Rabu, 02 Mei 2012

Mendidik Amanat Allah


Oleh Drs. Mukhlis Denros





Rasulullah bersabda,”Seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci [fithrah] maka ayah dan ibunya yang menjadikan beragama Yahudi, Nasrani atau Majudi” [HR.Bukhari]. berangkat dari hadits ini bahwa kehadiran anak di dunia ini akan dihiasi oleh coretan dari orangtuanya, baik orangtua dalam keluarga itu, guru ataupun masyarakat. Bila coretan yang diterima baik maka baiklah lukisan yang terpampang di kanvas.

Keberadaan anak merupakan hal yang sangat diharapkan kehadirannya oleh orangtua, sehingga bila seseorang telah menikah, lama tidak dikaruniai anak, mereka akan sedih, resah dan tidak tentram. Dalam Al Qur’an dikisahkan, bagaimana Nabi Zakaria merasa gundah gulana lantaran telah lanjut usia belum juga diberi keturunan, ”Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku [penerus generasi] sepeninggalku, sedang isteriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’kub, dan jadikanlah dia ya Tuhanku, seorang yang diridhoi” [Maryam ;5-6].

Ayat ini mengisahkan Nabi Zakaria yang resah karena umur telah tua, tulangnya telah lemah dan rambutnya telah beruban tapi belum diberi anak sementara isterinya mandul. Menurut Al Baidhawi, kala itu Zakaria telah berumur 60 tahun, bahkan ada yang mengatakan 99 tahun, ia khawatir tidak mempunyai anak, nantinya siapa yang akan jadi warisnya, warisan yang ditinggalkan adalah syariat agama dan ilmu.

Orangtua harus khawatir dengan generasi yang ditinggalkannya. Anak disamping karunia Allah dia juga sebagai amanah yang harus dididik dengan nilai-nilai agama agar fithrah yang dibawanya sejak lahir dapat tumbuh dan berkembang sebagai generasi yang sempurna ketaqwaannya sebagaimana Nabi Ibrahim berdoa,”Wahai Tuhanku, jadikanlah aku ummat yang mendirikan shalat dan demikian juga anak cucuku dan keturunanku. Wahai Tuhanku, perkenankanlah doaku, wahai Tuhanku, ampunilah aku dan juga kedua ibu bapakku dan bagi orang-orang mukmin pada hari terjadi perhitungan”[Ibrahim;40-41].

Do’a Nabi Ibrahim telah makbul, diterima Allah Swt, dan do’a untuk anak cucunya juga telah dikabulkan. Dari keturunan Nabi Ishaq lahirlah berpuluh nabi dan rasul seperti ; Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Ayub, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa . dari keturunan nabi Ismail lahirlah seorang nabi terakhir, khatimul anbiya [nabi penutup] sayidul mursalin [penghulu para rarul] yaitu Nabi Muhammad Saw.



Dalam hal mendidik anak, Ibnu Khaldun maupun Ibnu Shina memberikan satu konsep, yaitu pengajaran Al Qur’an adalah sebagai basis [dasar] bagi permulaan dari berbagai kurikulum pendidikan yang mesti diajarkan dan diterapkan kepada anak-anak sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu dengan tiga perangai; cinta kepada nabimu, cinta kepada kaum kerabatnya dan cinta dalam membaca Al Qur’an, bakal berada dalam naungan Allah kelak pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya” [HR. Thabrani].

Dalam hadits lain beliau kembali menegaskan,”Suatu pahala akan diberikan kepada orangtua yang mengajarkan Al Qur’an kepada puteranya, pada hari kiamat nanti akan mendapat mahkota di dalam syurga”[Thabrani]. Disabdakan lagi,”Rumah yang sering dibaca Al Qur’an didalamnya akan terbayang oleh penghuni langit sebagaimana bintang-bintang terbayang oleh penduduk bumi” [HR. Al Baihaqi dan Aisyah].

Peran orangtua dalam mencetak generasi qur’ani dalam rumah tangga bukan sekedar tanggungjawab saja tapi mengandung nilai ibadah disisi Allah, tak heran jika Rasulullah bersabda,” Barangsiapa yang dikarunia anak perempuan lalu ia mengajarkannya akhlak mulia dan mendidiknya dengan baik, diberi makan bergizi, kelak amalannya itu akan menjadi penjaganya dari api neraka”.

Dari hadits rasul diatas beliau mengangkat usaha orangtua dalam mendidik terutama anak perempuan, karena pada masa itu orang jahiliyyah sangat malu bila mempunyai anak wanita dan bangga dengan anak laki-laki, disini nampak bahwa Nabi Muhammad memberikan tempat tertentu bagi kehadiran wanita dalam keluarga, dia bukan makhluk kelas dua setelah pria, pada satu sisi ada kesamaan yang tidak dapat dibantah, Allah berfirman, ”Siapa saja yang berbuat kebaikan laki-laki maupun wanita sedang ia beriman, maka akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” [An Nahl 16;97].

Dalam surat Al Hujurat 49;13 pun Allah menegaskan,”Hai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakanmu dari seorang lelaki dan seorang wanita, dan menjadikanmu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Waspada”.

Perhatian islam terhadap wanita cukup serius sehingga nama kaum ini diabadikan menjadi nama surat dalam Al Qur’an, yakni An Nisa’, Al Qur’an juga sering mengistilahkan wanita dengan sebutan Mar’ah. Selaku orangtua tidak menganggap istimewa anak laki-laki lalu memojokkan anak wanita, jangan karena jenis kelamin yang berbeda laku tidak berlaku adil, Rasulullah bersabda, ”Berlaku adillah kepada anakmu walaupun dalam masalah ciuman [kasih sayang]”. Apalagi dari segi pendidikan, orangtua harus arif bahwa wanitapun mampu menyelesaikan pendidikannya pada tingkat yang lebih tinggi tidak bedanya dengan laki-laki.

Letak kehancuran ummat islam karena melalaikan dari menuntut ilmu sehingga prediket bawahan selalu disandang. Karena itu islam menjatuhkan martabat dan mencela orang yang bodoh serta menyatakan akan dimasukkan ke dalam neraka,”Sesungguhnya yang sejahat-jahatnya makhluk melata menurut pandangan Allah ialah orang-orang tuli, yang bisu dan yang tidak dapat berfikir” [Al Anfal 8;22].

Yang menyebabkan orang dapat mendengar, bicara dan berfikir itu ialah ilmu yang banyak. Semakin banyak ilmu seseorang, maka akan semakin nyaringlah pendengarannya, semakin banyak yang dapat dibicarakannya dan difikirkannya, Allah berfirman,”Dan sesungguhnya Kami sediakan untuk neraka itu, beberapa banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati tetapi tidak dapata mengerti dengannya, yang mempunyai mata tapi tidak dapat melihat dengannya dan mempunyai telinga tapi tidak dapat mendengar dengannya, mereka itu sama dengan hewan, bahkan lebih sesat lagi dari hewan...”[Al A’raf 7;179].

Ilmu yang dimaksud disini tentu ilmu dunia dan akherat, sebab Rasulullah memberikan suatu gambaran manusia akan berbahagia di dunia bila ia memiliki ilmu untuk meraihnya, orang akan bahagia di akherat bila ia memiliki ilmu akherat, dan orang akan bahagia di dunia dan di akherat bila memiliki kedua ilmu itu.

Untuk itu orangtua sebagai pendidik amanat Allah yang pertama dan terutama agar menggembleng generasinya kepada nilai-nilai luhur yang islami, walaupun ilmu dunia luas tapi tetap berpijak pada dasar-dasar ajaran islam sehingga dengan tegas Rasulullah mengatakan,” Didiklah anak-anakmu karena dia akan menghadapi masa yang tidak sama dengan masamu”, artinya tantangan hidup, persaingan, ujian-ujian yang dihadapi anak nanti lebih berat dibandingkan yang dihadapi orangtuanya hari ini, segala bentuk idiologi menggiringnya kepada kehancuran. Sehingga dasar islam yaitu aqidah yang istiqamah perlu sejak dini ditanamkan kepada anak kita kalau kita tidak mau generasi besok akan hancur jadinya, wallahu a’lam [Tabloid Suara Solinda Solok no. 16/ Mei 2001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar