya, selama masih untuk membuktikan ketaatannya kepada Allah.

Sedekah yang diberikan tadi bukan hanya khusus ditujukan kepada manusia saja, bahkan sedekah yang diberikan kepada hewanpun akan menerima imbalan dari Allah. Nabi Muhammad Saw pernah menceritakan dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa pada masa dahulu terdapat seorang anjing yang sedang kehausan di pinggir perigi [kolam], dia berputar-putar di pinggir kolan tersebut dengan amat letihnya. Ketika itu juga datanglah seorang pelacur Bani Israil. Dengan perasaan tulus dan ibu dibukanya sepatunya, kemudian disauknya air dengan sepatu tersebut. Anjing itupun minum dengan senangnya, hausnya lepas, kemudian dia berlalu meninggalkan pelacur seorang diri. Kata Nabi, Allah memperhitungkan dan mengampuni dosanya”.

Dari sekian derma yang dikeluarkan di jalan Allah, maka tidaklah seluruhnya akan mudah diterima Allah, karena bila berderma bukan karena mengharapkan ridha Allah, berniat bukan karena Allah, maka batallah seluruh pemberian tadi. Secara bahasa, ikhlas berasal dari kata Kho-la-sho, artinya membersihkan. Ikhlas berarti membersihkan motivasi dalam mendekatkan diri kepada Allah dari berbagai maksud dan niat yang lain, atau mengkhususkan Allah sebagai tujuan dalam berbuat taat kepada-Nya.

Dengan kata lain ikhlas adalah memusatkan pandangan [perhatian] manusia agar senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa melakukan perjanjian ikhlas dengan Rabb-nya, sebagaimana sering kita baca beberapa ayat di dalam shalat, ’”Sesungguhnhya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menserikatkan Allah” [Al An’am 6;79], ”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata”.

Ibadah yang ikhlaslah yang diperhitungkan Allah walaupun sedikit serta tidak disaksikan orang lain, ”Sekiranya kamu terangkan apa yang ada di hatikmu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga”[Al Baqarah 2;284].

Tidak ada artinya bila ibadah tersebut disandarkan kepada yang lain, disamping beribadah kepada Allah juga kepada makhluk, masih mencari tandingan-tandingan selain Allah, seperti yang dilakukan ummat islam di lapisan masyarakat, mendatangi kuburan dan dan dukun-dukun untuk memohon do’a dan berkah, percaya dengan batu-batu dan keris dengan segala keramatnya. Puasa dilaksanakan dengan baik ketika mertua ada di rumah, tentang amalan yang dikerjakan dengan riya’, Allah berfirman, ”Jika kamu mensekutukan Allah niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”[Az Zumar 39;65].

”Dan janganlah kamu hinakan aku dihari mereka dibangkitkan, yaitu ketika harta dan anak-anak tiada berguna, kecuali mereka yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih”[Asy Syu’ara 26;87,89].

Keikhlasan hati tidak akan tercermin kecuali pada orang yang amat dalam mahabbah [kecintaannya] kepada Allah, dan perhatiannya lebih terfokus pada akherat, tanpa tertempel di hatinya tujuan dunia. Orang seperti ini bila ia makan, minum, bekerja, bahkan buang hajat sekalipun akan tetap ikhlas. Sedangkan orang yang tidak mencintai Allah dan meyakini akherat maka pintu ikhlas tertutup baginya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah menggambarkan ada tiga kelompok manusia yang telah berbuat banyak di atas dunia, mereka adalah pejuang yang akhirnya syahid dalam perjuangannya, ilmuwan yang waktunya habis untuk menuntut ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada masyarakat luas, dan kelompok dermawan yang mengorbankan hartanya untuk jalan Allah, tetapi akhirnya mereka dijebloskan ke dalam neraka lantaran pejuang berbuat untuk mendapatkan julukan pejuang, sang ilmuwan agar mendapat gelar cendikiawan begitu juga dengan dermawan agar mereka mendapat popularitas.

Amal yang mereka perbuat di dunia dikira akan mendapat pahala tetapi malah sebaliknya, ibarat fatamorgana bagi musafir di padang pasir yang luas, rasa haus dan letihnya membayangi sebuah oase yang penuh dengan air tapi ketika didekati oase tadi hilang tak berujud, atau seperti debu yang menempel di batu hitam yang licin, ketika hujan datang maka debu-debu tadi luntur ke bumi tanpa meninggalkan bekas, ini ibarat bagi orang-orang yang tidak ikhlas dalam berbuat, ”Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-oran g yang menyeru Rabbnya dipagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya” [Al Kahfi 18;28].

Rasulullah bersabda, ”Berhati-hatilah terhadap amal yang kecil, siapa tahu ketika engkau melakukan amal kecil itu lansung dicatat sebagai penghuni syurga selama-lamanya”. Amal kecil yang ikhlas lebih baik dan menjaminnya untuk diterima Allah daripada yang besar tapi tidak ikhlas, idealnya adalah amal besar tetapi ikhlas, wallahu a’lam [Tabloid Solinda Suluh Kabupaten Solok, edisi 19/ Juli 2002]

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar