Rabu, 02 Mei 2012

Meningkatkan Kualitas Iman


Drs. St. Mukhlis Denros

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda, ”Iman mempunyai 77 cabang, yang pertama ialah mengucapkan Laa Ilaaha illallah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan suatu barang yang mungkin berbahaya di jalan dan malu mengerjakan kejahaan juga salah satu cabang dari rangka iman” [Muslim].

Berangkat dari hadits tersebut dapat diambil tiga point yang merupakan cermin dari keimanan seseorang yaitu;
Pertama, iman yang tinggi; syarat seseorang dikatakan muslim bila dia telah mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai persaksian bahwa dia siap berada dalam pangkuan islam. Bila sekedar ucapan saja belumlah iman yang tinggi tapi masih disebut sebagai muslim. Karena itu, ketika orang-orang Arab yang baru kalah perang itu menyatakan telah beriman, karena ia telah menyatakan dua kalimah syahadat, sontak disangkal oleh Rasulullah Saw, ”Kalian sebenarnya belum beriman, tetapi kalian baru menyatakan muslim sebab iman belum meresap ke dalam jiwa kalian”. Allah berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak lagi ragu-ragu dengan keimanannya itu” [Al Hujurat 49;15].

Ucapan Laa Ilaaha Illallah, ialah pengakuan seorang hamba yang secara sadar mengakui keberadaan Allah, konsekwensi logis dari pernyataan itu ialah mengaku pula; tidak ada hukum yang wajib ditaati selain hukum Allah, tidak ada yang wajib disembah selain dari Allah, tidak ada kecintaan yang melebihi dari cinta kepada Allah, tidak ada yang ditakuti selain dari ancaman Allah, tidak ada yang dikagumi selain dari ciptaan Allah, tidak ada yang disegani, dihormati, ditaati selain dari Allah.

Dengan persaksian diatas, maka seorang telah dapat dikatakan bebas merdeka, tidak diikat oleh suatu belenggu apapun, tidak dijajah oleh suatu keterikatan kepada siapapun selain keterikatan kepada Allah Swt saja. Maka ummat islam yang telah berikrar dengan syahadat itu bebas berbuat, bebas beribadah menjalankan hukum Allah sesuai kehendak-Nya dengan segala kemampuan yang dimilikinya.

Realisasi iman sesudah diucapkan melalui lisan, dihunjamkan dalam hati maka harus pula diujudkan dalam tindakan nyata, tindakan inilah yang mengakibatkan Bilal bin Rabah disiksa oleh majikannya, Ashabul Kahfi dikejar-kejar oleh raja Delicius dan Nabi Muhammad dilecehkan, dikejar bahkan nyaris dibunuh oleh kekuasaan kafir Quraisy.

Kedua, iman yang rendah; sikap yang diperbuat oleh seorang muslim menunjukkan cetusan imannya yang digerakkan olehy hati nurani tanpa mengharapkan pamrih dari orang lain walaupun amal itu kecil. Membuang sesuatu rintangan yang ada di jalan,entah berupa kerikil, duri atau sebangsanya demi keselamatan dan kelancaran lalu lintas menunjukkan suatu gerak keimanan. Bukti iman bukan hanya memberikan derma atau sedekah sekian banyak tapi kebaikan sedikitpun merupakan derma disamping menambah tabungan pahala juga gerak hati sebagai orang yang beriman.

Ketika Rasululah Saw mengeluarkan fatwa untuk mendermakan harta di jalan Allah, terdapat seorang sahabat yang sanga papa, jangankan untuk sedekah, sedangkan untuk diri sendiri dia tidak punya, sahabat itu berkata, ”Ya Rasulullah, bolehlah Abu Bakar, Umar atau Usman bersenanghati untuk berderma di jalan Allah, tapi ini ya Rasulullah, orang miskin, apa yang harus kami berikan?”



Kemudian Rasulullah memberikan kabar gembira bahwa sedekah bukan sebatas harta yang dimiliki, salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ahmad, setiap diri diwajibkan sedekah setiap hari tiap terbitnya matahari, diantaranya, ”Jika ia mendamaikan diantara dua orang yang bermusuhan dengan adil itulah sedekah, bila ia menolong seseorang untuk menaiki binatang tunggangannya, berarti sedekah, menyingkirkan rintangan dari jalan adalah sedekah, ucapan baik kepada orang lain dan keluarga adalah sedekah,dan setiap langkah yang dilangkahkan seseorang untuk mendirikan shalat adalah sedekah, senyummu di depan saudaramu adalah sedekah”.Disamping hadits tersebut, juga terdapat sabda nabi yang mengatakan, ”Setiap tasbih, setiap tahmid, setiap tahlil dan setiap takbir adalah sedekah”.

Keimanan seseorang kualitasnya berbeda satu sama lain, jangankan menunjukkan keimanan yang tinggi sedangkan bukti keimanan yang rendah saja tidak mampu ditunjukkan. Dengan keimanan yang rendah bila dipupuk terus menerus akan semakin mantap, kokoh lagi bernilai tinggi. Iman seseorang akan dinilai Allah melalui berbagai bentuk ujian untuk menentukan emas dan loyang, apakah sekedar ucapan lisan atau memang menghunjam di hati lalu direalisasikan dalam kehidupan, lalu siap pula menerima segala konsekwensi dari keimanan tersebut yaitu berbentuk ujian, orang yang lulus dari segala ujian kehidupanlah yang layak disebut beriman dan beroleh pahala Allah,

”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnhya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, bilakah datangnya pertolongan Allah ? ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” [Al Baqarah 2;214].

Ketiga, malu sebagian dari iman. Yang dimaksud dengan malu disini yaitu malu berbuat kejahatan, kenistaan dan perbuatan lainnya yang merendahkan eksistensi iman seseorang, bila seseorang mengaku beriman sementara kejahatan dan prilaku tidak baik dilakukan juga baik melalui tindakan atau lisan maka keimanan orang ini tidak dapat dijadikan sebagai ukuran. Abu Hasan Al Mawardi membagi malu menjadi tiga macam yaitu;

1. Al Haya Minallah, yaitu malu kepada Allah, bila seorang muslim malu kepada Allah maka ujud malu itu dibuktikan dengan mengikuti perintah Allah dan menahan diri dari larangan-Nya.

2. Al Haya minannas, malu kepada manusia, sikap hidup ini yaitu menjauhkan diri dari sikap yang dibenci orang lain sehingga disenangi dan menimbulkan rasa simpati dan tidak bangga dengan sikap yang tidak terpuji.

3. Al Haya menannafsi, malu kepada diri sendiri yang mendorong seseorang berbuat yang terbaik untuk dirinya tanpa mengorbankan orang lain, ia selalu berusaha menjaga diri dari berbuat jahat.

Malu merupakan alat yang dapat mendatangkan nilai positif atau nilai kebaikan, baik untuk diri sendiri, orang lain, keluarga, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Menurut orang yang bijaksana bahwa tanpa malu seseorang masih ada bila kepada yang baik didorongnya ke depan dan kepada yang mungkar ditahannya. Bila rasa malu telah hilang, manusia akan berbuat seenaknya menurut dorongan hawa nafsu yang rendah.

Agar keimanan seorang muslim tetap tertanam lalu sedikit demi sedikit kokoh mengakar dalam jiwa maka harus dipupuk, dibina dari shalat ke shalat, dari jum’at ke jum’at, dari Ramadhan ke Ramadhan dan dari detik ke detik. Tumpukan lumpur yang tidak berarti di tengah laut, dari waktu ke waktu diterpa angin dan badai, gulungan ombak, panas dingin cuaca silih berganti. Lama kelamaan menjadi batu karang yang kokoh tertancap dengan gagahnya demikian pula dengan iman.

Rasul menggambarkan bahwa iman itu mengalami fluktuasi, yaitu naik dan turun, bukti iman kita naik banyak ibadah yang dapat dikerjakan, sedangkan bukti iman sedang turun yaitu banyak maksiat yang kita gelar, perbanyaklah ibadah otomatis iman akan naik, jangan biarkan dia turun, maka stabilkan, wallahu a’lam [Tabloid Suluah Solinda no.06/ Agustus 2001].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kab. Solok 1999-2009
Hak Cipta Dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala
Tidak Dilarang Keras Mengkopi dan Menyebarkan Materi ini
dengan menyebutkan sumbernya; http://mukhlisdenros,blogspot.com

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus