Selasa, 01 Mei 2012

Gamawan Fauzi dan Level Iman


Drs. St. Mukhlis Denros
Siapa yang tidak kenal dengan H. Gamawan Fauzi, SH. Banyak informasi yang mengetengahkan tentang dirinya, baik selaku pribadi ataupun sebagai Bupati. Sebagian orang menyatakan beliau sukses memimpin Kabupaten Solok, yang memasuki periode kedua masa kepemimpinannya. Banyak pujian, sanjungan bahkan setinggi langit disampaikan kepadanya. Namun tidak sedikit hujatan pedas mendera bahkan fitnahpun sering hinggap padanya. Namun tidak banyak orang yang mau dan mampu menyampaikan nasehat, pandangan-pandangan hidup, pituah, kritikan kepadanya. Mungkin karena segan, enggan, takut atau cuek. Dari yang sedikit itu, saya selaku da’ii dan orang yang sedikit peka terhadap ummat ini, melalui Tabloid Solinda secara kontinyu berkewajiban untuk memberi kritikan, saran, pandangan bahkan mungkin hujatan yang menyakitkan. Obat bagi hati yang bersih, siksa bagi yang keras hati.

Disuatu kesempatan Bupati mengundang para ulama dan kaum adat untuk menentukan nasib daerah Kabupaten Solok, khusus tentang kegiatan pembinaan ummat. Acara itu di ruang kerja beliau [kantor lama di Koto Baru] yang dihadiri oleh sekitar 11 undangan. Beliau ingin lembaga ulama yang sudah ada seperti MUI dapat berkiprah lebih jauh dalam membina ummat. Bila MUI tidak siap maka diperlukan lembaga baru untuk mewadahi harapan ini. Kita tidak menyebutkan lembaga apa yang diharapkan [insya Allah dalam tulisan yang lain]. Namun dalam obrolan yang cukup sentral itu, Gamawan Fauzi mengungkapkan keprihatinannya tentang kondisi ummat Islam di daerah yang dia pimpin. Ungkapnya , ”yang bodoh, miskin, tidak disiplin, terbelakang, korupsi dan prilaku negatif lainnya itu ummat Islam”. Ketika itu tidak ada resfon dari undangan yang hadir karena terfokus pada pembentukan sebuah lembaga baru selain MUI.

Dalam agama Islam, iman seseorang tidaklah sama, sesuai dengan kefahaman masing-masing. Bahkan ada ummat Islam itu yang nifaq; imannya hanya di bibir saja sementara hatinya menentang, fasiq artinya mengakui kebenaran ajaran Islam, tetapi dia enggan mengamalkannya, dan syirik maksudnya beriman kepada Allah tetapi dikotori oleh noda-noda yang merusak ketauhidan aqidah. Ulama membagi level iman seseorang menjadi lima yaitu muslim, mukmin, muhsin, mukhlis dan muttaqin.



Muslim adalah keimanan yang sangat rendah sekali, baru sebatas pengakuan bahwa Allah sebagai Ilahnya. Imannya belum lagi menghunjam. Ibadahnya hanya sekedar yang dia perlukan. Dosa dan maksiat dalam kehidupannya masih kebutuhan. Suatu ketika datanglah seorang Arab Baduy ke hadapan Rasulullah dengan menyatakan ”Amanna” artinya kami telah beriman. Kontan Rasul menyahut, ”Katakanlah Aslamna, bahwa engkau baru Islam”. Allahpun menjelaskan dalam firman-Nya surat Al Hujurat ayat 14. Ada yang menyatakan ke Islamannya di hadapan Rasulullah, setelah mengucapkan kalimat tauhid itu dipersilahkan pulang, ada pula yang siap masuk Islam dengan syarat dia dibolehkan untuk berbuat dosa apa saja, maka Rasul cukup memberi resep kepadanya ,”Jangan berbohong” tetapi ada pula yang baru masuk Islam telah diberi pedang untuk berjihad di medan juang, berarti keimanan orang ini berbeda dengan dua orang lainnya tadi.

Mukmin adalah level iman kedua setelah seorang muslim mengkaji ajaran Islam sehingga meningkat ”tsaqafah” [wawasan] keislamannya. Semakin menghunjam imannya sehingga ibadah wajibnya tertib dilakukan. Dosanya semakin kecil karena disibukkan oleh peningkatan iman. Mereka telah punya sifat-sifat tersendiri, sebagaimana yang digambarkan Allah dalam surat Al Anfal ayat 2-5, ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang dikala disebut nama Allah bergetarlah hatinya, saat dibacakan ayat-ayat Allah bertambah keimanannya, kepada Allah mereka bertawakkal...yaitu orang-orang yang menegakkan shalat dan membayarkan zakat”. Mukmin lebih cepat masuk syurga daripada muslim.

Muhsin yaitu orang yang kualitas imannya semakin baik dengan banyaknya berbuat kebajikan. Tidak hanya yang wajib-wajib saja tetapi amal-amal sunnah sudah jadi kesukaannya seperti shalat rawatib, shalat dhuha, qiyamul lail, puasa sunnah dan infaq yang dimotivasi hanya mencari ridha Allah. Perbuatan dosa muhsin sangat minim sekali, sebab mereka sibuk dengan ibadah dan peningkatan iman. Kerapian kerja dan kedisiplinan dalam menata waktu sebagai pakaiannya dalam setiap aktivitas. Muhsin lebih cepat masuk syurga daripada mukmin.

Mukhlis adalah tingkatan yang keempat setelah menjalani berbagai training dalam kehidupan ini. Hidupnya ikhlas hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah sebagai apapun profesi dan prestasinya. Jabatan apapun yang dia sandang; sebagai Bupati, anggota dewan, kepala bagian atau entah jabatan lainnya, tetapi dia tidak merasa tinggi dan sombong dengan itu. Sebab dia tahu bahwa semua itu adalah titipan yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah. Atau mungkin dia seorang yang rendah sekalipun statusnya di tengah masyarakat, dengan posisi ini sedikitpun dia tidak merasa hina.

Amal yang dilakukan seorang mukhlis jauh dari riya’ yaitu beramal ingin dilihat orang lain dan sum’ah yaitu beramal supaya didengar orang lain. Baginya biarlah orang tidak melihat dan menyebut dirinya tetapi Allah tahu siapa dia. Allah memperingatkan kita dalam surat Al Bayyinah agar kita jadi orang yang ikhlas dalam beragama ini. Mukhlis lebih cepat masuk syurga daripada muhsin.

Muttaqin adalah level iman yang paling tinggi,artinya orang yang bertaqwa. Suatu ketika Umar bin Khattab ditanya oleh seorang sahabat tentang taqwa ini, maka dia balik bertanya, ”Pernahkah kamu melewati perjalanan sulit ?” maka dijawab ”Pernah”, Umar bertanya lagi, ”Bagaimana cara kamu melewati jalan itu?”, sang sahabat itu menjawab, ”Maka saya berhati-hati”, Umar lansung menukas, ”Nah itulah yang dikatakan dengan taqwa yaitu berhati-hati”.

Imam Al Ghazali mengartikan taqwa dengan hurup T; Tawakal yaitu menyerahkan hasil usaha kepada Allah setelah maksimal berusaha, Q; Qona’ah artinya sikap hidup yang tidak boros dan berangan-angan tinggi. Dia terima dengan rasa syukur apa yang diperoleh hari ini, tetapi tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk masa depan. W; Wara’ artinya berhati-hati terhadap barang yang syubhat, orang yang bertaqwa ditinggalkannya yang syubhat ini, hurup keempat yaitu Y ; Yakin artinya kepercayaan yang semakin dalam kepada Allah, Rasul dan Syari’at-Nya. Orang yang bertaqwa lebih cepat masuk syurga daripada level iman lainnya.

Jadi kalau ada ummat Islam yang masih berjudi, berzina, korupsi, tidak disiplin, malas bekerja, manipulasi serta berbuat dosa –dosa lainnya, baik yang dilakukan dengan sadar maupun tidak karena beberapa faktor; jahil [bodoh] dengan ajaran Islam atau berilmu tetapi sebatas ilmunya saja, dia tidak dapat hidayah untuk mengamalkan ajaran Islam sebagaimana Snouck Hogronye. Contohnya mahasiswi IAIN atau sekolah agama lainnya bahkan isteri ustadz, dia tahu kalau memakai jilbab sebagai alat untu menutupi aurat adalah sebagai kewajiban, tetapi dia tidak mengamalkan. Boleh juga karena sombongnya atau fasiq dan nifaq.

Bupati Solok ketika pulang dari Jerman pernah mengutarakan bahwa orang-orang Jerman itu hidupnya disiplin, jujur bahkan mobil yang diparkir di halaman rumah tanpa dikuncipun dan aman. Namun di Indonesia, sudah dikunci, dalam garase masih juga disikat maling. Bukan Islamnya yang salah tetapi ummatnya. Ini pulalah yang diutarakan oleh Muhammad Abduh ditahun 50-an, katanya, ”Ketika saya ke Eropa, disana tidak ada ummat Islam tapi ajaran Islam ada. Waktu saya ke Timur Tengah, disana banyak ummat Islam tapi ajaran islam tidak ada” sungguh ironi dana menyedihkan.

Kewajiban kita semua, minimal di Kabupaten Solok untuk menjadikan ummat Islam ini berislam bukan sebatas kultur [budaya], yang mudah sekali dicampuri oleh bid’ah, kurafat, syirik dan tahayul. Tetapi bagaimana kita menjadikan ummat Islam ini mengakui ajaran islam sebagai sebuah idiologi, way of life, pandangan hidup sehingga kepribadiannya betul-betul kaffah [integral] dengan ajaran Islam [2;208].

Orang Belanda dimasa penjajahan tidak melarang ummat Islam waktu itu untuk menunaikan shlat, puasa bahkan ibadah haji, tetapi kalau ummat islam menjadikan islam sebagai idiologi dan pandangan hidup jangan coba-coba. Ini pulalah yang dilanjutkan Orbala [orde baru dan lama]. Sehingga ummat Islam ini ibarat orang yang sudah membeli tiket kapal terbang, pesawat tinggi jalannya melaju tetapi dia masih tetap di bumi dengan merangkak.

Rasulullah menyatakan bahwa iman itu mengalami fluktuasi, persis seperti nilai rupiah kita. Kadang kala turun dan seringkali pula naik. Bukti iman sedang naik, ibadahnya banyak dan disebut iman itu turun apabila dosa dan maksiatnya bertambah.

Membangun jembatan penting, membangun gedung bagus perlu, tetapi jika membangunnya tidak dilandasi dengan iman maka akan terjadi kecurangan disana sini. Benar apa yang dikatakan oleh seorang ulama Mesir, ”Bila seribu orang yang membangun maka cukuplah satu orang saja yang meruntuhkannya niscaya akan hancur. Bagaimana dengan satu orang yang membangun lalu diruntuhkan oleh seribu orang”.

Kita masih punya peluang untuk meningkatkan kualitas iman kita, meningkatkan iman masyarakat kita dengan memperbanyak da’wah, kajian-kajian keimanan, untuk itu mungkin perlu adanya evaluasi da’wah yang dilakukan.

Mengapa da’wah semarak tetapi orang-orang berdosapun semakin banyak. Mungkin da’wah kita yang salah, yang mengutamakan tabligh dan syiarnya saja tetapi isinya nihil, da’wah yang tidak sesuai dengan contoh Rasul, ingat Umar bin Khattab pernah berkata, ”Bila ingin ummat ini sebagai mana ummat di zaman Rasulullah maka contohlah bagaimana cara beliau membina ummat”, wallahu a’lam. [Tulisan ini pernah dimuat pada Tabloid Suara Solinda edisi 12/ November 2001].

*Tahun 2005 melalui Pilkada, Gamawan Fauzi dipercaya rakyat sebagai Gubernur Sumatera Barat, kini beliau sebagai Menteri Dalam Negeri bersama Kabinet SBY

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar