Rabu, 02 Mei 2012

Prestasi Hidup


Drs. St. Mukhlis Denros
Sebagai manusia yang diberi nikmat oleh Allah dengan berbagai karunia-Nya selayaknya kita bersyukur, apalagi jumlah nikmat itu tidak terkira,bahkan Allah menyatakan bahwa dikala manusia mencoba untuk menghitung jumlah nikmat yang diberikan-Nya maka sungguh tidak akan terhitung, sejak dari bangun tidur sampai kita tidur lagi, apalagi sejak lahir hingga wafat. Kita tidak akan bisa menghitung sudah berapa fasilitas hidup yang diterima dari Allah, maka nikmat hidup, kemerdekaan dan nikmat iman adalah nikmat yang besar yang perlu disyukuri. Salah satu wujud syukur itu adalah agar kita hidup berprestasi di dunia ini.

Sebagian ummat manusia terlalu sibuk dengan urusan duniawi sehingga mereka lupa bahwa mereka harus mempersiapkan bekal untuk di hari akhirat nanti. Apa yang akan kita bawa menghadap Ilahi Rabbi di kampung akherat kelak. Diperlukan kesadaran diri tentang bekal menuju hari akhir tersebut yaitu iman dan amal shaleh dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah melalui sejumlah aktivitas ibadah.

Bagi seorang muslim, yang dimaksud dengan ibadah itu bukan hanya ibadah khusus semisal shalat, puasa, zakat dan haji saja, semua kegiatan muslim yang mengacu kepada tiga hal dapat dikategorikan dengan ibadah. Pertama kegiatan ini diniatkan karena Allah semata dengan istilah ikhlas atau Lillah. Kedua manhaj yakni sistim atau cara beraktivitas itu mengacu kepada apa yang diicontohkan Allah melalui Rasul-Nya dengan istilah Ittibaur rasul, dan yang ketiga tujuan ibadah itu hanya mencari ridha Allah semata, walaupun mendapatkan ridha yang lain.

Imam Al Ghazali suatu ketika pernah berkata,”Barangsiapa yang mencari dunia semata maka ia akan menemukan dunia itu, tapi barangsiapa yang mencari akhirat maka ia akan mendapatkankan dunia dan akherat”, kegiatan apa saja yang menyeleweng dari salah satunya atau semuanya bukanlah ibadah walaupun lahirnya nampak ibadah, seperti menunaikan ibadah haji dalam rangka mencari ridha tetangga, atau semata-mata karena politik, maka ini bukanlah ibadah tapi malah dapat dikategorikan dengan maksiat kepada Allah.



Rasa tanggungjawab adalah kewajiban seorang pemimpin, bahkan Umar bin Khattab menyatakan, ”Seandainya ada keledai yang terperosok diperjalanan maka itu adalah tanggungjawabku kenapa tidak memperbaiki jalan untuknya”, Khalifah yang satu ini luar biasa wujud tanggungjawabnya terealisasi kepada rakyatnya, tapi dia juga menghabiskan waktu di depan Allah dengan munajad, do’a, shalat malam, tilawah qur’an, shaum sunnah yang intinya menenggelamkan diri dengan taqarrub kepada Khaliqnya. Demikian pula terujd kepada seorang Gubernur yang dihujat oleh rakyatnya karena tidak mau mengurus mereka di malam hari, maka disidangkanlah Gubernur ini di Madinah di hadapan Umar bin Khattab. Dengan penuh wibawa dia menjawab, ”Waktu saya untuk mengurus rakyat disiang hari, sedangkan malam hari adalah waktu saya untuk Allah”, sikap Gubernur ini dibenarkan oleh Umar, biar sibuk mengurus rakyat tapi tidak lupa mengisi rohani dengan ibadah kepada-Nya.

Dengan hidup ini kita memang dituntut untuk berprestasi, baik prestasi amaliyah dunia apalagi aktivitas untuk akherat. Dalam surat 103 Allah menjelaskan ”Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan yang berwasiat dengan kebenaran dan berwasiat dengan kesabaran”. Dari sekian tahun yang diberikan Allah untuk hidup dengan segala aktivitasnya perlu diisi hanya dengan tiga hal, pertama isilah waktu kita untuk meningkatkan kualitas iman dengan berbagai kegiatan. Kedua kita berkewajiban mengisi waktu hidup ini dengan amaliyah ibadah shalih yang idealnya memang banyak dan berkualitas, yaitu ibadah yang jauh dari syirik, bid’wah, kurafat dan tahyul sebagaimana yang dipesankan Rasul kita, ”Barangsiapa yang beribadah tidak sesuai dengan sistim yang kami ajarkan maka dia tertolak, dan mukmin yang baik itu adalah yang menggunakan waktunya seefisien mungkin”, Nabi Muhammad adalah orang yang sibuk mengurus rakyatnya, tapi dari segi ibadah tak ada diantara sahabat yang mampu menandinginya apalagi kita.

Ketiga, kita tidak termasuk orang yang merugi sebagaimana disinyalir-Nya bila waktu kita gunakan untuk berda’wah dengan metode menanamkan kebenaran dan kesabaran kepada ummat ini. Da’wah bukanlah sebatas tabligh tapi pembinaan terhadap ummat, walaupun seorang ulama sudah puluhan tahun berceramah, jika tidak membina ummat maka rugilah dia....sebagaimana sabda Rasul, ”Siapa yang karena dia seseorang memperoleh hidayah maka lebih baik dari pada dunia dengan segala isinya”. Disini tergambar bahwa da’wah mengandalkan kualitas bukan kuantitas saja. Silahkan kita sibuk dengan segala aktivitas dan urusan masyarakat, tapi jangan sampai diperbudak oleh kesibukan sehingga lupa untuk membina anak isteri untuk mengenal Allah, shalat terabaikan, mendalami agama tidak ada waktu. Sudahkah kita ummat yang berprestasi dalam hidup ? jawabannya terpulang kepada diri kita masing-masing. [Tulisan ini pernah dimuat padaa Tabloid Solinda Solok, edisi 18, April 2002].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar